You are on page 1of 14

Fadhillah syafitri 1102011091

Bercak biru pada lutut


1. Memahami dan menjelaskan Hemostasis - Definisi Hemostasis adalah suatu mekanisme tubuh dalam mengontrol respon terhadap perdarahan atau terjadinya thrombosis yang berlebih sehingga proses trombogenesis dan proses fibrinolysis dalam keadaan seimbang. Proses hemostasis pada keadaan normal membantu menghentikan perdarahan, dan bila berlebih akan menimbulakn oklusi tromboti dan infark sistemik. Fungsi hemostasis adalah ; 1. Mencegah keluarnya darah dari pembuluh darah yang utuh. Hal ini tergantung dari: a. Intergritas Pembuluh darah. b. Fungsi trombosit yang normal. 2. Menghentikan perdarahan dari pembuluh darah yang terluka. Proses yang terjadi setelah adanya suatu luka adalah : a. Vasokonstriksi pembuluh darah. b. Pembentukan sumbat trombosit. c. Proses pembekuan darah. Bila terjadi suatu luka pada pembuluh darah, maka pembuluh darah tersebut akan mengalami vasokonstriksi, sehingga aliran darah terhambat, dan darah yang dikeluarkan juga sedikit, serta terjadi kontak antara trombosit dengan dinding pembuluh darah yang cukup lama. Kontak trombosit dengan pembuluh darah tersebut akan mengakibatkan adesi trombosit dengan jaringan kolagen. Proses ini memerlukan adanya glikoprotein 1b dari trombosit, dan faktor Von Willebrand dari pembuluh darah. Trombosit yang mengalami adesi akan melepaskan ADP (Adenosine DiPhosphat) dan tromboxan A2 yang akan menyebabkan terjadinya agegrasi trombosit, sehingga terbentuklah suatu sumbat trombosit yang tidak stabil. Trombosit yang mengalami agegresi terebut akan mengeluarkan Platelet Faktor 3 (PF3), yang akan merangsang terjadinya proses pembekuan darah. Proses pembekuan darah ini akan menghasilkan benang benang fibrin. Benang benang fibrin yang terjadi akan mengikat sumbat trombosit yang tidak stabil itu sehingga menjadi sumbat trombosit yang stabil. - Proses hemostasis terjaid melalui 3 proses; a. Spasme vascular

Merupakan mekanisme awal dari hemostasis yaitu terjadinya penyempitan dari pembuluh darah yang rusak. Disebabkan oleh: i. Kontraksi hasil spasme myogenic local ii. Adanya autacoid factor dari jaringan dan trombosit iii. Rangsangan dari syaraf simpatis Menyempitnya pembuluh darah akan menyebabkan dinding-dinding endotel saling menekan sehingga permukaan endotel menjadi sticky. b. Pembentukan sumbat trombosit Saat pembuluh darah mengalami trauma, berbagai protein dari jaringan ikat akan mengalami kontak langsung dengan darah, salah satunya yaitu kolagen. Kolagen akan menyebabkan trombosit disekitar pembuluh darah yang rusak menjadi aktif. Trombosit yang diaktifkan akan berubah karakteristik, berkontraksi dan melepaskan granula sitoplasma. Trombosit yang aktif ini akan bersifat sticky dan melekat pada kolagen di endotel pembuluh darah yang rusak adhesi Setelah melekat, trombosit akan melespakn bahan kimia, diantaranya ADP dan tromboxan A2. ADP akan menarik dan mengaktifkan trombosit lain yang berada disekitar perlekatan, sedangkan tromboxan A2 selanjutnya berperan dalam spasme vascular (vasokontriksi). Pelepasan ADP dan bahan kimia lain juga merangsang pelepasan prostasiklin dan NO dari endotel yang normal (tidak rusak), kedua bahan ini akan menghambat perlekatan teombosit pada endotel sekitar yang normal. Hal ini menghindari terjadinya sumbatan trombosit yang tidak diperlukan. c. Koagulasi darah Fase terakhir hemostasis merupakan fase pengambalian atau degradasi saat sumbatan trombosit, benang fibrin dan mekanisme sebelumnya (clot) dihancurkan. Hal ini diperlukan untuk mengembalikan dinding pembuluh darah ke keadaan normal (tanpa clot) setelah proses penyembuhan jaringan berlangsung. Penghancuran clot dikatalisir oleh plasmin, yaitu suatu enzim proteolitik yang berasal dari plasminogen, suatu protein plasma yang telah diaktifkan. Sebelumnya plasminogen telah terjebak di clot, tapi belum diaktifkan menjadi plasmin. Beberapa hari setelah terjadi kerusakan pembuluh darah, jaringan yang rusak dan endotel melepaskan tPA (tissue plasminogen activator) yang akan mengaktifkan plasminogen plasmin. Plasmi akan mengkatalisir penghancuran clot dan struktur pembuluh darah kembali normal. Factor-faktor koagulasi ; Nama Faktor kontak aktivasi F XII (Hageman Factor) HMW Kininogen (High mulcular weight kininogen), Prekalikrein -

