You are on page 1of 13

Seorang filsuf terkenal dari inggris bernama Thomas Hobbes ini memiliki corak pemikiran filsafat yang sedikit

agak jauh dengan pemikiran filsafat sebelumnya. Ia Thomas memiliki perbedaan yang terletak pada pengoptimalan penggunaan indra sebagai alat dari manifestasi pengetahuan yang real. Oleh karena itu tak mengherankan apabila ia pernah mengkritik para filosof rasionalisme yang terlebih dahulu menggunakan akal yang bersifat apriori dan mengesampingkan indera untuk mengungkap pengetahuan. Thomas menganggap filsafat haruslah netral dan bebas dari segala ajaran dogma, magis, dan metafisik. Ia berusaha mengangkat filsafat diatas segala golongan pengetahuan ke drajat yang tinggi. Lebih dari itu, Thomas yang dikenal sebagai filosof pembuka pemikiran empirisme. Ternyata ia juga memiliki pemikiran dalam bidang yang lain. contoh saja dalam kemanusiaan. Ia menganggap manusia adalah makhluk anti sosial yang dikatakan manusia ialah serigala dari serigala yang lain. kalau kita renungkan sejenak. Manusia ialah makhluk anti sosial. Lalu bagaimana manusia itu akan hidup?. Bukankah manusia tidak akan bisa untuk merawat dirinya sendiri sejak ia sudah dilahirkan. Tentu ia masih memerlukan seorang ibu atau manusia untuk merawatnya. Namun ontologi pemikiran Hobbes tidak sampai pada tataran yang sangat dasar itu, masih ada beberapa klasifikasi lagi untuk merumuskan manusia yang dikatakan sebagai makhluk anti sosial. Pertama, manusia sudah mampu berfikir. Kedua manusia sudah mampu mengenal lingkungan, dan masih ada lagi. Hobbes mengatakan perihal manusia sebagai makhluk anti sosial ialah, tidak lain karena hobbes sendiri pada waktu itu tengah hidup pada zaman pra Inggris revolusi. Manusia pada waktu itu sangatlah keras. Maka ketika Hobbes dimintai pendapatnya mengenai politik untuk menanggulangi permasalah yang sangat komplek saat itu. Hobbes berpendapat bahwa manusia haruslah dipimpin oleh suatu pemerintahan yang absolut, gunanya untuk mengekang para serigala-serigala (manusia-manusia) itu untuk patuh dalam suatu kontrak sosial. Oleh sebab itu terkadang Hobbes disebut-sebut sebagai dalang pemikiran sistem pemikiran monarki. Dari keterangan pemikiran Hobbes diatas, sedikit saya menyimpulkan corak pemikiran Hobbes tentang kemanusia yang berkutat pada egosntris yang mendikan peran individu sebagai kebenaran paling mutlak dalam beretika. Ini salah!. Maaf sedikit keras. Kesalahan paling utama ialah manakala manusia dijadikan objek bagi dirinya sendiri maka nilai eksistensi dari keberadaan manusia sama sekali tidak ada. Hal serupa juga dipaparkan oleh Rene Descartes, yang mengatakan cogito ergosum aku berfikir maka aku ada, atau apabila manusia satu tidak pernah memikirkan manusia lainnya maka manusia lainnya itu sama halnya tidak ada, tidak ada dalam fikiran kesadarannya sehingga menafikan kesadaran akan kehadiran manusia yang lain. lalu karena menyadari itu, Hobbes mengatur manusia dengan kontrak sosial untuk mengekang manusia yang menurut idealnya sebagai makhluk anti sosial. Di sini saya mencoba membantah teori Hobbes dengan beberapa anggapan filosof rasionalis tentang kemanusian tapi juga akan saya tambahkan dengan pendapatpendapat lain. Akan tetapi , selain para filosof lain yang bergesekan pemikirannya dengan Hobbes. Masih ada filosof lain yang lain yang terdengar seragam dengan Hobbes yaitu Nietchze. Menurut Nietchze manusia memilki kemampuan untuk menguasai atau dalam bahasa populernya dikatakan will to power. Artinya manusia memiliki kemampuan, memerintah, menguasai, mengatur, membentak, memukul, dan menendang yang kesemua itu

