You are on page 1of 15

TUGAS MANAJEMEN KEPERAWATAN

Disusun Oleh: Setunggal A 120820120096

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2013

BAB I PENDAHULUAN Sebuah organisasi atau perusahaan agar dapat bertahan hidup di lingkungan bisnis yang kompetitif harus terus-menerus melakukan perubahan proses bisnisnya, yang disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasar. Secara aktif merespon positif perubahan-perubahan yang terjadi, peluang dan ancaman, memperkuat integrasi sember daya perusahaan baik internal maupun eksternal serta mengoptimalkan semua area fungsi bisnis. Untuk dapat meraih dan mempertahankan suatu keunggulan kompetitif, perusahaan harus menanggapi situasi baru secara proaktif, terukur dan tangkas. Apabila sebuah organisasi tidak tanggap terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan bisnisnya, maka organisasi tersebut secara tidak langsung sudah mematikan pasarnya sendiri. Dalam artian work system yang ada pada process business organisasi tersebut tidak akan dapat memberikan benefit bagi organisasi, karena tidak sesuai lagi dengan tujuan atau kebutuhan. Work system yang pernah dilakukan pada masa lalu dan meraih sebuah kesuksesan, belum tentu berlaku pada saat ini dan kedepan. Dengan demikian sebuah change management merupakan hal yang penting untuk diperhatikan organisasi, untuk keberlangsungan hidupnya dan meraih keunggulan kompetitif. Dalam melakukan usaha untuk melakukan perubahan dalam system yang ada dalam organisasi tidaklah mudah, akan banyak hambatan dalam peng-implementasian dari suatu system baru. Konflik antara pimpinan dan pegawai, ataupun konflik antar pegawai dapat terjadi dalam situasi yang baru berubah ini. Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam. Para manajer bergantung kepada ketrampilan berkomunikasi mereka dalam memperoleh informasi yang diperlukan dalam proses perumusan keputusan, demikian pula untuk mensosialisasikan hasil keputusan tersebut kepada pihak-pihak lain. Riset membuktikan bahwa manajer menghabiskan waktu sebanyak 80 persen dari total waktu kerjanya untuk interaksi verbal dengan orang lain. Keterampilan memproses informasi yang dituntut dari seorang manajer termasuk kemampuan untuk mengirim dan menerima informasi ketika bertindak sebagai monitor, juru bicara (Speaks person), maupun penyusun strategi. Sudah menjadi tuntutan alam dalam posisi dan kewajiban sebagai manajer untuk selalu dihadapkan pada konflik. Salah satu titik pening dari tugas seorang manajer dalam melaksanakan komunikasi yang efektif didalam organisasi bisnis yang ditanganinya adalah memastikan bahwa arti yang dimaksud dalam instruksi yang diberikan akan sama dengan arti yang diterima oleh penerima instruksi demikian pula sebaliknya. Hal ini harus menjadi tujuan seorang manajer dalam semua komunikasi yang dilakukannya. Dalam hal me-manage bawahannya, manajer selalu dihadapkan pada penentuan tuntutan pekerjaan dari setiap jabatan yang dipegang dan ditangani oleh bawahannya (role expectaties) dan konflik dapat menimbulkan ketegangan yang akan berefleksi buruk kepada sikap kerja dan perilaku individual. Manajer yang baik akan berusaha untuk meminimasasi konsukensi negatif ini dengan cara membuka dan mempertahankan komunikasi dua arah yang efektif kepada setiap anggota bawahannya. Disinilah manajer dituntut untuk memenuhi sisi lain dari ketrampilan interpersonalnya, yaitu kemampuan untuk menangani dan menyelesaikan konflik. Manajer menghabiskan 20 persen dari waktu kerja mereka berhadapan dengan konflik. Dalam hal ini, manajer bisa saja sebagai pihak pertama yang langsung terlibat dalam konflik tersebut, dan bisa saja sebagai pihak pertama yang langsung terlibat dalam konflik tersebut, dan bisa pula sebagai mediator atau pihak ketiga, yang perannya tidak lain dari