Fungsi Mengaktifkan F XII dan PK Membawa F XII & PK pada suatu permukaan

F XI (PTA) Vitamin K- dependent proenzymes Prothrombin (F II) F X (Stuart-Power factor) F IX (Christmas factor) F VII (Proconvertin) Protein C Kofaktor Tissue factor (F III) Platelet procoagulant Phospholipid (PF 3) F VIII (anti hemophilic factor) F V (proaccelerin) Protein S Faktor untuk deposisi fibrin Fibrinogen (F I) F XIII (fibrin stabilizing factor)

Mengaktifkan F XII Mengaktifkan F IX Prekursor thrombin Mengaktifkan rothrombin Mengaktifkan F X Mengaktifkan F IX & X Menonaktifkan F Va & VIIa Kofaktor untuk F VII & VIIa Kofaktor untuk F IXa & F Xa Kofaktor untuk F Ixa Kofaktor untuk vitamin C Prekursor fibrin Crosslinking fibrin

Faktor VI : ternyata merupakan bentuk inaktif dari faktor V, sehingga dikeluarkan dari deretan faktor pembekuan darah. Proses koagulasi darah dimulai dengan jalur intrinsik, dimana terjadi aktivasi F.XII karena adanya pesentuhan darah dengan permukaan yang asing. F XII aktif selanjutnya akan mengaktivasi F.XI menjadi F.Xla, selanjutnya mengaktivasi F.IX menjadi F.IXa . F.IXa ini bersama sama F.VIII, PF3, dan ion Ca akan mengativasi F.X. Pada jalur ektrinsik, dimulai dari aktivasi F.VII, yang bersama tromboplastin jaringan dan ion Ca akan masuk jalur umum dan akan mengaktivasi F.X, seperti halnya dengan jalur intrinsic. F.X yang diaktivasi oleh jalur Intrinsik&ektrinsik dan dibantu oleh F,V,PF3, dan ion Ca, akan merubah protrombin menjadi thrombin. Selanjutnya thrombin yang terbentuk akan merubah fibrinogen (F.1.) menjadi benang-benang fibrin yang akan di pakai untuk menstabilkan sumbat trombosit yang telah terbentuk. Mekanisme hemostasis (CASCADE hemostasis)

Jalur Intrinsik Lintasan intrinsik melibatkan factor XII, XI, IX, VIII dan X di samping prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+ dan fosfolipid trombosit. Lintasan ini membentuk factor Xa (aktif). Lintasan ini dimulai dengan fase kontak dengan prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, factor XII dan XI terpajan pada permukaan pengaktif yang bermuatan negative. Secara in vivo, kemungkinan protein tersebut teraktif pada permukaan sel endotel. Kalau komponen dalam fase kontak terakit pada permukaan pengaktif, factor XII akan diaktifkan menjadi factor XIIa pada saat proteolisis oleh kalikrein. Factor XIIa ini akan menyerang prekalikrein untuk menghasilkan lebih banyak kalikrein lagi dengan menimbulkan aktivasi timbale balik. Begitu terbentuk, F XIIa mengaktifkan factor XI menjadi Xia, dan juga melepaskan bradikinin(vasodilator) dari kininogen dengan berat molekul tinggi. Factor Xia dengan adanya ion Ca2+ mengaktifkan factor IX, menjadi enzim serin protease, yaitu factor IXa. Factor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-Ile dalam factor X untuk menghasilkan serin protease 2-rantai, yaitu factor Xa. Reaksi yang belakangan ini memerlukan perakitan komponen, yang dinamakan kompleks tenase, pada permukaan trombosit aktif, yakni: Ca2+ dan factor IXa dan factor X. Perlu kita perhatikan bahwa dalam semua reaksi yang melibatkan zimogen yang mengandung Gla (factor II, VII, IX dan X), residu Gla dalam region terminal amino pada molekul tersebut berfungsi sebagai tempat pengikatan berafinitas tinggi untuk Ca2+. Bagi perakitan kompleks tenase, trombosit pertama-tama harus diaktifkan untuk membuka fosfolipid asidik (anionic). Fosfatidil serin dan fosfatoidil inositol yang normalnya terdapat pada sisi keadaan tidak bekerja. Factor VIII, suatu glikoprotein, bukan merupakan precursor protease, tetapi kofaktor yang berfungsi sebagai reseptor untuk factor IXa dan X pada permukaan trombosit. Factor VIII diaktifkan oleh thrombin dengan jumlah yang sangat kecil hingga 4

