You are on page 1of 22

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI RS PENDIDIKAN: RSUD BUDHI ASIH STATUS PASIEN KASUS II

Nama Mahasiswa : NIM :

Fathia Rachmatina 030.08.099

Pembimbing

Dr. Daniel Effendi, SpA

Tanda tangan :

IDENTITAS PASIEN Nama Umur : By. Ny E : 7 hari Jenis Kelamin : Perempuan Suku Bangsa : Jawa Agama : Islam

Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 5 April 2013 Alamat Pendidikan Orang tua / Wali Ayah : Nama Umur Alamat Pekerjaan Penghasilan : Tn. T : 30 tahun : Jl. Kampung Baru I : Karyawan Swasta : Rp. 1000.000 Ibu Nama Umur Alamat

: Jl. Kampung Baru I RT 008/RW005 :-

: : Ny. E : 27 tahun : Jl. Kampung Baru I : Ibu Rumah Tangga :-

Pekerjaan Penghasilan

Suku bangsa : Jawa Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa Agama : Islam

Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung

I. RIWAYAT PENYAKIT A. ANAMNESIS Dilakukan secara alloanamnesis dengan Lokasi Tanggal / waktu Tanggal masuk Keluhan utama : Ruang Perinatologi : 11 April 2013 : 11 April 2013 : Badan berwarna kuning sejak 7 jam SMRS
1

pk. 12.30 WIB

Keluhan tambahan

:-

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG : Pasien datang ke Poliklinik Anak RSUD Budhi Asih dengan keluhan badan kuning sejak 7 jam SMRS. Kuning timbul secara tiba-tiba, awalnya Ibu OS mengatakan, kedua pipi OS yang terlebih dahulu terlihat kekuningan. Kemudian warna kekuningan menjalar ke leher, dada, perut, punggung, dan kedua paha. Adanya demam disangkal, tidak ada muntah, batuk, pilek, maupun kejang. BAB berwarna kuning, 2 3 x/hari, BAK biasa, berwarna kekuningan. Pasien diberi minum ASI sejak lahir, hisapan minum baik. Pasien lahir di RSUD Budhi Asih pada tanggal 5 April 2013 secara SC atas indikasi ketuban pecah dini 15 jam, pukul 15.03. Pasien sempat dirawat bersama ibu di ruang perawatan RSUD Budhi Asih selama 4 hari. Golongan darah ibu AB+, ayah O+, anak O+. Pasien merupakan anak pertama.

B. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA Penyakit Alergi Cacingan DBD Otitis Parotitis Umur (-) (-) (-) (-) (-) Penyakit Difteria Diare Kejang Morbili Operasi Umur (-) (-) (-) (-) (-) Penyakit penyakit jantung Penyakit ginjal Radang paru TBC Lain-lain Umur (-) (-) (-) (-) (-)

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita: pasien belum pernah menderita keluhan seperti sekarang maupun mengidap penyakit lain.

C. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN Morbiditas kehamilan KEHAMILAN Tidak ada penyakit selama kehamilan Rutin kontrol ke klinik bidan 1 bulan Perawatan antenatal sekali dan sudah mendapat imunisasi vaksin TT KELAHIRAN Tempat persalinan RSUD Budhi Asih
2

Penolong persalinan Cara persalinan Masa gestasi

Dokter Obsgyn SC ai KPD 15 jam Cukup bulan, 40 minggu Berat lahir : 3400 gr Panjang lahir : 50 cm Lingkar kepala : 32,5 cm

Keadaan bayi

Langsung menangis ( + ) Kemerahan ( + ) Nilai APGAR : 8/9 Kelainan bawaan : tidak ada

Kesan: Pasien dilahirkan secara SC ai KPD 15 jam

D. RIWAYAT MAKANAN

Umur (bulan) 02

ASI/PASI ASI

Buah / Biskuit -

Bubur Susu -

Nasi Tim -

Kesimpulan riwayat makanan : Pasien minum ASI, hisapan minum baik

E. RIWAYAT IMUNISASI Vaksin BCG DPT / PT Polio Campak Hepatitis B Dasar ( umur ) -

Kesimpulan riwayat imunisasi : Pasien belum diberikan imunisasi

F. RIWAYAT KELUARGA a. Corak Reproduksi

No 1.

