You are on page 1of 63

CARA PEMERIKSAAN NEUROLOGI

Tinjauan Mata Kuliah

Cara pemeriksaan Anamnesis. Cara pemeriksaan Kesadaran. Cara pemeriksaan Rangsang Meningeal. Cara pemeriksaan Saraf Kranialis. Cara pemeriksaan Sistim Motorik. Cara pemeriksaan Sistim Sensorik. Cara pemeriksaan Refleks.

CARA MELAKUKAN ANAMNESIS


1.

2.
3. 4. 5.

Keluhan utamanya yaitu keluhan yang mendorong pasien datang mencari pengobatan. Mencari Riwayat penyakit yang sedang dideritanya. Kapan mulai timbulnya keluhan ? Krononologi timbulnya gejala-gejala. Perjalanan penyakitnya dimana perlu ditanyakan. Lokasi keluhan atau kelainan? Bagaimana sifat keluhan atau kelainan? Seberapa kerasnya keluhan/seberapa besarnya kelainan itu? Kapan timbulnya & bagaimana perjalanan selanjutnya? Bagaimana mula timbulnya ? Faktor-faktor apakah yang meringankan atau memperberat keluhan, gejala atau kelainan?

6. 7. 8.

9.
10.

Gejalagejala atau tandatanda patologik apakah yang menyertai /mengiringinya ? Terapi dan segala pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya. Diagnosa penyakit penyakit sewaktu di rawat sebelumnya. Uraian mengenai perjalanan penyakit selama masa diantara perawatan terakhir dan saat pasien diwawancarai ini. Bagaimana dengan nafsu makan, pola tidur, pekerjaan dan kehidupan sosial keluarga selama ini. Bagaimana efek psikologi terhadap penyakitnya yang diderita nya.

CARA PEMERIKSAAN KESADARAN


1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4.

Spontan Dipanggil Rangsang nyeri Tidak ada respon (diam) Respon orientasi baik Jawaban kacau Kata-kata tidak patut (appropriatif) Bunyi tak berarti (incomprensible) Tidak bersuara sesuai perintah lokalisasi nyeri reaksi pada nyeri fleksi (dekortikasi) ekstensi (deserebrasi) tidak ada response (diam)

4 3 2 1 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1

5.
1. 2. 3.

4.
5. 6.

CONTOH KASUS
1.

Pasien dengan kondisi mata membuka dengan nyeri, tangan ekstensi serta bicaranya kacau, berapa GCS pasien tsb ? Pasien stroke dengan penurunan kesadaran diri tingkat berat. Dari hasil pemeriksaan verbal tidak ada respon/suara, maka kemungkinan pengkajian yang lain akan didapatkan hasil berupa ?

2.

3.

Bila nilai GCS seseorang adalah 8 maka kemungkinan hasil pemeriksaan yang di dapat adalah ?

PITTSBURGH BRAIN STEM SCORE


(Cara ini dapat digunakan untuk menilai refleks brainstem pada pasien koma)

1. Refleks bulu mata positif kedua sisi 2. Refleks kornea positif kedua sisi 3. Dolls eye movement/ice water calories positif 4. Reaksi pupil kanan terhadap cahaya positif 5. Reaksi pupil kiri terhadap cahaya positif 6. Refleks muntah atau batuk positif

2 2 2 2 2 2

negatif 1 negatif 1 negatif 1 negatif 1 negatif 1 negatif 1

Interpretasi: Nilai minimum : 6, Nilai maksimum : 12 ( nilai /skor makin tinggi makin baik )

SECARA KWALITATIF
Tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa yaitu: Normal : kompos mentis. Somnolen. Sopor Koma ringan. Koma.

Cara pemeriksaan Rangsang Meningeal


1. KAKU KUDUK. Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat 2. KERNIG SIGN. Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat, maka dikatakan kernig sign positif.

Tanda Kernigs

Tanda Brudzinskis

3. Tanda Leher menurut Brudzinski Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik. 4.Tanda tungkai kontra lateral menurut Brudzinski. Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini positif.