terbentuk factor VIIIa, yang selanjutnya diinaktifkan oleh thrombin dalam proses pemecahan lebih lanjut. Jalur Ekstrinsik Lintasan ekstrinsik melibatkan factor jaringan, factor VII,X serta Ca2+ dan menghasilkan factor Xa. Produksi factor Xa dimulai pada tempat cedera jaringan dengan ekspresi factor jaringan pada sel endotel. Factor jaringan berinteraksi dengan factor VII dan mengaktifkannya; factor VII merupakan glikoprotein yang mengandung Gla, beredar dalam darah dan disintesis di hati. Factor jaringan bekerja sebagai kofaktor untuk factor VIIa dengan menggalakkan aktivitas enzimatik untuk mengaktifkan factor X. factor VII memutuskan ikatan Arg-Ile yang sama dalam factor X yang dipotong oleh kompleks tenase pada lintasan intrinsic. Aktivasi factor X menciptakan hubungan yang penting antara lintasan intrinsic dan ekstrinsik. Interaksi yang penting lainnya antara lintasan ekstrinsik dan intrinsic adalah bahwa kompleks factor jaringan dengan factor VIIa juga mengaktifkan factor IX dalam lintasan intrinsic. Sebenarna, pembentukan kompleks antara factor jaringan dan factor VIIa kini dipandang sebagai proses penting yang terlibat dalam memulai pembekuan darah secara in vivo. Makna fisiologik tahap awal lintasan intrinsic, yang turut melibatkan factor XII, prekalikrein dan kininogen dengan berat molekul besar. Sebenarnya lintasan intrinsik bisa lebih penting dari fibrinolisis dibandingkan dalam koagulasi, karena kalikrein, factor XIIa dan Xia dapat memotong plasminogen, dan kalikrein dapat mengaktifkanurokinase rantai-tunggal. Inhibitor lintasan factor jaringan (TFPI: tissue factor fatway inhibitior) merupakan inhibitor fisiologik utama yang menghambat koagulasi. Inhibitor ini berupa protein yang beredar didalam darah dan terikat lipoprotein. TFPI menghambat langsung factor Xa dengan terikat pada enzim tersebut didekat tapak aktifnya. Kemudian kompleks factor Xa-TFPI ini manghambat kompleks factor VIIa-faktor jaringan. Jalur Bersama Pada lintasan terskhir yang sama, factor Xa yang dihasilkan oleh lintasan intrinsic dak ekstrinsik, akan mengaktifkan protrombin(II) menjadi thrombin (IIa) yang kemudian mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Pengaktifan protrombin terjadi pada permukaan trombosit aktif dan memerlukan perakitan kompelks protrombinase yang terdiri atas fosfolipid anionic platelet, Ca2+, factor Va, factor Xa dan protrombin. Factor V yang disintesis dihati, limpa serta ginjal dan ditemukan didalam trombosit serta plasma berfungsi sebagai kofaktor dng kerja mirip factor VIII dalam kompleks tenase. Ketika aktif menjadi Va oleh sejumlah kecil thrombin, unsure ini terikat dengan reseptor spesifik pada membrane trombosit dan membentuk suatu kompleks dengan factor Xa serta protrombin. Selanjutnya kompleks ini di inaktifkan oleh kerja thrombin lebih lanjut, dengan demikian akan menghasilkan sarana untuk membatasi pengaktifan protrombin menjadi thrombin. Protrombin (72 kDa) merupakan glikoprotein rantai-tunggal yang disintesis di hati. Region terminal-amino pada protrombin mengandung sepeuluh residu Gla, dan tempat protease aktif yang bergantung pada serin berada dalam region-terminalkarboksil molekul tersebut. Setelah terikat dengan 5