menyelesaikan konflik antar pihak lain yang mempengaruhi organisasi bisnis maupun individual yang terlibat di dalam organisasi bisnis yang ditanganinya. Dalam makalah ini akan dibahas tentang kasus masalah yang pernah di alamai disebuah balai pengobatan di bogor, bermula dari berkurangnya pasien yang datang dan pemasukan keuangan yang berkurang, hingga akhirnya ditemukan sebuah pemcahan masalahnya.

BABII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Change Management Change Management adalah serangkaian proses yang digunakan untuk memastikan bahwa perubahan strategis yang signifikan dalam organisasi dilakukan secara terkontrol dan sistematis, untuk mengatasi resistensi terhadap perubahan dalam rangka meningkatkan keterlibatan dan pencapaian tujuan organisasi untuk transformasi efektif. Pencapaian perubahan yang berkelanjutan dimulai dengan pemahaman yang jelas tentangkeadaan organisasi saat ini, diikuti dengan pelaksanaan strategi yang tepat dan ditargetkan. Fokus dari Change Management adalah pada hasil perubahan yang akan dihasilkan, pengaturan baru harus bisa dipahami. Perubahan proses biasanya berlaku untuk tugas dan/ atau perubahan struktur, dan dapatpula berupa: Tambahan atau Transformasional dan Situasional. Strategi Change Management yang komprehensif harus mengarah ke tujuan yang diinginkan dan menciptakan rasa kepemilikan, sehingga memungkinkan perbaikan berkelanjutan, terukur dan membangun kemampuan untuk menghadapi perubahan di masa depan. 2.1.1. Delapan Tahap Proses Kotter's Untuk Menciptakan Perubahan Utama 1. Membangun Rasa urgensi Membantu orang lain melihat perlunya perubahan dan pentingnya segera bertindak ; Meneliti realitas pasar yang kompetitif (SWOT matriks) ; Mengidentifikasi dan mendiskusikan (potensi) krisis 2. Menciptakan Panduan Koalisi Pastikan ada satu kelompok yang powerful untuk membimbing perubahan, dengan keterampilan kepemimpinan, bias untuk tindakan, kredibilitas, kemampuan berkomunikasi, otoritas dan kemampuan analisis; Membangun timdan membentuk pembimbing koalisi yang berpengaruh; Membentuk sebuah kelompok yang cukup kuat untukmemimpin dan mempengaruhi perubahan; Mendapatkan kelompok untuk bekerja sama seperti sebuah tim. 3. Mengembangkan Visi dan Strategi Memperjelas bagaimana masa depan akan berbeda dengan yang lalu, dan bagaimana akan membuat realitas di masa depan ; Menciptakan sebuah visi untuk membantu secara langsung usaha perubahan; Mendapatkan visi dan strategi yang tepat (Vision Building); Mengembangkan strategi untuk mencapai visi 4. Mengkomunikasikan Visi Perubahan Pastikan sebanyak mungkin orang lain memahami dan menerima visi dan strategi; Menggunakan setiap vehicle yang mungkin untuk terus menerus mengkomunikasikan visi baru dan strategi (Komunikasi Strategi & Rencana,

