You are on page 1of 6

Nyeri, Anatomi dan Fisiologi

Anatomi Jalur Nyeri


Neuron Aferen Primer Sistem sensoris perifer diklasifikasikan kedalam 3 kelompok neuron (A, B dan C) berdasarkan area cross-sectional. Serabut saraf A bermyelin merupakan yang paling besar dalam ukuran dan paling cepat dalam konduksi impuls saraf. Kelompok A tersubdivisi kedalam serabut , , dan (1-20 m). Serabut saraf delta-A bermyelin merupakan paling kecil dan terkahir dari serabut saraf A dan hanya serabut saraf A yang mentransmisikan impuls nyeri, sebagai contoh, ketajaman yang diketahui, lokalisasi yang mudah oleh orang yang cedera. Serabut saraf beta-A, lebih besar dan banyak termyelin daripada serabut saraf delta-A, tekanan transmisi, sentuhan dan getaran tetapi bukan impuls nyeri, meskipun bisa memodulasi impuls nyeri yang memasuki spinal cord. Serabut saraf C yang tidak bermyelin dengan lambat mengkonduksi impuls nyeri, transmisi, lokalisasi yang sedikit, dan perpanjangan nyeri setelah cedera. Meskipun neuron A-alpha dan Agamma adalah eferen, dan tidak mentransmisikan impuls sensoris, mereka merupakan secara sekunder terlibat pada nyeri karena jalur mereka dalam mengaktivasi serabut otot dan menyebabkan spasme otot. Serabut saraf B terlibat pada nyeri dengan sarana sistem saraf simpatis, yang mana didiskusikan kemudian.

Kornu Dorsalis Neuron dibahas pada terminasi bagian pendahuluan pada neuron kedua pada kornu dorsalis, yang mana naik spinal cord ke sinaps pada neuron ketiga di otak. Neuron kedua pada spinal cord dibagi kedalam lapisan yang disebut lamina rex. Terdapat 10 lamina rex : 6 pada kornu dorsalis, 3 pada kornu ventralis, dan 1 pada kanal sentral dari spinal cord. Serabut saraf beta-A, delta-A, dan C dierminasi pada lamina campuran dari kornu dorsalis. Serabut saraf delta-A diterminasi secara primer pada lamina I dan V, serabut C secara primer pada lamina II, dan serabut beta-A secara primer pada lamina III dan IV. Kornu dorsalis kaya akan neurotransmiter dan melayani sebagai pintu menuju seluruh impuls nyeri yang harus dilalui; juga memainkan peran menonjol pada proses nyeri. Disfungsi kornu dorsalis dapat terlihat pada nyeri kronis (Fig. 2-2). Traktus Spinothalamus Neuron mulanya pada lamina I, II dan V melalui midline spinal cord dan naik pada bagian anterolateral, dinamakan traktus spinothalamus (STT), yang mana naik spinal cord ke sinaps pada nuklei thalamus. Itu merupakan sistem konduksi langsung antara kornu dorsalis dan thalamus. STT terdivisi kedalam sistem medial dan lateral. Sistem lateral dinamakan traktus neospinothalamus dan memiliki konduksi cepat yang mentransmisikan ketajaman inisial, pengalaman nyeri terlokalisasi pada cedera. Sistem medial dinamakan traktus

paleospinothalamus dan memiliki hubungan ke batang otak dan struktur otak tengah, seperti formasi retikula, periaqueductal grey, sistem limbus, dan

hipothalamus sebelum mencapai nuklei thalamus. Itu merupakan sistem konduksi lambat yang mentransmisikan perpanjangan dan pengalaman nyeri terlokalisasi secara sedikit setelah cedera. Sistem medial ini juga mengaktivasi batang otak dan struktur midbrain yang membangkitkan organisme dan mengaktivasi respons simpatik dan penderitaan (Fig. 2-3). Proyeksi Thalamus Nukleus posterolateralis ventralis (VPL) menerima masukan dari traktus kolumna dorsalis (yang mana mengandung neuron pada lamina II dan IV, tekanan transmisi, sentuhan, dan getaran) dan traktus neospinothalamus. Proyeksi nukleus ini ke korteks sensoris dan melayani sebagai fungsi diskriminasi sensoris persepsi nyeri. Nukleus thalamus medial dan posterior menerima masukan dari traktus paleospinothalamus dan proyeksi ke area asosisasi korteks. Sistem inimelayani fungsi afektif pada persepsi nyeri dan regulasi emosional atau aspek yang tidak nyaman dari nyeri. Traktus paleospinothalamus juga mengaktivasi sistem limbus, yang mana bisa menjelaskan mengapa respons individual yang beda pada stimulus nyeri yang sama (Fig. 2-4). Penurunan Modulasi Nyeri dan Jalur Supresi Ada tiga bagian antara struktur midbrain dan kornu dorsalis,yang mana berfungsi untuk memodulasi peningkatan impuls nyeri dari sistem saraf perifer : jalur satu berasal dari nukleus magnus raphe, jalur dua timbul dari nukleus lokus ceruleus dari pons, dan jalur tiga dari nukleus Ediger-Westphal. Ketiga jalur tersebut menurun untuk terminasi dan menghalangi nyeri-neuron responsif pada
3