kompleks factor Va serta Xa pada membrane trombosit, protrombin dipecah oleh factor Xa pada dua tapak aktif untuk menghasilkan molekul thrombin dua rantai yang aktif, yang kemudian dilepas dari permukaan trombosit. Rantai A dan B pada thrombin disatukan oleh ikatan disulfide. Konversi Fibrinogen menjadi Fibrin Fibrinogen (factor 1, 340 kDa) merupakan glikoprotein plasma yang bersifat dapat larut dan terdiri atas 3 pasang rantai polipeptida nonidentik (A,B)2 yang dihubungkan secara kovalen oleh ikatan disulfda. Rantai B dan y mengandung oligosakarida kompleks yang terikat dengan asparagin. Ketiga rantai tersebut keseluruhannya disintesis dihati: tiga structural yang terlibat berada pada kromosom yang sama dan ekspresinya diatur secara terkoordinasi dalam tubuh manusia. Region terminal amino pada keenam rantai dipertahankan dengan jarak yang rapat oleh sejumlah ikatan disulfide, sementara region terminal karboksil tampak terpisah sehingga menghasilkan molekol memanjang yang sangat asimetrik. Bagian A dan B pada rantai Aa dan B, diberi nama difibrinopeptida A (FPA) dan B (FPB), mempunyai ujung terminal amino pada rantainya masing-masing yang mengandung muatan negative berlebihan sebagai akibat adanya residu aspartat serta glutamate disamping tirosin O-sulfat yang tidak lazim dalam FPB. Muatannegatif ini turut memberikan sifat dapat larut pada fibrinogen dalam plasma dan juga berfungsi untuk mencegah agregasi dengan menimbulkan repulse elektrostatik antara molekul-molekul fibrinogen. Thrombin (34kDa), yaitu protease serin yang dibentuk oleh kompleks protrobinase, menghidrolisis 4 ikatan Arg-Gly diantara molekul-molekul fibrinopeptida dan bagian serta pada rantai Aa dan B fibrinogen. Pelepasan molekul fibrinopeptida oleh thrombin menghasilkan monomer fibrin yang memiliki struktur subunit ()2. Karena FPA dan FPB masing-masing hanya mengandung 16 dab 14 residu, molwkul fibrin akan mempertahankan 98% residu yang terdapat dalam fibrinogen. Pengeluaran molekul fibrinopeptida akan memajankan tapak pengikatan yang memungkinkan molekul monomer fibrin mengadakan agregasi spontan dengan susunan bergiliran secara teratur hingga terbentuk bekuan fibrin yang tidak larut. Pembentukan polimer fibrin inilah yang menangkap trombosit, sel darah merah dan komponen lainnya sehingga terbentuk trombos merah atau putih. Bekuan fibrin ini mula-mula bersifat agak lemah dan disatukan hanya melalui ikatan nonkovalen antara molekul-molekul monomer fibrin. Selain mengubah fibrinogen menjadi fibrin, thrombin juga mengubah factor XIII menjadi XIIIa yang merupakan transglutaminase yang sangat spesifik dan membentuk ikatan silan secara kovalen anatr molekul fibrin dengan membentuk ikatan peptide antar gugus amida residu glutamine dan gugus -amino residu lisin, sehingga menghasilkan bekuan fibrin yang lebih stabil dengan peningkatan resistensi terhadap proteolisis. 2. Memahami dan menjelaskan Hemofilia 1. Definisi Yaitu penyakit genetic atau turunan. merupakan suatu bentuk kelainan perdarahan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya dimana protein yang diperlukan untuk pembekuan darah tidak ada atau jumlahnya sangat sedikit. 6

