You are on page 1of 16

BLOK SARAF DAN PERILAKU LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI OBAT OTONOM

ULIZA NUR AINI 1102010283

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 2012-2013

OBAT OTONOM

Ada 4 jenis: Kolinergik Antikolinergik

Adrenergik Adrenolitik

1. KOLINERGIK 2 jenis reseptor: Muskarinikterdapat pada kelenjar dan otot polos Subtipe: M1SSP, ganglion presinaptik M2reseptor presinaptik, sel efektor miokardium M3kelenjar saliva dan otot polos, misalnya otot detrusor M4 & M5SSP? Diblok oleh pyrenzepine Nikotinikganglion dan otot skeletal Agen Kolinergikada 3ACh dan kolin ester, alkaloid, Acetylcholine Esterase Inhibitor (AchEI)

Asetilkolin dan derivatnya Mengikat reseptor muskarinik dan nikotinik Ach tidak berfungsi sebagai obat karena: Mempengaruhi semua jenis reseptor kolinergik Tidak dapat mencapai organ target karena segera diinaktivasi oleh AchE Bentuk ester yang lebih stabil: Metakolin Kurang dipengaruhi oleh AchE Lebih berpengaruh pada sistem kardiovaskular dibanding traktus urinarius dan gastrointestinal Tidak memiliki efek pada reseptor nikotinikmuskarinik Karbakol Efek nikotiniknya lebih besar daripada Ach Betanekol Tidak memiliki efek pada reseptor nikotinikmuskarinik

Alkaloid Muskarin

Berasal dari jamur Amanita muscaria Tidak digunakan sebagai obat, tapi digunakan untuk eksperimen Arekolin Berasal dari pinang (Areca cathecu) Digunakan sebagai kedokteran hewan sebagai antihelmintik Pilokarpin Berasal dari Pilocarpus jaborandi Digunakan untuk pengobatan glaukoma

AChEI Bekerja dengan menghambat AchE AChEI reversibel: neostigmine, fisostigmine, piridostigmine, rifastigmine, donepezil, galantamine AChEI ireversibel: gas perangtabun, sarin, soman; Diisopropilfluorophosphate (DFP) Efek farmakologis esterkolin dan alkaloid berbeda-beda pada berbagai sistem organ. (lihat table di slide)

INDIKASI AGEN KOLINERGIK PADA PENYAKIT NEUROPSIKIATRIK: Pada otot polos ususmeningkatkan motilitas usus (hati-hati pada obstruksi usus karena dapat menyebabkan perforasi usus) Digunakan setelah operasibetanekol, neostigmin. Pada traktus urinariusmengosongkan kantung kemih betanekol Kontraksi otot detrusor Relaksasi trigone dan sfingter eksternum pada pasien setelah stroke Xerostomia Peningkatan sekresi salivadigunakan setelah terapi radiasi dan pada sindrom Sjogrens (penyakit autoimun yang menyebabkan semua kelenjar mukosa mongering) untuk mempermudah penelanan dan hidrasi pada mulut. Pilihan obat yang digunakan yakni pilokarpin dan cevimeline Neuromuskular Untuk miastenia gravis: Piridostigmine, setiap 6 jampilihan obat Neostigminesetiap 4 jam Edrophoniumdigunakan hanya untuk diagnosis penyakit (kalau gejala membaik setelah obat diberikan, berarti orang tersebut menderita miastenia gravis

Bila terjadi perangsangan muskarinik berlebihandiatasi dengan atropine Pada paralisis karena overdosis tubokurarin AChEI lebih efektif daripada agonis nikotinik Sistem Saraf Pusat AChEI dikembangkan untuk terapi penyakit Alzheimers Obat: rivastigmine, donepezil, galantamine Hanya efektif pada stadium awal penyakit, tetapi tidak efektif pada kasus berat di mana neuron kolinergik sudah hancur

PERINGATAN DAN KONTRAINDIKASI AGEN KOLINEGIK Kontraindikasi: Asmameningkatkan sekresi mucus, bronkokonstriksi Hipertiroidisme dapat menyebabkan fibrilasi atrium Insufisiensi koronermenurunkan sirkulasi koroner Ulkus peptikummeningkatkan sekresi asam lambung Efek samping lain: Kegagalan akomodasi untuk penglihatan jarak jauh (parasimpatis menyebabkan kontraksi otot siliaris untuk penglihatan jarak dekat) Spasme abdominal Hipertonisitas otot kantung kemih Hipersalivasi

UNTUK INTOKSIKASI MUSKARINIK/KOLINERGIK (pestisida organofosfat) Pilihan penyelamat nyawa: atropine intravena 2 mgdiberikan berulang untuk mempertahankan pulsasi 90-100/menit Gejala intoksikasi dapat tetap ada selama 2-3 minggu pada intoksikasi berat sampai enzim baru tersintesis.

