You are on page 1of 38

Adab Membaca Al-Quran

Tsaqafah Islamiyah 26/1/2006 | 26 Dhul-Hijjah 1426 H | 6.752 views Oleh: Aba AbduLLAAH 1. NIAT YANG IKHLAS KARENA ALLAH Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, bersabda Nabi SAW: Sesungguhnya ALLAH SWT tidak memandang kepada bentuk tubuhmu dan tidak juga pada rupa wajahmu, tetapi IA memandang kepada keikhlasan hatimu. (HR Muslim) Dari Muadz bin Jabal ra berkata: Aku membonceng Nabi SAW yang sedang mengendarai Keledai, maka beliau SAW berkata padaku: Wahai Muadz, tahukah Anda apa hak ALLAH terhadap hamba dan apa hak hamba terhadap ALLAH? Maka saya menjawab: ALLAH dan Rasul-NYA lebih mengetahui. Maka kata Nabi SAW: Hak ALLAH terhadap hamba adalah agar mereka beribadah kepada-NYA dan tidak menyekutukan-NYA sedikitpun. Dan hak hamba terhadap ALLAH adalah bahwa ALLAH tidak akan menyiksa hamba yang tidak menyekutukan kepada ALLAH sedikitpun. (HR Muttafaq alaih) 2. BERWUDHU SEBELUM QIROAH Seseorang memberi salam kepada Nabi SAW ketika beliau SAW sedang berwudhu maka beliau SAW menunda menjawab salam tersebut sampai beliau SAW selesai berwudhu baru kemudian dijawab salamnya oleh beliau SAW, sambil bersabda: Sebenarnya tidak ada yang menghalangiku untuk menjawab salammu tadi, melainkan karena aku tidak suka menyebut nama ALLAH, kecuali dalam keadaan suci. (HR Ahmad, Abu Daud, An-NasaI dan Ibnu Majah) 3. MENGGUNAKAN SIWAK SEBELUM QIROAH Seandainya tidak memberatkan ummatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan shalat. (HR Bukhari dan Muslim) 4. MEMILIH TEMPAT/PAKAIAN YANG SUCI Dari Anas bin Malik ra berkata bahwa Nabi SAW bersabda: Bahwa mesjid ALLAH tidak layak dikenai kencing atau kotoran manusia, karena sesungguhnya ia adalah untuk berdzikir kepada ALLAH dan membaca Al-Quran. (HR Muslim) 5. MEMBACA ISTIADZAH Maka apabila kamu membaca al-Quran maka mohonlah perlindungan dari Syaithon yang terkutuk. (QS An-Nahl 16:98) 6. SUNNAH MEMBAGUSKAN SUARA

Barangsiapa yang tidak menghiasi al-Quran dengan suaranya maka bukan termasuk golonganku. (HR Abu Daud) Sungguh sebaik-baiknya suara manusia yang membaca al-Quran ialah yang jika engkau mendengar suara bacaannya maka engkau merasa bahwa ia seorang yang sangat takut kepada Allah. (HR Abu Daud) 7. MERENDAHKAN SUARA SAAT MEMBACA TERUTAMA SAAT BERADA DITEMPAT YANG RAMAI Dan serulah Rabb-mu dengan merendahkan diri dan merasa takut, sesungguhnya IA tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS Al-Araaf, 7:55) Dan sederhanakanlah berjalanmu dan rendahkanlah suaramu, karena sesungguhnya sejelek-jelek suara itu adalah suara keledai. (QS Luqman, 31:19) 8. MERASA TAKUT DAN KHUSYU Dan apabila dibacakan dihadapan mereka ayat-ayat ALLAH, maka mereka segera bersujud sambil menangis dan mereka bertambah khusyu. (QS Al-Israa, 17:109) Dari Ibnu Masud ra berkata: Bersabda Nabi SAW padaku pada suatu hari sebagai berikut: Wahai Ibnu Masud, bacakan al-Quran untukku. Maka aku bertanya: Apakah aku akan membacakannya untukmu padahal al-Quran itu diturunkan kepadamu? Jawab beliau SAW: Aku senang mendengarkannya dari orang lain. Maka kubacakan surat An-Nisaa dihadapan beliau SAW, sampai ketika aku sampai pada ayat: Maka bagaimanakah keadaanmu hai Muhammad, saat KAMI mendatangkan setiap ummat dengan seorang saksi nanti dan KAMI datangkan engkau sebagai saksi atas mereka semua? (QS An-Nisaa 4:41); Maka bersabdalah beliau SAW padaku: Cukup sampai disini hai Ibnu Masud. Maka aku melirik pada wajah beliau SAW, maka kulihat wajahnya sudah penuh dengan linangan airmata. (HR Bukhari Muslim) 9. MERASAKAN BAHWA ALLAH SWT SEDANG MENDENGARKAN BACAANNYA Dari Abu Hurairah ra berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Tiada sesuatupun yang lebih disenangi oleh ALLAH SWT melainkan mendengarkan bacaan seorang hamba-NYA yang merdu sedang membaca al-Quran dengan jelas. (HR Bukhari dan Muslim) 10. BERUSAHA MEMENUHI KAIDAH TAJWIDNYA, MEMAHAMI DAN MENGAMALKANNYA Beliau SAW membaca al-Quran dengan perlahan, setiap bertemu dengan ayat tasbih beliau SAW bertasbih, setiap bertemu dengan ayat perlindungan beliau SAW bertaawwudz dan setiap bertemu dengan ayat pertanyaan, maka beliau SAW menjawabnya. (HR Muslim) Tafsir Ibnu Abbas ra atas QS Al-Furqaan (25:30)

Wallahu alam.

Konsep Reformasi Dalam Perspektif Ikhwanul Muslimin (1)


Min Kutubil Ikhwan, Risalah Nukhbawiyah 6/7/2010 | 25 Rajab 1431 H | 1.847 views Oleh: Al-Ikhwan.net Manhaj Ishlh wa Al Taghyr Inda Jamatil Ikhwn Al Muslimn Dirsatan fi Rasil al Imm al Syahd (Konsep Reformasi Dalam Perspektif Ikhwanul Muslimin Studi Pembelajaran Terhadap Risalah Pergerakan Imam Syahid Hasan Al Banna) Kata Pengantar: Ir. Muhammad Khairat Syatir Konsep dakwah yang dibawa oleh Imam Syahid Hasan Al Banna adalah konsep dakwah yang konfrehensif dan universal, yang mencakup seluruh sisi pemahaman Islam dan mampu menjawab realitas kehidupan nyata. Ia seperti semburat fajar pagi yang menyingkap tabir pekat yang menutupi kehidupan umat Islam, ia benar-benar adalah Pembaharu Islam abad 20. Imam Syahid mampu memadukan pemahaman terhadap nilai-nilai Al Quran dan petunjuk Rasulullah Saw. secara benar dan menyeluruh dengan pembacaan dan perenungannya yang mendalam terhadap fakta-fakta sejarah dan sunah Allah dalam menempatkan sebuah kekuasaan atau eksistensi di muka bumi, termasuk kemampuannya untuk melihat secara jeli dan saksama realitas kehidupan umat Islam, mendeteksi penyakit umat dan mengetahui sarana penyembuhannya serta skala prioritasnya. Sebelum kedatangan Imam Syahid, sebenarnya telah banyak dilakukan upaya-upaya perbaikan dan reformasi di tubuh umat, namun upaya-upaya tersebut cenderung temporal dan berusia pendek. Beberapa diantaranya belum membawa konsep pemahaman Islam yang benar menyeluruh, atau pemahaman yang mendalam terhadap realitas kehidupan, atau tidak menjaga sunnah (ketentuan) Allah dalam proses penetapan eksistensi, atau karena terjadinya penyimpangan seiring pergantian zaman, atau karena perpindahan ke generasi berikutnya dan ia tak mampu memikulnya, atau karena reaksi-reaksi yang terbatas atau teori serta simbol-simbol hampa tanpa adanya bangunan dakwah kuat dan gerakan yang terus menerus. Metode ilmu yang dibawa Imam Syahid sangat khas, metode tersebut mampu mengubah teori dan mimpi-mimpi menjadi kenyataan yang riil, hal ini kemudian ditopang dengan kemampuannya dalam mengorganisir dan mengatur secara baik, yang membuatnya mampu dengan izin Allah- memimpin dan mendirikan sebuah jamaah yang membawa panji-panji Islam, dengan asas yang kuat yang tak mudah hilang dan dihancurkan. Bangunan yang kuat dan berkesinambungan ini menunjukkan sebagian dari mahakarya Imam Syahid Hasan Al Banna. Suatu hari ia pernah ditanyakan suatu hal, Mengapa anda tidak menulis ilmu yang luar biasa ini dan melahirkan buku-buku? Ia

menjawab, Sesungguhnya aku membina dan menciptakan para pejuang yang membawa kebenaran. Imam Syahid Hasan Al Banna adalah orang pertama yang menyadari kondisi realitas kehidupan umat, ia mengatahui kadar kerusakan yang didera masyarakat, serta kadar keterbelakangan yang dideritanya. Kerusakan umat tidak hanya terbatas pada runtuhnya kekhalifahan dan sirnanya persatuan umat, permasalahannya tidak hanya terbatas pada penjajahan militer tentara asing terhadap negeri-negeri muslim, atau terbatas pada kemunduran tekhnologi di segala bidang. Untuk pertama kalinya kondisi keterbelakangan umat telah sampai pada titik nadir yang sangat membahayakan. Umat dan pondasi penopangnya telah berada jauh di luar kawasan keberadaan dan eksistensinya. Permasalahannya telah sampai pada titik-titik penting dan pondasi dasar berdirinya sebuah masyarakat dan negara. Problematika di tubuh umat tidak akan bisa dihilangkan dengan perbaikan yang parsial, atau pembenahan pada beberapa sisinya saja, atau hanya dengan melakukan reformasi di sebagian bidang-bidangnya dan dengan menggunakan suntikan-suntikan penenang; problema umat jauh lebih dalam dari semua ini. Kondisi umat telah sampai kepada lubang pertama dalam proses pembinaan dan pembelaannya, negara Islam telah sirna sama sekali, kekuasaannya yang hakiki telah hilang untuk pertama kalinya sejak pendirian negara Islam di Madinah. Oleh karena itu proyek kebangkitan dan rekonstruksi harus dimulai sesuai dengan langkah-langkah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Bermula dengan pembinaan pribadi muslim secara personal, lalu pembinaan keluarga, pembinaan komunitas muslim hingga pembinaan sebuah masyarakat, sampai akhirnya tiba pada fase penetapan eksistensi dan pendirian sebuah negara dan terus berlanjut hingga memimpin dunia seisinya. Pengetahuan Imam Syahid terhadap kondisi realitas umat yang begitu mendalam, jelas dan terperinci, membuatnya mampu dengan izin Allah- menciptakan sebuah konsep praktis dengan beberapa fase dan dengan tujuan dan target yang saling berkaitan, serta mengacu kepada langkah-langkah yang ditempuh Rasulullah Saw. ketika memulai dakwah Islam yang pertama dan pondasi negara yang menjadi model dan panutan. Imam Syahid memiliki kecakapan politik dan elastisitas yang luar biasa dalam menghadapi krisis dan rencana-rencana jahat, oleh karena itu tidak ada jalan lain bagi para penyeru kebatilan selain membunuh dan melenyapkannya. Mereka lupa bahwa dakwah yang dipimpinnya akan terus berlanjut, dan sesungguhnya itu adalah dakwah Allah yang akan terus maju dan mendapat kemenangan dengan izin Allah. Ia (Imam Syahid) semoga Allah meridhainya-, sangat memelihara salafiyah dakwah, dengan mengikuti sunnah dan tidak membuat bidah, dengan pemahaman yang benar mendalam terhadap Islam dan sunnah Rasulullah Saw. Ia berkal-kali mengulang dan menegaskan hal ini di dalam risalahnya, ia menulis dalam risalahnya Ila Ayyi Syai-in Nadu an Ns dengan mengatakan, Wahai kaum, sesungguhnya kami berdakwah kepada kalian dengan Al Quran di tangan kanan dan Sunnah di tangan kiri, dan perbuatan para Salaful Ummah dari umat ini merupakan sumber kekuatan kami, kami mengajak kalian kepada Islam, nilainilai Islam, hukum dan petunjuk Islam.

