You are on page 1of 3

Dessy Ayu Lestari - 1106001334

JELASKAN PENGUJIAN CREEP Creep adalah deformasi plastis yang terjadi pada material karena diberi beban konstan pada temperature yang tinggi. Creep hanya terjadi jika kedua sifat diatas (beban dan suhu yang tinggi) terjadi pada waktu yang bersamaan. Pada logam, creep terjadi ketika suhu kerja lebih tinggi dari 0,4 kali suhu leleh (suhu absolute K). Pada temperatur relatif tinggi, creep terjadi pada semua level beban, tetapi pada temperatur tertentu laju creep bertambah dengan meningkatnya beban. Untuk mengetahui laju creep dalam pengujian creep dibutuhkan kurva creep seperti gambar dibawah ini. Kurva creep terdiri dari tiga wilayah yaitu creep primer atau transient yaitu meningkatnya creep rate dalam kurva ini laju creep dapat dikurangi. Wilayah kedua adalah steady state creep yaitu wilayah dengan creep rate yang konstan dengan kondisi yang stabil dan wilayah cukup linier (pengerasan regangan dan tahap pemulihan). Wilayah ketiga adalah creep tersier yaitu creep rate yang diperbesar sampai kegagalan puncak, dalam kurva ini terjadi pemisahan batas butir, pembentukan retakan internal, rongga dan celah. Mekanisme Deformasi Creep Mekanisme deformasi mulur utama dapat dikelompokkan sebagai berikut: Pergelinciran Dislokasi -> Mencakup pergerakan dislokasi sepanjang bidang slip dan melintasi hambatan oleh aktivasi termal. Mekanisme pergelinciran dislokasi bekerja pada level tegangan yang relatif tinggi untuk deformasi mulur biasa. Laju mulur ditentukan oleh kecepatan gerak dislokasi melampaui rintangan seperti endapan, atom larut dan dislokasi lainnya. Mekanisme ini terjadi pada tegangan tinggi, /G > 10-2. Mulur Dislokasi -> Mulur dislokasi terjadi akibat pergelinciran dislokasi yang terjadi akibat pengaruh difusi kekosongan. Kerangka dasar berbagai teori dicetuskan oleh Orawan dan Bailey yang menyatakan bahwa laju mulur tunak mencerminkan antara faktor yang saling bersaingan yaitu: lau pergeseran regangan h = s/e dan laju pemulihan termal hasil pengaturan kembali dan peniadaan dislokasi, r =-s/t. Keadaan tunak tercapai bila laju pemulihan cukup besar dan laju pergeseran regang cukup rendah sehingga tercapai keseimbangan antara kedua faktor ini Terjadi pada 10-4 < /G < 10-2. Mulur Difusi -> Mencakup aliran kekosongan dan interstisi melalui 1ristal di bawah pengaruh tegangan luar. Mulur difusi merupakan mekanisme pengendali. Nabarro dan Herring mengemukakan bahwa proses mulur dikendalikan oleh difusi atom yang digerakkan oleh tegangan. Tegangan mengubah potensial kimia atom pada permukaan butir dalam polikristal sedemikian sehingga ada aliran kekosongan (vacancies) dari batas butir yang mengalami tegangan tarik ke batas butir yang mengalami tekanan. Bersamaan dengan itu terjadi aliran atom dalam arah yang berlawanan, yang

Dessy Ayu Lestari - 1106001334


menyebabkan terjadinya perpanjangan butir. Sedangkan menurut Coble, pada suhu yang lebih rendah, difusi batas butir memegang peran utama Terjadi pada /G < 10-4 Gelincir batas butir -> Mencakup pergelinciran dari butir yang satu terhadap butir lainnya. Meskipun pergelinciran batas-butir tidak begitu besar pengaruhnya terhadap mulur tunak, pergelinciran batas-butir penting memegang peran penting dalam tahap awal kepatahan intergranular. Namun telah dibuktikan bahwa pergelinciran batas-butir harus ada untuk mempertahankan kemuluran butir selama mekanisme alir difusi. Prinsip dasar Uji creep dilakukan dengan cara memberikan tegangan konstan pada suatu material, kemudian regangan diamati. Pemberian beban tersebut dilakukan secara lambat sekali tetapi dalam temperature yang tinggi. Uji creep ini bertujuan untuk mencari perubahan yang terus menerus dalam deformasi material pada suhu tinggi jika tegangan berada dibawah kekuatan luluh. Sebagai contoh uji creep adalah evaluasi sisa umur material. Obyek penelitian adalah salah satu pipa secondary superheate yang terdapat pada unit pembangkit listrik tenaga uap yang telah beroperasi lama, berumur kurang lebih 15 tahun. Berdasarkan data yang ada pada unit pembangkit listrik tenaga uap tersebut desain operasinya adalah sebagai berikut ; bahan pipa SA 213 T22, suhu disain 5950 C, tekanan 5 kg/cm, diameter luar pipa 57,15 mm, tebal pipa 8,052 mm, jumlah start/stop ketel uap 22 dan pipa dialiri oleh uap kering. Metode penelitian yang dilakukan dengan metode teknik uji merusak, hal ini dengan memotong pipa sepanjang 100 cm sebagai sample uji dan berjarak minimal 100 cmdari lokasi tempar terjadinya kebocoran, kemudian dibuat benda uji yang sesuai dengan standart mesin uji creep dengan jumlah minimal 10 pcs dan pengambilan data yang dibutuhkan adalah suhu, dan beban pengujian. Sebelum pembebanan dilakukan, benda uji harus dipanaskan hingga mencapai suhu konstan selama 24 jam (sesuai standart ASTM E139-70), kurva yang dihasilkan dari pengujian ini adalah kura regangan ( ) vs waktu pengujian(t) Dari hasil pengujian creep, selanjutnya digunakan untuk menghitung sisa umur pipa yang masih terpasang pada pada ketel uap, karena sebenarnya pipa yang diuji pada awalnya bersamaan dipasang dengan pipa yang belum dipotong atau. meledak, hanya saja karena faktor pemanasan yang tidak merata atau proses pengoperasian ketel uap yang kurang sempurnadan seringnya terjadi start-stop mengakibatkan salah satu atau beberapa dari pipa meledak/bocor sebelum mencapai umur disain dari pipa tersebut. Untuk memprediksi sisa umur pipa, salah satu cara yang terbaik atau yang sering digunakan adalah dengan menggunakan persamaan Larson-Miller Parametr (LMP). Dari persamaan ini dapat dengan mudah menghitung sisa umur pakai pipa, melalui kurva mster LMP vs log c (tegangan). Khusus untuk baja feritik, bentuk persamaannya adalah: Persamaan Larson-Miller parameter dikembangkan berdasarkan penjabaran lebih lanjut dari persamaan laju tipe Arthenius, yang menyatkan bahwa creep merupakan proses aktivasi tunggal yang terjadi pada suhu antara 0.4 0.5 TM, yaitu :

Dessy Ayu Lestari - 1106001334


REFERENSI http://ub.ac.id/amin/2011/12/20/fatigue/ http://elearning.unsri.ac.id/pluginfile.php/4599/mod_resource/content/1/BAB-4-SIFATMATERIAL.pdf George E. Dieter, 1992, Metalurgi Mekanik, Jilid 2, Jakarta: Erlangga. Gere, Timoshenko, 1996, Mekanik Bahan, Jilid 2, Jakarta: Erlangga. M.J. Smith, 1985, Bahan Konstruksi dan Struktur Teknik, Jakarta: Erlangga. Popov, E.P., 1996, Mekanika Bahan, Edisi 2, Erlangga, Jakarta.

You might also like