MASALAH NONNEUROPSIKIATRIK KOLINERGIK Jamur yang lebih toksik: (penyebab 80% fatalitas keracunan jamur) Amanita phaloides Lepiota Galerina Gejala klinis terjadi hanya setelah 24 jamCedera Hepatik dan Renal: Dapat mengakibatkan kematian dalam 4-7 hari Terapi suportifhepatoprotektor silimarin Simtomatologi sebelum terapi Hanya ketika efek muskarinik berlebihandiberikan atropinse

Acetylcholine esterase inhibitors (AChEI) menyebabkan ACh berlebihan Berbeda dengan agen muskarinik, AChEI menimbulkan aksi nikotinik Inhibitor reversibleneostigmine, piridostigmine, edrofonium, rivastigmine, donepezil, galantamine Inhibitor ireversibel(digunakan sebagai gas perang, pestisida) diisopropil-fluorofosfat, sarin, soman, mipafox Untuk mencegah aksi gas perang (inhibitor AChE ireversibel), digunakan piridostigmin (inhibitor yang reversible) sebelum paparan gas perang sehingga ikatan gas perang terhadap AChE berkurang. Beberapa AChE akan dipertahankanyang terikat terhadap piridostigmin.

Intoksikasi Kolinergik dan Jamur (micetisme) Amanita muscaria: isi muskarin lebih sedikit sehingga tidak mengakibatkan intoksikasi muskarin Muskarin lebih banyak pada golongan inocybe dan clitocybe, gejala intoksikasi muncul dalam 30-60 menit: hipersalivasi, lakrimasi, nausea, muntah, kolik, diare, sakit kepala, penglihatan yang kabur, bronkospasme, bradikardia, hipotensi, syok. Terdapat pada spesies Amanita lainnya: mucinol, ibotenic acid, derivate isoxasole: Menstimulasi reseptor asam aminoeksitatorik dan inhibitorik Gejala: iritabilitas, ataksia, gelisah, halusinasi, delirium, sedasi Atropin memperberat gejala SSP Efek farmakodinamik: kelebihan Achefek muskarinik dan efek nikotinik (paralisis) Intoksikasi kronikcedera neurologic tertunda Sindrom Persion gulf war: Gangguan kognitif Ataksia Konfusio, inkontinenesia Mioneuropati Adenopati

Indikasi Nonneuropsikiatrik Agen Kolinergik Pada Matamenimbulkan miosis: Untuk efek cepat selama operasi/glaucoma akut digunakan asetilkolin Untuk glaucoma kronik (open angle glaucoma)pilokarpin paling baik ditoleransi Obat alternative untuk glaucoma: Alfa-agonis Beta-bloker

Diuretic acetazolamide (merk Diamox) Analog prostaglandin Pada keracunan antimuskarinik hanya pada intoksikasi berat dengan hiperpireksia dan takikardia supraventrikulardigunakan obat physostigmine yang dapat menembus sawar darah otak

2. ANTIKOLINERGIK Antimuskarinik Antinikotinik Ganglion bloker: mekamilamin, trimetafan Obat pemblok neuromuscular: tubocurarine, atracurium

Antimuskarinik Merupakan antikolinergik yang hanya menghalangi reseptor muskarinik pada: Kelenjar saliva dan mucusmenyebabkan kekeringan Matauntuk pengaturan akomodasi dan tekanan intraocular Jantungtakikardia Ganglia terutama pada traktus gastrointestinal SSPdelirium Prototype antimuskarinik: atropine, alkaloid belladonna, juga pada Datura stramonium (kecubung)

Efek farmakodinamik atropine bergantung pada dosis :

0.5 mg 1 mg 2 mg 5 mg >10 mg=5 mg

Bradikardia ringan, inhibisi salivasi, berkeringat Mulut kering, rasa haus, takikardia setelah bradikarda, dan midriasis Takikardia, palpitasi, kegagalan akomodasi Gejala semakin berat, sulit berbicara, menelan, sakit kepala, kulit yang kering-hangat, kesulitan mikturisi dan penurunan peristalsis Takikardia berat, lemah, midriasis maksimal. Kulit: kemerahan, panas dan kering, ataksia, gelisah, halusinasi, koma