Dan diantara perkara yang sangat dijaga oleh Imam Syahid Hasan Al Banna dalam membangun jamaah dan membentuk profil seorang al akh muslim adalah implementasi rukun Tajarrud (menyucikan diri) dan tidak bergantung kepada figuritas dan lembaga, namun seharusnya ikatan seorang al akh yang hakiki dan loyalitas tertingginya hanya kepada Allah -azza wajalla-. Ketika Imam Syahid menghadiri sebuah acara besar, salah seorang peserta yang hadir berdiri menyambutnya dan mengelukan-elukan beliau hal ini sebagaimana dilakukan kepada setiap pembesar dan pemimpin politik namun Hasan Al Banna menolak perlakukan tersebut dan tidak mendiamkannya, ia berkata, Sesungguhnya hari dimana diserukan nama Hasan Al Banna tidak akan pernah terjadi, seharusnya seruan kita adalah, Allah ghayatuna (Allah tujuan kami), Al Rasul Dzaimuna (Rasulullah pemimpin kami), Al Quran Dusturuna (Al Quran pedoman kami), Al Jihad Sabiluna (Jihad adalah jalan juang kami), Al Maut fi Sabilillah asma amanina (Mati di jalan Allah adalah Cita-cita kami tertinggi), Allah Maha Besar dan pujian kesempurnaan hanya milik Allah. Ia juga menegaskan di dalam risalah talim, Setiap orang diambil dan ditolak perkataannya, kecuali al Mashum Rasulllah Saw., dan setiap yang datang dari salaful Ummah semoga Allah meridhai mereka-, yang sesuai dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah, maka kami akan menerimanya. Sesungguhnya sosok Imam Syahid merupakan contoh dalam hal ini. Sebagian Ikhwan mendebat dan memberikan tanggapan terhadap ide dan pemikiran-pemikirannya, sebagian yang lain berbeda atau bahkan menegurnya. Ia juga berkata, Sesungguhnya keikhlasan adalah dasar sebuah keberhasilan dan sesungguhnya ditangan Allah-lah semua urusan. Sesungguhnya para pendahulu kalian yang mulia tidak mencapai kemenangan kecuali dengan kekuatan iman mereka, kesucian jiwa dan kebersihan diri, serta keikhlasan hati dan amal mereka dari ikatan apapun atau pikiran. Mereka menjadikan segala sesuatu sesuai dengan nilai-nilai keikhlasan tersebut, sehingga jiwa mereka menyatu dengan akidah, dan bb bbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb,bbb bbbbbbbbbbbbbb,,,,bbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbg vvvvvvvvvvvvvvvvvvbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbjjbf ffffffffffffffbbbbbb vvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvccccccccc ccycccccccccccccccccccccccl\om jkp ZDDDDDDDDDDDDDDDDD /\\\\\\\\\\\\\\\Zakidah mereka menyatu dengan jiwa-jiwa mereka. Merekalah /////////

]; Sa /x;;;;

]\x[s-----]\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\d

\]xdcsesungguhnya gagasan itu, dan gagasan itulah mereka. Jika kalian demikian maka pikirkanlah, sesungguhnya Allah mengilhamkan kepada kalian kecerdasan dan kebenaran, maka amalkanlah dan sesungguhnya Allah membantu kalian dengan kekuatan dan keberhasilan, namun jika diantara kalian ada yang mengidap penyakit hati, yang tujuan hidupnya berpenyakit, yang kehilangan harapan dan keinginan, yang memiliki luka masa lalu, maka keluarkanlah dia dari barisan kalian, karena sesungguhnya ia adalah penghalang turunnya rahmat, yang terkurung tanpa ada taufik (petunjuk). Sesungguhnya Ikhwan sebagaimana yang dibina oleh Hasan Al Banna dengan nilainilai Islam-, tidak mengkultuskan figur seseorang dan tidak menyembah mereka. Mereka mengetahui benar kadar para tokoh dan menempatkan mereka pada tempatnya secara wajar, dan selalu menjaga adab-adab Islam dan petunjuk Rasulullah Saw. dalam melakukan interaksi dengan para pemimpin dan imam mereka. Imam Syahid Hasan Al Banna semoga Allah meridhai mereka-, meyakini kebenaran jalan yang dilaluinya dan kebenaran manhaj, serta dengan pertolongan Allah azza wajalla- terhadap dakwahya. Ia melanglang buana menyerukan agama Allah, menyadarkan jutaan manusia dari kelalaian, dan ia diikuti oleh banyak lapisan masyarakat. Ia pernah bertemu dengan seseorang yang bertanya kepadanya, Apakah engkau akan melihat buah kemenangan dari usaha yang engkau lakukan? Imam Syahid menjawab dengan tenang dan penuh keyakinan, Kemenangan itu tidak akan terlihat di generasiku dan digenerasimu, tapi akan tampak di generasi yang akan datang. Imam Syahid memberikan perincian yang jelas tentang tugas dan peran seorang muslim serta persiapan yang harus dimiliki, ia mengatakan, (Tugas kita adalah memimpin dunia dan memberikan petunjuk kepada manusia seluruhnya kepada aturan Islam yang benar dan ajaran-ajarannya yang tiada ajaran lain yang dapat membahagiakan manusia selain ajaran-ajarannya. Dakwah kita adalah, keimanan yang mendalam, kuat dan yang paling abadi .. Kepada Allah, pertolongan dan kemenangan dari-Nya Kepada pemimpin Rasulullah Saw., kejujuran dan amanahnya Kepada manhaj, keistimewaan dan kelayakannya Kepada persaudaraan, kewajiban dan kesuciaannya

Kepada balasan, kebesaran, dan kemuliaannya Kepada diri mereka sendiri .. mereka adalah sebuah jamaah yang diberikan kekuatan untuk menyelamatkan dunia seisinya.) Imam Syahid sangat memperhatikan pemuda, dan berhasil menjadikan mereka sebagai darah segar yang mengalir di tubuh umat Islam, yang mampu membangkitkan dan menggerakkannya. Di akhir kehidupannya, sekitar dua minggu sebelum kesyahidannya, -kondisi pada saat itu sangat genting-, salah seorang berkata, Wahai Ustadz, banyak berita yang tersebar tentang engkau, dan tentang apa yang terjadi terhadap engkau. Imam Syahid berkata, Apa yang akan terjadi? Apakah pembunuhan? Sesungguhnya kami mengetahui bahwa hal itu adalah kesyahidan, dan itu adalah cita-cita kami. Seseorang bertanya lagi, Bagaimana dengan dakwah? Imam menjawab, Aku telah menyelesaikan tugasku dan aku telah meninggalkan para rijal (pejuang) dan aku melihat mereka dengan mataku bahwa mereka benar-benar rijal, maka aku akan mati dengan penuh ketenangan, dan yang aku inginkan adalah mati sebagai syahid. Cita-cita itu benar-benar terwujud, ia mendapatkan syahadah. Setiap orang yang mempelajari pemikiran Imam Hasan Al Banna, maka ia akan mendapatkan bahwa pikiran-pikiran sosok ini mempunyai karakter khas yang sangat cocok dengan realita kehidupan dan mengacu kepada dasar-dasar agama, yang jauh dari sikap berlebih-lebihan (ekstrimisme) maupun sifat meremehkan. Pemikiranpemikirannya mampu survive dan berkomunikasi dengan alam pikiran manusia dan tidak dibenci oleh jiwa, pemikiran-pemikiran yang diterima secara baik yang tidak mengenal kekerasan dan terorisme. Dasarnya berpijak kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Saw. serta amalan para ulama terdahulu yang shalih. Imam Al Banna adalah seorang pembaharu urusan agama ini pada masa dan generasinya, ia dan para pembaharu lainnya. Ia menyerukan manusia untuk beriman kepada Allah dan kembali kepada ajaran Rasulullah Saw. Ia menempuh jalan yang pernah dijalani para ulama-ulama terdahulu. Ia menyerukan dakwahnya dan mengembalikan konsep berpikir Islami yang benar yang berasaskan kepada: Pertama, Membebaskan akidah dari tipuan-tipuan kejumudan dan yang terkandung di dalamnya berupa khayalan dan syubhat, sebagai perbaikan penggambaran yang benar seorang muslim terhadap keberadaan alam semesta, manusia dan kehidupan, untuk mewujudkan keseimbangan dan keadilan, agar akidah (keyakinan) dapat memberikan pengaruh dalam melahirkan para pejuang, agar dapat melahirkan kembali profil muslim yang berakhlak yang pernah dibangun dan dibina Rasulullah Saw. di Darul Arqam bin Abi Arqam. Kemudian membangun dengan profil-profil ini baik lelaki maupun wanita- batu bata yang akan menyusun sebuah keluarga yang nantinya mampu melahirkan para pejuang, yang menciptakan sebuah umat yang berdiri dia atas budi pekerti dan akhlak yang mulia sebelum ia berdiri di atas sebuah negara. Kedua, menyucikan akal seorang muslim dari pikiran-pikiran pragmentatif terhadap Islam, karena hal itu hanya akan memperbesar perbedaan dalam masalah-

masalah furu dan parsial, dan meniadakan pola berpikir yang universal terhadap Islam. Ketiga, Menghancurkan kejumudan yang dialami oleh akal akibat ditutupnya pintu ijtihad, yang sebenarnya mematikan kecerdasan untuk menciptakan dan berkontribusi dan akhirnya menjatuhkannya pada lubang taklid buta yang tercela. Ini juga menghalangi umat Islam menikmati solusi-solusi konsep pemikiran dalam Islam terhadap problematika dan permasalahan kontemporer yang jauh dari alam berpikir yang banyak berbenturan dengan ketetapan prinsip-prinsip agama. Maka untuk mengembalikan konsep berpikir yang baik dan benar, diperlukan sebuah sebuah frame pandangan yang universal terhadap Islam, -dan pandangan ini dimiliki oleh Imam Hasan Al Banna-, dan yang dimiliki oleh para pendahulunya, yaitu para pejuang yang mengambil ajaran ini dari konsep yang diajarkan Rasulullah Saw.. Dengan konsep tersebut, mereka kemudian membangun sebuah peradaban, mendirikan sebuah pemerintah, dan merekapun memimpin peradaban di muka bumi. Ia adalah sebuah konsep yang sempurna dan universal yang mengajak saudarasaudaranya ikut bersama menjadi bagian untuk membangun sebuah jamaah, yang memberikan darah dan jiwanya untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi, dan membuat panji-panji kejahatan menjadi hina dan tercela, demikianpula yang dilakukan oleh Imam Al Banna. Jamaah Ikhwanul Muslimin membawa konsep pemahaman ini, dan menyeru kepadanya. Ia teguh menahan akibatnya demi menancapkan nilai tersebut di tengah masyarakat. Telah berapa banyak pejuang yang gugur demi memperjuangkannya? Imam Syahid Hasan Al Banna adalah yang terdepan dalam Jamaah Ikhwanul Muslimin yang membuktikan pengorbanan tersebut semoga Allah membalas apa yang telah ia berikan untuk Umat Islam dengan balasan yang sebaik-baiknya-. Telah berapa banyak darah yang ditumpahkan? Sudah berapa banyak anak-anak menjadi yatim? Telah berapa banyak wanita yang kehilangan anaknya? Kita menabungnya menjadi kebaikan di akhirat-, Hingga pemahaman benar-benar tertancap kuat dan menjadi sesuatu yang lumrah yang tidak ada perbedaan di dalamnya, kendati dengan banyaknya fitnah dan ujian serta tersebarnya syubhat dan tuduhan-tuduhan palsu dan perbantahan. Apa yang dibawa oleh Imam Hasan Al Banna adalah sebuah pembaharuan, walaupun sebenarnya Imam Syahid hanya memperbaharui sesuatu yang lama yang hampir dilupakan. Problematika yang dihadapi umat tidaklah sederhana seperti yang diyakini oleh sebagian orang. Apa yang telah merasuki pikiran berupa kemelut, kebingungan dan invasi pemikiran, pada gilirannya akan menghalangi terwujudnya tujuan yang hendak dicapai, dan menghalangi misi yang diemban. Permasalahan ini tidak mungkin disembuhkan dalam waktu sehari semalam, atau dengan penyampaian kuliah dari seorang pakar, atau dengan pelajaran di beberapa tempat dari seorang pemikir muslim, ataupun dengan nasehat-nasehat secara regular dari salah seorang ulama kesohor, atau dengan selebaran-selebaran yang diedarkan kemudian hilang tanpa bekas seiring berakhirnya bacaan, atau dengan buku-buku yang dihafal teks atau naskahnya. Ia sesungguhnya adalah penderitaan yang telah berlangsung lama, yang membutuhkan tarbiyah dan upaya yang keras, agar kita dapat mewarisi para rijal (pejuang) bukan mewarisi buku saja, karena kita ingin mendirikan agama yang tegak di atasnya negara dan peradaban, serta menyadarkan umat yang akan memimpin dunia.

Sesungguhnya manhaj yang mampu melahirkan para pejuang dan yang mampu memenuhi ikrarnya kepada Allah, memerlukan beberapa hal berikut, Pemahaman yang benar (Al Fahm Al Shahih), pembentukan yang sangat cermat, keimanan, ketulusan cinta, pengorganisasian yang rapi, agar kita bisa membuat jalinan jamaah yang di serukan Allah dengan panggilan, wahai orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang senantiasa memiliki hubungan yang baik dengan Allah. Agar mereka menjadi ahli ibadah terlebih dahulu sebelum menjadi pemimpin, maka dengan ibadah mereka akan dihantarkan untuk memimpin dengan sebaik-sebaiknya, hal itu tentunya dilakukakn dengan manhaj yang jelas, amalan yang terus menerus, budi pekerti yang tinggi, napas yang panjang, kesabaran dengan sebaik-sebaiknya, nasehat kebaikan, diskusi yang bijak, dan kesadaran, serta evaluasi yang sangat cermat. Mengapa demikian? Karena manhaj perbaikan apapun yang digunakan untuk keperluan manusia, dan dakwah kebenaran apapun yang ide dasar dan pemahamannya tidak bersandar pada nilai-nilai ini, dan tidak mengacu pada Al Quran dan Sunnah Rasulullah Saw. maka ia adalah dakwah yang rapuh dan akan tercerabut akarnya dari permukaan bumi. Namun jikai ia menyatu dengan sumber gizi, kekuatan dan kehidupannya maka akarnya tertancap kuat dan dahannya menjulang ke langit dan akan memberikan buah di setiap waktu dengan izin Allah. Imam Hasan Al Banna telah menjelaskan nilai-nilai ini dengan sangat jelas tanpa ada kesamaran dan keraguan, baik dari segi kejelasan ide, kesatuan pandangan dan etika, kesatuan target dan tujuan dan kesatuan visi serta kesamaan sarana prasarana mewujudkannya. Imam Hasan Al Banna mengetahui bahwa masyarakat sangat membutuhkan penjelasan pemahaman untuk merapikan gerakan, dan penjelasan pandangan untuk menyamakan barisan, serta penjelasan ide agar bisa berjalan secara benar dan mewujudkan cita-cita yang diharapkan. Kita sangat memperhatikan budaya dialog, diskusi dan bertukar pandangan .. Kami katakan kepada mereka yang menyelesihi kami, n n n n Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu .. (Ali Imran: 65) Kepada mereka yang mendebat kami, kami katakan, n n n n n n Katakanlah: Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar. (Al Baqarah: 111) Kepada mereka yang membangkang, kami katakan: n n n Dan Sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. (Saba: 24)