Storytelling Tool); Memiliki peran model koalisi yang diharapkan untuk membimbing perilaku staf. 5. Memberdayakan Aksi Broad-Based Hapus sebanyak mungkin hambatan sehingga dapat mewujudkan visi menjadi kenyataan; Mengaktifkan orang lain untuk bertindak atas visi tersebut dengan menyingkirkan hambatan, mendorong pengambilan risiko; Mengubah sistem atau struktur yang melemahkan visi perubahan 6. Membangkitkan Kemenangan Jangka Pendek Buat beberapa perubahan yang terlihat, menjelaskan kesuksesan secepat mungkin; Perencanaan dan menghasilkan kemenangan jangka pendek/ peningkatan kinerja; Membuat kemenangan orang lain; Mengakui dan menghargai orang-orang yang mungkin membuat kemenangan. 7. Keuntungan konsolidasi dan Memproduksi Perubahan Lagi Lebih cepat setelah keberhasilan pertama; Tidak membiarkannya melaju terus, konsolidasi perbaikan dan mempertahankan momentum untuk perubahan; Gunakan peningkatan krediabilitas untuk mengubah semua sistem, struktur dan kebijakan yang tidak cocok satu sama lain dan tidak sesuai dengan upaya transformasi; Merekrut, mempromosikan dan mengembangkan orang-orang yang bisa mengimplementasikan visi perubahan; Menghidupkan kembali proses dengan proyek-proyek baru, tema dan agen perubahan 8. Anchoring Pendekatan Baru dalam Kebudayaan Berpegang pada cara-cara berperilaku baru, dan pastikan mereka berhasil hingga mereka menjadi bagian dari budaya kelompok; Menciptakan kinerja yang lebih baik melalui perilaku pelanggan dan berorientasi produktivitas, kepemimpinan yang lebih lagi dan manajemen yang lebih efektif; Mengartikulasikan hubungan antara perilaku baru dan keberhasilan organisasi.

2.2 Konflik Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement), adanya ketegangan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antara kedua belah pihak, sampai kepada tahap di mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing. - Subtantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok, pengalokasian sumber daya dalam suatu organisasi, distribusi kebijaksanaan dan prosedur, dan pembagian jabatan pekerjaan. - Emotional conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertentangan antar pribadi (personality clashes). 2.2.1. Levels Of Conflict Konflik yang timbul dalam suatu lingkungan pekerjaan dapat dibagi dalam empat tingkatan: - Konflik dalam diri individu itu sendiri

Konflik dalam diri seseorang dapat timbul jika terjadi kasus overload jitu dimana ia dibebani dengan tanggung jawab pekerjaan yang terlalu banyak, dan dapat pula terjadi ketika dihadapkan kepada suatu titik dimana ia harus membuat keputusan yang melibatkan pemilihan alternatif yang terbaik.Perspektif di bawah ini mengidentifikasikan empat episode konflik, dikutip dari tulisan Thomas V. Banoma dan Gerald Zaltman dalam buku Psychology for Management: 1. Appriach-approach conflict yaitu situasi dimana seseorang harus memilihsalah satu di antara beberapa alternatif yang sarna baiknya. 2. Avoidance-avoidance conflict yaitu keadaan dimana seseorang terpaksamemilih salah satu di antara beberapa alternatif tujuan yang sama buruknya. 3. Approach-avoidance conflict merupakan suatu situasi dimana seseorangterdorong oleh keinginan yang kuat untuk mencapai satu tujuan, tetapi di sisilain secara simultan selalu terhalang dari tujuan tersebut oleh aspek-aspektidak menguntungkan yang tidak bisa lepas dari proses pencapaian tujuan itusendiri. 4. Multiple aproach-avoidance conflict yaitu suatu situasi dimana seseorangterpaksa dihadapkan pada kasus kombinasi ganda dari approach-avoidance conflict. Konflik interpersonal, yang merupakan konflik antara satu individual denganindividual yang lain.Konflik interpersonal dapat berbentuk substantive maupun emotional, bahkanmerupakan kasus utama dari konflik yang dihadapi oleh para manajer dalam halhubungan interpersonal sebagai bagian dari tugas manajerial itu sendiri Konflik intergrup Konflik intergrup merupakan hal yang tidak asing lagi bagi organisasi manapun, dan konflik ini meyebabkan sulitnya koordinasi dan integrasi dari kegiatan yang berkaitan dengan tugas-tugas dan pekerjaan. Dalam setiap kasus, hubungan integrup harus di-manage sebaik mungkin untuk mempertahankan kolaborasi dan menghindari semua konsekuensidisfungsional dari setiap konflik yang mungkin timbul. Konflik interorganisasi Konflik ini sering dikaitkan dengan persaingan yang timbul di antara perusahaanperusahaan. Konflik interorganisasi sebenarnya berkaitandengan isu yang lebih besar lagi, contohnya persetisihan antara serikat buruh dengan perusahaan. Dalam setiap kasus, potensi terjadinya konflik melibatkan individual yang mewakili organisasi secara keseluruhan, bukan hanya subunit internal atau group.