bertujuan untuk menguasai (manusia lainnya) atau jika di analogikan dengan pemikiran Hobbes sama halnya manusia sebagai serigala dari serigala lainnya yang bertujuan saling berkuasa. Kedua pemikiran itu, Hobbes maupun Nietchze sama-sama berkutat pada subjektivisme, cuman Nietchze lebih pada eksistensialisme dan Hobbes pada individualisme. Terlepas dari itu. Banyak sekali tokoh tokoh nasionalisme yang beranggapan manusia sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan seperti teori monadnya Leibniz yang mengatakan, bahwa monad (substansi) satu dengan monad lainnya itu saling berhubungan, dan teori susunan alam Democritus yang beranggapan alam semesta teripta dari atom atom yang saling berkesesuaian. Hal demikian (manusi sebagai makhluk sosial) sangat disadari pada pasca perang dunia kedua, dimana mansia mulai sedikit mengerti akan arti penting nilai kemanusiawian antar sesama, tidak pandang suku, negara, ras, golongan, budaya, dan keturunan. Kesemua itu menempati suatu wilayah horisontal (wilayah antar manusia) yang sama, dan memiliki wilayah vertikal (hubungan dengan tuhan) yang sama pada intinya walau sedikit saling berbeda. Dan jauh lebih dahulu dari Hobbes, para pemikir pada abad yunani kuno dahulu telah menerapkan sistem demokrasi pada pemerintahannya yang berpusat atas aspirasi rakyat rakyat yang memerintah (demokrasi langsung). boleh jadi Hobbes berpendapat demikian karena pada dasar pemikiran hobbes tentang etika manusia yang berpusat pada sentimennya. Pendapat Hobbes tentang etika yang menjadi latar belakang dari pemikiran manusia sebagai makhluk anti sosial. Ia mengatakan bahwa manusia mengangkat perihal baik atau buruk diukur dari keinginan (nafsu) dan pengelakan. Nafsu (keinginan) sama halnya baik, dan pengelakan adalah keburukan. Semua manusia memang pada dasarnya memiliki keinginan, dan apabila keinginan itu tidak dapat tercapai maka akan terjadi pengelakan, dan pengelakan itu Hobbes sebut sebagai keburukan. Cinta, ambisi, hasrat, azam, dan cita-cita adalah nafsu (keinginan) yang apabila semua itu bisa tercapai maka manusia itu dinilai baik. Tetapi bagaimana dengan pengorbanan. Di situ (pengorbanan) terjadi dua hal yang saling bersintesis (kontradiktif) antara nafsu dan pengelakan. Nafsu sebagai pemicu awal, dan pengelakan sebagai impuls tambahan yang berimplikasi pengorbanan, jika dilhat dari suatu kondisi tertentu. Demikian lah mengapa Hobbes memilik anggapan bahwa manusia adalah makhluk anti sosial. http://konseptualistransformatif.blogspot.com/2012/06/kritik-pemikiran-thomas-hobbes-manusia.html

SIKAP SOSIAL

A. Pengertian Sikap Sosial

Sikap adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata dalam kegiatan-kegiatan sosial. Maka sikap sosial adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial. Hal ini terjadi bukan saja pada orang-orang lain dalam satu masyarakat.

Tiap-tiap sikap mempunyai 3 aspek :

1. Aspek Kognitif yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenal pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman, dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu. 2. Aspek Afektif berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipati, dan sebagainya yang ditujukan kepada objek-ojek tertentu. 3. Aspek Konatif: berwujud proses tendensi/kecenderungan untuk berbuatu sesuatu objek, misalnya kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya.

Di samping sikap sosial yang terdapat sikap individual, yaitu sikap yang hanya dimiliki oleh perseorangan, misalnya: Sikap atau kesukaan seseorang terhadap burung-burung tertentu, seperti perkutut, parkit, merpati, dan sebagainya. Sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. Objek psikologi di sini meliputi: simbol, kta kata, slogan, orang, lembaga, ide, dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objeic psikologi apabila ia suka (like) atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap yang negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka (dislike) atau sikapnya unfavorable terhadap objek psikologi.

Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian tentang sikap, namun ada beberapa ciri yang dapat disetujui. Sebagian besar ahli dan peneliti sikap setuju bahwa sikap adalah predisposisi yang dipelajari yang mempengaruhi tingkah laku, berubah dalam hal intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang wakru dalam situasi yang sama, dan komposisinya hampir selalu kompleks. Sehubungan dengan itu pula kami cenderung untuk mengemukakan pengertian sikap sebagai berikut: Sikap adalah kesiapan merespons yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten.

Demikianlah, sikap adalah konsep yang membantu kita untuk memahami tingkah laku. Sejumlah perbedaan tingkah laku dapat merupakan pencerminan atau manifestasi dari sikap yang sama.

B. Sikap Sosial Dan Individual

1. Sikap Sosial

Sikap sosial dinyatakan tidak oleh seorang saja tetapi diperhatikan oleh orang-orang sekelompoknya. Objeknya adalah objek sosial (objeknya banyak orang dalam kelompok) dan dinyatakan berulang-ulang. Misalnya: sikap berkabung seluruh anggota kelompok karena meninggalnya seorang pahlawannya.

Jadi yang menandai adanya sikap sosial adalah : a. Subjek orang-orang dalam kelompoknya.

b. Objek-objeknya sekelompok, objeknya sosial. c. Dinyatakan berulang-ulang.

2. Sikap Individual

Ini hanya dimiliki secara individual seorang demi seorang. Objeknya pun bukan merupakan objek sosial. Misalnya: Sikap yang berupa kesenangan atas salah satu jenis makanan atau salah satu jenis tumbuhtumbuhan.

Di samping pembagian sikap atas sosial dan individual sikap dapat pula dibedakan atas : 1. Sikap positif: sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, merima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada. 2. Sikap negatif: sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada.

Sikap positif/negatif ini tentu saja berhubungan dengan norma. Orang tidak akan tahu apakah sikap seseorang itu positif atau negatif tanpa mengetahui norma yang berlaku. Oleh karena itu untuk menentukan apakah sikap ini positif/ negatif perlu dikonsultasikan dengan norma yang berlaku di situ. Di samping itu masingmasing kelompok atau kesatuan sosial memiliki norma sendiri-sendiri yang mungkin saling berbeda atau bahkan bertentangan. Sikap yang dliperlihatkan oleh individu dalam kelompok A dianggap atau dinilai sebagai sikap yang negatif, belum tentu sikap yang sama yang diperlihatkan oleh anggota kelompok B juga dinilai sebagai sikap negatif.

C. Pembentukan Dan Perubahan Sikap

Sikap timbul karena ada stimulus. Terbentuknya suatu sikap itu banyak dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan misalnya: keluarga, norma, golongan agama, dan adat istiadat. Dalam hal ini keluarga mempunyai peranan yang besar dalam membentuk sikap putra-putranya. Sebab keluargalah sebagai kelompok primer bagi anak merupakan pengaruh yang paling dominan. Sikap seseorang tidak selamanya tetap. Ini bukan berarti orang tidak bersikap. Ia bersikap juga hanya bentuknya: diam.

Sikap tumbuh dan berkembang dalam basis sosial yang tertentu, misalnya: ekonomi, politik, agama dan sebagainya. Di dalam perkembangannya sikap banyak dipengaruhi oleh lingkungan, norma-norma atau group. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan sikap antara individu yang sama dengan yang lain karena perbedaan pengaruh atau lingkungan yang diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia, terhadap objek tertentu atau suatu objek.

1. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap

a. Faktor intern: yaitu manusia itu sendiri. b. Faktor ekstern: yaitu faktor manusia.

Dalam hal ini Sherif mengemukakan bahwa sikap itu dapat diubah atau dibentuk apabila : a. Terdapat hubungan timbal balik yang langsung antara manusia. b. Adanya komunikasi (yaitu hubungan langsung) dan satu pihak.