Karena sesungguhnya syiar setiap dai yang meyerukan agama Allah adalah, n Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, .. (Al Baqarah: 83) Adapun para penyeru dakwah Islam yang menyelesihi kami, maka kami katakan kepada mereka, Mari kita saling tolong menolong dalam perkara yang kita sepakati dan saling memaklumi dan memaafkan dalam perkara-perkara yang tidak kita sepakati. Namun jika mereka mengabaikan seruan itu, maka kami akan katakan, Semoga keselamatan selalu dilimpahkan kepada kalian dan kami tidak menginginkan apapun kecuali ikatan cinta karena Allah. Kajian dalam buku ini memaparkan pandangan yang jelas dan menyeluruh terhadap manhaj perubahan dan konsep merealisasikan tujuan-tujuannya. Di dalamnya juga terdapat jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang banyak diutarakan, serta penjelasan permasalahan yang banyak mengandung perbedaan, begitupula perbedaan pikiran. Ini merupakan langkah serius yang dilakukan untuk menjelaskan pandangan dan manhaj dakwah Ikhwanul Muslimin serta tujuan-tujuannya. Ini merupakan tambahan referensi yang ditulis dan diedarkan oleh civitas dakwah Ikhwan, untuk menjelaskan dakwah mereka dan menjawab syubhat-syubhat. penulisnya adalah salah seorang yang dibina dalam barisan dakwah, mengusung dan teguh di atas prinsipprinsip jamaah. Dan kita mengagungkan seseorang yang merupakan hak Allah. Cairo, Ramadan 1426 H/Oktober 2005 IR. Muhammad Khairat Syathir Wakil Mursyid Am Ikhwanul Muslimin

Urgensi Arkanul Baiah Dalam Amal Siyasi


Risalah Nukhbawiyah 27/4/2009 | 3 Jumada al-Ula 1430 H | 6.442 views Oleh: Al-Ikhwan.net Pengembangan Arkanul Baiah Dan Aplikasinya Keberimanan terhadap Islam sebagai agama samawi yang diturunkan Allah SWT memang sudah final. Tetapi, pemahaman manusia terhadap Islam tidak dapat dikatakan sudah mencapai final sehingga berhenti pada satu titik. Jalan-jalan untuk mencapai pemahaman Islam dalam konteks syumuliyah dan takamuliyahnya adalah jalan-jalan yang sangat panjang dan beragam. Setiap zaman dan keadaan memerlukan penyajian tersendiri dari ajaran Islam yang maha dalam maknanya ini. Firman Allah SWT, n n n n

Orang-orang yang berjihad di jalan Kami sungguh akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang berbuat kebaikan. (AlAnkabuut: 69) Ibnu Katsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan walladziina jaahduu fiinaa adalah Rasulullah SAW, para sahabatnya, dan pengikutnya sampai hari kiamat nanti. Sedangkan yang dimaksud subulanaa adalah jalan-jalan untuk urusan dunia dan akhirat. Terkait dengan hadits tentang Muadz bin Jabbal yang diutus oleh Rasulullah SAW ke negeri Yaman dan menyatakan akan melakukan ijtihad apabila tidak diperoleh nash dalam Al-Quran dan As-Sunnah dalam memutuskan perkara, banyak yang menekankan bahwasanya pintu ijtihad belum tertutup. Dari waktu ke waktu muncul ulama-ulama besar dengan pikiran dan pendapatnya yang segar dan baru berdasarkan pemahaman mereka tentang nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah. Sebagian kelompok hanya memperhatikan aspek fiqh dalam masalah pembukaan ijtihad dari masa ke masa ini. Tetapi, sesungguhnya lapangan ijtihad itu luas, tidak sekadar masalah fiqh saja tetapi di dalam berbagai bidang yang terkait dengan urusan dunia dan akhirat. Seharusnya kejumudan juga tidak terjadi pada aktivis kebangkitan Islam sebagaimana disampaikan Yusuf Qaradhawi, Imam Hasan Al- Banna bukanlah seorang yang jumud/statis tetapi justru progresif dan dinamis. Ia selalu memanfaatkan semua yang ada di sekekelilingnya, melakukan dinamisasi diri dan dakwahnya. Seandainya ia berumur panjang kita tidak tahu apa yang akan diperbuatnya. Sebab itu saudarasaudara dan pengikutnya tidak boleh statis dalam berbagai sarana, metode, ataupun bagian pemikirannya. Pemahaman yang terlalu kaku dengan pendapat yang terkait dengan situasi kontekstual tertentu akan menyebabkan seorang aktivis dakwah tidak mampu berinteraksi dengan problema yang dihadapinya pada masa kini. Demikian pula arkanul baiah yang disusun oleh Imam Hasan Al- Banna bukanlah sesuatu yang bersifat mati atau jumud sehingga ia akan menjadi masa lalu dari para kader dakwah. Padahal ia harus membaca, memahami, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari yang terus berjalan. Interaksi formal dengan arkanul baiah sebagai sebuah pengantar ke dalam pergaulan jamaah dakwah mungkin saja telah berlalu satu, dua, lima, sepuluh, atau dua puluh tahun yang lalu. Namun secara nilai penghayatan terhadap arkanul baiah terjadi setiap saat dalam berbagai lapangan medan dakwah. Penghayatan tersebut diharapkan justru semakin mendalam dari hari ke hari. Oleh karena itu, rukun al-fahm (pemahaman) harus terus dikembangkan mengikuti jalan dakwah menuju ke-syumuliyah-an dan ke-takamuliyah-an. Begitu juga rukun ikhlas. Kualitas dan kapasitas ikhlas kita harus terus-menerus dikembangkan mengikuti perjalanan dakwah yang terus diperlebar ruang lingkupnya sesuai dengan tuntutan syumuliyah dan takamuliyah dakwah kita.

Begitu juga kualitas dan kapasitas amal kita, jihad kita, tadhiyah (pengorbanan) kita, thaah (ketaatan) kita, tsabat (kekokohan) kita, tajarrud (kesungguhan) kita, alukhuwah (persaudaraan) kita, dan tsiqah (kekokohan) kita harus terus-menerus dikembangkan. Seharusnya peningkatan kualitas dan kapasitas interaksi dengan arkanul baiah mendahului ekspansi dakwah yang dilakukan agar arkanul baiah itu menjadi pemicu, pemacu, dan pemecut bagi akselerasi gerakan dakwah itu sendiri agar arkanul baiah itu mempercepat tercapainya ahdafu dawah (sasaran-sasaran dakwah) dan ghayatu dawah (tujuan-tujuan dakwah). Interaksi dengan arkanul baiah sangat berpengaruh terhadap kualitas komitmen kepada dakwah dan kepada jamaah. Begitu interaksi dengan rukun-rukun itu tertinggal dan terhenti pada pada satu titik, maka komitmen yang dihasilkannya tidak mumpuni lagi untuk menyambut ekspansi dakwah yang terus-menerus berkembang. Politik Dan Dakwah: Pandangan Hasan Al-Banna Dakwah tidak dapat dipisahkan dari politik (siyasah) karena tujuan dakwah itu sendiri adalah untuk pengendalian (siyasah) sebagaimana firman Allah SWT, n n n n Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi. (Al-Fath: 28) Kehadiran Islam dalam wujud sebuah institusi yang mengendalikan telah menjadi obsesi dari Imam Syahid Hasan Al-Banna sebagaimana ungkapannya yang disampaikan kepada para pemuda, Adalah sangat mengherankan sebuah paham seperti komunisme memiliki negara yang melindunginya, yang mendakwahkan ajarannya, yang menegakkan prinsip-prinsipnya, dan menggiring masyarakat untuk menuju ke sana. Demikian juga paham fasisme dan Nazism, keduanya memiliki bangsa yang mensucikan ajarannya, berjuang untuk menegakkannya, menanamkan kebanggaan kepada para pengikutnya, menundukkan seluruh ideologi bangsa-bangsa untuk mengekor kepadanya. Dan lebih mengherankan lagi, kita dapati berbagai ragam ideologi sosial politik di dunia ini bersatu untuk menjadi pendukung setianya. Mereka perjuangkan tegaknya dengan jiwa, pikiran, pena, harta benda, dan kesungguhan yang paripurna, hidup dan mati dipersembahkan untuknya. Namun sebaliknya, kita tidak mendapatkan tegaknya suatu pemerintahan Islam yang bekerja untuk menegakkan kewajiban dakwah Islam, yang menghimpun berbagai sisi positif yang ada di seluruh aliran ideologi dan membuang sisi negatifnya. Lalu ia persembahkan itu kepada seluruh bangsa sebagai ideologi alternatif dunia yang memberi solusi yang benar dan jelas bagi seluruh persoalan umat manusia. Dalam kesempatan lain Imam Hasan Al-Banna menyatakan, Sesungguhnya seorang muslim tidak sempurna keislamannya kecuali jika ia bertindak sebagai politisi. Pandangannya jauh ke depan terhadap persoalan umatnya, memperhatikan dan menginginkan kebaikannya. Meskipun demikian, dapat juga saya katakan bahwa pernyataan ini tidak dinyatakan oleh Islam. Setiap organisasi Islam hendaknya

menyatakan dalam program-programnya bahwa ia memberi perhatian kepada persoalan politik ummatnya. Jika tidak demikian, maka ia sendiri yang sesungguhnya butuh untuk memahami makna Islam. Suatu catatan penting dari Imam Hasan Al-Banna adalah peringatannya tentang adanya pemahaman yang sempit bahwa jika disebut dengan politik maka orang-orang akan segera membayangkan sebuah partai politik. Politik yang dimaksudkannya bukanlah sekadar sebuah partai politik, tetapi keseluruhan aktivitas dakwah yang dilakukan untuk mengurusi nasib umat hingga mengangkat mereka ke kedudukan sebagaimana yang diperintahkan Al-Quran di tengah-tengah manusia. Bahkan, terhadap partai politik yang berkembang saat itu Al-Banna mempunyai kritikan-kritikan yang mendasar, Ikhwanul Muslimun berkeyakinan bahwa partaipartai politik yang ada di Mesir didirikan dalam suasana yang tidak kondusif. Sebagian besar didorong oleh ambisi pribadi, bukan demi kemaslahatan umum . Ikhwan juga berkeyakinan bahwa partai-partai yang ada hingga kini belum dapat menentukan program dan manhajnya secara pasti Ikhwan berkeyakinan bahwa hizbiyah (sistem kepartaian) yang seperti itu akan merusak seluruh tatanan kehidupan, memberangus kemaslahatan, merusak akhlaq, dan memporakporandakan kesatuan umat. Korelasi Amal Siyasi Dengan Arkanul Baiah Amal siyasi sebagai bagian penting dari keseluruhan amal Islami harus mendapat perhatian serius dari para aktivis dakwah dan baiat mereka kepada jalan dakwah adalah baiat mereka pula kepada amal siyasi. Dakwah Islam tidak menyerukan sikap memisahkan diri dari persoalan-persoalan kemasyarakatan yang ada dalam tubuh umat Islam. Jika pun terdapat upaya-upaya memilah lingkungan kehidupan para aktivis dakwah dari masyarakat umum, maka tujuannya bukan untuk lari dari masyarakat yang menjadi tanggungjawab dakwahnya. Tetapi, hal itu dilakukan hanya untuk konsolidasi internal mereka agar memiliki kekuatan yang lebih besar dalam memecahkan persoalan-persoalan masyarakat tersebut. Atau, agar mereka tidak tergelincir karena tarikan-tarikan dahsyat kemaksiatan sehingga ia akhirnya justru menjadi bagian dari persoalan tersebut. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya adalah neraka jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya. (AlAnfaal: 16) Kepahaman tentang amal siyasi yang dikembangkan pada saat ini boleh jadi berbeda dengan sebelumnya karena perbedaan-perbedaan situasi dan kondisi yang menyertainya. Pandangan Imam Hasan Al-Banna tentang sistem kepartaian yang menyebabkan beliau tidak mendirikan partai politik, tetapi membolehkan kesertaan dalam pemilihan umum telah diposisikan secara aktual dalam beberapa kurun terakhir. Partai-partai politik dalam berbagai bentuknya telah berdiri dan diusung oleh

para aktivis dakwah di berbagai negara dalam rangka amal siyasi mereka berdasarkan syura-syura yang mereka lakukan. Amal siyasi yang dilakukan bukanlah sekadar untuk meraih kekuasaan dan mencapai kedudukan-kedudukan tinggi dalam pemerintahan, tetapi semata-mata ditujukan bagi penegakan hukum-hukum Allah SWT di dalam masyarakat berdasarkan prinsipprinsip keadilan yang telah digariskan-Nya. Inilah rukun ikhlas yang akan menjauhkan aktivis dakwah dari perangkap kediktatoran, korupsi, dan kesombongan tatkala meraih suatu kedudukan dalam kekuasaan. Setiap aktivis menyadari sungguh-sungguh dengan kefahamannya dan keikhlasannya bahwa amal siyasi yang dilakukannya adalah bagian dari kerja besar dari tanggatangga mihwar tasisi, mihwar tanzhimi, mihwar syabi, mihwar muasasi dan mihwar dauli. Dalam kaitan koalisi kerja teknis Imam Hasan Al-Banna menyatakan, Tidaklah mengapa menggunakan orang-orang non-muslim jika keadaan daruratasalkan bukan untuk posisi jabatan strategis (dalam pemerintahan). Kesungguhan dalam kerja siyasi adalah bagian dari jihad yang harus dilakukan. Kesungguhan itu akan terjadi jika aktivis dakwah menghargai dan mematuhi jalan dakwah yang telah digariskan berdasarkan syura. Tidak boleh ada seorang pun yang bermalas-malasan dalam bidang ini hanya lantaran ia merasa bukan bidangnya atau tidak sependapat dengan hasil-hasil syura. Apapun yang disumbangkan dalam amal siyasi, mulai dari harta sampai dengan jiwa, adalah bagian dari ruhul tadhiyah (jiwa pengorbanan) di jalan dakwah. Tidak ada istilah mati sia-sia dalam suatu amal siyasi karena seluruh pengorbanannya harus diyakini akan dihisab oleh Allah SWT dengan timbangan kebaikan dakwah. Ketaatan dalam janji setia aktivis dakwah adalah ketaatan yang penuh selama masih dalam jalan Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada ketaatan yang bersifat setengahsetengah, misalnya hanya kepada perintah-perintah atau kesepakatan-kesepakatan dalam bidang sosial saja, sedang dalam politik ia membangkang. Termasuk dalam perkataan fil makrah (dalam keadaan tidak menyenangkan) adalah ketaatan kepada hal-hal yang ketika bersyura kita tidak sependapat dengan hasil keputusannya. Keteguhan (tsabat) adalah bagian penting dalam dakwah ini dan lebih istimewa lagi dalam amal siyasi. Jika dalam amal ijtimaiy mungkin banyak pujian yang datang tetapi dalam amal siyasi kondisinya terbalik, banyak orang yang merasa terancam dengan kehadiran dakwah dan Islam di panggung politik, banyak orang yang apriori dan bahkan memusuhinya sebagai bagian dari konspirasi global yang sudah terjadi sejak masa Nabi Muhammad SAW. Resiko-resiko yang diterima tanpa ada keteguhan akan menjadi dasar penyesalan atas keputusan yang telah disepakati, padahal waktu adalah bagian dari solusi. Keberhasilan perjuangan seringkali tidak dapat diukur dalam waktu yang pendek. Amal siyasi yang diperjuangkan adalah amal siyasi yang islami. Ini adalah komitmen yang tidak boleh berubah, meskipun tawaran-tawaran berbagai ideologi sangat banyak dalam dunia politik. Manhaj Islam sedemikian terang benderangnya, dan oleh karenanya aktivis dakwah tidak akan terjebak pada pemikiran dan metode yang tidak