5. Tanda pipi menurut Brudzinski. Penekanan pada pipi kedua sisi tepat di bawah os zygomaticus akan disusul oleh gerakan fleksi secara reflektorik di kedua siku dengan gerakan reflektorik ke atas sejenak dari kedua lengan.
6. Tanda simfisis pubis menurut Brudzinski. Penekanan pada simfisis pubis akan disusul oleh timbulnya gerakan fleksi secara reflektorik pada kedua tungkai disendi lutut dan panggul. 7. Tanda Lasegue. Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70 derajat maka disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60 derajat.

CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS


SARAF OTAK I (NERVUS OLFAKTORIUS) Tujuan pemeriksaan : untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu, selain itu untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit hidung lokal.

Cara pemeriksaan. Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium bau-bauan tertentu yang tidak merangsang.Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan. Sebelumnya periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Bahan yang baik : teh, kopi, tembakau, sabun, jeruk. Kelainan : Anosmia, Hiposmia, Hiperosmia, Parosmia

SARAF OTAK II (NERVUS OPTIKUS )


Tujuan pemeriksaan : 1. Untuk mengukur ketajaman penglihatan (visus) dan menentukan apakah kelainan pada penglihatan disebabkan oleh kelainan okuler lokal atau oleh kelainan saraf.
2.

Untuk mempelajari lapang pandang. a. perimetri goldmann b. perimetri octopur c. perimetri hunprey

MATA Bola mata Pupil (ukuran, bentuk, letak, reflek cahaya) Luas lapang pandang Kornea Kunjungtiva Sklera Warna dan ukuran iris Kelopak mata

Pemeriksaan Visus
6/60 20/200

6/6
Snellen chart

20/20

membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan pasien disuruh melihat benda yang letaknya jauh misal jam di dinding, membaca huruf di buku atau koran. melakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen. Pasien diminta untuk melihat huruf huruf sehingga tiap huruf dilihat pada jarak tertentu, kartu snellen ialah huruf huruf yang disusun makin kebawah makin kecil, barisan paling bawah mempunyai huruf huruf paling kecil yang oleh mata normal dapat dibaca dari jarak 6 meter.
6/30 2/60 ? 1/300 ? 1/~ ?

Alat Pengukuran Visus

Pemeriksaan Awal

Pengamatan Pemeriksa memegang senter perhatikan: Posisi bolamata: apakah ada juling

Pterigium: Ada atau tidak

Kornea:

ada parut / tidak

Lensa:

jernih atau keruh / warna putih

Pemeriksaan Tajam Penglihatan


Pemeriksaan

dapat dilakukan dihalaman rumah (tempat yang cukup terang), responden tidak boleh menentang sinar matahari.

Pemeriksaan Tajam Penglihatan


Gantungkan

kartu Snellen atau kartu E yang sejajar mata responden dengan jarak 6 meter (sesuai pedoman tali).

Pemeriksaan Tajam Penglihatan


Pemeriksaan

dimulai dengan mata kanan Mata kiri responden ditutup dengan penutup mata atau telapak tangan tanpa menekan bolamata

Pemeriksaan Tajam Penglihatan

Responden disarankan membaca huruf dari kiri ke kanan setiap baris kartu Snellen atau memperagakan posisi huruf E pada kartu E dimulai baris teratas atau huruf yang paling besar sampai huruf terkecil (baris yang tertera angka 20/20) Penglihatan normal bila responden dapat membaca sampai huruf terkecil 20/20 (tulis 020/020)

Pemeriksaan Tajam Penglihatan

Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca atau memperagakan posisi huruf E KURANG dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka di atasnya.

Pemeriksaan Tajam Penglihatan

Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca atau memperagakan posisi huruf E LEBIH dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka tersebut.

Pemeriksaan Tajam Penglihatan dengan HITUNG JARI

Bila responden belum dapat melihat huruf teratas atau terbesar dari kartu Snellen atau kartu E maka mulai HITUNG JARI pada jarak 3 meter (tulis 03/060). Hitung jari 3 meter belum bisa terlihat maka maju 2 meter (tulis 02/060), bila belum terlihat maju 1 meter (tulis 01/060).

