You are on page 1of 11

ANATOMI DAN FISIOLOGI SUSUNAN SARAF PUSAT Gambar 2. Dikutip dari kepustakaan No.

5 Susunan saraf pusat terdiri dari: (2) 1. Otak (otak besar dan otak kecil) 2. Batang otak (terdiri atas mesensefalon, pons dan medulla oblongata) 3. Medula spinalis Otak Otak dan batang otak keduanya terletak di dalam rongga tengkorak,sedangkan medula spinalis terletak di dalam kanalis vertebralis (Iskandar, 2002) Otak besar (serebrum), terdiri atas: 1. Korteks serebri, adalah substansia grisea yang terletak pada permukaan hemisfer serebri. Tiap hemisfer serebri terdiri atas lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis dan lobus oksipitalis. 2. Medula serebri, adalah bagian sentral dari hemisfer serebri yang letaknya dibawah korteks serebri. Medula serebri terdiri atas substansia alba, ventrikulus lateralis, dan kelompok nuclei (Iskandar, 2002) Otak kecil (serebelum), terdiri atas : 1. Vermis, terletak disebelah medial dari serebelum dan

merupakan bagian yang kecil dari serebelum. 2. Hemisfer serebeli, terletak disebelah lateral serebelum dan merupakan bagian yang besar (Iskandar, 2002) Batang otak, terdiri atas mesensefalon, pons dan medula oblongata. Pada batang otak terdapat inti saraf otak (Iskandar, 2002) Peredaran Darah Otak Otak mendapat darah dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna. Arteri vertebralis adalah cabang dari arteri subklavia yang masuk rongga tengkorak melalui foremen oksipitale magnum. Kedua arteri vertebralis kanan dan kiri berjalan di permukaan ventral medula oblongata dan pada batas kaudal pons kedua arteri bersatu membentuk arteri basilaris. Arteri karotis interna setelah masuk rongga tengkorak akan memberi cabang yaitu arteri serebri anterior, arteri serebri media, arteri komunikans posterior, arteri khoroidea, arteri hipofise superior dan arteri hipofise inferior (Iskandar, 2002) Peredaran darah vena Sistim vena sentral terdiri atas: Aliran vena serebral eksternal atau superficial

Aliran vena serebral internal atau profunda (Iskandar, 2002)

Kedua sistim vena ini mengalirkan darah kedalam sinus venosus. Anastomose banyak terjadi antara dua kelompok ini melalui anyaman pembuluh didalam substansi otak. Dari sinus venosus melalui vena emisries darah balik ini diteruskan ke vena

ekstrakranial. (Iskandar, 2002) Sirkulasi cairan serebrospinalis Sebagian besar cairan serebrospinalis dibentuk oleh ventrikel lateral otak dengan kecepatan 0,3 0,4 meningococcus/menit atau 500 meningococcus/hari. Dalam keadaan normal jumlah cairan serebrospinalis adalah 100 - 150 meningococcus. (Iskandar, 2002) Cairan kebanyakan keluar dari setiap ventrikel lateral, melalui foramen Monro menuju ventrikel III, melalui akuaduktus Sylvi masuk ke ventrikel IV dan mengalir ke ruang subrakhnoid melalui foramen Luschka dan Magendi (Iskandar, 2002). Ruang subarakhnoid mengelilingi otak dan medula spinalis, dan cairan serebrospinalis Kebanyakan absorpsi bersirkulasi cairan diseluruh ruang tersebut. pada Otak dan Gambar 4. Cairan Serebrospinal cairan serebrospinalis bersama-sama dengan

pembuluh darah otak diliputi oleh tulang yang kaku. Rongga kranium normal mengandung berat otak 1400 gram, 75 ml darah dan 75 ml cairan serebrospinalis. Otak, volume darah dan cairan serebrospinalis di dalam kranium pada setiap saat harus relatif konstan (hipotesa Monro-Kellie). Yang lebih penting adalah

penekanan pada pembuluh darah otak bila terjadi peninggian tekanan intracranial (Iskandar, 2002) Liquor cerebrospinalis di dalam ventriculus quartus, selain

serebrospinalis

terjadi

villiarakhnoid. Mekanisme yang pasti kenapa terutama mengambil tempat tersebut tidak diketahui, tetapi perbedaan diantara tekanan hidrostatik cairan serebrospinalis dan sinus-sinus venosus adalah sangat penting. Kapasitas absopsi adalah 2-4 kali lebih besar dari kecepatan normal sirkulasi cairan serebrospinalis (Iskandar, 2002)

diproduksi oleh plexus choroideus ventriculi quarti juga berasal dari ventriculus tertius, yang masuk ke dalam ventriculus quartus melalui aquaductus cerebri Sylvii. Selanjutnya liquous

meninggalkan ventriculus quartus melalui canalis centralis medullae oblongatae dan melalui foramen Magendie dan foramen Luschka masuk ke dalam cavitas subarachnoidea.