jelas hanya karena ketidaksabarannya bekerja dengan waktu. Ini adalah makna tajarrud (kemurnian total) dalam arkanul baiah yang sepuluh. Dunia politik adalah dunia yang memiliki karakteristik tersendiri sehingga banyak orang mengatakan politik itu kotor. Perkataan itu sesungguhnya tidak benar karena dunia sosial, perdagangan, bahkan dunia dakwah itu sendiri dapat saja menjadi kotor oleh perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab. Namun demikian, memang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak perpecahan, persengketaan, permusuhan di antara teman, intrik dan fitnah terjadi di dunia politik. Oleh karena itu, jika rukun ukhuwah diabaikan dan tidak bekerja maksimal dalam amal siyasi, semua kemungkinan dan kekhawatiran itu dapat juga terjadi pada diri kita. Terakhir, perlu direnungkan makna tsiqah yakni menyiapkan rasa puas kepada pemimpin atas kapasitas kepemimpinannya dan maupun keikhlasan, dengan kepuasan yang mendalam yang menghasilkan perasaan cinta, penghargaan, penghormatan, dan ketaatan. Semakin jauh jenjang organisasi dari titik pusat pengambil keputusan rukun tsiqah ini akan semakin signifikan dalam membangun komitmen. Tentu, rukun ini tidak menghilangkan fungsi pemimpin sebagai guru dan pembimbing kepada para anggota sehingga kepuasan itu hadir dengan penuh qanaah tidak terpaksa. Keputusan-keputusan dalam amal siyasi dalam kadar tertentu kadangkala memang begitu rumit karena demikian kompleksnya persoalan yang dihadapi. Ketsiqahan di antara aktivis dakwah dapat mengurangi kemungkinan terjadinya degradasi soliditas karena adanya keputusan-keputusan qiyadah yang belum terpahami. Kontribusi Komitmen Baiah Aktual Dalam Dakwah Kekuatan interaksi terhadap arkanul baiah akan dapat mempertahankan penampilan kinerja dan manhaj amaliy aktivis dakwah sehingga bisa diandalkan dalam persaingan antar aliran, antar ahzab (partai-partai) dengan aneka ragam mabadi (ideology). Insya Allah dengan komitmen interaktif yang kontinyu terhadap arkanul baiah jamaah dakwah akan mempunyai mazhhar (penampilan) yang sanggup menghadapi tantangan rivalitas yang semakin tajam antar aliran ideologis dan antarpemikiran yang ada di lapangan. Ustadz Hilmi Aminuddin menyatakan mazhhar jamaah yang diharapkan tumbuh dan berkembang dari interaksi dengan arkanul baiah yang terus-menerus itu ialah: Pertama, mazhhar atsbatu mauqifan (penampilan dalam kekokohan sikap) yakni sikap yang paling teguh di antara sikap-sikap yang ditampilkan oleh golongan-golongan, madzhab-madzhab dan aliran-aliran lain. Sikap yang tidak mudzabdzab, (plin-plan), yang tidak mencla-mencle, yang tidak memble menghadapi tantangan-tantangan yang semakin kuat dan terang-terangan. Sekali lagi, tantangan yang semakin terang-terangan mengingat kita sekarang ada di era jahriyah (keterbukaan). Sikap teguh kita harus ditampilkan secara penuh dalam kinerja, performance dakwah jamaah, dan partai kita. Kekokohan sikap adalah

tampilan awal yang merupakan buah dari kekuatan yang ditumbuhkan oleh aqidah kita. Kedua, mazhar arhabu shadran. Keteguhan sikap itu tidak melahirkan sikap yang kaku karena selain ada aqidah yang rasikh, aqidah yang kuat, tetapi juga ada akhlaqul karimah yang akan melahirkan arhabu shadran (kelapangan dada). Di atas kekokohan sikap itu kita paling bisa dan paling sanggup berlapang dada dalam menghadapi realitas kehidupan, dalam menghadapi tantangan, dalam bermuamalah menghadapi berbagai sikap-sikap lain. Termasuk ketika kita berinteraksi dengan sesama kelompok Islam yang kebetulan mereka belum satu manhaj dengan kita dengan perlakuan dan sikap-sikap mereka yang tidak menyenangkan. Ketiga, mazhar amaqu fikran (penampilan kedalaman dalam berfikir) dalam menghadapi aneka situasi dan kondisi sehingga kita tidak meresponnya secara istijaliyah (ketergesa-gesaan). Kita selalu berfikir secara mutaanni (sangat mendalam) dan mutamain (intens), dalam menentukan langkah-langkah kita dengan proses dan prosedur yang benar yang sudah kita sepakati bersama. Tidak boleh ada satupun keputusan jamaah ini yang tanpa melalui proses amaqu fikran yang dalam prakteknya kita wujudkan dalam wadah syura yang selalu kita jaga. Sehingga tidak ada alasan dari kita untuk tidak mendukung sikap yang diambil oleh jamaah, karena proses dan prosedur yang diambil sudah benar dengan tetap tidak terburu-buru. Keempat, dalam memandang fenomena kehidupan dan perjuangan ini kita harus mempunyai mazhhar awsa nazharan (penampilan dengan pandangan yang lebih luas). Kita harus mempunyai pandangan yang sangat luas, seluas ufuq yang bisa dijangkau oleh mata kita. Kita tidak boleh mempunyai pandangan mutajamid (pandangan kebekuan) yang sempit, hizbiyah (mengagungkan golongan) dan madzhabiyah (mengagungkan aliran). Kita harus memiliki pandangan yang sangat luas karena sasaran dari dakwah yang sudah dicanangkan adalah bina-ul fard (peminaan individu), bina-ul mujtama (peminaan masyarakat), bina-ud daulah (pembangunan negara), bina-ul khilafah (pembangunan khilfah) hingga ustadziyatul alam (sokoguru semesta alam). Di sana kita harus memancangkan rahmatan lil alamin sehingga setiap makhluk hidupbukan manusia sajamerasakan sentuhan rahmat dari kita. Tidak mungkin kita melakukan itu bila kita tidak mempunyai pandangan yang sangat luas terhadap kehidupan ini. Kelima, kita harus didukung dengan mazhhar ansyathu amalan (penampilan sebagai pihak yang paling giat bekerja). Karena mazhhar-mazhhar sebelumnya harus dibuktikan dalam ansyathu amalan (kegiatan kerja). Hendaknya beramal paling keras dan menjadi aktivis/amilin yang paling giat, efektif dalam mengarahkan tenaga dan potensinya serta langkah-langkahnya selalu terarah dengan tepat (khutuwat alathifah). Itu adalah refleksi dari aqidah dan fikrah kita. Keenam, begitu juga kita menyadari sepenuhnya bahwa syumuliyatul Islam tidak mungkin diperjuangkan secara individual, tapi harus diperjuangkan secara jamaiy (kolektif). Maka, kita pun harus menampilkan secara struktural ashlabu tanzhiman (organisasi yang paling solid dan kokoh bagaikan baja). Tanzhim kita tanzhim yang kokoh tidak gampang reot oleh benturan-benturan yang diarahkan oleh lawan-lawan,

musuh-musuh, pesaing-pesaing, atau oleh orang-orang yang belum memahami dakwah kita. Kita tetap teguh. Keputusan jamaah tidak pernah dihasilkan oleh pressure, tekanan, ancaman apapun. Semuanya, yang penting, proses prosedur berjalan maka kita putuskan dengan mengabaikan tekanan dari manapun. Ini sebagai pembuktian dari ashlabu tanzhiman. Ikhwan dan akhwat fillah, pada akhirnya yang ketujuh adalah mazhhar aktsaru nafan (penampilan sebagai pihak yang paling banyak memberi manfaat). Dulu sering saya katakan bahwa kita dituntut oleh Allah SWT untuk menjadi orang-orang yang produktif menghasilkan kebajikan-kebajikan. Sebab, pada dasarnya secara fitriyah kita sudah menjadi orang-orang yang konsumtif. Kalau masalah konsumtif tidak perlu didorong, tidak perlu diprogram, karena sudah menjadi tabiat dasar. Begitu lahir kita mengkonsumsi kebajikan ibu, kebajikan ayah, kebajikan saudara-saudara kita, kebajikan tetangga-tetangga yang menimang-nimang kita. Wallahu alam.

Intima Lil Islam


Risalah Nukhbawiyah 23/1/2009 | 25 Muharram 1430 H | 3.675 views Oleh: Aba AbduLLAAH n n n n n n n n n n n n n Mutiara Ayat: Ibnu Abbas RA saat menafsirkan ayat ini mengatakan, Allah Taala memerintahkan melalui ayat ini kepada orang-orang mukmin untuk bersabar saat ia marah, bersikap santun saat bertemu orang jahil, dan memaafkan saat diperlakukan dengan buruk, dan jika mereka melakukan yang demikian ini maka Allah Taala akan menjaga mereka dari tipu daya Setan, serta lawan-lawan mereka akan tunduk kepada mereka seakanakan sahabat yang amat akrab. (Tafsir Ibnu Katsir, VII/181) Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkomentar tentang ayat ini, Inilah para kekasih Allah, inilah para wali Allah, inilah orang-orang yang disucikan di sisi Allah, inilah orang-orang terbaik di sisi Allah, inilah makhluk yang paling dicintai Allah, karena mereka menyambut seruan Allah dengan dakwahnya, lalu mereka mengajak orangorang lain untuk bersama-sama menyambut seruan-NYA dan beramal shalih dalam rangka taat kepada-NYA, lalu setelah itu mereka berkata: Sungguh kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri. Maka inilah para Khalifah Allah! (Tafsir AtThabari, XXI/469) Sifat-Sifat Dai: 1. Tarbiyah Yang Matang

Hal yang pertama dilakukan oleh harakah ini adalah membangun al-mihwar attanzhimi, yang dicirikan dengan memperkuat hubungan para kader dengan Allah Taala, sehingga kader memiliki aqidah yang mendalam (al-iman al-amiq), pemahaman yang utuh (al fahmu ad-daqiq) dan amal yang berkelanjutan (al-amal almutawashil), sehingga mereka mampu memikul bagaimanapun beratnya beban dakwah ini karena: 1. Mengukur berat dan ringannya beban dakwah ini dengan timbangan Iman, bukan dengan perasaan dan logika manusia semata, sehingga sesuatu yang dianggap berat di sisi manusia menjadi ringan saja jika menggunakan aqidah dan iman, dan sebaliknya sesuatu yang dianggap remeh di sisi manusia bisa jadi amat besar di sisi Allah Taala: n n n n n n n n n n n Kamu menganggapnya sesuatu yang ringan saja padahal ia di sisi Allah dosanya adalah amat besar.(An-Nur:15) 2. Tiada tugas dakwah yang berat bersama keimanan seorang kader, dan tiada tugas dakwah yang ringan jika bersama kemunafikan: n n n n n n n n n n n n n n Seandainya yang kamu serukan itu keuntungan yang cepat dan perjalanan yang dekat saja pastilah mereka semua mengikutimu, tetapi tempat yang kamu tuju itu terasa amat jauhnya oleh mereka. (At-Taubah:42) n n n n n n n n n n n n Dan di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati janjinya kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka adapula yang menunggu-nunggu tetapi mereka tidak sedikit pun mengubah janjinya.(AlAhzab:23) 3. Tujuan seorang kader yang benar dalam dakwahnya adalah mardhatillah dalam melaksanakan kewajiban dakwahnya, tidak peduli apapun yang diminta oleh Sang Pemilik kita: n n n n n n n n Padahal tiada seorang pun yang memberikan suatu nikmat kepadanya sehingga harus dibalasnya, tetapi ia memberikan itu semata-mata karena mencari keridhaan RABBnya Yang Maha Tinggi. (Al-Lail:19-20) n n n n n Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu ini hanyalah karena mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan darimu dan tidak pula ucapan terima kasih.(Al-Insan:9)