Faktor ini pun masih tergantung pula adanya: a. Sumber penerangan itu memperoleh kepercayaan orang banyak/tidak. b. Ragu-ragu atau tidaknya menghadapi fakta dan isi sikap baru itu.

Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Sikap terbentuk dalam hubungannya dengan suatu objek, orang, kelompok, lembaga, nilai, melalui hubungan antar individu, hubungan di dalam kelompok, komunikasi surat kabar, buku, poster, radio, televisi dan sebagainya, terdapat banyak kemungkinan yang mempengaruhi timbulnya sikap. Lingkungan yang terdekat dengan kehidupan sehari-hari baiyak memiliki peranan. Keluarga yang terdiri dan: orang tua, saudara-saudara di rumah memiliki peranan yang penting. Sementara orang berpendapat bahwa mengajarkan sikap adalah merupakan tanggung jawab orang tua atau lembaga-lembaga keagamaan. Tetapi tidaklah demikian halnya. Lembaga lembaga sekolah pun memiliki tugas pula dalam membina sikap ini. Bukankah tujuan pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah adalah mempengaruhi, membawa, membimbing anak didik agar memiliki sikap seperti yang diharapkan oleh masingmasing tujuan pendidikan?

Dengan demikian lembaga pendidikan formal dalam hal ini sekolah memiliki tugas untuk membina dan mengembangkan sikap anak didik menuju kepada sikap yang kita harapkan.

Pada hakikatnya tujuan pendidikan adalah mengubah sikap anak didik ke arah tujuan pendidikan.

2. Hubungan antara Sikap dan Tingkah laku

Adanya hubungan yang erat antara sikap (attitude) dan tingkah laku (behavior) didukung oleh pengertian sikap yang mengatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak. Tetapi beberapa penelitian yang mencoba menghubungkan antara sikap dan tingkah laku menunjukkan hasil yang agak berbeda, yaitu menunjukkan hubungan yang kecil saja atau bahkan hubungan yang negatif.

D. Ciri-Ciri Dan Fungsi Sikap

Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya dengan perangsang yang relevan, orangorang atau kejadian-kejadian. Dapatlah dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak semua faktor internal adalah sikap. Adapun ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut:

1. Sikap itu dipelajari (learnablity) Sikap merupakan hasil belajar ini perlu dibedakan dari motif- motif psikologi lainnya. Beberapa sikap dipelajari tidak sengaja dan tanpa kesadaran kepada sebagian individu. Barangkali yang terjadi adalah mempelajari sikap dengan sengaja bila individu mengerti bahwa hal itu akan membawa lebih baik (untuk dirinya sendiri), membantu tujuan kelompok, atau memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan.

2. Memiliki kestabilan (Stability) Sikap bermula dan dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap, dan stabil, melalui pengalaman.

3. Personal (societal significance) Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain menyenangkan, terbuka serta hangat, maka ini akan sangat berarti bagi dirinya, ia merasa bebas, dan favorable.

4. Berisi cognisi dan affeksi Komponen cognisi daripada sikap adalah berisi informasi yang faktual, misalnya: objek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan.

Sedangkan fungsi dari sikap (tugas) sikap dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu :

1. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikandiri. 2. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku 3. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman 4. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian

E. Pengukuran Sikap Secara Langsung Dan Tidak Langsung

Para ahli Psikologi Sosial telah berusaha untuk mengukur sikap dengan berbagai cara. Beberapa bentuk pengukuran sudah mulai dikembangkan sejak diadakannya penelitian sikap yang pertama yaitu pada tahun 1920. Kepada subjek diminta untuk merespons objek sikap dalam berbagai cara.

Pengukuran sikap ini dapat dilakukan secara :

1. Langsung (Direct measures of attitudes) Pada umumnya digunakan tes psikolgi yang berupa sejumlah item yang telah disusun secara hati-hati, saksama, selektif sesuai dengan kriteria tertentu. Tes psikologi ini kemudian dikembangkan menjadi skala sikap. Dan skala sikap ini diharapkan mendapat jawaban atas pertanyaan dengan berbagai cara oleh responden terhadap suatu objek psikologi.