Tanggal lahir Jenis (umur) 5 April 2013 kelamin Perempuan

Hidup +

Lahir mati -

Abortus -

Mati (sebab) -

Keterangan kesehatan (Pasien)

b. Riwayat Pernikahan Ayah / Wali Nama Perkawinan keUmur saat menikah Pendidikan terakhir Agama Suku bangsa Keadaan kesehatan Kosanguinitas Penyakit, bila ada Tn. T 1 29 tahun STM Islam Jawa Sehat Ibu / Wali Ny. E 1 26 tahun SMP Islam Jawa Sehat -

c. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti pasien. Tidak ada yang menderita penyakit kuning, atau penyakit hati pada keluarga pasien

G. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan neneknya di sebuah rumah tinggal di perumahan dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, beratap genteng, berlantai keramik, berdinding tembok. Keadaan rumah cukup luas, pencahayaan baik, ventilasi baik. Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan. Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Cukup baik

II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 11 April 2013 jam 12.45 WIB) A. Status Generalis
4

Keadaan Umum Kesan Sakit Kesadaran Keadaan lain Data Antropometri Berat Badan sekarang : 3400 gr Ballard Score: NCB-SMK Gestasi 40 minggu Lingkar Kepala : 32,5 cm : Tampak sakit sedang : Composmentis : anemis (-), ikterik (+), sianosis (-), dyspnoe (-)

Tanda Vital Nadi Tekanan Darah Napas Suhu : : : : 134 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular 32 x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2 36,6 C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)

KEPALA RAMBUT WAJAH MATA

: Normocephali, sutura belum menutup : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut : : +/+ Lagofthalmus : -/Cekung : -/-

Sklera ikterik

Konjunctiva anemis : -/Exophthalmus Strabismus Nistagmus Refleks cahaya TELINGA : Bentuk Nyeri tarik aurikula Liang telinga Serumen Cairan HIDUNG : : normotia : -/: lapang : -/: -/: -/: -/: -/-

Kornea jernih : +/+ Lensa jernih Pupil : +/+ : bulat, isokor

: langsung +/+ , tidak langsung +/+

Tuli Nyeri tekan tragus Membran timpani Refleks cahaya

: -/: -/: sulit dinilai : sulit dinilai

Bentuk Sekret Mukosa hiperemis

: simetris : -/: -/-

Napas cuping hidung Deviasi septum

::-

BIBIR : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-) MULUT : Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-), mukosa gusi dan pipi : merah muda, hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-) TENGGOROKAN : tonsil T1 T1 tenang tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-), faring tidak hiperemis, ulkus (-) massa (-) LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah THORAKS : Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan yang tertinggal, pernapasan abdomino-torakal, pada sela iga tidak terlihat adanya retraksi, pembesaran KGB aksila -/- , tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding dada, ictus cordis tidak terlihat, pulsasi abnormal (-) Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, ictus cordis tidak teraba, denyut kuat Perkusi : sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal Auskultasi : suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) ABDOMEN : Inspeksi : bentuk perut buncit, simetris. Tidak terdapat efloresensi. Ikterik (+) Auskultasi: BU (+) 4x/menit, tidak terdengar arterial bruit maupun venous hum Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen Palpasi: hangat, supel, nyeri tekan (-), hepar lien teraba dalam batas normal ANOGENITALIA : jenis kelamin perempuan, tanda radang (-), ulkus (-), sekret (-), fissura ani (-) KGB : Preaurikuler Postaurikuler Submandibula : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar
6

Supraclavicula Axilla Inguinal

: tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar

ANGGOTA GERAK : Ekstremitas Tangan Tonus otot Sendi Refleks fisiologis Refleks patologis Lain-lain : akral hangat Kanan normotonus aktif (+) (-) oedem (-) di keempat ekstremitas Kiri normotonus aktif (+) (-) oedem (-)