Atropine memblok semua reseptor muskarinik, blockade tersebut bersifat kompetitif dan dapat diatasi dengan agen kolinergikpilihannya yakni physostigmine. Farmakokinetik:

Atropine adalah senyawa ammonium tersier yang: Diabsorpsi dari traktus gastrointestinal Menembus sawar darah otak Metabolismenya pada manusia tidak diketahui (kelinci memiliki enzin untuk menginaktivasi atroipin yang membuatnya resisten terhadap alkaloid Diekskresi melalui ginjal Indikasi: Sebagai midriatikum pada funduskopi, digunakan secara topikal Durasi aksi pada mata:dapat diantagonis dengan tetes mata pilokarpin

Atropine Homatropin Tropicamide

7-10 hari 3-7 hari 6 jam

Pada system saraf pusat, trihexyphenidyl (antikolinergik yang beraksi sentral yang berefek antimuskarinik lebih kecil daripada atropin) dipakai untuk mengatasi efek samping ekstrapiramidal antipsikotik dan juga digunakan untuk mengobati penyakit Parkinsons Efek samping obat antimuskarinik Kekeringan pada mulut Bloating (retensi cairan) Kesulitan urinasi Peningkatan tekanan intraokular Disorientasi pada orang lanjut usia karena gangguan memori Kontraindikasi: Glaucoma Benign prostate hypertrophy (BPH) Demensia Gangguan konduksi jantung

Ganglionik Bloker (antinikotinik) Obat: trimetaphan (merk Arfonat) Terkadang digunakan untuk mengontrol hipertensi pada hypertensive emergency, dissecting aortic aneurysm Dosis harus dititrasi, diberi melalui intravena Efek samping: hipotensi ortostatik

Neuromuscular blocking agent (antinikotinik)

Obat: Agen nondepolarizing: atracurium, tubocurarine, vecuronium Agen depolarizing (pertama-tama menstimulasi, tetapi kemudian diikuti dengan blockade): suksinilkolin Penggunaan: Relaksasi otot saat pembedahan Intubasi trakeal Control ventilasi Untuk melemahkan manifestasi kejang Masalah nonneuropsikiatrik antikolinergik Pada traktus respiratorius Atropine tidak memiliki efek bronkodilasi Ipatropium bromide berguna dalam bronchitis kronik dan COPD, tetapi memiliki bioavailabilitas oral yang buruk Sebagai nebulizer dalam bronchitis kronik Sebagai premedikasi anestetikuntuk mengurangi produksi mucus respiratorik selama anestesi umum untuk mencegah blockade traktus respiratorius. Pada traktus gastrointestinalmengurangi motilitas usus, tetapi tidak efektif dalam mengurangi produksi asam lambung Pada traktus urinarius Meningkat kapasitas kantung kemih dengan merelaksasi otot detrusor dan meningkatkan kontraksi sfingter uretra Digunakan dalam pengobatan hyperactive bladder tolterodine, oxybutinine, antimuskarinik bloker reseptor M3 Oximes, AChE reaktivator, misalnya Pralidoxime dan diasetilmonoxyl bukan merupakan obat penyelamat nyawahanya beraksi secara perifer pada otot skelet dan tidak memiliki efek antimuskarinik sentral seperti atropine dalam mengatasi depresi respirasi sentral

3. ADRENERGIK Obat yang beraksi pada reseptor alfa-2: klonidin Obat yang menstimulasi pelepasan norepinefrin, epinefrin, dopamin atau memblok transporter memperbanyak neurotransmitter pada sinapsamfetamin, efedrin, kokain Amfetamin memiliki efek meningkatkan mooddasar drug abuse: Meningkatkan perhatian terhadap tugas yang repetitif Mengakselerasi dan desinkronisasiEEG Digunakan untuk mengobati narkolepsi Misuse (penggunaan tidak sesuai dengan indikasi) untuk menekan nafsu makan untuk menurunkan berat badan. Modafinil: Derivate Amfetamin baru yang digunakan dalam narkolepsi Dinyatakan memiliki keburukan yang lebih sedikit Efek insomnia, perubahan mood berlebihan dan potensi abuse yang lebih sedikit