kornu dorsalis. Ketika teraktivasi, jalur satu, dua, dan tiga mengeluarkan serotonin, norefineprin, dan kolesistokinin, masing-masing. Periaqueductal grey (PAG) membuat sambungan ke ketiga jalur tersebut. PAG banyak pada reseptor opiate, dan ketika reseptor tersebut teraktivasi, PAG mengaktifkan tiga jalur untuk impuls modulasi nyeri memasuki kornu dorsalis. Reseptor opiate PAG tersebut dapat diaktifkan dengan pengeluaran endogen dari endorphin dan administrasi eksogen dari opioid. Pengeluaran endogen dari endorphin dapat dipicu oleh nyeri dan stress. Kornu dorsalis dari spinal cord juga banyak pada reseptor opiat, yang mana terlokalisasi di lamina II dan, ketika terstimulasi, menghasilkan supresi bertenaga dari pemasukan aktivitas serabut saraf C.

Farmakologi Jalur Nyeri


Neuron Aferen Primer Serabut saraf C hanya responsif terhadap stimulus kimiawi. Sejak hasil kerusakan jaringan lokal pada pelepasan kimiawi endogen, serabut saraf C rentan terhadap aktivasi keduanya dan sensitisasi oleh kimiawi tersebut. Stimulasi hasil serabut saraf C pada refleks akson aferen, yang mana menyebabkan pelepasan substansi P (sP) dan gen kalsitonin-terkait peptida (cGRP) dari terminal perifer. Dua peptida tersebut mensensitisasi serabut saraf C ke input sensoris. Sel mast dan platelet menghasilkan histamin dan serotonin, masing-masing, yang mana secara langsung mengaktifkan serabut saraf C. Varietas A dari kinin dihaislkan oleh kerusakan jaringan lokal, khususnya bradikinin, yang mana adalah sebuah
4

aktivator potensial dari serabut saraf C. Substansi lain dihasilkan secara lokal oleh sel yang rusak termasuk prostaglandin, leukotrin, dan potasium. Prostaglandin dan leukotrin merupakan derivat dari asam arikidonat, yang mana dihasilkan dari membran sel oleh fospolipase A, dan tersentisasi oleh siklooksigenase dan lipooksigenase, masing-masing. Prostaglandin dan leukotrin mensensisasi terminal serabut saraf C, dan potasium secara langsung mengaktifkan terminal. Sitokin, seperti interleukin, dihasilkan dari reaksi inflamasi yang melibatkan makrofag dan memiliki daya efek sensitisasi pada serabut saraf C. Hasil dari keluaran macam-macam substansi tersebut adalah aktivasi serabut saraf C dan sensitisasi, yang mana menyebabkan hiperanalgesia dari area yang terpengaruh. Banyak obat-obatan yang kita gunakan untuk menghambat aktivasi nyeri akut serabut saraf C ini dan sensitisasi. Kornu Dorsalis Kornu dorsalis banyak pada neurotransmiter. Hasil aktivasi serabut saraf C pada banyak pelepasan asam amino dan peptida yang membangkitkan sel kornu dorsalis. Substansi tersebut termasuk glutamat, susbstansi P, neurokinin, dan gen kalsitonin-peptida terkait. Glutamat menarik karena membangkitkan neuron jarak dinamik luas (WDR) yang terlokasi pada lamina V kornu dorsalis. Stimulasi ulang serabut saraf C akan dihasilkan pada fasilitasi neuron WDR tersebut secara progesif. Neuron WDR hanya merespons stimulus ambang batas tinggi dibawah kondisi normal, tetapi bisajuga merespons stimulus ambang batas rendah setelah aktivasi serabut saraf C. Fenomena ini disebut wind-up dan dimediasi oleh glutamat. Wind-up bisa dicegah oleh pre pengobatan dengan opioid (yang mana
5

menghambat masukan serabut saraf C kedalam kornu dorsalis) dan reseptor antagonis glutamat. Glisin adalah penghambat asam amino yang dilepaskan oleh aktivasi aferen yang besar. Aferen besar mempunyai daya pengaruh rangsangan pada sel kornu dorsalis tetapi memiliki efek berbahaya karena aktivasi interneuron glisinergik. Fenomena ini mencontohkan pengetahuan secara luas teori gerbang kontrol nyeri. Aktivasi dari serabut myelin besar menghambat masukan aktivitas serabut saraf C, demikian mencetuskan mekanisme bantuan nyeri oleh stimulasi nervus elektrikal transkutan, yang mana efek rangsangan pada serabut myelin besar bertanggung jawab untuk tekanan dan sentuhan. Ini umum pada pasien yang menggesekkan penurunan area nyeri; ini juga menutup pintu masuk aktivitas serabut saraf C pada kornu dorsalis (Fig. 2-5). Cedera nervus perifer (trauma, neuralgia post terpetik, diabetik retinopati) dihasilkan dari ketidakseimbangan masukan neural kedalam spinal cord. Dapat dilihat dari pembahasan diatas, ketidakseimbangan ini dapat memicu nyeri kronis. Sistem Supraspinal Farmakologi jalur nyeri supraspinal dipahami secara sedikit dan diluar cakupan teks ini. Bagaimanapun, sistem supraspinal memiliki efek modulasi yang kuat pada kornu dorsalis melalui serotonergik, noradrenergik, dan sistem opioid endogen.

You might also like