You are on page 1of 5

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Dasar Teori 1. Pemeriksaan Urin Rutin a.

Pemeriksaan Kimiawi 1) Uji Reduksi Metode Benedict Benedict adalah reagen kimia yang mampu mendeteksi ada tidaknya monosakarida dan beberapa disakarida di suatu spesimen, misalnya glukosa, maltosa, dan laktosa. Cuprisulfat dalam benedict mampu bereaksi dengan gula-gula reduktor. Cu2+ akan direduksi menjadi Cu+ dan berpresipitasi menjadi Cu2O yang mengendap dalam larutan (Simoni et al, 2002). Dengan menggunakan prinsip tersebut, benedict mampu menunjukkan ada/tidaknya glukosa dalam spesimen urin yang sedang dianalisis. 2) Uji Protein a. Metode Sulfosalisilat Asam sulfosalisilat dapat digunakan untuk uji urin sebagai penentu ada tidaknya protein pada urin, karena ikatan kimia yang ada di dalamnya sedemikian mampu menyebabkan presipitasi protein terlarut, yang dapat diukur dan ditentukan dari derajat turbiditas (Lyon et al, 2010).

BAB III PENDAHULUAN A. Hasil 1. Pemeriksaan Urin Rutin a. Pemeriksaan Kimiawi 1) Uji Reduksi Metode Benedict Hasil : Berwarna hijau kekuningan (positif dua) 2) Uji Protein a) Metode sulfosalisilat Hasil : Kekeruhan minimal (positif satu) B. Pembahasan 1. Pemeriksaan Urin Rutin a. Pemeriksaan Makroskopis b. Pemeriksaan Mikroskopis c. Pemeriksaan Kimiawi 1) Uji Reduksi Metode Benedict Hasil uji reduksi berwarna hijau kekuningan (positif dua). Hal ini menunjukkan terdapat glukosa di dalam urin sejumlah 0,5 - 1 % glukosa. Endapan berwarna hijau kekuningan menunjukkan konsentrasi glukosa yang tidak begitu tinggi. Apabila konsentrasi glukosa tinggi, maka akan terbentuk endapan merah bata sesuai reaksi reduksi oleh gugus aldose pada monosakarida berikut (Ball et al, 2011)

2) Uji Protein a) Metode sulfosalisilat Hasil uji protein dengan metode sulfosalisilat menunjukkan kekeruhan minimal dengan kadar 10-50 mg%, yaitu positif satu. Beberapa kondisi yang memiliki tanda klinis proteinuria antara lain sindrom nefritik, preeklamsia, eklamsia, amyloidosis, dan penyakit glomerular (Simmerville et al., 2005)

BAB IV APLIKASI KLINIS

1. Diabetes Mellitus Diabetes mellitus (DM) atau dikenal sebagai kencing manis adalah salah satu penyakit metabolik. Pasien yang mengidap DM memiliki kadar glukosa darah yang tinggi. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya produksi hormon insulin oleh pankreas atau disebabkan ketidakmampuan sel untuk merespon adanya insulin di sirkulasi darah (Shoback, 2011). Padahal seharusnya secara fisiologis insulin dibutuhkan untuk memasukkan glukosa darah ke dalam sel untuk kemudian digunakan sebagai sumber energi (Spellman, 2010). Pasien dapat didiagnosis sebagai pasien DM apabila terjadi gejala diabetes (poliuri, polidipsi, polifagi) disertai kadar gula darah sewaktu (GDS) 200 mg/dL, atau kadar gula darah puasa (GDP) 126 mg/dL, atau kadar glukosa 2 jam postprandial 200 mg/dL (Powers, 2012). Dalam uji urin rutin, dapat dijumpai kondisi glukosuria pada pasien DM akibat hiperglikemia yang dideritanya. Glukosuria menyebabkan pembuangan air melalui urin melalui efek diuretik osmotik (Santer et al, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Ball DW, Hill JW, Scott RJ. 2011. Introduction to Chemistry: General, Organic, and Biological. Available at: http://2012books.lardbucket.org/books/introduction-to-chemistry-generalorganic-and-biological/s03-preface.html Lyon SD, Sanderson MW, Laden SL, Lappin MR, Jensen WA, Grauer GF. Comparison of urine dipstick, sulfosalicylic acid, urine protein-to-creatinine ratio, and species-specific ELISA methods for detection of albumin in urine samples of cats and dogs. JAVMA; 236 (8): 874-879. Santer R, Calado J. 2010. Familial Renal Glucosuria and SGLT2: From a Mendelian Trait to a Therapeutic Target. Clinical Journal of the American Nephrology; 5(1): 133-141. Simmerville JA, Maxted WC, Pahira JJ. 2005. Urinalysis: A Comprehensive Review. American Family Physician; 71 (6): 1153-1162. Simoni RD, Hill RL, Vaughan M. 2002. Benedict's Solution, a Reagent for Measuring Reducing Sugars: the Clinical Chemistry of Stanley R. Benedict. J. Biol. Chem. 277 (16): 1011.

You might also like