2. Etiologi Faktor Genetik Hemofilia atau pennyakit gangguan pembekuan darah memang menurun dari generasi ke generasi lewat wanita pembawa sifat (carier) dalam keluarganya, yang bisa secara langsung, bisa tidak. Seperti kita ketahui, di dalam setiap sel tubuh manusia terdapat 23 pasang kromosom dengan bebagai macam fungsi dan tugasnya. Kromosom ini menentukan sifat atau ciri organisme, misalnya tinggi, penampilan, warna rambut, mata dan sebagainya. Sementara, sel kelamin adalah sepasang kromosom di dalam initi sel yang menentukan jenis kelamin makhluk tersebut. Seorang pria mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y, sedangkan wanita mempunyai dua kromosom X. Pada kasus hemofilia, kecacatan terdapat pada kromosom X akibat tidak adanya protein faktor VIII dan IX (dari keseluruhan 13 faktor), yang diperlukan bagi komponen dasar pembeku darah (fibrin). (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson., Patofisioogi klinik proses-proses penyakit vol.1.) Faktor komunikasi antar sel Sel-sel di dalam tubuh manusia juga mempunyai hubungan antara sel satu dengan sel lain yang dapat saling mempengaruhi. Penelitian menunjukkan, peristiwa pembekuan darah terjadi akibat bekerjanya sebuah sistem yang sangat rumit. Terjadi interaksi atau komunikasi antar sel, sehingga hilangnya satu bagian saja yang membentuk sistem ini, atau kerusakan sekecil apa pun padanya, akan menjadikan keseluruhan proses tidak berfungsi.. Jalur intrinsik menggunakan faktor-faktor yang terdapat dalam sistem vaskular atau plasma. Dalam rangkaian ini, terdapat reaksi air terjun, pengaktifan salah satu prokoagulan akan mengakibatkan pengaktifan bentuk seterusnya. Faktor XII, XI, dan IX harus diaktivasi secara berurutan, dan faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X dapat diaktivasi. Zat prekalikein dan kiininogen berat molekul tinggi juga ikut serta dan juga diperlukan ion kalsium. Koagulasi terjadi di sepanjang apa yang dinamakan jalur bersama. Aktivasi faktor X dapat terjadi sebagai akibat reaksi jalur ekstrinsik atau intrinsik. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa kedua jalur tersebut berperan dalam hemostasis. Pada penderita hemofilia, dalam plasma darahnya kekurangan bahkan tidak ada faktor pembekuan darah, yaitu faktor VIII dan IX. Semakin kecil kadar aktivitas dari faktor tersebut maka, pembentukan faktor Xa dan seterusnya akan semakin lama. Sehingga pembekuan akan memakan waktu yang lama juga (terjadi perdarahan yang berlebihan). (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.) Faktor epigenik Hemofilia A disebabkan kekurangan faktor VIII dan hemofilia B disebabkan kekurabgab faktor IX. Kerusakan dari faktor VIII dimana tingkat sirkulasi yang fungsional dari faktor VIII ini tereduksi. Aktifasi reduksi dapat menurunkan jumlah protein faktor VIII, yang menimbulkan abnormalitas dari protein. Faktor VIII menjadi kofaktor yang efektif untuk faktor IX yang aktif, faktor VIII aktif, faktor IX aktif, fosfolipid dan juga kalsium bekerja sama untuk membentuk fungsional aktifasi faktor X yang kompleks (Xase), sehigga hilangnya atau kekurangan kedua faktor ini dapat 7

mengakibatkan kehilangan atau berkurangnya aktifitas faktor X yang aktif dimana berfungsi mengaktifkan protrombin menjadi trombin, sehingga jiaka trombin mengalami penurunan pembekuanyang dibentuk mudah pecah dan tidak bertahan mengakibatkan pendarahan yang berlebihan dan sulit dalam penyembuhan luka. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003) 3. Epidemiologi Penyakit ini bermanifestasi klinis pada laki-laki. Angka kejadian hemophilia A sekitar 1; 10.000 orang dan hemophilia B 1;25.000-30.000 orang. Belum ada data mengenai angka kejadian di Indonesia, namun diperkirakan sekitar 20.000kasus dari 200juta penduduk saat ini Kasus hemophilia A lebih sering dijumpai dibandingkan kasus hemophilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-15% tanpa memandang ras, geografi dan keadaan social maupun ekonomi. Mutasi gen secara spontan diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga. 4. Klasifikasi a. Klasifikasi hemofili menurun penyebab; i. Hemophilia A : kekurangan atau tidak ada F VIII ii. Hemophilia B : kekurangan atau tidak ada F IX iii. Hemophilia C : kekurangan atau tidak ada F XI iv. Penyakit Von Willebrand Yaitu gangguan koagulasi herediter yang paling sering terjadi, ada beberapa subtype tapi yang paling sering yaitu tipe 1. b. Klasifikasi hemofili menurut berat ringannya penyakit; i. Defisiensi berat; Kadar F VIII 0-2% dari normal Terjadi hemartros dan perdarahan berat berulang ii. Defisiensi sedang; Kadar F VIII 2-5% dari normal Jarang menyebabkan kelainan ortopedik Jarang terjadi hemartros dan perdarahan spontan iii. Defisiensi ringan; Kadar F VIII 5-25% dari normal Mungkin tidak terjadi hemartros dan perdarahan spontan lain, tetapi dapat menyebabkan perdarahan serius bila terjaid trauma atau luka ynag tidak berat atau proses pembedahan. IV. subhemofilia Kadar F VIII 25-50% dari normal Tidak mengaktifkan perdarahan, kecuali bila penderita mengalami trauma hebat dan perdarahan yang luas. Defisiensi F IX biasanya tidak dibedakan derjatnya dengan defisiensi F VIII.

