You are on page 1of 6

TUHAN DAN ALAM SEMESTA MENURUT KITAB KEJADIAN Kitab Kejadian memberikan penjelasan mengenai Tuhan sbb: Pertama,

Tuhan yang memulai segala sesuatu. Kitab Kejadian 1:1 dimulai dengan frasa, bereshit bara Elohim. Kata bereshit dari kata reshit yang bermakna permulaan. Segala sesuatu dimulai oleh Tuhan. Ada pertanyaan unik yang diberikan oleh adik sepupu saya saat saya masih awal kuliah teologi, sementara dia baru kelas enam sekolah dasar. Dia bertanya, sebelum Tuhan menciptakan segala sesuatu, Dia sedang apa? Saya tidak bisa menjawab dan hanya berkata, ah, kamu belum cukup umur. Besok jika sudah dewasa akan tahu. Ini jawaban diplomatis untuk menutupi ketidaktahuan saya terhadap pertanyaan kritis dan filosofis dari seorang anak berumur enam tahun. Namun jujur sampai hari ini pun saya belum dapat memastikan jawaban atas pertanyaan tersebut, sekalipun saya telah memiliki gelar Magister Theology. Kita memang tidak memiliki pengetahuan apapun tentang Tuhan kalau Dia tidak menyingkapkan-Nya pada kita. Dan Tuhan hanya memberikan pernyataan melalui Moshe bahwa Dialah yang memulai segala sesuatu. Apa yang dilakukan Tuhan sebelum Dia menciptakan, adalah diluar kemampuan akal dan penalaran kita. Ayat ini menepis spekulasi Ilmu Pengetahuan yang menyatakan bahwa segala sesuatu dimulai dari suatu kebetulan belaka, juga menepis bahwa angkasa dan bumi terjadi dari hasil ledakan besar (big bang) pada jutaan tahun lampau. Kata bara bermakna menciptakan dari tidak ada menjadi ada. Kata bara merupakan kata kerja yang khas dan hanya dilakukan oleh Tuhan. Kata bara dipergunakan Tuhan untuk menciptakan langit dan bumi (Kej 1:1), mahluk-mahluk hidup (Kej 1:21) dan manusia (Kej 1:27). Untuk manusia, dipergunakan kata kerja asyah. Contoh: asyiti li gannot upardesim (aku membuat bagiku kebun-kebun dan taman-tamanPengkht 2:5) Namun Tuhan dapat sekaligus menciptakan ( bara) dan membentuk (asyah). Contoh: Anoki asyiti erets we Adam aleyha barati (Akulah yang menjadikan bumi dan yang menciptakan manusia di atasnya;Yes 45:12). Ini memberikan indikasi bahwa manusia memiliki keterbatasan dan tidak mampu melampui Tuhan. Manusia dapat membuat apa saja, dari robot super canggih sampai mengkloning hewan. Namun manusia tidak dapat menciptakan dari tidak ada menjadi ada, baik hewan, tumbuhan dan apapun. Kata Elohim merupakan bentuk plural dari Eloah yang merupakan akar dari kata El yang bermakna Yang Kuat. Digunakan bentuk jamak Elohim untuk memberikan sifat pluralis maiestaticum (jamak kemuliaan) yaitu memberikan pernyataan bahwa Tuhan menguasai segala sesuatu. Bukan bermakna Dia memiliki keberadaan lebih dari satu, sebagaimana anggapan Kekristenan pada umumnya yang menghubungkan istilah Elohim dengan istilah Tritunggal. Elohim merujuk pada Tuhan itu sendiri, FirmanNya dan Roh-Nya yang terlibat serentak dalam penciptaan, sebagaimana frasa, weruakh Elohim merakhefet al ha mayim (Roh Tuhan melayang/bergetar/mengerami di atas air, Kej 1:2) dan frasa, wayomer Elohim (dan berfirmanlah Tuhan, Kej 1:3). Baik Tuhan, Firman-Nya dan Roh-Nya bukanlah tiga pribadi melainkan hakikat Tuhan yang memiliki Firman dan Roh di dalam diri-Nya. Firman Tuhan menciptakan segala sesuatu (Mzm 33:6, Yokh 1:3). Roh Tuhan menghidupkan segala sesuatu (Ayb 34:14).