Kaki Tonus otot Sendi Refleks fisiologis Refleks patologis Lain-lain

Kanan normotonus aktif (+) (-) oedem (-)

Kiri normotonus aktif (+) (-) oedem (-)

KULIT : tampak ikterik (kramer derajat 3), tidak sianosis, turgor kulit baik, lembab, pengisian kapiler < 3 detik, petechie (-) TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Tanggal 11 April 2013 Jenis Pemeriksaan Golongan darah Rhesus Bilirubin total Bilirubin direk Bilirubin indirek Hasil O (+) 13,02 mg/dl 0,38 mg/dl 12,64 mg/dl < 7,0 mg/dl <0,3 mg/dl <0,75 mg/dl Nilai Normal

IV. RESUME Pasien perempuan, usia 7 hari, datang dengan keuhan badan kuning sejak 7 jam SMRS. Tidak ada keluhan penyerta lain. Pada pemerikasaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang serta ikterik. Didapatkan sklera ikterik dan kulit ikterik Kramer derajat 3. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan pada kadar bilirubin total dan bilirubin indirek.

V. DIAGNOSIS BANDING Hiperbilirubinemia indirek ec Ikterus fisiologis Anemia hemolitik Inkompatibilitas ABO

VI. DIAGNOSIS KERJA NCB SMK Gestasi 40 minggu Hiperbilirubinemia indirek ec ikterus fisiologis

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN Bilirubin ulang Darah rutin

VII. PENATALAKSANAAN Non Medikamentosa Blue light therapy

Medikamentosa (-)

VIII. PROGNOSIS Ad Vitam Ad Sanationam Ad Fungtionam : ad bonam : ad bonam : ad bonam


8

FOLLOW UP Tgl 12/04/013 S Kulit berwarna kuning Demam (-) Muntah (-) O KU: TSS, Ikterik (+) Kesadaran: CM N: 130 x/m RR: 34 x/m S: 36,5 C Kepala: normocephali, sutura belum menutup Mata: CA -/-, SI +/+ Hidung: NCH (-) Mulut: sianosis (-) Leher: KGB tiroid TTM Thorax: C/ S1 S2 reguler m (-), g (-) P/ SN ves, rh -/-, wh -/Abdomen: Buncit, supel, BU (+), timpani, turgor baik Ekstremitas: hangat Lab 12/04/013: Bilirubin total: 12,69 u/l Bilirubin direk: 0,37 u/l
9

A NCB-SMK Gestasi 40 minggu Hiperbilirubinemia indirek Usia 8 hari

P Blue light therapy

Akral

13/04/013

Kulit berwarna kuning (-) Demam (-) Muntah (-)

KU: TSS, Ikterik (-) Kesadaran: CM N: 132 x/m RR: 32 x/m S: 36,7 C Kepala: normocephali, sutura belum menutup Mata: CA -/- SI -/Hidung: NCH (-) Mulut: sianosis (-) Leher: KGB tiroid TTM Thorax: C/ S1 S2 reguler m (-), g (-) P/ SN ves rh -/-, wh -/Abdomen: Buncit, supel, BU (+), timpani, turgor baik Ekstremitas: hangat Lab 13/04/013: Bilirubin total: 6,55 U/l Bilirubin direk 0,32 u/l Akral

NCB-SMK Gestasi Boleh pulang 40 minggu Hiperbilirubinemia indirek Usia 9 hari

10

TINJAUAN PUSTAKA IKTERUS

A. PENGERTIAN Ikterus adalah disklorasi kulit, mukosa membran dan sclera oleh karena peningkatan kadar bilirubin dalam serum ( > 2 mg/dL ). Ikterus adalah menguningnya sclera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubun dalam tubuh. Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Ikterus Fisiologis; Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6 - 8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2 - 3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 - 2 minggu. Pada bayi cukup bulan
11

yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7 14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2 4 minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu.1 Ikterus Patologis Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi Peningkatan kadar bilirubin total serum . 0,5 mg/dL/jam. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil) Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada kurang bulan.1