4. Sebaliknya tujuan seorang munafik adalah agar amalnya terlihat oleh manusia, sementara ia selalu berusaha menghindari tugas-tugas yang tidak kelihatan orang lain, memberatkan dan tidak disukainya: n n n Sesungguhnya orang-orang munafik itu (bermaksud) menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan jika mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas dan riya di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka berdzikir kepada Allah kecuali sedikit sekali.(An-Nisa:142) n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n Mereka mengemukakan uzurnya kepadamu, apabila kamu telah kembali kepada mereka dari berperang. Katakanlah: Janganlah kalian mengatakan uzur , kami tidak percaya lagi kepadamu, karena Allah telah memberitahukan pada kami beritamu yang sebenarnya. Demikianlah wahai ikhwah ash shadiq wa akhawat ash shadiqah, kematangan tarbiyah ini tersirat dalam ayat yang kita bahas yaitu dalam ayat ke-30 dari surah Fush-shilat (2 ayat sebelum ayat di atas) yang ditunjukkan dengan terbentuknya aqidah yang shahih yaitu menyatakan bahwa 1] ] , lalu istiqamah[2] dalam hal tersebut sampai wafat[3] dan jaminan akan dimasukkan ke dalam Jannah Allah Taala[4]. Berkata Sayyid Quthb rahimahullah, Istiqamah dalam ayat ini bermakna dalam perasaannya ke dalam dan dalam perilakunya ke luar, istiqamah dan bersabar dalam istiqamah tersebut, adalah sebuah hal yang berat dan sulit, sehingga barangsiapa yang mampu melakukannya akan mendapatkan pahala yang besar, yakni turunnya malaikat menghiburnya saat menjelang kematian, pernyataan kasih-sayang mereka, persahabatan mereka dan kabar gembira dari mereka dengan Jannah, dan diakhiri dengan bahwa semua kabar gembira itu disampaikan dari Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepadamu. Maka nikmat mana lagi yang lebih besar dari nikmat ini?[5] 2. Memiliki Basis Sosial Yang Kuat Hal kedua yang dilakukan oleh harakah Islam adalah membangun al-mihwar asysyabiy, yaitu membentuk basis sosial yang kuat di masyarakat melalui dakwahnya, baik di tempat tinggalnya maupun dimana pun dia berada. ini dicirikan oleh ayat ke33 di atas melalui makna 6] n ] , yaitu dengan segala kegiatan dakwah yang dilakukannya. Maka bagaimana bisa disebut seorang kader, jika masyarakat di daerah tersebut tidak berubah dengan dakwahnya.? Bahkan naudzubillah- ia bahkan tidak dikenal sama sekali di tempatnya.? Lalu bagaimana kelak ia jika di Yaumil Qiyamah kelak dihadapkan dengan ayat-ayat dan hadits-hadits shahih tentang tetangga, baik yang dekat maupun yang jauh n n n n n ( An-Nisa:36) Selain di daerah sekitarnya, iapun hendaknya pandai bergaul dan merangkul orang ke pangkuan dakwahnya, karena Nabi SAW bersabda:

Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaqnya (H.R. Bukhari Muslim) Artinya kebaikan budi pekerti seseorang merupakan ciri orang terbaik dalam syariah, baik budi pekertinya kepada manusia maupun tentunya budi pekertinya kepada Allah Taala. Dalam hadits lainnya disebutkan: Orang mukmin itu mudah akrab dan mudah diakrabi, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak bisa akrab dan tidak bisa diakrabi.[7] Jadi pandai bergaul, mudah akrab, cepat menarik simpati dalam berinteraksi, sepanjang dilakukan dengan menetapi adab-adab syariyah dan tidak melanggar larangan berinteraksi dengan orang lain, maka semua itu adalah tanda kebaikan seorang muslim di sisi Allah Taala. Dalam hadits lainnya disebutkan: Manusia yang paling dicintai Allah Taala adalah yang paling bermanfaat di antara mereka, dan amal yang paling dicintai Allah Taala adalah membuat muslim lainnya bergembira, atau menghilangkan kesulitannya, atau melunasi utangnya, atau mengenyangkan laparnya, dan sungguh seorang muslim itu berjalan untuk memenuhi kebutuhan saudaranya muslim itu lebih dicintai Allah Taala daripada itikaf sebulan di masjidku ini, barangsiapa yang menahan marahnya maka Allah Taala akan menutupi aibnya, dan barangsiapa yang menahan amarahnya padahal ia mampu melampiaskan amarahnya maka Allah Taala akan memenuhi hatinya di Hari Kiamat kelak dengan harapan, dan barangsiapa yang berjalan memenuhi kebutuhan saudaranya sampai sempurna terpenuhi kebutuhannya maka Allah Taala akan meneguhkan berdirinya pada Hari dimana tersungkur kaki-kaki manusia di akhirat, dan ketahuilah bahwa keburukan akhlaq itu menghancurkan amal kalian sebagaimana cuka menghancurkan madu. (H.R. At-Thabari dalam Al-Kabir, III/209; Ibnu Asakir dalam At-Tarikh, XVIII/1; di-shahih-kan oleh Albani dalam Ash-Shahihah, II/608) Demikianlah seorang kader tidak pernah bersikap sombong dan senantiasa penuh pengertian dan kelembutan kepada semua orang, karena mereka ingat ketika Nabi mereka telah menjadi penguasa Arab, dan seorang Arab Badui dibawa ke hadapannya dengan tubuh gemetar ketakutan maka beliau SAW bersabda, Tenangkan dirimu, aku ini bukanlah Raja, aku ini hanya anak seorang wanita Quraisy, yang biasa makan daging kering. (H.R. Ibnu Majah, Ibnu Saad, Al-Hakim dan Al-Haitsami) 3. Melakukan Ekspansi ke Semua Lini Berikutnya adalah membentuk al-mihwar al-muassasi, yang dalam ayat ke-34 di atas disebutkan secara tersirat sebagai sikap: Membalas kejahatan dengan kebaikan, berdiplomasi dengan cara yang terbaik, sehingga bahkan bisa membuat musuh kita menjadi teman setia. Perlu ditegaskan di sini bahwa politik dan dakwah tidak bisa dipisahkan, bahkan turunnya syariat tertinggi dalam Islam yaitu shalat, salah satu bentuknya yaitu shalat Khauf- adalah karena sebab urusan politik (peperangan). Nabi SAW menunaikan shalat di tengah-tengah pertempuran bersama para sahabatnya di daerah Asfan[8], yaitu ketika beliau SAW mengetahui posisi kaum musyrikin di bawah pimpinan Khalid bin Walid sudah amat dekat dengan mereka[9]. Dalam kitab Al-Imta ada tambahan sebagai berikut[10]:

Saat pasukan Khalid sampai ke dekat posisi kaum muslimin, maka ia menempati posisi antara kaum muslimin & arah Kiblat, saat datang waktu shalat Zhuhur maka seluruh kaum muslimin melakukan shalat berjamaah di belakang Nabi SAW, setelah selesai mereka kembali menempati posisinya, maka berkatalah Khalid dalam hatinya, Sungguh mereka tadi lalai, jika kita serang tadi, niscaya mereka akan dapat dikalahkan. Saat tiba waktu shalat Ashar -karena bagi kaum muslimin shalat lebih mereka cintai dari nyawa mereka dan anak-anak mereka- maka mereka semua bersiap akan shalat, lalu datanglah Jibril membawa ayat 102 surat An-Nisa sehingga mereka melakukan shalat dengan aturan shalat Khauf, melihat perubahan cara tersebut berkatalah Khalid dalam hatinya, Tahulah aku bahwa orang-rang ini ada pembelanya, karena siapakah yang memberi tahu orang-orang ini tentang taktik yang aku baru rencanakan dalam hatiku untuk menyergap mereka saat mereka lalai? 4. Memimpin Negara dan Dunia Terakhir adalah membangun al-mihwar ad-daulah, dimana para kader dakwah dipersiapkan untuk memimpin di semua bidang kehidupan, menjadi khalifah Allah di muka bumi, memimpin dunia dengan keadilan dan membawa manusia menuju kesejahteraan dunia dan akhirat. Dalam ayat ke-35 di atas dicirikan dengan ciri bahwa tsabat dan istimrar dalam berdakwah yang hanya dimiliki orang-orang yang sabar, dan dalam ayat ini disebutkan sebagai akan mendapatkan kemuliaan yang amat besar, baik di dunia maupun di akhirat. 1. Menjaga orisinalitas ajaran Islam: n n n n n n n n n Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari menyampaikan ayatayat Allah setelah ayat-ayat itu diturunkan padamu, dan serulah mereka ke jalan RABB-mu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang musyrik.(AlQashas:87) 2. Mengembalikan ibadah para hamba Allah kepada Allah, yang seharusnya diibadahi dalam setiap aspek kehidupan mereka, setelah sekian lama mereka disibukkan kepada selain-NYA. n n n n n n n n n n n n n n n n n n Katakanlah: Wahai para ahli kitab, marilah berpegang kepada suatu kalimat (ketetapan) yang sama di antara kami dan kalian, yaitu agar kita tidak beribadah selain kepada Allah saja dan agar kita tidak menyekutukan-NYA sedikitpun, dan agar tidak pula kita menjadikan sebagian yang lain sebagai ILAH selain Allah. Dan jika mereka tetap berpaling, katakanlah: Saksikan bahwa kami adalah orang yang berserah diri kepada Allah.(Ali Imran:64) 3. Mengembalikan apa-apa yang hilang dari kaum muslimin, baik berupa harga-diri serta kehormatan akibat mereka (kaum muslimin) meninggalkan amanah Allah dan tongkat kekhalifahan-nya atas umat manusia.

n n n n n n n n n n n Jika kalian tidak berangkat untuk berjihad, maka nanti Allah akan menyiksa kalian dengan adzab yang pedih, dan digantinya kalian dengan kaum yang lain, dan kalian tidak memudaratkan Allah sedikit pun. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(At-Taubah:39) n n n n n n n n n n n Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israel melalui lisan Daud dan Isa bin Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak saling melarang tindakan munkar yang mereka lakukan. Sungguh amat buruklah apa yang selalu mereka lakukan itu.(Al-Maidah:7879) n n n n n n n n n n n n n n n n Andaikan kebenaran itu adalah menurut hawa nafsu mereka, pasti binasalah seluruh langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya.(Al-Muminun:71) 4. Mengembalikan kejayaan kaum muslimin, melalui ketinggian iman, sehingga melampaui dan mengungguli kerendahan moral umat lainnya. n n n n n n n n n Janganlah kamu merasa lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, karena kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang yang beriman.(Ali Imran:139) n n n n n n n n n n Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka. Jika menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan pula sebagaimana kemu menderitanya, sedang kamu mengharap (pahala) dari Allah yang mereka tidak mengharapkannya. Dan Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(AnNisa:104) 5. Berdakwah tersebut merupakan pemenuhan kewajiban syari. n n n n n Dan hendaklah ada di antaramu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, memerintahkan kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Ali Imran:105) n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n

Diriwayatkan oleh Ibnu Masud r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah seorang Nabi-pun yang diutus oleh Allah Taala sebelumku, melainkan ada di antara umatnya para penolong dan sahabat yang mengambil sunnahnya dan melaksanakan perintahnya, lalu umat tersebut digantikan setelahnya oleh orang-orang yang mengatakan apa yang tidak mereka lakukan dan mengerjakan apa yang tidak diperintahkan, maka barangsiapa yang berjihad terhadap mereka dengan tangannya maka dia mukmin, dan barangsiapa yang berjihad terhadap mereka dengan hatinya maka iapun mukmin dan barangsiapa yang berjihad terhadap mereka dengan lisannya maka mereka pun mukmin dan tiada lagi keimanan tanpa salah satu dari ketiga perbuatan itu walaupun sebesar biji Sawi. (H.R. Muslim) Wallahu alam bis shawab [1] Yaitu menyatakan tauhid dan tidak syirik kepada Allah sedikitpun, ini adalah pendapat Abu Bakar RA dan Mujahid RA, lih. At-Thabari, XXI/464; juga pendapat Utsman RA (lih. Bahrul Muhith, VII/496) [2] Umar RA berpendapat bahwa makna istiqamah di sini dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan (HR At-Thabrani, XXIV/115; diperkuat oleh AsSuyuthi dalam Ad-Durrul Mantsur, VII/322); Sementara Ali RA dan Ibnu Abbas RA berpendapat bahwa maknanya istiqamah dalam menjalankan yang difardhukan Allah Taala (HR At-Thabrani, XXIV/115; lih juga At-Thabari, XXIV/115 yang diperkuat oleh As-Suyuthi dalam Ad-Durrul Mantsur, VII/322) [3] Pendapat ini berdasarkan hadits Nabi SAW dari Anas RA (HR Abu Yala, VI/213 dan An Nasai dalam Al-Kubra, no. 11470), lih. Juga Ibnu Katsir, VII/175 [4] Makna turunnya malaikat dalam ayat ini yakni: Di saat wafat, ini adalah pendapat Ibnu Abbas RA, sementara Al-Waki RA berpendapat: Saat wafat, saat di dalam kuburnya, dan saat ia dibangkitkan kembali (lih. Bahrul Muhith, VII/496 dan Zadul Masir, VII/257); sementara makna, jangan takut, yaitu terhadap urusan akhirat yang menunggumu, dan makna jangan sedih yaitu terhadap keluarga yang kamu tinggalkan, demikian menurut Mujahid RA (lih. At-Thabari, XXIV/116; juga Ibnu Katsir, IV/100) [5] Lih. Azh-Zhilal, VI/295 [6] Maknanya menurut para mufassir ialah: Rasulullah SAW, lalu para muadzin yang menyeru orang untuk mengerjakan shalat, lalu orang-orang yang menyeru orang lain namun ia juga memulainya dari diri mereka sendiri (lih. At-Thabari, XXI/469; Ibnu Katsir, VII/179) [7] HR Al-Haitsami dalam Al-Majma, X/273-274; di-shahih-kan oleh Albani dalam Ash-Shahihah, I/425 no. 426 [8] HR Abu Daud, Kitabu Shalah, hal. 215, haditsnya shahih (lih. Al-Mustadrak, III/338; Sunan Al-Kubra, III/257; Tafsir Ibnu Katsir, I/548; Al-Ishabah, VII/294).