2. Tidak langsung (Indirect measures ofattitudes). (Whittaker, 1970, hal. 594-596). Teknik pengukuran sikap secara langsung yang telah dibicarakan di muka bertumpu pada kesadaran subjek akan sikap dan kesiapannya untuk dikomunikasikan secara lisan (verbal). Dengan teknik demikian, subjek juga tahu bahwa sikapnya sedang diukur, dan pengetahuan atas ini mungkin akan mempengaruhi jawabannya. Ini salah satu problem yang sering dihadapi dalam penggunaan teknik pengukuran secara langsung. Adakah responden menjawab sejujurnya?

Sebab kemungkinan untuk menjawab tidak jujur dalam arti tidak seperti apa adanya adalah besar sekali. Apabila kita ditanya tentang perasaan atau sikap kita terhadap tetangga, kemungkinan besar akan menjawab yang positif meskipun tidak demikian halnya. Sebenamya problem ini sudah dikurangi dengan konstruksi item yang secermat-cermatnya. Namun demikian tidak berarti bahwa problem tersebut sudah teratasi sepenuhnya. Berdasar atas problem tersebut beberapa ahli berusaha mengembangkan suatu teknik mengukur sikap secara langsung. Di dalam teknik tidak langsung ini, subjek tidak tahu bahwa tingkah laku atau sikapnya sedang diteliti. Teknik tidak langsung khususnya berguna bila responden kelihatan enggan mengutarakan sikapnya secara jujur.

Dalam suatu teknik tidak langsung, seorang peneliti memberikan gambar-gambar kepada subjek, subjek diminta untuk menceritakan apa-apa yang ia lihat dari gambar itu.

Subjek kemudian di-score yang memperlihatkan sikapnya terhadap orang atau situasi di dalam gambar ini. Seperti yang pernah dilakukn oleh Proshansky (:1943), yang menyelidiki tentang sikap terhadap buruh. Di sini pengukuran sikap dilakukan secara tidak langsung, yaitu kepada subjek dliperlihatkan gambar-gambar dan para pekerja dalam berbagai konflik situasi.

Subjek diminta untuk menceritakan tentang gambar-gambar itu dalam suatu karangan atau cerita. Namun teknik pengukuran sikap tidak langsung mi menimbulkan beberapa masalah penting bagi para ahli psikologi. Sejauh mana sikap individu dapat diungkap, bila ia tidak menyadari akan hal itu, di samping itu apakah bukan suatu pelanggaran mengungkap sesuatu yang bersifat pribadi di luar pengetahuan dan kesadarannya? Apakah ini bukan suatu pelanggaran etik? Apakah kita selalu memerlukan izin atau persetujuan dari responden? Halhal inilah yang menimbulkan masalah bagi para peneliti tidak hanya pada teknik tidak langsung tetapi juga pada hampir sernua penelitian psikologi. http://bababonvisa.blogspot.com/2013/01/sikap-dan-perilaku-sosial-masyarakat.html

Teori Pembentukan Sikap Dalam hal ini yang saya temukan hanyalah pembentukan dan perubahan sikap. Sikap setiap orang sama dalam perkembangannya, tetapi berbeda dalam pembentukannya(Krech, Crutchfield, dan Ballachey, 1965) hal ini meyebabkan adanya perbedaan sikap seseorang individu dengan sikap temannya, familinya, dan tetangganya. Banyak hal yang harus kita ketahui untuk mengetahui karakteristik sikap. Umpamaannya, jika kita meramalkan tingkah laku seseorang dalam waktu tertentu atau jika kita ingin mengontrol tindakannya, kita harus mengetahui cara sikap itu berkembang dan berubah.