Kedua, Tuhan menciptakan segala sesuatu. Frasa selengkapnya dari Kejadian 1:1 adalah, Bereshit bara Elohim et ha shamayim we et ha arets . Yang diciptakan oleh Tuhan adalah ha shamayim dan ha arets. LAI menerjemahkan dengan langit dan bumi. Istilah ha shamayim, secara literal dapat diterjemahkan langit (Ul 10:14, Ayb 11:8, Mzm 19:2) namun dapat juga diterjemahkan surga (Mzm 11:4, 2 Raj 2:11, 2 Taw 7:14). Tidak mudah untuk menetapkan apakah kata ha shamayim dalam Kejadian 1:1 harus diterjemahkan langit atau surga. Jika diterjemahkan secara literal sebagai langit dalam pengertian suatu hamparan berwarna biru yang ada diatas bumi, maka menimbulkan pertanyaan serius: Apakah Tuhan hanya menciptakan bentangan berwarna biru yang dinamakan langit dan bumi tempat manusia dan hewan dan tumbuhan hidup? Jika diterjemahkan surga, maka menimbulkan pertanyaan serius serupa: Bagaimana dengan kata shamayim yang muncul pada ayat 8-9, apakah layak untuk diterjemahkan surga, padahal ayat tersebut berbicara mengenai hamparan luas yang memisahkan air yang berada di atas dan air yang berada di bawah, yang kelak disebut daratan dan lautan? Maka sebutan angkasa dipilih untuk memberikan identifikasi betapa luasnya angkasa tersebut dan tidak berbatas. Angkasa secara sempit dapat dimakna langit dan secara luas dapat dimaknai sebagai sebuah tempat keberadaan yang bersifat metafisika, yaitu Surga, tempat kediaman Tuhan dan mahlukmahluk surgawi. Kejadian 1:1 sekaligus menjelaskan mengenai penciptaan dua dunia, yaitu dunia material dan dunia spiritual. Ketiga, Tuhan menciptakan segala sesuatu selama enam hari. Istilah hari, dalam bahasa Ibrani adalah yom yang menjadi penanda waktu. Ada beberapa tafsiran tentang arti kata yom. Pertama, kurun waktu zaman-zaman yang lamanya dapat berjuta-juta tahun. Pandangan ini berusaha menyesuaikan dengan kolom geologis yang disusun oleh para ahli evolusi, di mana rentang waktu antara evolusi mahluk yang satu ke mahluk mencapai ratusan juta tahun. Namun teori ini tidak dapat diterima, karena kolom geologis memulai dengan keberedaan ganggang dan bakteri sebagai yang awal ada, sementara Kitab Kejadian memulai dengan Terang sebagai yang awal diciptakan. Kedua, lama waktu dua puluh empat jam. Namun hari-hari dalam penciptaan bukanlah hari yang lama waktunya selama dua puluh empat jam. Hari yang lama waktunya dua puluh empat jam, ditandai dengan perputaran matahari, padahal matahari baru diciptakan pada hari keempat. Ketiga, lama waktu seribu tahun berdasarkan Mzm 90:46. Namun jika jujur pada teks, Mazmur 90:4 hanya menyatakan, Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, (ki elef shanim beeyneka, keyom etmol). Kata ke merupakan particle preposition yang bermakna seperti, bagai. Jadi ayat ini tidak memberikan perbandingan numerik bahwa satu hari adalah seribu tahun. Berarti istilah hari di sini untuk menandai antara selesainya suatu fase tertentu yang dilanjutkan fase yang lain yang lama waktunya tidak diketahui. Jeff Hammond dan Charles Pallaghy memberikan perbandingan istilah dlam penciptaan dengan istilah Ilmiah sbb:[1] HARI Hari 1 ISTILAH KITAB KEJADIAN Penciptaan Terang ISTILAH ILMIAH Bergeraknya tenaga unsur-unsur fisik

dari kosmos Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Penciptaan Cakrawala Penciptaan daratan, lautan dan tumbuhan Penciptaan matahari, bulan, bintang Penciptaan hewan di udara dan lautan Terbentuknya Atmosfir dan hidrosfir Terbentuknya Litosfir dan Biosfir Terbentunya Astrosfir Terbentuknya kehidupan di Atmosfir dan Hidrosfir

Hari 6 Hari 7

Penciptaan binatang dan manusia Terbentuknya kehidupan bagi Litosfir dan Biosfir Tuhan beristirahat Tuhan beristirahat