B. ETIOLOGI Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan atau dehidrasi.1,2 a. Ikterus Prahepatik Karena produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:

Kelainan sel darah merah Infeksi seperti malaria, sepsis Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat-obatan, maupun yang berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reksi transfusi dan eritroblastosis fetalis.1,2

b. Ikterus Pascahepatik

12

Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin akan mengalami regurgitasi kembali ke dalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan diekskresikan oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran bilirubin ke dalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.1,2 c. Ikterus Hepatoseluler Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatis, tumor, dan bahan kimia.1,2 C. PATOFISIOLOGI Pembentukan Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang diekskresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengekskresikan, diperlukan mekanisme transpor dan eliminasi bilirubin.1,2

13

(Gambar 1. Mekanisme pembentukan bilirubin1) Transportasi Bilirubin Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikulo endothelial, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transpor ke dalam sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan syaraf pusat dan bersifat nontoksik. Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat-obatan yang bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat-obat tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat kompetitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin.1,2 Obat-obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin: Analgetik, antipiretik (Natrium salisilat, fenilbutazon)
14

Antiseptik, desinfektan (metal, isopropyl) Antibiotik dengan kandungan sulfa (Sulfadiazin, sulfamethizole, sulfamoxazole) Penicilin (propicilin, cloxacillin) Lain-lain (novabiosin, triptophan, asam mendelik, kontras X-ray)

Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu: Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum. Bilirubin bebas Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap diekskresikan melalui ginjal. Bilirubin terkonjugasi yang terikat denga albumin serum.

Asupan Bilirubin Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melaluisel membran yang berikatan dengan ligandin (protein y), mungkin juga dengan protein ikatan sitosilik lainnya.1,2 Konjugasi Bilirubin Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate glukuronosyl transferase (UDPG-T). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin

monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida. Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasma untuk rekonjugasi berikutnya.1,2

Ekskresi Bilirubin Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses. Setelah berada dalam usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat direabsorpsi, kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase
15

yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.1,2 D. KLASIFIKASI KRAMER Derajat I : Daerah kepala dan leher, perkiraan kadar bilirubin 5,0 mg%. Derajat II : Sampai badan atas, perkiraan kadar bilirubin 9,0 mg%. Derajat III : Sampai badan bawah hingga tungkai, bilirubin 11,4 mg%. Derajat IV : Sampai daerah lengan, kaki bawah lutut, 12,4 mg%. Derajat V : Sampai daerah telapak tangan dan kaki, 16,0 mg%.

(Gambar 2. Pembagian hiperbilirubinemia menurut Kramer3) Bilirubin Ensefalopati dan kernikterus Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang mungkin timbul akibat efek toksis bilirubin pada sistem syaraf pusat yaitu basal ganglia dan pada berbagai nuklei batang otak. Sedangkan istilah kernikterus adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama di ganglia basalis, pons, dan serebelum.1

Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati: Pada fase awal, bayi dengan ikterus berat akan tampak letargi, hipotonik, dan reflek hisap buruk.
16

Pada fase intermediat, moderate stupor, iritabilitas dan hipertoni. Selanjutnya bayi akan demam, high-pitched cry, kemudian akan menjadi drowsiness dan hipotoni.

Manifestasi klinis kern ikterus: Pada tahap yang kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan berkembang menjadi bentuk athetoid cerebral palsy yang berat, gangguan pendengaran, displasia dental-enamel, paralysis upward gaze.1,2 E. MANAJEMEN 1. Strategi Pencegahan a. Pencegahan Primer Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 - 12 kali/ hari untuk beberapa hari pertama. Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrosa atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi. b. Pencegahan Sekunder Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa. Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin di monitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda-tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 - 12 jam.1-3