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi proses pembentukan sikap seseorang: 1. 2. Adanya akumulasi pengalaman dari tanggapan-tanggapan tipe yang sama Pengamatan terhadap sikap lain yang berbeda. Seseorang dapat menentukan sikap pro atau anti

terhadap gejala tertentu. 3. 4. Pengalaman baik atau buruk yang dialaminya. Hasil peniruan terhadap sikap lain(secara sadar atau tidak sadar).(ini dalam buku Alex Sobr,

Psikologi Umum) Dalam pandangan Krech, perubahan suatu sikap bergantung pada karakteristik sistem sikap, kepribadian individu, dan aviliasi individu terhadap kelompok. http://nurkhairat.blogspot.com/2013/03/sikap-dan-perilaku-sosial.html Pembentukan dan Perubahan Sikap JUN 27 Posted by Fenny Wongso Pada dasarnya sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil interaksi antara individu dengan lingkungan sehingga sikap bersifat dinamis. Sikap dapat pula dinyatakan sebagai hasil belajar, karenanya sikap dapat mengalami perubahan. Sesuai yang di nyatakan oleh Sheriff & Sheriff (1956), bahwa sikap dapat berubah karena kondisi dan pengaruh ayng diberikan. Sebagai hasil dari belajar sikap tidaklah terbentuk

dengan sendirinya karena pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung dalam interaksi manusia berkenaan dengan objek teretntu (Hudaniah, 2003). Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, antara lain: 1. Faktor internal, yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak. a. Faktor faktor Genetik dan Fisiologik Faktor ini berperan penting dalam pembentukan sikap melalui kondisi kondisi fisiologik. Misalnya waktu masih muda, individu mempunyai sikap negatif terhadap obat-obatan, tetapi ia menjadi biasa setelah menderita sakit sehingga secara rutin harus mengkonsumsi obat obatan tertentu. b. Pengalaman pribadi Pengalaman personal yang langsung dialami memberikan pengaruh yang lebih kuat daripada pengalaman yang tidak langsung. Sikap mudah terbentuk jika melibatkan faktor emosional yang ada di dalam diri individu itu sendiri. Menurut Oskamp, dua aspek yang secara khusus memberi sumbangan dalam membentuk sikap. Pertama adalah peristiwa yang memberikan kesan kuat pada individu (salient incident), yaitu peristiwa traumatik yang merubah secara drastis kehidupan individu, misalnya kehilangan anggota tubuh karena kecelakaan. Kedua yaitu munculnya objek secara berulang-ulang (repeated exposure). Misalnya, iklan kaset musik. Semakin sering sebuah musik diputar di berbagai media akan semakin besar kemungkinan orang akan memilih untuk membelinya. c. Kebudayaan Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan. Contoh : sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan dalam pergaulan. d. Faktor Emosional Yaitu suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego dan dapat bersifat sementara ataupun menetap (persisten / tahan lama) Contoh: Prasangka (sikap tidak toleran, tidak fair) 2. Faktor Eksternal, yaitu keadaan keadaan yang ada di luar indivuidu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap. a. Pengaruh orang tua Orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan anak-anaknya. Sikap orang tua akan dijadikan role model bagi anak-anaknya. Misalnya, orang tua pemusik, akan cenderung melahirkan anak-anak yang juga senang musik. b. Kelompok sebaya atau kelompok masyarakat Ada kecenderungan bahwa seorang individu berusaha untuk sama dengan teman sekelompoknya (Ajzen menyebutnya dengan normative belief).