5. Pathogenesis & Patofisiologi

a. Hemophilia A Disebabkan oleh defisiensi F VIII clotting activity (F VIIIC) dapat karena sintesis menurun atau pembentukan F VIIIC dengan struktur abnormal. Dasar abnormalitas Hemofili A yaitu defisiensi protein plasma yaitu factor anti hemofili (AHF). Dalam keadaan normal, dalam plasma F VIII bersirkulasi dalam bentuk ikatan dengan factor von willebrand. Factor vWF disebut juga F VIII antigen yang berfungsi sebagai pembawa F VIII. Pada hemofili A didapatkan gangguan proses satbilisasi sumbat trrombosit oleh fibrin. Mutasi genetic ditemukan pada hemofili A yaitu; i. Transposisi basa tunggal ; codon arginine menjadi stop codon yang menghentikan ii. Sintesis F VIII yang menyebabkan hemophilia berat iii. Substitusi asam amino tunggal ; yang menyebabkan hemophilia ringan iv. Delesi beberapa ribu nukleotid ; menyebabkan hemophilia berat b. Hemophilia B Disebabkan karena defisiensi F IX. F VIII diperlukan dalam pembentukan tenase complex yang akan mengaktifkan F X. Defisiensi F VIII mengganggu jalur instrinstik sehingga menyebabkan berkurangnya pembentukan fibrin. Akibatnya terjadi gangguan koagulasi. Hemophilia diturunkan secara sex-linked recessive. Hemophilia B disebabkan kekurangan factor IX. Kerusakan F VIII dimana tingkat sirkulasi yang fungsional dari F VIII ini tereduksi. Aktifasi reduksi dapat menurunkan jumlah protein F VIII, yang menimbulkann abnormalitas protein. F VIII menjadi kofaktor yang efektif untuk F IXa, F VIIIa, fosfolipid dan kalsium bekerja sama untuk membentuk fungsional aktifasi F X yang kompleks, sehingga hilang atau kekurangan factor yang 2 ini dapat mengakibatkan kehilangan/berkurangnya aktifasi F X yang aktif, dimana fungsinya mengaktifkan protrombin thrombin, sehinnga jika thrombin mengalami penurunan pembekuan yang dibentuk mudah pecah dan tidak bertahan mengakibatkan 9

perdarahan yang berlebihan dan sulit dalam penyembuhan luka. (Sylvia A.price&Lloraine M.Wilsom,2003) Produksi fibrin dimulai dengan perubahan F X F Xa(belum aktif). Rangkaian rekasi pertama memerlukan factor jaringan (tromboplastin) yang dilepas endotel pembuluh saat cedera. Factor jaringan ini tidak terdapat dalam darah, sehingga disebut factor ekstrinstik. Sedangkan F VIII terdapat dalam darah, sehingga disebut jalur instrinstik. 6. Manifestasi Hemofilia berat tingkat faktor VIII : 1% dari normal ( 0,01 U/ml): 1. perdarahan spontan sejak awal masa pertumbuhan (masa infant). 2. lamanya perdarahan spontan dan perdarahan lainnya membutuhkan faktor pembekuan pengganti. 3. frekuensi perdarahan sering dan terjadi secara tiba-tiba. Hemofilia sedang Tingkat faktor VIII : 1-5 % dari normal (0,01-0,05 U/ml): 1. perdarahan karena trauma atau pembedahan. 2. frekuensi perdarahan terjadi kadang-kadang.hemofilia. Hemofilia ringan Tingkat faktor VIII : 6-30 % dari normal (0,06-0,30 U/ml): 1. Perdarahan karena trauma atau pembedahan. 2. frekuensi perdarahan jarang. Gejala lain : - Apabila terjadi benturan pada tubuh akan mengakibatkan kebiru-biruan (pendarahan dibawah kulit) - Apabila terjadi pendarahan di kulit luar maka pendarahan tidak dapat berhenti. - Pendarahan dalam kulit sering terjadi pada persendian seperti siku tangan maupun lutut kaki sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang hebat. - Perdarahan di kepala. Tanda-tandanya: sakit kepala hebat, muntah berulang kali, mengantuk terus, bingung, tak dapat mengenali orang atau benda di sekitarnya, penglihatannya kabur atau ganda, keluar cairan dari hidung atau telinga, terasa lemah pada tangan, kaki, dan wajah. - Perdarahan di tenggorokan. Tanda-tanda: sulit bernapas atau menelan, bengkak. - Perdarahan di perut. Tanda-tanda: muntah darah, terdapat darah pada feses, sakit perut tak kunjung sembuh, penderita tampak pucat dan lemah. - Perdarahan di paha. Tanda-tanda: nyeri di daerah paha atau agak ke bawahnya, mati rasa di daerah paha atau tidak mampu mengangkat kaki. Bagi mereka yang memiliki gejala-gejala tersebut, disarankan segera melakukan tes darah untuk mendapat kepastian penyakit dan pengobatannya. Pengobatan penderita hemofilia 10