dibandingkan amfetamin Adrenergic pada ADHD: Sindrom perilaku yang belum didefinisikan jelas dan terlalu banyak dijadikan diagnosis yang terdiri dari rentang perhatian yang pendek, perilaku fisis hiperkinetik dan masalah belajar. Obat yang paling berguna pada kondisi ini adalah metilfenidat dosis rendah (Ritalin-SR) dan terkadang klonidin. Modafinil dapat juga digunakan. Klonidin: Adalah agonis alfa-2, terutama digunakan sebagai agen antihipertensif lini kedua. Untuk mengatasi diare pada neuropati karena kemampuannya meningkatkan absorpsi air dan garam dari usus Untuk mengurangi sakawselama putus narkotik atau alcohol dan dapat memfasilitasi pemberhentian rokok. Sindrom Horner: lesi unilateral yang disebabkan oleh interupsi saraf simpatis untuk wajah yang ditandai dengan vasodilatasi, ptosis, miosis, dan hilangnya fungsi berkeringat pada sisi yang terserang.

Efek samping/toksisitas Adrenergik Stimulasi jantung Peningkatan tekanan darah, takikardia yang menyebabkan gagal jantung, infark miokard akut, dan stroke Stimulasi SSp, jarang terjadi setelah overdosis katekolamin Kokain: kejang, aritmia, dan perdarahan serebral Amfetamin: gelisah, insomnia, tremor Pada overdosis akut dapat diatasi dengan bloker reseptor

4. ADRENOLITIK

Beta bloker Efektif untuk tremor esensial: Dosis harian propranolol dimulai dari 60 mg efektif, juga responsive terhadap bloker selektif beta-1 seperti metoprolol Sebaiknya tidak digunakan untuk gagal jantung, asma, dan hipoglikemia.

Alfa bloker (Tidak ada indikasi pada penyakit neuropsikiatrik) Reserpin mendeplesi dopamine serebral dengan mencegah penyimpanan intraneuronal. Berguna dalam meringankan korea pada penyakit Huntingtons. dimulai dengan 0.25 mg dititrasi sampai mencapai dosis optimal hingga adverse effect timbul Adverse effect reserpine meliputi sedasi, diare (respon terhadap atropine), kongesti nasal, dan

depresi mental.

I. EFEK OBAT OTONOM PADA MANUSIA

Alat dan bahan: Metronom Gelas ukur Stop watch Tensi meter Stetoskop Permen karet Air 20 ml Obat : Efedrin 25 mg, Atropin 0,5 mg, Propanolol 10 mg.

Cara kerja : 1. Pemeriksaan dengan menggunakan uji tersamar ganda dengan 4 orang OP. 2. Periksalah TD, denyut nadi, RR dan produksi saliva pada keadaan basal. Pengukuran produksi saliva dengan menggunakan gelas ukur yang didalamnya sudah terisi air 20 ml terlebih dahulu, OP diberikan permen karet setelah rasa manis permen karet hilang, saliva dikumpulkan selama 5 menit. 3. Setelah itu OP diminta berlari ditempat mengikuti irama metronom selama 2 menit. 4. Setelah berlari di tempat OP berbaring dan diukur TD, denyut nadi dan RR. 5. OP diminta meminum obat yang sudah disamarkan dengan segelas air putih (Plasebo, Efedrin 25mg, Atropin 0,5 mg, Propanolol 10mg), kemudian OP diminta berbaring. 6. Pada menit ke 20 setelah meminum obat, ukur TD, denyut nadi, RR dan produksi saliva dengan keadaan OP tetap berbaring. 7. Pada menit ke 40, hitung kembali TD, denyut nadi, RR dan produksi saliva dengan keadaan OP tetap berbaring. 8. Pada menit ke 60, hitung kembali TD, denyut nadi, RR dan produksi saliva dengan keadaan OP tetap berbaring. 9. Setelah itu OP diminta berlari ditempat mengikuti irama metronom selama 2 menit dengan keadaan manset sudah terpasang. 10. Setelah berlari ditempat, periksalah TD dan denyut nadi. Tulislah hasil pemeriksaan efek dari tiap otonom dan plasebo pada keempat.