Misalnya, seorang anak nakal yang bersekolah dan berteman dengan anak-anak santri kemungkinan akan berubah menjadi tidak nakal lagi. c. Media massa Dalam penyampaian pesan, media massa membawa pesan pesan sugestif yang dapat mempengaruhi opini kita. Jika pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat, maka akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal hingga membentuk sikap tertentu. Misalnya, media massa banyak digunakan oleh partai politik untuk mempengaruhi masyarakat dalam pemilihan umum. d. Institusi / Lembaga Pendidikan dan Agama Institusi berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman baik dan buruk, salah atau benar, yang menentukan sistem kepercayaan seseorang hingga ikut berperan dalam menentukan sikap seseorang. Teori Sikap JUN 26 Posted by Fenny Wongso Ada beberapa teori yang membantu kita untuk memahami bagaimana sikap dibentuk dan bagaimana sikap dapat berubah. Teori teori tersebut tidak selalu bertentangan satu sama lain. Adapun teori teori yang dimaksud yaitu : 1. Teori belajar Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Carl Hovland dan rekannya. Asumsi di balik teori ini adalah bahwa proses pembentukan sikap sama seperti pembentukan kebiasaan. Orang mempelajari informasi dan fakta tentang objek sikap yang berbeda beda dan mereka juga mempelajari perasaan dan nilai yang diasosiasikan dengan fakta itu (Taylor, 2009). Teori ini banyak menggunakan prosedur classical conditioning (Arthur Staats). Menurut Staats, banyak sikap yang terbentuk secara classical conditioning. Keutamaan classical conditioningsebagai suatu mekanisme bagi pembentukan sikap terletak pada kenyataan bahwa melaluiclassical conditioning, individu akan dapat mempunyai reaksi reakasi sikap yang kuat terhadap objek objek sosial bahakn tanpa pengalaman langsung. Misalnya, seorang anak sejak kecil sudah diajari bahwa musik klasik adalah musik yang membosankan. Maka anak tersebut akan mengimplementasikan informasi yang diterimanya dan membentuk sebuah sikap secara tidak langsung terhadap musik klasik tersebut. Anak tersebut akan langsung menggambarkan musik klasik sebagai musik yang membosankan. Pemikiran ini terus berkembang sampai nanti anak tersebut dewasa. Musik klasik akan tetap menjad musik yang membosankan untuknya. Proses belajar dasar juga berlaku untuk proses pembentukan sikap, yang dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu :

a. Association (asosiasi), yaitu penghubung dalam memori antara stimulus yang saling berkaitan. Misalnya, guru sejarah menceritakan tentang peristwa G30S / PKI dengan nada marah dan penuh permusuhan, kita akan membuat asosiasi antara perasaan negatif dengan kata PKI. b. Reinforcement (penguatan), yaitu proses yang dilakukan seseorang dalam belajar menunjukkan respons tertentu setelah ia diberi imbalan saat ia menunjukkan respons itu. Misalnya, saat kita mendapat nilai A pada mata kuliah Psikologi Sosial dan gembira karenanya, maka tindakan untuk mengikuti kelas psikologi sosial akan diperkuat, dan kita kemungkinan besar akan semakin tertarik untuk mendalami ilmu psikologi di masa mendatang, begitu pula sebaliknya. c. Imitation (peniruan), yaitu bentuk belajar yang melibatkan pemikiran, perasaaan, atau perilaku dengan cara meniru pemikiran, perasaan, dan perilaku orang lain. Misalnya, anak anak cenderung meniru sikap dan perilaku orang tuanya sewaktu kecil. d. Message learning (belajar pesan), yaitu ide bahwa perubahan sikap tergantung pada proses belajar indvidu terhadap isi dari komunikasi. e. Transfer of effect (transfer efek), yaitu mengubah sikap dengan memindahkan efek yang disosialisasikan dengan objek lain. Misalnya, mobil yang dipasangkan dengan wanita cantik akan membuat kita percaya bahwa mobil itu bagus dan memiliki mobil itu akan membuat kita mendapatkan penghargaan sosial. Dengan kata lain, orang mengtransfer perasaan atau afek yang mereka rasakan tentang satu objek ke objek lain.

2. Teori konsistensi kognitif Teori ini berfokus pada keberadaaan sikap sesuai satu sama lainnya atau dengan sikap sikap yang lain. Teori ini memandang manusia sebagai pemroses informasi yang aktif yang mencoba memahami seluruhnya atas apa yang mereka rasakan, pikirkan, dan berbuat dimana mereka secara aktif menyusun dan menafsirkan dunia tersebut untuk membuat kecocokan terhadap inkonsistensi yang bisa terjadi di antara dan dalam sikap sikap. Ada beberapa teori spesifik yang menekankan arti penting dalam konsistensi kognitif, antara lain: a. Teori keseimbangan Pada dasarnya teori ini berkaitan dengan bagaimana sikap kita berkenaan dengan orang orang dan objek sikap yang konsisten. Teori ini melibatkan tiga elemen, yaitu : perceiver, orang lain, dan objek lain. Ketiga elemen tersebut membentuk suatu kesatuan, dimana elemen elemen tersebut bisa membentuk suatu kombinasi yang menghasilkan hubungan seimbang / tidak seimbang. Kondisi yang tidak seimbang akan menimbulkan ketegangan (tension) dan timbullah tekanan yang mendorong untuk megubah organisasi kognitif sedemikian rupa sehingga tercipta keadaan seimbang (Dayaksini, 2003). b. Teori disonansi kognitif Disonansi didefinisikan sebagai keadaan motivasional aversif yang terjadi saat beberapa perilaku yang kita lakukan tidak konsisten dengan sikap kita. Disonansi selalu muncul terutama jika sikap dan perilaku yang tak selaras itu adalah penting bagi diri kita (Aranson, 1968 ; Stone & Cooper, 2001).