Keempat, dari ciptaan yang tohu wa vohu menjadi ciptaan yang tov meod. Beberapa penafsir meyakini bahwa ada rentang waktu antara Kejadian 1:1 dan Kejadian 1:2. Menurut mereka, Kejadian 1:1 adalah peristiwa penciptaan yang pertama dan telah selesai. Sementara Kejadian 1:2-31 adalah penciptaan ulang. Alasan mereka adalah pertama, kata kerja hayetahayah. Kata hayeta bermakna menjadi. Sehingga kalimat wehaarets hayeta tohu wa vohu diartikan, Dan bumi menjadi kosong dan tidak berbentuk. Ayat ini ditafsirkan bahwa dunia yang sudah sempurna diciptakan Tuhan menjadi kosong dan tidak berbentuk. Padahal Tuhan berfirman dalam YeshaYah 45:18 sbb: Sebab beginilah firman Yahweh, yang menciptakan langit, -- Dialah Tuhan -- yang membentuk bumi dan menjadikannya dan yang menegakkannya, -dan Dia menciptakannya bukan supaya kosong , (lo tohu veraah) tetapi Ia membentuknya untuk didiami (lashevet yetsarah)--: "Akulah Yahweh dan tidak ada yang lain. Jika Tuhan tidak menciptakan bumi dalam keadaan tohu wa vohu, maka keadaan ini pastilah disebabkan oleh sesuatu peristiwa. Peristiwa inilah yang memunculkan alasan kedua, bahwa penyebab bumi menjadi tohu wa vohu adalah, jatuhnya Lucifer ke dunia (Yes 14:12-15, Yer 4:23-28, Yekhz 28:12-19). Finis Jennings Dake memberikan komentar mengenai kata tohu wa vohu sbb: The Hebrew phrase tohu wa vohu, waste and empty, describes the chaotic condition of the earth at that time it was cursed and made flooded because of the sins of Lucifer and the pre Adamites. It could not refer to the earth as originally created beatiful, perfect, dry land [2] merupakan bentuk lampau dari kata dasar Demikian pula Jeff Hamond dan Charles Phallaghy memberikan keterangan sbb: Dia antara kedua peristiwa yang disebutkan dalam ayat ini, telah terjadi suatu malapetaka yang dahsyat, yang mempunyai penmgaruh besar sekali terhadap planet bumi kita, - yakni kejatuhan Iblis! Yesaya 14:12-15; Yeremia 4:23-28 dan Yekhezkiel 28:12-19 dapat kita pelajari dalam kaitannya terhadap peristiwa itu [3]

Menyikapi tafsiran di atas, marilah kita melihat secara wajar teks Ibrani dalam Kejadian 1:2. Kata hayeta, bukan hanya mengindikasikan suatu perubahan atau menjadi. Kata hayetahayah yang bermakna ada. Sehingga kata hayetaAmerican Standard Version merupakan bentuk perfek dari kata dapat bermakna suatu keadaan yang sudah terjadi. Sehingga pun menerjemahkannya dengan, And the earth was waste and void; (dan bumi pada waktu itu kosong dan belum berbentuk). Kata hayeta dalam Kejadian 17:29 tidak harus diterjemahkan, sekalipun dalam terjemahan berbahasa Inggris ditambahkan was. Contoh: Lea tidak berseri matanya, tetapi Rahel itu elok sikapnya dan cantik parasnya . Padahal dalam teks Ibrani berbunyi, weeyne Leah rakkot we Rakhel hayeta yefat toar wifat mare . Sungguh tidak tepat kata hayeta dalam ayat ini jika diterjemahkan, dan Rakhel menjadi elok sikapnya dan cantik parasnya. Kata hayeta dalam Kejadian 1:2 tidak memiliki makna apapun selain suatu proses dalam Penciptaan yang meliputi beberapa tahapan. Tahapan pertama adalah tohu wa vohu, seperti seorang pembuat tembikar yang akan memulai dengan bentuk tanah yang tidak beraturan. Dan Penciptaan diakhiri dengan sebutan tov meod (Kej 1:31) setelah sebelumnya sebanyak enam kali tiap hasil ciptaan disebut dengan tov (baik, sempurna). Ini seperti pembuat patung atau tembikar yang menyelesaikan karya ciptaannya yang terbuat dari bahan tanah hingga menjadi ciptaan yang sempurna dan berbentuk indah. Kelima, Tuhan menetapkan Hari Shabat untuk memperingati perhentian penciptaan. Ketika Yahweh menyelesaikan proses penciptaan langit dan bumi serta isinya, Dia melanjutkan dengan "memberkati" dan "menguduskan" hari ketujuh, dimana Dia mengakhiri proses penciptaan. Dalam Kejadian 2:3 disebutkan, "wa yebarek Elohim et yom ha sheviyi waotto ki vo shavat mikal melakto asyer bara Elohim la ashot " (maka diberkatilah oleh Tuhan hari yang ketujuh itu dan dikuduskan-Nya, sebab pada hari itu Dia berhenti dari semua yang diperbuat-Nya saat menciptakan). Sabat adalah hari yang diperkenan atau diberkati serta dikuduskan atau dipisahkan secara khusus dari harihari yang lain. yeqadesh Yang menarik untuk kita perhatikan, jika pada kata " berhenti", dalam Kejadian 2:2 dan kata "memberkati" serta "menguduskan" dalam Kejadian 2:2 digunakan bentuk kata imperfek (menunjukkan pekerjaan yang belum diselesaikan, sedang berlangsung), maka kata "berhenti" dalam Kejadian 2:3 digunakan bentuk "perfek" yang bermakna, "menunjuk pada suatu kejadian yang sudah dikerjakan, lengkap ". Hal ini bermakna bahwa Yahweh Sang Pencipta telah menyelesaikan pekerjaan penciptaan tersebut dalam perspektif historis. Hari ini Yahweh TIDAK MENCIPTAKAN APAPUN. Hari ini, Yahweh bertanggung jawab (mengawasi, mengatur, mengontrol) proses regenerasi (kelahiran) dan bukan kreasi (penciptaan) pada mahluk hidup, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Pengkajian Kejadian 2:2-3 memberikan petunjuk pada kita bahwa Sabat bukan semata-mata ibadah yang secara ekslusif dihubungkan dengan keberadaan orang Yahudi atau Bangsa Israel kuno. Sabat merupakan pola Sang Pencipta yang ditetapkan sebagai hari peringatan untuk perhentian dan menghormati hari yang diberkati serta dikuduskan oleh-Nya.