Ibnu Hajar menyebut secara pasti bahwa hal ini terjadi di Hudhaibiyah (Al-Fath, VII/423) [9] Ini berdasarkan pendapat yang menyatakan perang Dzatu Riqa setelah perang Khaibar & inilah yang lebih shahih, wallahu alam [10] Imtaul-Asma, Al-Muqrizi, I/380

Shidqul Intima (Menjadi Anggota Jamaah Yang Sebenarnya)


Risalah Nukhbawiyah 19/12/2008 | 20 Dhul-Hijjah 1429 H | 4.634 views Oleh: Al-Ikhwan.net Shidqul intima sama dengan menolong dakwah dan menjaga fikrah sama dengan menjadi anggota jamaah yang sebenarnya Oleh: Ismail Hamid Perkumpulan ataukah Jamaah? Sesungguhnya tidak ada Islam tanpa jamaah, tidak ada jamaah tanpa kepemimpinan dan tidak ada kepemimpinan tanpa ketaatan. Sebuah hakikat abadi yang dikumandangkan dan digemakan oleh Umar Al-Faruq RA semenjak 1400 tahun yang lalu. Melalui hakikat ini beliau menetapkan bahwa Islam tidak dapat tegak kecuali melalui sebuah jamaah yang memikulnya, menyeru kepadanya, membelanya dan berjihad di jalannya. Dengan pernyataan ini al-Faruq mengukuhkan tanpa ada ruang keraguan sedikit punbahwa terdapat perbedaan besar antara tajammu (perkumpulan) dan jamaah. Perbedaan di antara keduanya sangatlah jauh. Tajammu :

Berdiri dan bubar berdasarkan pendapat, kesenangan dan keinginan personal, Tidak ada nizham yang mengikatnya, Tidak ada pula kaidah-kaidah yang mengatur pergerakannya. Setiap orang memiliki pendapat dan kepribadiannya secara mandiri.

Sedangkan jamaah memiliki:


Nizham dan manhaj hayah, Rencana strategis, sasaran taktis, Nizham idari, jenjang organisasi, dan jalur komando, Laihah, dan qanun, Program dan instrumen kerja

Sangat teringat kalimat-kalimat ini dengan seluruh makna dan konotasi tarbawinya saat saya mengikuti berbagai hal yang diucapkan dan ditulis di sana sini, ini dan itu tentang program Partai Ikhwanul Muslimin, serta buntut dari semua ini yang berupa

berbagai pernyataan. Sikap-sikap dan peristiwa-peristiwa ini serta hal-hal lainnya termasuk sarana tarbiyah bagi Ikhwan yang sangat kuat, sebab tarbiyah mempergunakan mawaqif (sikap) merupakan pelindung dari berbagai kehancuran. Tarbiyah seperti ini dapat memberikan tsabat terhadap hati yang faham (sadar), meluruskan jalan bagi yang guncang, dan menegakkan hujjah bagi yang meragukan. Syahwat ataukah Syubhat? Tahapan dakwah pada marhalah manapun tidak pernah kosong dari dualisme permusuhan abadi terhadap berbagai rencana musuh-musuh Islam. Catatan sejarah penuh dengan berbagai konspirasi mereka, adakalanya dalam bentuk upaya melakukan pengrusakan dengan menebar berbagai syahwat di satu sisi, atau terkadang pula dengan cara menebar berbagai syubhat di saat yang lain. Akibat dari hal ini, tahapan dakwah yang manapun tidak pernah sepi dari musyakkikin (para penebar keraguan), mutsabbithin (para penggembos semangat dan pembongkar ketegaran), dan mudzabdzibin (penebar sikap bermuka dua) terhadap barisan muslim dari dalamnya. Hakikat Al-Quran pun menegaskan hal ini, sebagaimana firman Allah SWT: Dan di antara kamu terdapat telinga-telinga bagi mereka (At-Taubah: 41). Hakikat Al-Quran ini memberi peringatan kepada barisan muslin agar tidak merespon rencana-rencana para musuh. Bahkan Al-Quran mengingatkan bahwa urusan ini bisa sampai ke tingkat terjerumus kepada hal yang dilarang, sebagaimana firman Allah SWT: Sesungguhnya orang-orang yang datang membawa berita bohong adalab kelompok dari kamu sendiri (An-Nur: 11). Dan sangat mungkin masalahnya bisa berkembang sampai ke tingkat melupakan al-ghayah (tujuan). Allah SWT berfirman: Di antara kamu ada orang-orang yang menginginkan dunia dan di antara kamu ada yang menginginkan akhirat (Ali Imran: 152) Imam Al-Banna sangat memahami hakikat ini, karenanya beliau berkata: Betapa banyak orang-orang yang ada di dalam (organisasi) kita, padahal mereka bukan bagian dari kita, dan betapa banyak orang-orang kita yang tidak ada bersama kita!! Beliau pun meminta Ikhwan untuk memperhatikan bahaya urusan ini dan akibatnya yang sangat fatal. Beliau juga menekankan pentingnya melakukan pengawasan terhadap barisan serta membersihkannya dari orang-orang lemah. Beliau berkata: Jika ada di tengah-tengah kamu orang yang sakit hatinya, cacat tujuannya, tersembunyi keinginannya, dan cacat masa lalunya, maka keluarkanlah mereka dari dalam barisan kalian, sebab orang seperti ini menjadi penghalang rahmat dan penutup taufiq Allah SWT. Emosi ataukah Akal Kekanglah lompatan-lompatan emosi dengan nalar akal, dan terangi cahaya akal dengan bara emosi, kekang khayalan yang ada dengan kebenaran hakikat dan realita, ungkap berbagai hakikat dalam sorotan khayalan yang memukau dan berkilau, dan janganlah seluruh kecenderungan diikuti, sebab ia akan menjadikannya seperti tergantung (tidak membumi dan tidak pula melangit. Ini adalah kata-kata abadi yang ditaujihkan oleh Imam Al-Banna rahimahullah kepada para ikhwan. Taujih ini dimaksudkan untuk:

Mendisiplinkan barisan muslim agar tidak terjadi inhiraf dalam pemahaman, pemikiran ataupun perilaku. Merealisasikan fokus tawazun dan itidal (moderasi) dalam manhajiyyatuttafkir al-ikhwani (metodologi berfikir Ikhwan). Menjaga barisan agar tidak dipermainkan oleh berbagai emosi yang meluap nan membara atau akal pikiran yang bernalar dengan gaya para filosof.

Jadi, jangan ada dominasi akal atas emosi dan jangan ada permainan perasaan yang mendominasi pemikiran. Jadi, taujih ini adalah pandangan yang obyektif, berimbang, moderat, dan bimbingan dari seorang panglima yang menjadi muassis, semoga Allah SWT merahmatinya. Hawa Nafsu ataukah Prinsip? Hati-hati terhadap segala bentuk hawa yang diberi nama dengan selain Islam. Sebuah isyarat peringatan yang ditaujihkan oleh Maemun bin Muhran rahimahullah kepada semua orang yang tertarik oleh manisnya hawa dan enaknya pendapat, dan kita dapati pemandu perjalanan mengingatkan kita dengan kekhasan ini, kenapa Imam Al-Banna menulis Ushul Isyrin?! Dan untuk siapa beliau menulisnya? Dan begitu pentingkah sehingga beliau menempatkannya sebagai rukun pertama dari rukun-rukun baiat?! Dan datangnya jawaban dari seorang pemberi nasihat yang terpercaya: Sungguh, Ushul Isyrin telah menjadi dan akan terus menjadi

Benang tenun yang menjaga jamaah dan para anggotanya dari inhiraf, Bendungan yang kokoh dalam menghadapi berbagai pen-takwil-an yang salah dalam memahami Islam, Penjaga barisan supaya tidak mengikuti zhan (persangkaan, dugaan) dan segala yang disenangi oleh jiwa, Patokan bagi setiap pergerakan, perbuatan dan pernyataan Ikhwan di sana sini.

Imam Al-Banna menulis Ushul Isyrin ini ini: 1. Dalam rangka kesatuan pemikiran, gerakan dan manhaj tarbawi bagi Jamaah di tengan berbagai badai, 2. Agar tidak muncul berbagai madrasah pemikiran atau jamaah-jamaah yang menyusup ke tengah-tengah Jamaah, 3. Untuk tidak memberi toleransi terhadap adanya pemikiran yang menyusup atau gagasan yang kontradiksi dikarenakan adanya emosi yang meluap atau penggampangan yang tendensius- yang bermaksud meng-infiltrasi barisan, 4. Untuk menjaga jamaah agar tetap berada di atas garis tarbawi dan daawi yang orisinil, menepis berbagai kotoran dan upaya-upaya penumpangan terhadapnya, 5. Dan pada akhirnya agar menjadi rujukan saat terjadi ikhtilaf (perbedaan) atau saat munculnya satu bentuk inhiraf, sebab Ushul Isyrin dapat membantu penyelamatan amal, dan implementasi yang baik yang akan menjaga Jamaah dan anggotanya dari berbagai keterplesetan Orang-Orang yang Muncul di Permukaan ataukah Tersembunyi

Sepanjang sejarah Jamaah seluruhnya, belum pernah terjadi perpecahan barisan atau inhiraf dari tujuan dan orientasi dikarenakan adanya suara yang tinggi, dan belum pernah pula terjadi berbagai macam move dan ketokohan di dalam Jamaah kecuali bagi mereka yang terdepan dan bersifat shidq, serta terealisir untuk mereka, dengan mereka dan pada mereka shidqul wala wal intima (loyalitas dan merasa menjadi bagian yang benar) dari Dakwah yang diberkahi ini, semua tokoh Dakwah ini, marhalah ini dan seluruh marhalah yang ada adalah Ikhwan yang shadiqun dari Ikhwan al-Muslimin, yang:

Mengimani ketinggian Dakwah mereka, kesucian fikrahi mereka, Bertekad dengan sebenarnya untuk hidup dengan Dakwah ini atau mati di jalannya.

Kepada Ikhwan yang seperti itulah yang mulia Mursyid Am Syeikh Mahdi Akif mengarahkan taujih-nya dalam risalahnya yang terakhir Dan bagi mereka yang melihat bahwa dalam menjalani jalan dakwah ini terdapat peluang popularitas publik dan gemerlapnya para bintang, sungguh ia telah benar-benar merugi, sebab, para pelaku dakwah tidak melihat adanya balasan selain pahala Allah SWT jika mereka ikhlas, dan surga jika Allah SWT mengetahui bahwa dalam dirinya terdapat kebaikan, dan mereka itu beginilah adanya, orang-orang yang tersembunyi dari sisi tampilan publik, dan miskin dari sisi materi, kondisi mereka adalah men-tadh-hiyah-kan apa yang mereka miliki, dan memberikan apa yang ada di tangan mereka, harapan mereka adalah ridha Allah, dan Dia-lah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Untuk lebih memperjelas urusan ini, beliau berkata: dan supaya Ikhwan mengetahui bahwa tantangan terbesar yang menghadang mereka adalah:

Adanya upaya-upaya untuk memperlemah tekad kalian, Adanya tasykik (pemunculan keraguan) terhadap manhaj dan keagungan risalah kalian Supaya para musuh kalian mendorong kalian pada posisi: Putus asa yang menyebabkan duduk tidak mau bekerja, atau Keraguan yang mencerai beraikan, atau Dorongan emosi yang tanpa kendali.

Tsawabit ataukah Mutaghayyirat? Allah SWT telah menjadikan dakwah Ikhwan berbeda dengan yang lainnya dalam hal adanya:

Ruyah wadhihah (visi yang jelas), yang memungkinkannya untuk menyatukan Jamaah, baik sebagai qiyadah maupun individu dalam hal persepsi dan mafahim. Ketegasan dalam berbagai posisi sulit dan pemilihan manhaj taghyir yang paling benar yang tegak di atas minhaj nubuwwah, serta Pemahaman terhadap perbedaan antara tsawabit dan mutaghayyirat dalam perjalanan amal Islami.

Jadi, ada perbedaan jelas:

Antara yang dini (agama) yang tsabit dan tsaqafi (wawasan, budaya) yang mutaghayyir Antara tsawabit al-harakah dan mutaghayyirat al-siyasah

Ia merupakan tsawabit al-amal dalam dakwah kita. Darinya menjadi jelas sebagian dari kaidah-kaidah tanzhimi kita:

Siapa menyalahkan siapa? Siapa meng-audit siapa? Adakah anggota (person) hak menyalahkan Jamaah? Ataukah sebaliknya?!

Perbedaan antara nasihat, tidak mendiamkan kesalahan dan kritik membangun yang diletakkan pada tempatnya yang benar di satu sisi dan antara memaksakan pendapat. Di manakah nasihat? Kapan diberikan? Dan apakah ia bersifat mulzimah (mengikat)? Instrumen pengambilan kebijakan; antara lingkaran syura dan lingkaran pengambilan keputusan, perbedaan antara syura dan istisyarah, perbedaan antara syura terorganisir yang mulzimah dan istisyarah yang afawiyyah (tidak terorganisir), antara marhalah syura dan marhalah tanfidz, keseimbangan antara syura mulzimah dan qarar yang mulzim, dan perilaku minoritas terhadap qarar yang mulzim Membela ataukah Menjaga Shidqul intima wal wala (keanggotaan dan loyalitas yang benar) terhadap dakwah yang diberkahi ini, yang ada di dalam jiwa seorang akh yang shadiq, dikukur berdasarkan tingkat pelaksanaannya terhadap tugas yang diminta darinya untuk dakwahnya, dalam berbagai kondisi, dalam zhuruf apapun, dan sejauh mana ketetapan dia dalam hal ini dengan penuh tsabat yang mengharap pahala dari Allah SWT, di mana hal ini tercermin pada: 1. Membela dakwah. Dengan cara menyebarluaskannya, membelanya dan bertadh-hiyah di jalannya. Sebab, sebuah fikrah menjadi sukses jika a. Menguat keimanan kepadanya b. Terpenuhi ikhlas di jalannya c. Bertambah semangat untuknya d. Ditemukan adanya persiapan yang mendorongnya untuk tadh-hiyah dan kerja untuk merealisasikannya. 2. Menjaga fikrah. Terhadap pemikiran-pemikiran dan klausul-klausulnya, pokok-pokok dan tsawabit-nya, rukun-rukun dan tiang-tiangnya, karakteristik dan kekhasannya. Serta menjaganya agar tidak ada infiltrasi pemikiran yang menimpanya. Penjagaan seperti ini menuntut adanya empat pilar: a. Kehendak kuat yang tidak terdampak oleh kelemahan. b. Kesetiaan kokoh yang tidak terkontaminasi bunglonisme dan pengkhianatan c. Tadh-hiyah langka yang tidak terhambat ketamakan dan kepelitan d. Pengenalan terhadap prinsip, keyakinan kepadanya dan penghargaan terhadapnya, yang akan melindunginya dari kesalahan, inhiraf, tawar menawar dan tergoda oleh yang lainnya.