Hasil Percobaan dan Analisa

Tabel 1. Hasil Observasi OP 1 Observasi Basal Post exercise Menit ke-20 Menit ke-40 Menit ke-60 Tekanan darah 110/70 140/70 135/80 135/90 125/85 Nadi 90 108 88 88 92 RR 30 20 20 20 Saliva 4 ml 4 ml 6 ml 5 ml

Post exercise

140/70

120

Dari hasil pengamatan, tidak ada perubahan yang signifikan pada tekanan darah, nadi, RR, dan jumlah saliva, perubahan yang terjadi sedikit diakibatkan efek fisologis saja. Maka disimpulkan OP 1 diberikan placebo.

Tabel 2. Hasil Observasi OP 2 Observasi Basal Post exercise Menit ke-20 Menit ke-40 Menit ke-60 Post exercise Tekanan darah 110/70 130/70 110/70 120/70 115/70 150/70 Nadi 80 120 100 88 96 128 RR 20 20 20 20 Saliva 4 ml 10 ml 8 ml 8 ml

Dari hasil pengamatan, terlihat adanya peningkatan tekanan sistolik darah, meski tidak diikuti oleh peningkatan diastolik dan sempat menurun di menit ke-60. Frekuensi nadi juga bertambah meski sempat menurun di menit ke-40. RR tidak berubah dan produksi saliva menurun. Maka disimpulkan obat yang diberikan adalah efedrin. Efedrin memiliki efek pada organ yakni: Sistem Kardiovaskular Efek kardiovaskular efedrin menyerupai efek epinefrin tetapi berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat, dan biasanya juga tekanan diastolik, sehingga tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini sebagian disebabkan oleh vasokonstriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung yang meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut jantung mungkin tidak berubah akibat refleks kompensasi vagal terhadap kenaikan tekanan darah. Aliran darah ginjal dan viseral berkurang, sedangkan aliran darah koroner, totak dan otot rangka meningkat. Berbeda dengan Epinefrin, penurunan tekanan darah pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin. Efek kardiovaskular tersebut pada reseptor menyebabkan vasokonstriksi arteri dan vena di perifer. Mekanisme utama efek efedrin terhadap kardiovaskular adalah dengan meningkatkan kontraktilitas otot jantung (inotropik positif) dengan aktivasi reseptor 1 serta mempercepat kecepatan denyut jantung (kronotropik positif). Dengan adanya antagonis reseptor maka efek efedrin terhadap kardiovaskular adalah dengan stimulasi reseptor . Efedrin juga meningkatkan pelepasan NE juga bekerja langsung pd dan . Berbeda dengan Epinefrin, penurunan tekanan darah pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin. Lama kerja terhadap efek tekanan darah bertahan sampai 1 jam pada pemberian parenteral dan dapat bertahan selama 4 jam pada pemberian secara oral. Saluran Napas Merelaksasi otot bronkus melalui reseptor 2. Bronkorelaksasi oleh efedrin lebih lemah tetapi berlangsung lebih lama daripada oleh Epinefrin. Bronkodilatasi terjadi dalam 15-60 menit setelah pemberian oral dan bertahan selama 2-4 jam. Meskipun dalam percobaan tidak terjadi perubahan pada RR, hal ini dimungkinkan oleh adanya faktor fisiologis atau kesalahan percobaan yang tidak bisa dinilai secara detil, namun dengan melihat indikator lain, kita bisa menyimpulkan yang dipakai adalah efedrin

Otot Polos Melalui reseptor dan , efedrin dapat menimbulkan relaksasi otot polos, sehingga memungkinkan adanya penurunan sekresi saliva.

Tabel 3. Hasil Observasi OP 3 Observasi Basal Post exercise Menit ke-20 Menit ke-40 Menit ke-60 Post exercise Tekanan darah 100/70 130/70 100/70 100/70 110/70 145/70 Nadi 60 70 64 56 52 80 RR 15 24 16 16 Saliva 9 ml 11 ml 4 ml 2 ml