Fokus dari teori ini adalah individu, yang menyelaraskan elemen-elemen kognisi, pemikiran atau struktur. Terdapat dua elemen kognitif; dimana disonansi terjadi jika kedua elemen tidak cocok sehingga menggangu logika dan pengharapan. Misalnya, seorang perokok yang mengerti bahwa merokok dapat mengakibatkan penyakit kanker. Kognisi : saya seorang perokok tidak sesuai dengan kognisi merokok dapat mengakibtakan penyakit kanker, karena itu membuat keadaan disonansi. Disonansi menghasilkan suatu ketegangan psikologis yang mendorong seseorang mengurangi disonansi tersebut. Pengurangan disonansi dapat melalui tiga cara, yaitu : 1) Mengubah elemen tingkah laku Misalnya, seorang perokok yang mengetahui bahaya merokok yang dapat mengakibatkan penyakit kanker. Maka untuk menghilangkan disonansi, perokok itu berusaha tidak merokok lagi. 2) Mengubah elemen kognitif lingkungan Misalnya, perokok itu meyakinkan teman temannya / saudara saudaranya bahwa merokok itu tidak akan mengakibatkan penyakit kanker. 3) Menambah elemen kognitif baru Misalnya, mencari pendapat teman lain yang mendukung pendapat bahwa merokok tidak akan mengakibatkan penyakit kanker.

3. Teori persepsi diri Teori ini berfokus pada individu yang mengetahui akan sikapnya dengan mengambil kesimpulan dari perilakunya sendiri dan persepsinya tentang situasi. Implikasinya adalah perubahan perilaku yang dilakukan seseorang menimbulkan kesimpulan pada orang tersebut bahwa sikapnya telah berubah. Misalnya, seseorang yang awalnya tidak bisa memasak tapi ia memasak setiap ada kesempatan dan ia baru sadar kalau dirinya suka menyukai / hobi memasak.

4. Teori presentasi diri Menurut teori ini, orang memiliki sutau kebutuhan untuk mengabsahkan aspek aspek penting dari konsep dirinya, terutama jika konsep dirinya terancam. Teori ini secara aktif mengelolaself image atau kesan yang mereka berikan kepada orang lain.

5. Teori ekspektasi nilai Teori ini mengasumsikan bahwa orang mengadopsi posisi (pandangan) berdasarkan penilaian pro dan kontra (untung rugi), yakni berdasarkan nilai yang mereka berikan pada kemungkinan efeknya. Menurut teori ini, dalam pengadopsian sikap, orang cenderung memaksimalkan penggunaan subjektif atas berbagai hasil yang diperkirakan, yang merupakan produk dari nilai hasil tertentu dan pengharapan (ekspetandi) bahwa posisi ini akan menimbulkan hasil yang bagus itu. Misalnya, Anda akan menentukan apakah Anda akan mendatangi

pesta teman Anda nanti malam atau belajar di rumah. Anda mungkin memikirkan berbagai macam akibat atau kegiatan jika pergi ke pesta, nilai tentang akibat itu, dan pengharapan tentang akibat atau hasil itu. Ringkasnya, teori ekspetansi nilai melihat pada keseimbangan insentif dan memprediksikan bahwa dalam situasi di mana ada tujuan yang saling bertentangan, orang akan memilih posisi yang memaksimalkan keuntungan buat mereka. Teori ini mengasumsikan bahwa orang adalah pembuat keputusan yang penuh perhitungan, aktif, dan rasional (Sears, 2009).

You might also like