Di atas rukun-rukun dasar yang merupakan kekhasan jiwa satu-satunya ini, dan di atas kekuatan ruhani yang besar seperti inilah berbagai prinsip dibangun, berbagai bangsa yang bangkit di-tarbiyah, dan berbagai masyarakat baru dibentuk serta kehidupan diperbaharui dari mereka-mereka yang sudah lama tidak dapat menikmati kehidupan dalam tempo yang lama. Detik Kejujuran Ini merupakan detik-detik kebeningan jiwa. Di dalamnya kita saling mengingat halhal yang mengikatkan kita dengan dakwah mubarakah dan Jamaah yang kekal ini. Ini merupakan waqfah shadiqah (perenungan yang jujur) bersama jiwa. Di dalam detikdetik ini kita perbaharui janji kita dengan Allah SWT, dengan dakwah kita dan dengan Jamaah kita: Hendaklah kita tetap tsiqah terhadap Jamaah, sebab, ia adalah benteng yang aman bagi kita semua. Ia adalah rahasia keberlangsungan dakwah, betatapun ia diterpa berbagai syubhat, ittihamat (tuduhan) serta pendapat yang ini itu sepanjang sejarahnya. Hendaklah kita menjaga faktor-faktor kekuatan di dalam Jamaah, yang terwujud dalam:

Kesatuan pemikiran, keanggotaan dan tanzhimi Keterikatan barisan yang tegak di atas ukhuwwah, Pelaksanaan hak-hak ukhuwwah secara sempurna yang berupa: cinta, penghargaan, bantuan dan itsar Menghadiri berbagai pertemuan jamaah dan jangan menyelisihinya kecuali karena adanya alasan yang memaksa. Selalu mendahulukan ber-muamalah dengan ikhwah Menerima pendapat internal yang berbeda Saling memberi nasihat, tidak mendiamkan kesalahan dan berterus terang dalam memberikan mauizhah, akan tetapi pada tempatnya yang wajar. Bekerja untuk menyebarluaskan dakwah kita di semua tempat. Memberitahukan kepada qiyadah tentang berbagai situasi dan kondisi kita secara utuh. Tidak melakukan suatu pekerjaan yang memiliki pengaruh secara mendasar kecuali dengan ijin. Selalu connect secara ruhi dan amali dengan dakwah Selalu memandang diri sendiri sebagai prajurit di barak yang menunggu segala perintah Melepaskan diri dengan berbagai hubungan dengan lembaga atau jamaah apapun yang tidak membawa maslahat bagi fikrah kita, khususnya jika hal ini diperintahkan

Penutup Kalimat berikut diucapkan oleh Imam Asy-Syahid: Wahai al-akh ash-shadiq! Ini adalah global dakwah kamu, penjelasan singkat terhadap fikrahmu, kamu dapat menghimpunnya dalam lima kosa kata: Allah ghoyatuna, Ar-Rasul Qudwatuna, AlQuran syiratuna (Al-Quran undang-undang kami), al-Jihad sabiluna, asy-syahadah

umniyyatuna (syahid cita-cita kami), tampilan dakwah kamu dapat dihimpun dalam lima kosa kata yang lain: al-basathah (simpel), tilawah (baca Al-Quran), shalat, jundiyah (keprajuritan), khuluq (akhlaq), maka, berpeganglah kepada ajaran ini dengan kuat, jika tidak, pada barisan para pengangguran masih ada tempat bagi mereka yang malas dan suka main-main. Saya yaki bahwa jika kamu mengamalkannya, dan menjadikannya sebagai cita-cita dan akhir dari segala tujuanmu, maka balasannya adalah kemuliaan di dunia, kebaikan dan ridha Allah di akhirat, sementara kamu adalah bagian dari kami dan kami bagian dari kamu, dan jika kamu berpaling darinya, dan duduk tidak mau bekerja untuknya, maka tidak ada hubungan antara kami dan kamu, walaupun kamu berada pada posisi terdepan dalam majelis kami, dan kamu pun membawa gelar paling agung yang ada serta tampil di antara kami dengan tampilan terbesar, dan Allah SWT akan menghisab kamu atas duduk-duduk kamu dengan hisab terberat, maka, pilihlah untuk dirimu pilihan yang tepat, dan kami memohon taufiq dan hidayah kepada Allah SWT untuk kebaikan kami dan kamu. Sumber: http://www.ikhwanonline.com/Article.asp?ArtID=31856&SecID=323

Positiveness dan Akibat Melubangi Kapal


Risalah Nukhbawiyah 8/1/2009 | 9 Muharram 1430 H | 2.045 views Oleh: Al-Ikhwan.net Mukadimah Positiveness perseorangan merupakan sesuatu yang terpuji jika dituangkan dalam positiveness jamaah. Kharizma perseorangan merupakan tuntutan jika memberi sumbangan dalam membangun kharizma organisasi. Dalam rangka mempersofikasi nilai-nilai ini, Rasulullah SAW menyuguhkan perumpamaan indah kepada kita yang menggambarkan adanya tanazu (tarik menarik, kontradiksi) antara positiveness perseorangan dan positiveness jamaah. Beliau juga menyuguhkan ilaj nabawi yang mujarab yang meleburkan egoisme perseorangan ke dalam kemanfaatan organisasional, yang bertolak dari munthalaq tarbawi yang memberikan hak pribadi secara sempurna dan tanpa dikurangi, namun sekaligus menggebuk tangan pribadi itu dengan kuat jika thumuhat (obsesi)-nya menjadi besar yang berakibat melampaui legalitas jamaah dan hak jamaah dalam merealisasikan hasil-hasil umumnya. Empat Peringatan: Tidak ada seorang pun hidup di alam ini sendirian, walaupun ia dipenjara seorang diri di dalam sebuah sel gelap. Setiap individu hendaklah memahami bahwa Allah SWT menciptakan manusia agar saling taaruf (mengenal), taawun (bantu membantu), tadhamun (solider) dan sebagian mereka memberikan khidmah (pelayanan) kepada yang lain. Sebagian manusia terhadap yang lainnya

Baik Arab maupun non Arab Saling memberikan khidmah Walaupun tidak mereka rasa (Sebagaimana pernyataan seorang penyair) Hanya saja, sebagian individu mempunyai ego berlebih, mereka selalu merasa menurut diri mereka sendiri- yang terbaik, paling afdhal, paling pinter, dan paling berhak dibanding yang ada- untuk menjadi qiyadah, pelopor, memberi kesaksian, dan memimpin, termasuk kalau saja kapasitas mereka belum sampai pada level berbagai tanggung jawab ini, bahasa hal-nya selalu mengatakan di mana punpernyataan yang pernah dilontarkan oleh professor filsafat egoisme, yaitu Iblis saat mengira bahwa unsur api lebih baik daripada unsur tanah, maka ia berkata, aku lebih baik dari padanya (Adam AS), Engkau ciptakan aku dari api, sementara Engkau ciptakan dia (Adam AS) dari tanah. [Al-A'raf: 12], [Shad: 76]. Termasuk walaupun ia tidak memaksudkan khairiyah (sisi unggul kebaikan)-nya dalam arti unsur, sebab ia meyakini dalam dirinya al-khairiyah al-hadhariyyah (sisi kebaikan peradaban) yang memberinya kelayakan untuk memunculkan berbagai cara kreatif dalam menyelesaikan berbagai problem dan melewati berbagai aqabat (rintangan) sebagaimana yang diusulkan oleh salah seorang penumpang kapal yang digambarkan dalam hadits Nabi SAW, yaitu dari An-Numan bin Basyir RA dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, Perumpamaan seseorang yang komitmen berada dalam batas-batas Allah dan yang terperosok ke dalamnya adalah semisal satu kaum yang mengundi pada sebuah kapal, maka sebagian mereka mendapatkan tempat di bagian atas kapal dan sebagiannya mendapatkan bagian di bagian bawah kapal. Orang-orang yang berada pada bagian bawah kapal, jika mengambil air mesti melewati orang-orang yang berada di bagian atas, lalu mereka berkata: kalau saja kita membuat lubang pada jatah kita, sehingga kita tidak mengganggu yang di atas kita, maka, jika mereka membiarkan maksud membuat lubang itu, niscaya seluruh penumpang kapal akan celaka, dan jika mereka memegang tangan yang bermaksud membuat lubang itu, niscaya mereka yang membuat lubang selamat dan selamat pula seluruh penumpang kapal. (HR. Bukhari dan Muslim) Jika berbagai riwayat hadits ini kita himpun dengan perbedaan redaksinya, namun tetap menegaskan satu makna- kita akan melihat satu kanvas kenabian yang indah yang memuat puluhan pelajaran tarbawi yang hari ini sangat kita perlukan, namun, saya hanya akan memberikan isyarat kepada empat pelajaran saja yang secara langsung mempunyai hubungan dengan tema ijabiyah, sementara pelajaran-pelajaran lain kita tinggalkan terlebih dahulu sampai datang momentumnya yang tepat pada kesempatan yang lain. Pelajaran I: Anda Menjadi Penumpang Bersama Kami Ya, semua kita adalah musafir, dan semua kita adalah penumpang sebuah kapal. Sangat tidak logis kalau kapal itu tidak memiliki nakhoda. Dan menjadi suatu bentuk kegilaan dan kepandiran jika nakhoda kapal itu lebih dari satu, Jika di langit dan di bumi ada banyak Tuhan selain Allah, hancur binasalah langit dan bumi itu. Dan

sudah menjadi sunnatullah, musafir itu berbeda-beda kelasnya, kelas I, II, III dan kelas terakhir. Posisinya pun juga berbeda, ada yang di depan, belakang, sisi kanan, sisi kiri, tengah, di atas dan di bawah. Service dan fungsinya juga berbeda, ada nakhoda, pembantu nakhoda, penanggung jawab kenyamanan penumpang, distributor koran, makanan dan minuman, security, pengatur lalu lintas perjalanan di dalam kapal, dst. Ada juga penumpang yang memanfaatkan waktu luang perjalanan untuk menjual berbagai hadiah. Ada juga yang memanfaatkan keberadaan beberapa tokoh terkenal untuk berkenalan dengan mereka, tukar menukar kartu nama, nomor telepon, dan alamat tinggal. Ada juga yang sedang bernasib mujur, maka ia dapatkan seorang tetangga yang merupakan peluang seumur hidup, lalu ia tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Dan seterusnya. Yang penting, semua itu tadi adalah logis dan dapat diterima, dan semua itu merupakan tabiat sebuah perjalanan dan konsekuensi dari taaruf dan manfaat lain dari sebuah perjalanan. Hanya saja ada sebagian penumpang yang memiliki ego berlebih yang melampaui semua hal yang wajar dan maqbul tadi, di mana ia melakukan berbagai percobaan untuk memaksakan keinginannya kepada semua penumpang, termasuk kepada kru kapal. Upaya-upaya kekanak-kanakan ini seringkali tampil dalam berbagai bentuk, namun, intinya sama, yaitu: mengganggu kenyamanan kehidupan orang-orang yang sedang bepergian. Di antara bentuk-bentuk ini ialah: Percobaan menyusup ke dalam kabin kendali untuk mengganggu nakhoda dan berusaha ikut terlibat dalam mengendalikan kapal, pertama dengan cara ngledek sang nakhoda sebagai pimpinan yang gagal Berusaha menempati kursi yang bukan haknya, misalnya ingin menduduki kelas I. tujuannya adalah untuk menciptakan kekacauan dalam organisasi kapal. Juga untuk menanamkan kesan negatif terhadap kemampuan pengelola kapal dalam menunaikan hak kepada yang empunya .. dan juga dalam menempatkan penumpang sesuai dengan kelasnya .. Berusaha melubangi kapal untuk mengambil air dengan mudah dari bawah kakinya, agar ia tidak capek-capek naik turun untuk keperluan air ini Mondar mandir secara mencolok di antara para penumpang, berjalan ke sana kemari, menimbulkan berbagai suara gaduh, mengarang berbagai cerita dan mengobral berbagai isu untuk menciptakan kekacauan di tengah-tengah penumpang, dan terkadang sampai ke tingkat menciptakan tasykik (keraguan) tentang keselamatan kapal, atau tasykik tentang kemampuan dan kecakapan sang nakhoda dan kru-nya, atau tasykik terhadap peta perjalanan, arah yang dituju, posisi dan tujuan .. yang intinya adalah mengesankan kepada para penumpang bahwa perjalanan yang ditempuh telah mengalami inhiraf (penyimpangan) dari jalur yang seharusnya ditempuh dst. Banyak upaya dilakukan, yang terpenting bagi kita adalah nash (teks) yang ada dalam hadits nabi yang menjadi kajian kita, yang intinya adalah bahwa pemilik gagasan membuat lubang lupa bahwa ada ribuan penumpang bersama dengannya dalam point yang disebutnya jatah-nya itu. Padahal, kursi yang Anda duduki bukanlah milik Anda secara utuh. Dan Anda tidak memiliki kebebasan mutlak yang bisa seenaknya

menyelonjorkan kaki, sehingga mengganggu yang di belakang Anda, depan Anda, dan samping Anda, yang mana mereka juga memiliki hak atas lokasi yang telah disediakan untuk setiap penumpang. Hadits nabi menyatakan, Lalu mereka berkata: kalau saja kita membuat lubang pada jatah kita. Pertanyaannya: adakah seorang penumpang bersama jamaah mempunyai jatah? Khusus dalam sebuah kendaraan perjalanan? Dan apakah seseorang yang tanggung jawabnya adalah menakhodai kapal, mencukupkan diri dengan sekedar memegang kendali kemudi, menginjak pedal gas dan ream? Adakah orang yang bertanggung jawab atas makanan dan minuman penumpang cukup membagikannya kepada kelas I saja? Adakah termasuk hikmah jika para penumpang mendiamkan saja sikap orang-orang yang ingin melubangi kapal, lubang pada titik yang diyakininya sebagai jatah-nya itu dengan alasan supaya tidak mengganggu penumpang yang di atasnya atau yang berada di sampingnya? Jawaban atas berbagai pertanyaan ini datang dalam sebuah kalimat yang sangat mendalam dari sang murabbi pertama, yaitu Rasulullah SAW, saat beliau bersabda, maka, jika mereka memegang tangan yang bermaksud membuat lubang itu, niscaya mereka yang membuat lubang selamat dan selamat pula seluruh penumpang kapal Subhanallah!! Mereka telah menyelamatkannya, dengan cara memegang tangan yang bermaksud membuat lubang dan mencegahnya melakukan pelubangan. Dan dengan cara ini, mereka telah menyelamatkan diri mereka, dengan sebuah kerja taawun Namun, jika mereka diam (membiarkan), mungkin karena takut, atau tamak, maka pembiaran ini akan mencelakakan sang pelaku pelubangan dan berdampak pula bagi kecelakaan yang lainnya, sebab mereka menumpang di kapal yang sama Tidakkah sudah saya katakan: Kita ini menumpang satu kapal? Tidakkah telah aku katakan: Pukul tangan setiap orang yang bermaksud membuat lubang dalam kapal, maka, dengan memukul ini akan terwujudlah kemaslahatannya dan kemaslahatan semua penumpang?! Kemudian yang terakhir, tidakkah telah aku katakan kepada pemilik gagasan melubangi kapal: Bahwa kami menjadi penumpang bersamaku wahai saudaraku, dan engkau pun menjadi penumpang bersama kami wahai saudaraku! Pelajaran II: Mas-ul Perjalanan Tidak Sama Dengan Penumpang Ada perbedaan mencolok antara mas-ul perjalanan dengan penumpang. Bagi penumpang, yang terpenting baginya adalah tiga hal asasi, sebab ia inilah haknya, sedangkan selebihnya bersifat tambahan 1. Yang terpenting baginya adalah mendapatkan kenyamanan dalam perjalanan, baik dari sisi rehat maupun service. 2. Yang terpenting baginya adalah semua haknya terpenuhi, dimulai dari hak atas tempat duduknya yang sah