Dari hasil pengamatan, terlihat adanya penurunan tekanan darah meski tidak signifikan meski sempat naik di menit ke-60, dan penurunan frekuensi nadi, disertai penurunan RR dan sekresi saliva. Dari hasil percobaan disimpulkan OP 3 diberikan Atropin. Atropin memiliki efek pada organ yakni: Sistem Kardiovaskular Dengan dosis 0,25-0,5 mg yang biasa digunakan, frekuensi jantung berkurang, mungkin disebabkan oleh perangsang pusat vagus. Atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung, tetapi dapat menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin atau ester kolin yang lainnya. Atropin tidak berefek pada sirkulasi darah bila diberikan sendiri, karena pembuluh darah tidak dipersarafi parasimpatik. Saluran Napas Tonus bronkus sangat dipengaruhi oleh sistem parasimpatis melalui reseptor M3. Atropin memiliki efek bronkodilator karena memblok asetilkolin. Saluran Cerna Atropin menyebabkan berkurangnya sekresi air liur dan juga sebagian asam lambung. Dari sirkulasi darah, atropin cepat memasuki jaringan dan separuhnya mengalami hidrolisis enzimatik di hepar. Sebagian dieksresi melalui ginjal dala bentuk awal. Waktu paruh atropin sekitar 4 jam.

Tabel 4. Hasil Observasi OP 4 Observasi Basal Post exercise Menit ke-20 Menit ke-40 Menit ke-60 Tekanan darah 110/70 160/70 130/70 130/80 120/70 Nadi 70 90 84 72 68 RR 20 16 16 20 Saliva 11 ml 8 ml 7 ml 6 ml

Post exercise

135/70

80

Dari hasil pengamatan terlohat adanya penurunan tekanan darah disertai penurunan tekanan nadi dan saliva, namun terdapat kenaikan dari RR. Dari hasil percobaan disimpulkan OP 4 diberikan Propanolol. Propanolol memiliki efek pada organ yakni: Sistem Kardiovaskular Propanolol lerupakan golongan -bloker. Tidak dapat menurunkan tekanan darah pasien normotensi, tetapi dapat menurunkan tekanan darah pasien hipertensi. Pada percobaan, tekanan darah terlihat menurun karena efek fisiologis, namun juga dibantu dengan propanolol, karena pada post exercise tekanan darah OP sempat naik (fisiologis), jadi propanolol bisa bekerja. Propanolol memiliki efek inotropik dan kronotropik negatif. Saluran Napas Propanolol menghambat 2 sehingga dapat menyebabkan bronkokontriksi Waktu paruh dari propanolol yakni 3-5 jam, dan larut dalam lemak serta melewati metabolisme lintas pertama

Kesimpulan Obat otonom memiliki beberapa jenis berdasarkan pengaruhnya ke sistem saraf. Meski yang dilakukan uji tersamar ganda, kita tetap dapat menilai obat otonom yang diberikan berdasarkan mekanisme kerjanya. Ada yang bersifat adrenergik dan kolinergik, atau antagonis keduanya.

II. REAKSI PUPIL TERHADAP OBAT OTONOM

Pupil merupakan organ yang yang baik dalam menunjukan efek lokal dari suatu obat, karena obat yang diteteskan dalam saccus conjunctivalis dapat memeberi efek setempat yang nyata tanpa menunjukan efek sistemik.

Bahan dan Obat penggaris lampu senter larutan pilokarpin 1% larutan atropin sulfat 1%

Cara Kerja 1. Pilihlah seekor kelinci putih dan taruhlah di atas meja. Perlakukanlah hewan secara baik. Periksalah hewan dalam keadaan penerangan yang cukup dan tetap. Perhatikanlah lebar pupil sebelum dan sesudah dikenai sinar yang terang. Amati apakah refleks konsensual

seperti yang terjadi pada manusia juga terjadi pada kelinci. 2. Ukur lebar pupil dengan penggaris milimeter. Rangsanglah kelinci dan catatlah lebar pupil dalam keadaan eksitasi. 3. Ambil pilokarpin 1% dan teteskan pada bola mata kanan. Perhatikanlah pupil sesudah satu menit dan ulangi jika diameter pupil belum berubah setelah 5 menit. 4. Setelah terjadi miosis, sekarang teteskan larutan 1% pada mata yang sama. observasi pupil setiap satu menit dan ulangi penetesan setelah 5 menit jika perlu untuk menghasilkan midriasis. Lihatlah reaksi pupil tersebut terhadap sinar.