berupa Recombinant Factor VIII (Hemofilia A)yang diberikan kepada pasien hemofili berupa suntikan maupun tranfusi. 7. Diagnosis & Diagnosis Banding Diagnosis Dibuat berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium. Pada penderita dengan gejala perdarahan atau riwayat perdarahan, pemeriksaan laboratorium yang perlu diminta adalah pemeriksaan penyaring hemostasis yang terdiri atas hitung trimbosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT (prothrombin time - masa protrombin plasma), APTT (activated partial thromboplastin time masa tromboplastin parsial teraktivasi) dan TT (thrombin time masa trombin). Pada hemofilia A atau B akan dijumpai pemanjangan APTT sedangkan pemerikasaan hemostasis lain yaitu hitung trombosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT dan TT dalam batas normal. Pemanjangan APTT dengan PT yang normal menunjukkan adanya gangguan pada jalur intrinsik sistem pembekuan darah. Faktor VIII dan IX berfungsi pada jalur intrinsik sehingga defisiensi salah satu dari faktor pembekuan ini akan mengakibatkan pemanjangan APTT yaitu tes yang menguji jalur intrinsik sistem pembekuan darah. Hemofilia A Hemofilia B Von Willebrand Bleeding Time Normal Normal Memanjang APTT Memanjang Memanjang Memanjang PTT Normal Normal Normal Tes Ristosetin Normal Normal Negatif Tempat Perdarahan Otot, sendi Otot, sendi Mukosa, luka kulit Keterangan: - APTT : Activated Partial Tromboplastin Time - PTT : Partial Troboplastin Time Diagnosis banding Hemofilia A dan B dengan defisiensi faktor XI dan XII. Hemofilia A dengan penyakit von Willebrand (khususnya varian Normandy), inhibitor F VIII yang didapat dan kombinasi defisiensi F VIII dan V kongenital. Hemofilia B dengan penyakit hati, pemakaian warfarin, defisiensi vitamin K, sangat jarang inhibitor F IX yang didapat. Untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau menentukan faktor mana yang kurang dapat dilakukan pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test) atau dengan diferensial APTT. Namun dengan tes ini tidak dapat ditentukan aktivitas masing - masing faktor. Untuk mengetahui aktivitas F VIII dan IX perlu dilakukan assay F VIII dan IX. Pada hemofilia A aktivitas F VIII rendah sedang pada hemofilia B aktivitas F IX rendah. Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu dibedakan dari penyakit von Willebrand, Karena pada penyakit ini juga dapat ditemukan aktivitas F VIII yang rendah. Penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau gangguan fungsi faktor von Willebrand. Jika faktor von Willebrand kurang maka F VIII juga akan 11

berkurang, karena tidak ada yang melindunginya dari degradasi proteolitik. Di samping itu defisiensi faktor von Willebrand juga akan menyebabkan masa perdarahan memanjang karena proses adhesi trombosit terganggu. Pada penyakit von Willebrand hasil pemerikasaan laboratorium menunjukkan pemanjangan masa perdarahan, APTT bisa normal atau memanjang dan aktivitas F VIII bisa normal atau rendah. Di samping itu akan ditemukan kadar serta fungsi faktor von Willebrand yang rendah. Sebaliknya pada hemofilia A akan dijumpai masa perdarahan normal, kadar dan fungsi faktor von Willebrand juga normal.