PENINGKATAN TIK

kanalis spinalis dan disamping itu volume darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan durameter.

DEFINISI Peningkatan tekanan intrakranial (intracranial pressure,ICP)

Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan complience. Jika otak, darah dan cairan serebrospinalis volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadilah tekanan tinggi intracranial (Iskandar, 2002).

didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga kranialis. Kranium dan kanalis vertebralis yang utuh, bersama-sama dengan durameter membentuk suatu wadah atau yang biasa disebut ruang intrakranial yang ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intrakranial sebesar 50 sampai 200 mm H2O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan normal, ICP dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari normal. Beberapa aktivitas tersebut adalah pernapasan abdominal dalam, batuk, dan mengedan. Kenaikan sementara ICP tidak menimbulkan kesukaran, tetapi kenaikan tekanan yang menetap mengakibatkan rusaknya kehidupan jaringan otak (Carter, 2003). Jika diukur tekanan intrakranial yang normal adalah 5-15 mm Hg. Penulis lain mencatat tekanan intrakranial adalah 5-20 mm (Iskandar, 2002). Bila terjadi kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial. Sebab volume yang meninggi ini dapat dikompensasi dengan

ETIOLOGI Tekanan intrakranial disebabkan oleh banyak faktor. (Turner, 2011) 1. Volume intrakranial yang meninggi (Iskandar, 2002) Volume intrakranial yang meninggi dapat disebabkan oleh: (Iskandar, 2002) Tumor serebri Infark yang luas Trauma Perdarahan Abses Hematoma ekstraserebral Acute brain swelling

2. Dari faktor pembuluh darah Meningginya tekanan vena karena kegagalan jantung atau karena obstruksi mediastinal superior, tidak hanya terjadi peninggian volume darah vena di piameter dan sinus

memindahkan cairan serebrospinalis dari ronga tengkorak ke

duramater,

juga

terjadi

gangguan

absorpsi

cairan

meningkatnya ICP. Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak

serebrospinalis (Iskandar, 2002) 3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan

dan pergeseran otak kearah bawah atau horizontal (herniasi) bila ICP makin meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila peningkatan ICP berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal. Tumor otak, cedera otak, edema otak, dan obstruksi aliran CSF

serebrospinalis, maka dapat terjadi hidrosefalus (Iskandar, 2002) 4. Peningkatan produksi CSF dapat terjadi pada meningitis, subarachnoid hemoragik, atau tumor pleksus choroid PATOFISIOLOGI Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan: otak (1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intrakranial. Hipotesis Monro-Kellie memberikan suatu contoh konsep

berperan dalam peningkatan ICP. Edema otak (mungkin penyebab tersering peningkatan ICP) disebabkan oleh banyak hal (termasuk peningkatan cairan intrasel, hipoksia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, iskemia otak, meningitis, dan cedera. Pada dasarnya efeknya sama tanpa melihat factor penyebabnya. ICP pada umumnya meningkat secara bertahap. Setelah cedera kepala, edema terjadi dalam 36 hingga 48 jam hingga mencapai maksimum. Peningkatan ICP hingga 33 mmHg (450 mm H2O) menurunkan secara bermakna aliran darah ke otak (cerebral blood flow, CBF). Iskemia yang terjadi merangsang pusat vasomotor, dan tekanan darah sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung mengakibatkan bradikardia dan pernapasan menjadi lebih lambat. Mekanisme kompensasi ini dikenal sebagai reflex Cushing, membantu mempertahankan aliran darah otak. (Akan tetapi, menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi CO2 dan

pemahaman peningkatan ICP. Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari ketiga ruangannya meluas, dua ruangan lainnya harus mengompensasi dengan mengurangi volumenya (apabila ICP masih konstan). Mekanisme kompensasi intrakranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural ini dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran CSF ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa

mengakibatkan vasodilatasi otak yang membantu menaikkan

tekanan intrakranial). Tekanan darah sistemik akan terus meningkat sebanding dengan peningkatan ICP, walaupun akhirnya dicapai suatu titik ketika ICP melebihi tekanan arteria dan sirkulasi otak berhenti yang mengakibatkan kematian otak. Pada umumnya, kejadian ini didahului oleh tekanan darah arteria yang cepat menurun. Siklus defisit neurologik progresif yang menyertai kontusio dan edema otak (atau setiap lesi massa intracranial yang membesar). Trauma otak menyebabkan fragmental jaringan dan kontusio, menyebabkan rusaknya sawar darah otak (blood brain