Pemeriksaan Tajam Penglihatan dengan HITUNG JARI

Bila belum juga terlihat maka lakukan GOYANGAN TANGAN pada jarak 1 meter (tulis 01/300) Goyangan tangan belum terlihat maka senter mata responden dan tanyakan apakah responden dapat melihat SINAR SENTER (jika ya tulis 01/888) Bila tidak dapat melihat sinar senter disebut BUTA TOTAL (tulis 00/000)

Pemeriksaan Tajam Penglihatan dengan PINHOLE

Bila responden tidak dapat melanjutkan lagi bacaan huruf di kartu Snellen atau kartu E maka pada mata tersebut dipasang PINHOLE

Pemeriksaan Tajam Penglihatan dengan PINHOLE

Dengan pinhole responden dapat melanjutkan bacaannya sampai baris normal (20/20) berarti responden tersebut GANGGUAN REFRAKSI

Pemeriksaan Tajam Penglihatan dengan PINHOLE

Bila dengan pinhole responden tidak dapat melanjutkan bacaannya maka disebut KATARAK

Pemeriksaan Tajam Penglihatan dengan PINHOLE

Bila responden DAPAT membaca sampai baris normal 20/20 TANPA pinhole maka responden tidak perlu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan pinhole

Pemeriksaan lapang pandang. Yang paling mudah adalah dengan munggunakan metode Konfrontasi dari Donder. Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1 meter dengan pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa mata kanan maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangannya pemeriksa harus menutup mata kanannya. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat ke mata kanan pasien. Setelah pemeriksa menggerakkan jari tangannya dibidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien dan gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien mulai melihat gerakan jarijari pemeriksa, ia harus memberitahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan (visual field) maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing masing mata harus diperiksa.

Ada bagian bagian visual field yang buta dimana pasien tidak dapat melihatnya, ini disebut dengan SKOTOMA

SARAF OTAK III,IV,VI (NERVUS OKULOMOTORIUS, TROKLEARIS, ABDUSENS)


1. Pemeriksaan gerakan bola mata. Lihat ada/tidaknya nystagmus ( gerakan bola mata diluar kemauan pasien). Pasien diminta untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa yang digerakkan ke segala jurusan. Lihat apakah ada hambatan pada pergerakan matanya. Hambatan yang terjadi dapat pada satu atau dua bola mata. Pasien diminta untuk menggerakan sendiri bola matanya. 2. Pemeriksaan kelopak mata: Membandingkan celah mata/fissura palpebralis kiri dan kanan. Ptosis adalah kelopak mata yang menutup. 3.Pemeriksaan pupil Lihat diameter pupil, normal besarnya 3 mm. Bandingkan kiri dengan kanan ( isokor atau anisokor ). Lihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak.

Pemeriksaan pupil
Refleks cahaya Direk/langsung : cahaya ditujukan seluruhnya ke arah pupil. Normal : akibat adanya cahaya maka pupil akan miosis. Perhatikan juga apakah pupil segera miosis, dan apakah ada midriasis kembali yang tidak terjadi dengan segera. Indirek/tidak langsung : refleks cahaya konsensuil. Cahaya ditujukan pada satu pupil, dan perhatikan pupil sisi yang lain. Refleks akomodasi Caranya , pasien diminta untuk melihat telunjuk pemeriksa pada jarak yang cukup jauh, kemudian dengan tibatiba dekatkanlah pada pasien lalu perhatikan reflek konvergensi pasien dimana dalam keadaan normal kedua bola mata akan berputar kedalam atau nasal. Reflek akomodasi yang positif pada orang normal tampak dengan miosis pupil.

Refleks ciliospinal rangsangan nyeri pada kulit kuduk akan memberi midriasis ( melebar ) dari pupil homolateral. keadaan ini disebut normal. Refleks okulosensorik rangsangan nyeri pada bola mata/daerah sekitarnya, normal akan memberikan miosis atau midriasis yang segera disusul miosis. refleks terhadap obat-obatan. Atropine dan skopolamine akan memberikan pelebaran pupil/midriasis. Pilocarpine dan acetylcholine akan memberikan miosis.