2. Penggunaan Farmakoterapi a. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan rhesus yang berat dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan transfusi tukar. b. Fenobarbital merangsang aktivitas dan konsentrasi UDPG-T dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin.
17

c. Metalloprotoporphyrin adalah analog sintesis heme. d. Tin-Protoporphyrin (Sn-Pp) dan Tin-Mesoporphyrin (Sn-Mp) dapat menurunkan kadar bilirubin serum. e. Pemberian inhibitor b-glukuronidasi seperti asam L-aspartik dan kasein hidrolisat dalam jumlah kecil (5 ml/dosis 6 kali/hari) pada bayi sehat cukup bulan yang mendapat ASI dan meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi berkurang dibandingkan dengan bayi kontrol.1-3 3. Fototerapi Terapi sinar dilakukan berdasarkan kadar bilirubin, usia gestasi (kehamilan) saat bayi lahir, usia bayi saat jaundice dinilai, dan faktor risiko lain yang dimiliki bayi yang dapat dilihat pada tabel berikut:2,4

(Tabel 1: Panduan foto terapi pada bayi usia kehamilan 35 minggu2)

Gunakan bilirubin total. Faktor risiko: penyakit hemolitik isoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi, instabilitas suhu, sepsis, asidosis, atau albumin <3,0 g/dL (jika diperiksa).
18

Pada bayi sehat UG 35-37 6/7 minggu dapat menggunakan kadar bilirubin serum total (BST) untuk intervensi pada garis risiko menengah. Dapat dipilih untuk

intervensi pada kadar BST lebih rendah untuk bayi UG sekitar 35 minggu dan kadar BST yang lebih tinggi pada UG sekitar 37 6/7 minggu. Dapat dipertimbangkan untuk menggunakan fototerapi konvensional di rumah sakit atau di rumah bila kadar BST 2-3 mg/dL (35-50 mmol/L) di bawah grafik tersebut tetapi fototerapi di rumah tidak dapat dilakukan pada bayi dengan faktor risiko.4 Pada bayi yang menerima ASI yang harus menjalani terapi cahaya, pemberian ASI dianjurkan untuk tetap dilakukan. Selama terapi cahaya, beberapa hal ini perlu diperhatikan: 13

Pemberian ASI atau susu formula setiap 2 - 3 jam Jika TSB >25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 2 - 3 jam Jika TSB 20 - 25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 3 - 4 jam Jika TSB terus menurun, ulangi pengukuran dalam 8 - 12 jam Jika TSB tidak menurun atau meningkat menuju batas perlunya exchange transfusion, pertimbangkan exchange transfusion

Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan:1-3 1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi. 2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi. 3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal. 4. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh. 5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4 - 6 jam. 6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam. 7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis. 8. Perhatikan kecukupan cairan tubuh bayi. Bila perlu konsumsi cairan bayi dinaikkan.

19

Kelainan yang mungkin timbul karena terapi sinar antara lain:1-3 1. Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairan harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI, sesering mungkin berikan ASI. 2. Frekwensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus yang meningkat). 3. Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat gerak. 4. Kenaikan suhu tubuh. 5. Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang hanya bersifat sementara. 4. Tranfusi Tukar Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulangulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel, 1982). Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia.3 Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar:1-3 1. Darah yang digunakan golongan O. 2. Gunakan darah baru. Kerjasama dengan dokter kandungan dan Bank Darah adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi yang membutuhkan tranfusi tukar. 3. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus golongan O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah disiapkan setelah kelahiran, dilakukan juga crossmatched terhadap bayi. 4. Pada inkompatibilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.
20

5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen tersensitisasi dan harus di-crossmatched terhadap ibu. 6. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan crossmatched terhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi. 7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) - 160 mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman, Behrman et al. Nelson Textbook of Pediatrics.18th ed. USA: El Sevier Saunders, 2004. hal. 756-65 2. Maisels MJ, Mc Donagh AF : Phototherapy for Neonatal Jaundice, N Eng J Med, 2008. hal. 920-928 3. Lissauer, Clayden. Illustrated Textbook of Paediatrics. 3rd ed.England : Mosby El Sevier, 2007. hal 673-87
4. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar Neonatologi edisi pertama. Jakarta: IDAI, 2012. hal.147-69

22

You might also like