Nyeri kepala akibat peregangan dura dan pembuluh darah; papiledema akibat tekanan dan pembengkakan diskus optikus. Nyeri kepala pada tumor otak terutama ditemukan pada orang dewasa dan kurang sering pada anak-anak. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur, karena selama tidur PCO2 arteri serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari serebral blood flow dan dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranium. Juga lonjakan tekanan intrakranium sejenak karena batuk, mengejan atau berbangkis akan memperberat nyeri kepala. Pada anak kurang dari 10-12 tahun, nyeri kepala dapat hilang sementara dan biasanya nyeri kepala terasa didaerah bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai dengan lokasi tumor. Pada tumor didaerah fossa posterior, nyeri kepala terasa dibagian belakang dan leher. b. Muntah Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya disertai dengan nyeri kepala. Muntah tersering

barrier,BBB), disertai vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga timbul edema. Edema menyebabkan peningkatan ICP, yang pada gilirannya akan menurunkan CBF, iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan pH dan peningkatan PaCO2), dan kerusakan BBB lebih lanjut. Siklus ini akan terus berlanjut hingga terjadi kematian sel dan bertambahnya edema secara progressif kecuali bila dilakukan intervensi. GEJALA KLINIK Manifestasi klinis peningkatan ICP bervariasi, banyak, dan dapat tidak jelas. Perubahan tingkat kesadaran penderita merupakan indikator yang paling sensitif dari semua tanda peningkatan tekanan intrakranial. a. Nyeri Kepala c.

adalah akibat tumor di fossa posterior. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan sering tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk sementara waktu.(2) Kejang Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan merupakan gejala permulaan pada lesi

supratentorial pada anak sebanyak 15%. Frekwensi kejang akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor. Pada tumor di fossa posterior kejang hanya terlihat pada stadium yang lebih lanjut. Schmidt dan Wilder (1968) mengemukakan bahwa gejala kejang lebih sering pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri dan jarang ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari himisfer, batang otak dan difossa posterior.(2) d. Papil edem Papil edem juga merupakan salah satu gejala dari tekanan tinggi intrakranial. Udem papilla nervus optikus merupakan tanda yang paling menyakinkan. Karena tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan oklusi vena sentralis retina, sehingga terjadilah edem papil. Barley dan kawan-kawan, mengemukakan bahwa papil edem ditemukan pada 80% anak dengan tumor otak. e. Gejala lain yang ditemukan: False localizing sign: yaitu parese N.VI

rongga tengkorak yang merupakan ruang yang tertutup, akan tetapi proses neoplasmatik sendiri dapat

menimbulkan perdarahan setempat. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa tumor di fosa kranii posterior lebih cepat menimbulkan gejala-gejala yang

mencerminkan tekanan intrakranial yang meninggi. Tekanan intrakranial yang meningkat secara progresif menimbulkan gangguan kesadaran dan manisfestasi disfungsi batang otak yang dinamakan (a) sindrom unkus atau sindrom kompresi diensefalon ke lateral, (b) sindrom kompresi sentral rostrokaudal terhadap batang otak dan (c) herniasi serebelum di foramen magnum. Tanda kelainan neurologik, seperti diplopia, pupil mata anisokor, dan gangguan sensorik maupuan motorik merupakan tanda tekanan intracranial meninggi. Kaku kuduk timbul akibat rangsangan selaput otak, sedangkan kenaikan tekanan darah dan penurunan nadi dapat juga terjadi. PENILAIAN Sikap deserbrasi merupakan suatu keadaan yang terjadi saat suatu lesi otak atau akibat peningkatan ICP mengganggu sinyal dari struktur yang lebih tinggi ke pons dan medulla oblongata dan ke struktur di bawahnya. Akibatnya terjadi hambatan masukan

bilateral/unilateral, respons ekstensor yang bilateral, kelainan mental dan gangguan endokrin. Gejala neurologis fokal, dapat ditemukan sesuai dengan lokalisasi tumor. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi. Proses desak ruang tidak saja memenuhi