SARAF OTAK V (NERVUS TRIGEMINUS)


Pemeriksaan motorik. Pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian meraba m. masseter dan m. Temporalis. Normalnya kiri dan kanan kekuatan, besar dan tonus nya sama . pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah ada deviasi rahang bawah, jika ada kelumpuhan maka dagu akan terdorong kesisi lesi. Sebagai pegangan diambil gigi seri atas dan bawah yang harus simetris. Bila terdapat parese disebelah kanan, rahang bawah tidak dapat digerakkan kesamping kiri. Cara lain pasien diminta mempertahankan rahang bawahnya ke samping dan kita beri tekanan untuk mengembalikan rahang bawah ke posisi tengah.

Pemeriksaan sensorik. Dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu, kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.

SARAF OTAK VII ( NERVUS FASIALIS ).


Pemeriksaan fungsi motorik. Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat. Perhatikan wajah pasien kiri dan kanan apakah simetris atau tidak. Perhatikan juga lipatan dahi, tinggi alis, lebarnya celah mata, lipatan kulit nasolabial dan sudut mulut.Kemudian pasien diminta untuk menggerakan wajahnya antara lain : Mengerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam. Mengangkat alis Menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa. Moncongkan bibir atau menyengir. Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama kuat . Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh.

Pemeriksaan fungsi sensorik. Dilakukan pada 2/3 bagian lidah depan. Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah , kemudian pada sisi kanan dan kiri diletakkan gula, asam, garam atau sesuatu yang pahit. Pasien cukup menuliskan apa yang terasa di atas secarik kertas. Bahannya adalah: Glukosa 5 %, Nacl 2,5 %, Asam sitrat 1 %, Kinine 0,075 %.
Sekresi air mata. Dengan menggunakan Schirmer test ( lakmus merah ) Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm Warna berubah menjadi Biru : Normal: 10 15 mm ( lama 5 menit ).

SARAF OTAK VIII ( NERVUS KOKHLEARIS / NERVUS VESTIBULARIS)


a. Pemeriksaan Weber. Maksudnya membandingkan transportasi melalui tulang di telinga kanan dan kiri pasien. Garpu tala ditempatkan di dahi pasien, pada keadaan normal kiri dan kanan sama keras. Pendengaran tulang mengeras bila pendengaran udara terganggu, misal: otitis media kiri, pada test weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat nerve deafness di sebelah kiri, pada test weber di kanan terdengar lebih keras .

b. Pemeriksaan Rinne. Maksudnya membandingakn pendengaran melalui tulang dan udara dari pasien. Pada telinga yang sehat, pendengaran melalui udara didengar lebih lama dari pada melalui tulang. Garpu tala ditempatkan pada planum mastoid sampai pasien tidak dapat mendengarnya lagi. Kemudian garpu tala dipindahkan kedepan meatus eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan test positip. Pada orang normal test Rinne ini positif. Pada Conduction deafness test Rinne negatif.

c. Pemesiksaan Schwabach. Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan pendengaran pemeriksa yang dianggap normal. Garpu tala dibunyikan dan kemudian ditempatkan didekat telinga pasien. Setelah pasien tidak mendengarkan bunyi lagi, garpu tala ditempatkan didekat telinga pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa, maka dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek (untuk konduksi udara). Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid pasien. Dirusuh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak mendengar lagi maka garpu tala diletakkan ditulang mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengarkan bunyinya maka dikatakan Schwabach (untuk konduksi tulang) lebih pendek.

T. KONDUKTIF Gg pemahaman kata-kata Efek lingkungan Usia awitan Lubang telinga & gendang telinga Uji weber Uji rinne Penyebab minor Dapat membantu

T. SENSORINEURAL Sering menyusahkan Meningkatkan kesulitan penengaran

Masa kanak-kanak, dewasa Usia baya dan lansia muda Sering abnormalitas yang terlihat Ke arah lateral telinga yang rusak KT > KU atau KT = KU Lubang telinga tersumbat, otitis media, gendang telinga imobil atau mengalami perforasi, otosklerosis, benda asing Tidak terlihat Ke arah lateral telinga yang sehat KU > KT Suara keras terus menerus, obat, infeksi telinga dalam, trauma, gangguan herediter, penuaan

Pemeriksaan N. Vestibularis.
a. Pemeriksaan dengan test kalori. Bila telinga kiri didinginkan (diberi air dingin) timbul nystagmus ke kanan. Bila telinga kiri dipanaskan (diberi air panas) timbul nystagmus kekiri. Nystagmus ini disebut sesuai dengan fasenya yaitu : fase cepat dan fase pelan, misalnya nystagmus kekiri berarti fase cepat kekiri.