8. Penatalaksanaan Suportif : Perdarahan akut, bagian yang mengalami perdarahan : R : Rest (diistirahatkan) I : Ice (dikompres es) C : Compression (ditekan / dibebat) E : Elevation (ditinggikan) Analgetika, indikasi pada pasien dengan hemartrosis dengan nyeri hebat, dipilih yang tidak mengganggu agregasi trombosit. Kortikosteroid, untuk menghilangkan inflamasi pada sinovitis akut setelah serangan akut hemartrosis. Pemberian Prednisone 0,5-1 mg/kg BB selama 5-7 hari untuk mencegah kaku sendi (artrosis) Hindari antikoagulan dan aspirin Hindari trauma Kausal : Terapi pengganti faktor pembekuan, pemberian faktor VIII atau faktor IX (rekombinan/konsentrat/komponen darah yang mengandung banyak faktor pembekuan tersebut). Diberikan dalam beberapa hari sampai luka / pembengkakan membaik. Untuk pencegahan diberikan 3 x/minggu. Desmopressin, untuk merangsang peningkatan faktor VIII

12

Antifibrinolitik, untuk menstabilkan bekuan fibrin dengan menghambat aktivitas fibrinolisis.

9. Pencegahan a. Mengkonsumsi makanan/minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh tidak berlebihan. Karena berat berlebih dapat mengakibatkan perdarahan pada sendisendi di bagian kaki (terutama pada kasus hemofilia berat). b. Melakukan kegiatan olahraga. Berkaitan dengan olah raga, perhatikan beberapa hal berikut: - Olah raga akan membuat kondisi otot yangkuat, sehingga bila terbentur otot tidak mudah terluka dan perdarahan dapat dihindari. - Bimbingan seorang fisio-terapis atau pelatih olah raga yang memahami hemophilia akan sangat bermanfaat. - Bersikap bijaksana dalam memilih jenis olah raga; olah raga yang beresiko adu fisik seperti sepak bola atau gulat sebaiknya dihindari. Olah raga yang sangat di anjurkan adalah renang. - Bimbingan seorang fisio-terapis dari klinik rehabilitasi medis diperlukan pula dalam kegiatan melatih otot pasca perdarahan. c. Rajin merawat gigi dan gusi dan melakukan pemeriksaan kesehatan gisi dan gusi secara berkala/rutin, paling tidak setengah tahun sekali, ke klinik gigi. Mengikuti program imunisasi. Catatan bagi petugas medis adalah suntikan imunisasi harus dilakukan dibawah kulit (Subkutan) dan tidak ke dalam otot, diikuti penekanan lubang bekas suntikan paling sedikit 5 menit. d. Menghindari penggunaan Aspirin, karena aspirin dapat meningkatkan perdarahan. Penderita hemofilia dianjurkan jangan sembarang mengkonsumsi obat-obatan. Langkah terbaik adalah mengkonsultasikan lebih dulu kepada dokter. e. Memberi informasi kepada pihak-pihak tertentu mengenai kondisi hemofilia yang ada, misalnya kepada pihak sekolah, dokter dimana penderita berobat, dan teman-teman di lingkungan terdekat secara bijaksana. f. Memberi lingkungan hidup yang mendukung bagi tumbuhnya kepribadian yang sehat agar dapat optimis dan berprestasi bersama hemofilia. g. Komplikasi a. Atrofi hemofilia (penyakit sendi akibat hemartrosis yang diikuti radang dan penebalan membran sinovial) b. Infeksi oleh darah (AIDS, Hepatitis) h. Prognosis Baik dengan penanganan yang tepat dan teratur.

13

DAFTAR PUSTAKA
http://blognyahana.wordpress.com/2010/04/30/hemostasis-2/ http://www.doktermuda.com/2012/09/hemofilia.html http://blognyahana.wordpress.com/2010/04/30/hemostasis-2/ http://www.scribd.com/doc/85024313/MEKANISME-HEMOSTASIS http://yo-gakgo.blogspot.com/2011/06/hemostasis.html Setiabudy, Rahajuningsih D.2007. hemostasis dan Trombosis ed.3. FKUI, Jakarta. http://books.google.co.id/books?id=0bMJ2p9GdAC&pg=PA437&dq=hemofilia&hl=id&sa=X&ei=rP2iUL7vCILPrQevt4DACw&v ed=0CDoQ6AEwBg#v=onepage&q=hemofilia&f=false

14

You might also like