eksitatorik yang kuat dari nuklues rubra korteks serebral, dan ganglia basalis ke system inhibitorik medular. Sistem eksitatorik pontine menjadi dominan, menyebabkan kekakuan generalisata pada ekstremitas bagian atas dan bawah (kekakuan menyeluruh otot ekstensor antigravitasi pada leher, batang tubuh, dan tungkai). Jenis kelainan sikap ini bersifat spastic dan kaku (rigid) karena sinyal antigravitasi pontine secara khusus mengeksitasi neuron motorik gamma dalam medulla spinalis, mempererat gelendong otot dan mengaktifkan reflex regangan. Lesi otak dapat bersifat unilateral atau bilateral, dengan kekakuan otot pada lesi otak. Sikap deserebrasi memiliki prognosis yang terutama berbahaya karena menunjukkan cedera berat hemisfer otak dan ancaman keterlibatan batang otak, yang menyebabkan gangguan pada pusat pernapasan dan jantung di medulla oblongata Sikap dekortikasi merupakan bentuk lain dari respon motorik abnormal dengan cedera otak yang menunjukkan adanya lesi pada korteks bagian atas, dengan cedera yang lebih ringan pada satu atau kedua hemisfer otak. Biasanya lengan, pergelangan tangan, dan jari mengalami fleksi, dan ekstremitas bagian atas mengalami adduksi dan rotasi interna. Sebaliknya, ekstremitas bagian bawah mengalami kekakuan pada otot ekstensor dan tidak responsif Dua jenis proses patologik umum yang menyebabkan koma dengan ICP yang tinggi adalah proses yang menyebabkan iskemia global pada kedua hemisfer otak, dan proses yang menekan atau

merusak mekanisme aktivitas batang otak. Koma hanya terjadi bila kedua hemisfer otak atau batang otak sudah tidak berfungsi. Bencana besar pada koma adalah kematian akibat herniasi otak. Dua jalan utama untuk terjadinya herniasi adalah melalui tentorium dan foramen magnum.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI Gambaran Radiologi Tekanan Intrakranial pada Foto Polos Kepala 1) Erosi dorsum sellae Pada orang dewasa biasanya terjadi erosi dorsum sellae dan merupakan gambaran yang khas. Pada tekanan tinggi intrakranial yang lama seluruh dorsum sellae mungkin tidak jelas terlihat. Sebenarnya erosi prossesus posterio dan dorsum sellae disebabkan oleh tekanan dari dilatasi ventrikel III dan pada umumnya ditemukan pada penderita dengan tumor pada fossa posterior dan hidrosefalus. Erosi sellae oleh karena tekanan tinggi intrakranial harus dibedakan dari lesi destruksi lokal. Selain daripada adenoma pituitaria yang terdiri atas meningioma, chordoma, craniopharyngioma dan aneurisma. 2) Pergeseran kelenjar pineal Pada proyeksi Towne dengan kualitas film yang baik, kelenjar pineal terlihat terletak di garis tengah. Jika terjadi

pergeseran dari kalsifikasi kelenjar pineal lebih dari 3 mm pada satu sisi garis tengah,menunjukkan adanya massa intrakranial. Pada umumnya sebagai penyebabnya adalah tumor intrakranial, tetapi lesi seperti subdural hematom dan massa non neoplastik dapat menyebabkan hal yang sama. 3) Kalsifikasi Patologi Pada space occupying lession dapat terlihat adanya kalsifikasi yang patologik. Keadaan ini terlihat dengan gambaran radiologik kira-kira pada 5%-10% kasus.(2) Computerized Tomography / CT Scan CT Scan merupakan pemeriksaan yang aman dan tidak invasif serta mempunyai ketepatan yang tinggi. Masa tumor menyebabkan kelainan pada tulang tengkorak yang dapat berupa erosi atau hiperostosis, sedang pada parenkhim dapat merubah struktur normal ventrikel, dan juga dapat menyebabkan serebral edem yang akan terlihat berupa daerah hipodensiti. Setelah pemberian kontrast enhancement dimana tumor mungkin terlihat sebagai daerah hiperdensiti. Kelemahan CT Scan menurut Davuis (1976) kurang mengetahui adanya tumor yang berpenampang kurang dri 1,5 cm dan yang terletak pada basis kranii. Magnetic Resonance Imaging