Bila ada gangguan keseimbangan maka perubahan temperatur dingin dan panas memberikan reaksi.

b. Pemeriksaan past pointing test. Pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari telunjuknya, kemudian dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengulangi. Normalnya pasien harus dapat melakukannya.

c. Test Romberg Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu didepan kaki yang lainnya. Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang lainnya, lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.

d. Test melangkah ditempat (Stepping test) Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup, sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti jalan biasa.Selama test ini pasien diminta untuk berusaha agar tetap ditempat dan tidak beranjak dari tempatnya selama test berlangsung. Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak lebih dari 1 meter dari tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat

SARAF OTAK IX & X (NERVUS GLOSOFARINGEUS & NERVUS VAGUS)

Pasien diminta untuk membuka mulut dan mengatakan huruf a. Jika ada gangguan maka otot stylopharyngeus tak dapat terangkat dan menyempit dan akibatnya rongga hidung dan rongga mulut masih berhubungan sehingga bocor. Jadi pada saat mengucapkan huruf a dinding pharynx terangkat sedang yang lumpuh tertinggal, dan tampak uvula tidak simetris tetapi tampak miring tertarik kesisi yang sehat. Pemeriksa menggoreskan atau meraba pada dinding pharynx kanan dan kiri dan bila ada gangguan sensibilitas maka tidak terjadi refleks muntah.

SARAF OTAK XI (NERVUS AKSESORIUS) Cara pemeriksaan. Memeriksa tonus dari m. Trapezius. Dengan menekan pundak pasien dan pasien diminta untuk mengangkat pundaknya.

Memeriksa m. Sternocleidomastoideus. Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan ditahan oleh pemeriksa, kemudian dilihat dan diraba tonus dari m. Sternocleidomastoideus.

SARAF OTAK XII (NERVUS HIPOGLOSUS)


Cara pemeriksaan. Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan tidak dapat diucapkan dengan baik hal demikian disebut : dysarthri. Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser ke daerah lumpuh karena tonus disini menurun. Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi yang sakit. Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidah . Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah kesamping pada pipi dan dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.

CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK


1. Pengamatan. Gaya berjalan dan tingkah laku. Simetri tubuh dan ektremitas. Kelumpuhan badan dan anggota gerak. dll. 2. Gerakan Volunter. Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya: Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu. Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti. Mengepal dan membuka jari-jari tangan. Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul. Fleksi dan ekstensi artikulus genu. Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki. Gerakan jari-jari kaki.

3. Palpasi otot. Pengukuran besar otot Nyeri tekan Kontraktur Konsistensi (kekenyalan) Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada. Spasmus otot k iritasi radix saraf spinalis, misal : meningitis, HNP. Kelumpuhan jenis UMN (spastisitas). Gangguan UMN ekstrapiramidal (rigiditas). Kontraktur otot. Konsistensi otot yang menurun terdapat pada. Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot. Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di motor end plate.

4. Perkusi otot. Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja. Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi (biasanya terdapat pada pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk). Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
5. Tonus otot. Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut. Orang normal terdapat tahanan yang wajar. Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan LMN). Hipotoni : tahanan berkurang. Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan , ini dijumpai pada kelumpuhan UMN. Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.

6. Kekuatan otot. Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara : Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan ini.

Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan.

7. Gerakan involunter. Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif, yaitu dikeluarkan aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis yang kehilangan kontrol akibat lesi pada nukleus pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini mencakup kortex ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus luysi, substansia nigra, nukleus ruber, nukleus ventrolateralis thalami substansia retikularis dan serebelum.

Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada corpus striatum (nukleus kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan lintasan penghubungnya) misalnya kerusakan substansia nigra pada sindroma Parkinson. Tremor saat bergerak (intensional) : disebut juga tremor serebellar, disebabkan gangguan mekanisme feedback oleh serebellum terhadap aktivitas kortes piramidalis dan ekstrapiramidal hingga timbul kekacauan gerakan volunter. Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan, eksplosif, cepat berganti sifat dan arah gerakan secara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu tidur. Khorea disebabkan oleh lesi di corpus striataum, substansia nigra dan corpus subthalamicus.

Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan atau tangan yang agak lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi atau torsi fleksi pada sendi bahu, siku dan pergelangan tangan. Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di nukleus kaudatus. Ballismus: gerakan involunter otot proksimal ekstremitas dan paravertebra, hingga menyerupai gerakan seorang yang melemparkan cakram. Gerkaan ini dihubungkan dengan lesi di corpus subthalamicus, corpus luysi, area prerubral dan berkas porel. Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot yang masih sehat pada otot yang mengalami kerusakan motor neuron. Kontraksi nampak sebagai keduten keduten dibawah kulit.

Myokimia: fasikulasi benigna. Frekwensi keduten tidak secepat fasikulasi dan berlangsung lebih lama dari fasikulasi. Myokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba tiba cepat, berlangsung sejenak, aritmik, dapat timbul sekali saja atau berkali kali ditiap bagian otot skelet dan pada setiap waktu, waktu bergerak maupun waktu istirahat

8. Fungsi koordinasi Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah pusat yang paling penting untuk mengintegrasikan aktivitas motorik dari kortex, basal ganglia, vertibular apparatus dan korda spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan Test romberg positif : baik dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup, pasien akan jatuh kesisi lesi setelah beberapa saat kehilangan kestabilan (bergoyang goyang). Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan menunjukkan gejala jalan yang khas yang disebut celebellar gait Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunter dengan tangan,lengan atau tungkai dengan halus. Gerakannya kaku dan terpatah-patah.

CARA PEMERIKSAAN SISTIM SENSORIK


Jenis-Jenis pemeriksaan sensorik yang sering digunakan. 1. Sensibilitas eksteroseptif atau protopatik. Rasa nyeri. Rasa suhu Rasa raba. 2.Sensibilitas proprioseptif. rasa raba dalam.

3.Sensibilitas diskriminatif daya untuk mengenal bentuk/ukuran. daya untuk mengenal /mengetahui berat sesuatu benda dsb.

Nomenklatur untuk pemeriksaan sensorik. Rasa eksteroseptif. Hilangnya rasa raba : ANESTESIA. Berkurangnya rasa raba : HIPESTESIA. Berlebihnya rasa raba : HIPERTESIA. Rasa Nyeri. Hilangnya rasa nyeri : ANALGESIA. Berkurangnya rasa nyeri : HIPALGESIA. Berlebihnya rasa nyeri : HIPERGESIA. Rasa suhu. Hilangnya rasa suhu : THERMOANESTHESIA. Berkurangnya rasa suhu : THERMOHIPESTHESIA. Berlebihnya rasa suhu : THERMOHIPERESTHESIA. Rasa abnormal dipermukaan tubuh. kesemuten : PARESTHESIA. nyeri panas dingin yang tidak keruan : DISESTHESIA Rasa PROPIOSEPTIF = RASA RABA DALAM. a. rasa gerak : KINESTHESIA. b. rasa sikap : STATESTESIA. c. rasa getar : PALESTHESIA. d. rasa tekan : BARESTHESIA.

Rasa DISKRIMINATIF. Mengenal bentuk dan ukuran sesuatu dengan jalan perabaan : STEREOGNOSIS.
Mengenal dan mengetahui berat sesuatu : BAROGNOSIS. Mengenal tempat yang diraba : TOPESTESIA, TOPOGNOSIS. Mengenal angka, aksara,bentuk yang digoreskan di atas kulit : GRAMESTESIA. Mengenal diskriminasi 2 titik : DISKRIMINASI SPASIAL. Mengenal setiap titik dan daerah tubuh sendiri : AUTOTOPOGNOSIS.

thank you

You might also like