3. Yang terpenting baginya adalah sampai ke tujuan dengan selamat dan membawa keberuntungan Jika pengelola perjalanan berbaik hati memberikan tambahan service, lalu mereka memberikan berbagai hadiah, peta negara tujuan, bantuan money changer, alamat berbagai hotel dan tempat-tempat wisata dan budaya dst, maka semua ini lebih baik dan menarik simpati pelanggan baru, dan bisa jadi hal ini menjadi model iklan yang membuat sang pengelola semakin populer dan menjadi pilihan penumpang untuk perjalanan selanjutnya, jika mereka terus menjaga kualitas pelayanan yang bagus ini. Jika semua hal di atas adalah hak setiap penumpang, maka perlu diketahui bahwa penumpang juga memiliki kewajiban. Di antaranya: menghormati tata tertib dan aturan biro perjalanan dan cara kerjanya. Terlebih lagi adalah menghormati orangorang yang mengorganisir perjalanan mereka dan juga kepada mereka yang memberikan pelayanan kepada seluruh penumpang. Juga kepada mereka yang bertanggung jawab atas kenyamanan dan keamanan perjalanan mereka agar aspek keamanan dan kenyamanan dapat direalisasikan Jika muncul dari para penumpang walaupun dari kelas I- orang yang bermaksud merubah dirinya dari sekadar penumpang dan ingin menjadi pemilik kapal, atau ingin menjadi penanggung jawab perjalanan, sementara para pengelola kapal dan para penanggung jawab kapal dan penumpangnya diam mendiamkan perilaku para penumpang yang bermaksud demikian tadi, niscaya akan terjadi kekacauan pada kapal, urusan menjadi bercampur baur tidak jelas, dan jadilah nasib setiap penumpang terancam tenggelam. Dan jika mereka membiarkan orang yang bermaksud melubangi kapal itu, niscaya para penumpang kapal akan binasa, dan binasa pula mereka yang membuat lubang itu. Adapun kewajiban para penanggung jawab perjalanan, yaitu 3 hal tersebut di atas yang menjadi hak para penumpang, ditambah dengan dua kewajiban lainnya, sehingga totalnya menjadi lima kewajiban, yaitu: 1. Menciptakan suasana yang menyenangkan selama perjalanan, baik dari sisi rehat (kenyamanan) maupun service 2. Memberikan hak setiap penumpang, baik dari sisi tempat duduk, makanan, minuman dan istirahat. 3. Mengantarkan seluruh penumpang ke tempat tujuan. 4. Menegakkan kedisiplinan yang semestinya dan menciptakan iklim saling menghormati di antara sesama penumpang dan kru kapal 5. Berusaha semaksimal mungkin untuk mengamankan perjalanan, baik dalam cara mengemudikan kapal serta interaksi yang baik terhadap semuanya. Namun, lima kewajiban ini harus diimbangi dengan berbagai hak, yang dengan hakhak ini akan terciptalah suasana perjalanan yang baik, serta memberikan jaminan keamanan dan keselamatan. Di antara hak terpenting dan paling mendesak bagi pihak

kru kapal adalah hendaklah setiap penumpang komitmen dengan etika perjalanan, sebab, hampir semua serikat perjalanan di seluruh dunia melarang para penumpang untuk merokok sepanjang perjalanan, sebab hal ini mengganggu para penumpang. Dan beda jauh antara gangguan yang ditimbulkan oleh asap rokok dengan gangguan yang disebabkan oleh asap fitnah! Pelajaran III: Masyarakat Islam itu Salimus-Shadr Kita semua berada dalam satu kapal. Bagi kita, kapal itu milik bersama. Karenanya, kewajiban kita yang pertama adalah menjaga kapal ini dari khuruq (infiltrasi), syuquq (perpecahan), tsuqub (lubang-lubang) dan segala upaya irbak (kekacauan), zazaah (mengguncang ketsiqahan) dan tasykik (upaya untuk menanamkan keraguan). Hal ini diperlukan dalam rangka menjamin terwujudnya dua sasaran besar: 1. Mengamankan perjalanan dari segala ancaman, internal dan eksternal. 2. Menjaga kapal itu sendiri dari segala bentuk khuruq atau tsuqub Biasanya, dalam Suatu Perjalanan, Ada 3 Tipe Manusia: 1. Orang-orang yang berdiri tegak pada batas-batas Allah SWT. Bagi mereka yang terpenting adalah mashlahat umum. Semangat mereka adalah keselamatan seluruh penumpang dan keamanan mereka. Juga keselamatan dan keamanan kapal dan krunya. Karena inilah kita dapati mereka: a. Tetap berjaga saat semua orang tidur. Menegakkan amar maruf dan nahi munkar. b. Bersemangat untuk menempatkan penumpang sesuai dengan kedudukannya. c. Mengedepankan dan menyuguhkan berbagai pelayanan semestinya demi kenyamanan dan keselamatannya.. Tidak ada yang diinginkan dari balik semua ini, baik balasan maupun ucapan terima kasih. 2. Orang-orang yang memaksakan kehendaknya kepada seluruh penumpang, seakanakan kapal itu adalah milik babenya, sementara yang lainnya mereka pandang sebagai perompak atau pencari uang. Penilaian paling mendingan dari kelompok ini terhadap para penumpang adalah abiru sabil (orang-orang yang numpang lewat). Karena inilah sepanjang perjalanan, mereka ini berjalan hilir mudik ke sana ke mari, menciptakan suasana tidak nyaman dalam kehidupan para penumpang dengan berbagai tindak tanduk yang tidak ada hubungannya dengan adab-adab perjalanan 3. Orang-orang yang diam mencari selamat. Mencoba bersikap baik dengan para kru kapal dan bersikap baik pula kepada kelompok kedua. Mereka berdiam sabar terhadap pihak kru di satu sisi dan terhadap perilaku kelompok kedua di sisi yang lain, sambil menunggu datangnya solusi dalam waktu dekat. Sebenarnya, ijabiyah tidak menerima sikap damai dan berbaik-baik kecuali dalam tempo yang singkat saja, sehingga menjadi jelas, mana benang putih dan mana benang hitam. Dan sehingga diketahui hakikat dan niat kru kapal maupun kelompok kedua yang mengacau itu. Bahkan, keselamatan semua penumpang berawal dari disiplin

setiap penumpang untuk duduk sesuai dengan tempat yang masih tersedia, atau sesuai dengan nomor tiket yang dibawanya, atau sesuai dengan hasil kocok atau undi, sebagaimana yang disebut dalam hadits, Sesungguhnya ada satu kaum yang mengundi naik kapal, dengan demikian, setiap tempat duduk itu menjadi definitif berdasar ketentuan kocok atau undian, maka, hendaklah setiap penumpang menghormati legalitas kocok atau undian dan ridha terhadap cara Allah SWT membagi kepadanya, sehingga kapal akan sampai daratan dengan aman. Pelajaran IV: Titanic dan Gunung Es Titanic adalah sebuah kapal besar. Namun, gunung es yang ada di bawahnya lebih besar. Gunung es ini telah menghancurkan kapal besar tersebut. Ini maknanya: 1. Kekuatan kapal, betapa pun ia, tidak boleh menjadikan pemiliknya terkena ghurur, lalu melajukan kapal di lautan secara membuta tanpa memprediksikan berbagai kemungkinan mendadak, di mana kekuatan itu tidak akan mampu bertahan di hadapannya. Sebab ghurur itu musuh kekuatan. Bersandar pada sarana secara menyeluruh tanpa memberi perhatian yang semestinya kepada aqidah tawakal kepada Allah, ujung-ujungnya sangatlah menyedihkan. 2. Ghaflah dari Allah SWT, bersantai-santai di atas kursi yang empuk dalam perjalanan kehidupan yang berjalan dalam hembusan angin yang baik, tidak akan berlangsung lama. Sebab, setelah angin baik tersebut akan datang badai yang membangunkan semua yang tidur, mengingatkan yang lalai, serta mencekokkan banyak pelajaran keras bagi mereka yang kegirangan dengan perhiasan dunia dan kelezatan kehidupan yang mereka miliki. Dan hal ini adalah sunnatullah pada hambahamba-Nya, Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan, sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata, (mereka berkata), Sesungguhnya jika engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kelaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. (Q.S. Yunus: 22 23) Subhanallah .. Inilah tabiat manusia, tidak berubah, tidak berganti dan tidak berpaling dari gaya intihazi (opportunis)-nya: - Jika angin berhembus baik, mereka bergembira dengannya. - Jika datang angin badai, mereka panik terhadap apa yang terjadi Jika terkepung oleh gelombang dari berbagai penjuru, mereka ingat Allah (mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata, (mereka berkata), Sesungguhnya jika engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur). (Yunus: 22).

- Jika Allah SWT berikan keselamatan, keamanan dan lolos dari mara bahaya, mereka lupa baiat-nya kepada Allah SWT, Sesungguhnya orang-orang yang berbaiat kepadamu (wahai Muhammad) pada hakikatnya mereka berbaiat kepada Allah (AlFath: 10), mereka melepaskan perjanjian mereka, berlepas dari komitmen mereka untuk bersyukur dan mengakui nikmat Allah, dan mereka bergerak di muka bumi dengan berbagai proyek pelanggaran hak, Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kelaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. (Yunus: 23) Hasilnya sudah dapat ditebak, sebagian orang mengetahuinya dan sebagiannya lagi tidak mengetahuinya. Atas mereka tertimpa berbagai bencana di dunia, dan pada hari kiamat, hisab mereka di sisi Allah SWT sangatlah sulit, Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kelalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kelalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Yunus: 23) Simpulan: Dari kisah agung ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa: 1. Setiap tempat duduk penumpang, telah ditentukan oleh hasil qurah (undian) 2. Setiap penumpang dalam organisasi kapal, hendaklah menerima apa pun hasil undian itu. 3. Setiap penumpang hendaklah menempati tempat duduknya sesuai dengan yang telah ditetapkan Allah SWT untuknya dan sesuai dengan angka undian yang didapatkannya dalam sebuah proses undian yang bebas. 4. Setiap penumpang hendaklah komitmen dengan adab bepergian, demi terjaminnya kenyamanan bersama 5. Sesama penumpang hendaknya saling menghormati, menghargai yang berada di atas dan juga yang berada di bawah. 6. Setiap penumpang bekerja sama dalam menggebuk tangan seseorang yang bermaksud membuat lubang kapal sebuah perbuatan yang didasarkan pada ijtihad yang salah, namun ia menduga bahwa dengan ijtihad-nya ini ia telah berbuat baik kepada yang berada di atas dan yang berada di bawahsebab, tidak semua ijtihad bisa diterapkan. Jika prinsip ini tidak dipahami, maka kita akan terperosok kepada ijtihad seekor beruang yang ingin mengusir lalat yang menempel di wajah anaknya, namun ia mengusirnya dengan melemparkan batu besar ke arah wajah anaknya itu (dalam sebuah kisah yang populer). Ijabiyah yang jelas terdapat dalam kisah tarbawi yang indah ini terdapat dalam sabda Rasulullah SAW, kalau saja kita membuat lubang pada jatah kita, sehingga kita tidak mengganggu yang di atas kita. Jadi, niatnya baik, yaitu ingin menghindari gangguan, hanya saja, akibatnya sangat-sangat fatal jika semua penumpang lainnya tidak memukul dengan kuat tangan-tangan yang berusaha membuat lubang di dalam kapal, sebab yang akan binasa bukan hanya nakhoda dan kru-nya, akan tetapi, seluruh kapal akan tenggelam dengan seluruh isinya, termasuk seluruh penumpangnya. Siapa saja yang mendengar hadits ini dan menyaksikan film Titanic, ia tidak memerlukan lagi seorang pemberi mauizhah yang berkata kepadanya, Sesungguhnya lubang satu jarum akan mampu menenggelamkan kapal segede Titanic.

Dan bahwasanya diamnya para penumpang yang membiarkan sang pembuat lubang di dalam kapal, yang bisa jadi dengan niat baik itu, adalah sikap salbi (pasif) yang akibatnya juga fatal, yaitu binasanya seluruh penumpang, baik yang melubangi, maupun yang dibuatkan lubang. La haula wala quwwata illah billah Sumber: http://www.ikhwan.net/vb/showthread.php?t=71078

You might also like