MRI dapat mendeteksi tumor dengan jelas dimana dapat dibedakan antara tumor dan jaringan sekitarnya. MRI dapat mendeteksi kelainan jaringan sebelum terjadinya kelainan morfologi. Untuk mengetahui dan memonitor tekanan intrakranial, dapat digunakan metode non invasif atau metode invasif. Metode non invasif meliputi (Thamburaj, Vincent, 2006) : 1. Penurunan status neurologi klinis dipertimbangkan sebagai tanda peningkatan TIK. Bradikardi, peningkatan tekanan pulsasi, dilatasi pupil normalnya dianggap tanda peningkatan TIK. 2. Transkranial dopler, pemindahan membran timpani, teknik ultrasound time of flight sedang dianjurkan. Beberapa peralatan digunakan untuk mengukur TIK melalui fontanel terbuka. Sistem serat optik digunakan ekstra kutaneus. 3. Dengan manual merasakan pada tepi kraniotomi atau defek tengkorak jika ada, dapat juga memberi tanda. Sedangkan metode invasif meliputi (Thamburaj, Vincent, 2006) : 1. Monitoring intraventrikular menjadi teknik yang popular,

terutama pada klien dengan ventrikulomegali. Keuntungan tambahan adalah dapat juga mengalirkan cairan serebrospinal. Cara ini tidak mudah dan dapat menimbulkan perdarahan dan infeksi (5%). 2. Sekrup dan palang dan kateter subdural. Sekrup Richmond dan palang Becker digunakan ekstradural. Cairan dimasukkan oleh

kateter ke dalam ruang subdural, kemudian dihubungkan ke system monitoring tekanan arteri. Cara ini hemat biaya dan berguna secara adekuat. 3. Ladd device digunakan secara luas. Cara ini memerlukan sistem serat optik unutk mendeteksi adanya distorsi pada cermin kecil dalam sistem balon, dapat digunakan subdural, ekstra dural dan ekstra kutaneus. 4. Cardio Serach monitoring sensor digunakan subdural atau ekstradural. Sistem ini jarang digunakan. 5. Peralatan elektronik (Camino dan Galtesh) popular di dunia. 6. Peralatan yang ditanam secara penuh diperlukan oleh klien yang memerlukan monitoring TIK jangka panjang, seperti pada tumor otak, hidrocephalus, atau penyakit otak kronik lainnya. Cosmon telesensor dapat ditanam sebagai bagian dari sistem shunt. 7. Lumbal pungsi dan pengukuran tekanan cairan serebrospinal tidak direkomendasikan. Masing-masing cara memilki keuntungan dan kerugian/kelemahan. Monitor TIK yang digunakan sebaiknya memiliki kapabilitas 0 100 mmHg, akurasi dalam 1-20 mmHg + 2 mmHg, dan kesalahan maksimum 10% dalam rentang 10-100 mmHg (Morton, et.al, 2005). Klien dengan kenikan TIK perlahan seperti klien dengan tumor otak

lebih toleran terhadap kenaikan TIK daripada klien dengan kenaikan TIK mendadak, seperti klien dengan hematoma subdural akut (Morton, et.al, 2005). Pengkajian Keperawatan terkait peningkatan TIK Pengkajian keperawatan yang perlu dilakukan terkait dengan peningkatan TIK yaitu (Black&Hawks, 2005) : 1. Pemeriksaan GCS. GCS adalah pengkajian neurologi yang paling umum dan terdapat tiga komponen pemeriksaan yaitu membuka mata, respon verbal dan respon motorik. Nilai tertinggi 15 dan nilai terendah 3. pemeriksaan GCS tidak dapat dilakukan jika klien diintubasi sehingga tidak bisa berbicara, mata

bengkak&tertutup, tidak bisa berkomunikasi, buta, afasia, kehilangan pendengaran, dan mengalami paraplegi/paralysis. Pemeriksaan GCS pertama kali menjadi nilai dasar yang akan dibandingkan dengan nilai hasil pemeriksaan selanjutnya untuk melihat indikasi keparahan. Penurunan nilai 2 poin dengan GCS 9 atau kurang

menunjukkan injuri yang serius (Black&Hawks, 2005). 2. Tingkat kesadaran. Perubahan pertama pada klien dengan gangguan perfusi serebral adalah perubahan tingkat kesadaran. Pengkajian tingkat kesadaran berlanjut dan rinci perlu dilakukan sampai klien mencapai kesembuhan maksimal (Black&Hawks, 2005).