Hasil observasi

Lebar Pupil Observasi Sebelum Disinar Sesudah Disinar Mata Kanan 0,5 cm 0,3 cm Mata Kiri 0,5 cm 0,3 cm

Larutan Pilokarpin 1% Lebar pupil sebelum ditetes pilokarpin 1% Lebar pupil setelah ditetes pilokarpin 1% 0,5 cm 0,3 cm

Larutan Atropin 1% Lebar pupil setelah ditetes pilokarpin 1% Lebar pupil setelah ditetes atropin 1% pada 1 menit Lebar pupil setelah ditetes atropin 1% pada 2 menit Lebar pupil setelah ditetes atropin 1% pada 3 menit Lebar pupil setelah ditetes atropin 1% pada 4 menit Lebar pupil setelah ditetes atropin 1% pada 5 menit 0,3 cm 0,3 cm 0,4 cm 0,5 cm 0,5 cm 0,5 cm

Pembahasan 1. Pilokarpin Pada percobaan, untuk dapat melihat antagonis obat, obat yang pertama diberikan pada mata kelinci adalah pilokarpin. Dalam suatu konsentrasi agonis tertentu, peningkatan konsentrasi antagonis kompetitif secara progresif menghambat respon dari agonis, sedangkan konsentrasi-konsentrasi antagonis yang tinggi akan mencegah respons secara keseluruhan. Sebaliknya konsentrasi agonis yang lebih tinggi, dapat mengatasi efek dari pemberian konsentrasi antagonis secara keseluruhan, yaitu Emax untuk agonis tetap sama pada setiap konsentrasi antagonis tertentu. Berdasarkan percobaan didapat hasil bahwa pemberian tetes mata pilokarpin sebanyak 1 tetes menghasilkan efek miosis, yaitu mengecilnya diameter pupil mata hewan percobaan

(kelinci). Hal ini adalah sesuai dengan teori, karena kerja pilokarpin sebagai obat golongan agonis muskarinik (agonis kolinergik yang sifatnya menyerupai asetilkolin), yang dapat menurunkan kontraksi otot siliaris dan tekanan intraokuler bola mata. (Tan, 2002). Obat golongan kolinergik seperti pilokarpin dapat menimbulkan penurunan kontraksi otot siliaris mata sehingga menimbulkan efek miosis dengan cepat, serta merangsang sekresi kelenjar yang terikat pada kelenjar keringat, mata dan saliva. Hal ini berkaitan dengan pengaruh rute pemberian (tetes mata) dan dosis obat yang diberikan. 2. Atropin Pemberian tetes mata atropin dengan jumlah yang sama pada kelinci, segera terjadi efek yang berlawanan dengan pilokarpin, yaitu terjadi efek midriasis (dilatasi pupil mata) sehingga diameter pupil mata kelinci yang mengecil kembali membesar. Pada pengujian refleks cahaya mata kelinci, diperoleh hasil bahwa setelah pemberian pilokarpin, refleks mata kelinci terhadap cahaya menjadi lebih cepat daripada respon normal (kelinci berkedip dengan cepat), hal ini sesuai dengan teori bahwa pilokarpin menimbulkan miosis dan menyebabkan peningkatan kepekaan mata terhadap cahaya.

Kesimpulan Pemberian pilokarpin secara tetes mata pada kelinci menghasilkan efek miosis (mengecilnya diameter pupil mata) yang dapat dilihat secara visual dan dapat diukur serta peningkatan refleks mata terhadap cahaya yang ditandai dengan kecepatan mata berkedip. Pemberian atropin secara tetes mata pada kelinci menghasilkan efek midriasis (membesarnya diameter pupil mata) yang dapat dilihat secara visual dan dapat diukur serta penurunan refleks mata terhadap cahaya, yang ditandai dengan perlambatan kedipan mata (walaupun secara teori harusnya tidak ada refleks cahaya). Atropin dan pilokarpin merupakan obat-obat yang memiliki efek antagonisme, dalam hal ini antagonis kompetitif. Mekanisme kerjanya ialah atropin merupakan antagonis yang bekerja pada organ yang sama (reseptor yang sama) dengan pilokarpin, yaitu reseptor muskarinik. Atropin bekerja dengan cara menginhibisi pilokarpin dari menduduki reseptor, yang dibantu oleh afinitas atropin-reseptor yang lebih kuat. Atropin menduduki reseptor tetapi tidak menimbulkan aktivitas intrinsik. Antagonis kompetitif memiliki sifat reversibel sehingga apabila dosis dari agonis dapat ditingkatkan, agonis tersebut dapat kembali menduduki reseptor.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. FKUI

Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. 2002. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.

Tan, Hoan, Tjay., & Kirana R. (2002). Obat-Obat Penting Edisi Kelima Cetakan Kedua. Jakarta: Gramedia

You might also like