Ada persoalan pelik yang masih menjadi perdebatan di antara para peneliti Kitab Suci. Mengapa dalam Kejadian 1 tidak ada nama Yahweh sementara dalam Kejadian 2 nama Yahweh muncul? Beberapa penafsir mengatakan bahwa Kejadian 1 merupakan redaksi yang dikumpulkan oleh kaum Elohist yang menekankan penggunaan istilah Elohim. Sementara Kejadian 2 merupakan hasil redaksional yang dikumpulkan oleh kaum Yahwist yang menekankan penggunaan nama Yahweh. Namun teori ini lemah karena sampai hari ini belum terbukti ada penemuan Kitab Suci TaNaKh yang hanya menggunakan Elohim saja atau sebaliknya hanya menggunakan nama Yahweh saja. Dalam hal ini, penggunaan istilah Elohim atau Tuhan dalam proses penciptaan alam semesta raya, memberikan petunjuk mengenai sifat universalitas dan generalitas terhadap ciptaan-Nya. Dengan kata lain, penggunaan istilah Elohim dalam Kejadian 1 memberikan informasi mengenai penciptaan umum. Sementara penggunaan nama Yahweh ketika dihubungkan dengan penciptaan alam semesta (Kej 2:4) dan penciptaan manusia (Kej 2:7), hendak memberikan informasi mengenai penciptaan yang bersifat khusus yang dilakukan oleh Tuhan yang bernama Yahweh, yaitu Tuhan perjanjian yang mengikat perjanjian dengan leluhur Yishrael yang menuliskan Kitab Kejadian, yaitu Moshe. End Notes [1] Alkitab & Ilmu Pengetahuan, YPI IMMANUEL, 1992, hal 92-93
[2] Dakes Annotated Reference Bible, Dake Bible Sales, 1991, p.54 [3] Op.Cit., Alkitab & Ilmu Pengetahuan hal 92)

Bahwa teologi penciptaan itu, di satu sisi sebagai partisipasi dan di sisi lain berdimensi relasi (Allah dengan manusia dan manusia dengan ciptaan lainnya). Inilah kekhasan atau keunikan dari Trinitas monoteis konkret. Bahwa Allah yang menciptakan segalanya itu adalah Allah yang komunikatif, Allah yang berdialog. Dalam relasi ada pengetahuan dan pengenalan baik terhadap Allah maupun terhadap ciptaan lain. Moreover, inconceivable that one thing be said in relation to other unless, conversely, the latter be said in relation to it. But other things sre spoken of in relation to God; for instance, as regards their being, which they possess from God, they are dependent upon Him, as has been shown. Conversely, therefore, God may be spoken of in relation to creatures [8].

You might also like