3. Respon pupil. Pupil diperiksa tampilan dan respon fisiologisnya.pupil yang terpengaruh biasanya pada sisi yang sama (ipsilateral) dengan lesi otak yang terjadi, dan defisit motorik dan sensorik biasanya pada sisi yang berlawanan (kontralateral). Pemeriksaan pupil meliputi : kesamaan ukuran pupil, ukuran pupil, posisi pupil (ditengah atau miring), rekasi terhadap cahaya, bentuk pupil (pupil oval bukti awal peningkatan TIK), akomodasi pupil (Black&Hawks, 2005). 4. Gerakan mata. gerakan mata normalnya bersamaan. Jika bergerak tidak bersamaan (diskonjugasi), catat dan segera laporkan. 5. Tanda tanda vital. Tanda-tanda vital diperiksa setiap 15 menit sampai keadaan klien stabil. Suhu tubuh diukur setiap 2 jam.pola nafas klien dikaji dengan cermat. Jika TIK meningkat dan herniasi terjadi di medulla, maka Chusing response dapat terjadi, sehingga respon ini perlu juga diperiksa. 6. Pemeriksaan saraf kranial. Pemeriksaan ini misalnya berupa memeriksa gerkaan

mendapatkan data yang lebih lengkap, sehingga dapat disusun rencana keperawatan dengan akurat dan tepat. PENATALAKSANAAN Terlebih dahulu harus dipastikan bahwa tidak terdapat kelainan di dalam tengkorak yang memerlukan pembedahan, seperti

perdarahan epidural atau fraktur impresi. Jika tidak ada kedua hal tersebut, harus dicegah pengangkutan yang tidak perlu dari seorang penderita yang mengalami kenaikan tekanan intrakranial akibat udem otak mendadak. Hubungan antara tekanan intracranial dengan pernapasan dan sirkulasi darah perlu dipahami dalam penatalaksanaan kenaikan tekanan intracranial. Diusahakan agar jalan napas bebas sehingga suplai oksigen tidak terganggu, dan harus diamati stabilitas hemodinamik dengan memikirkan kemungkinan cedera lain di luar otak Perlu dilakukan pemeriksan gas darah secara laboratorik Manajemen tekanan intrakranial : pada beberapa jurnal sudah disusun guidline penanganan peningkatan TIK beserta beberapa pilihan yang didapatkan dari penelitian: Pemasangan TIK monitor Menjaga CPP 60-70 mmHg Drainase Cairan Serebrospinal (CSF)

ekstraokular, gag refleks, pemeriksaan otot wajah, dan lain sebagainya. Selain pemeriksaan diatas, pengkajian menyeluruh terhadap semua data-data lain dari klien tetap diperlukan untuk

Manitol 0,25-1,0 gr/KgBB Hiperventilasi PaCO3 30-35 mmHg (pada

2.

Japardi

Iskandar. TEKANAN Bagian

TINGGI

INTRAKRANIAL. Sumatera

Fakultas

Kedokteran

Bedah

Universitas

kasus impending herniasi) Terapi tersier: barbiturate dosis tinggi, hyperventilation PaCO3 <30 mmHg, Hypothermia, Decompressive

Utara. 2002 digitized by USU digital library. 3. Turner John M. INTRACRANIAL PRESSURE. [Cited

02/07/2011]. 9. Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. NEUROLOGI KLINIS DASAR. Jakarta Penerbit Dian Rakyat, Anggota IKAPI.

Craniectomy.

PROGNOSIS Prognosis berbagai kondisi neurologis dapat diubah melalui deteksi dan pengobatan dini peningkatan ICP. ICP dapat dipantau secara langsung menggunakan sensor epidural, subaraknoid, atau

2008.p.396 10. Sjamsuhidajat R., Jong de Wim. BUKU-AJAR : ILMU BEDAH Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005.p. 816-817. 11. Anonym. ABNORMAL POSTURING. Wikipedia, the free

intraventrikular. Pemantauan ICP seringkali menjadi indikasi setelah cedera kepala atau operasi otak.

encyclopedia [serial on the internet]. [Cited 09/07/2011]. Available from : http://en.wikipedia.org/wiki/Abnormal_posturing 12. Susilo Rahadian Indarto, Suryaningtyas Wihasto, Wahyuhadi Joni, Tim Neurotrauma. REKOMENDASI PENGENDALIAN

TEKANAN INTRAKRANIAL. Dalam : PEDOMAN TATALAKSANA CEDERA OTAK. ( Guideline for Management of Traumatic Brain DAFTAR PUSTAKA Injury). Surabaya : RSU Dr.Soetomo Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2007.p.33 1. Lombardo Mary Carter. CEDERA SISTEM SARAF

PUSAT. Dalam : PATOFISIOLOGI : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6, Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003.p.1167-1171.

You might also like