2.2.2. PROSES DARI KONFLIK Konflik merupakan proses yang dinamis, bukannya kondisi statis. Konflik memiliki awal, dan melalui banyak tahap sebelum berakhir. Ada banyak pendekatan yang baik untuk menggambarkan proses suatu konflik antara lainsebagai berikut : 1. Antecedent Conditions or latent Conflict Merupakan kondisi yang berpotensi untuk menyebabkan, atau mengawali sebuah episode konflik. Terkadang tindakan agresi dapat mengawali proses

konflik. Atecedent conditions dapat tidak terlihat, tidak begitu jelas di permukaan. Perlu diingat bahwa kondisi-kondisi ini belum tentu mengawali proses suatu konflik. Sebagai contoh, tekanan yang didapat departemen produksi suatu perusahaan untuk menekan biaya bisa menjadi sumber frustasi ketika manager penjualan ingin agarproduksi ditingkatkan untuk memenuhi permintaan pasar yang mendesak. Namun demikian, konflik belum tentu muncul karena kedua belah pihak tidak berkeras memenuhi keinginannya masing-masing. Disinilah dikatakan konflik bersifat laten, yaitu berpotensi untuk muncul, tapi dalam kenyataannya tidak terjadi. 2. Perceived Conflict Agar konflik dapat berlanjut, kedua belah pihak harus menyadari bahwa mereka dalam keadaan terancam dalam batas-batas tertentu. Tanpa rasa terancam ini, salah satu pihak dapat saja melakukan sesuatu yang berakibat negatif bagi pihak lain, namun tidak disadari sebagai ancaman. Seperti dalam kasus dia atas, bila manager penjualan dan manager produksi memiliki kebijaksanaan bersama dalam mengatasi masalah permintaan pasar yang mendesak, bukanya konflik yang akan muncul melainkan kerjasama yang baik. Tetapi jika perilaku keduanya menimbulkan perselisihan, proses konflik itu akan cenderung berlanjut. 3. Felt Conflict Persepsi berkaitan erat dengan perasaan. Karena itulah jika orang merasakan adanya perselisihan baik secara aktual maupun potensial, ketegangan, frustasi, rasa marah, rasa takut, maupun kegusaran akan bertambah. Di sinilah mulai diragukannya kepercayaan terhadap pihak lain, sehingga segala sesuatu dianggap sebagai ancaman, dan orang mulai berpikir bagaimana untuk mengatasi situasi dan ancaman tersebut. 4. Manifest Conflit Persepsi dan perasaan menyebabkan orang untuk bereaksi terhadap situasi tersebut. Begitu banyak bentuk reaksi yang mungkin muncul pada tahap ini; argumentasi, tindakan agresif, atau bahkan munculnya niat baik yang menghasilkan penyelesaian masalah yang konstruktif. 5. Conflict Resolution or Suppression Conflict resolution atau hasil suatu konflik dapat muncul dalam berbagai cara. Kedua belah pihak mungkin mencapai persetujuan yang mengakhiri konflik tersebut. Mereka bahkan mungkin mulai mengambil langkah-langkah untuk mencegah terulangnya konflik di masa yang akan datang. Tetapi terkadang terjadi pengacuan (suppression) dari konflik itu sendiri. Hal ini terjadi jika kedua beJah pihak menghindari terjadintya reaksi yang keras, atau mencoba mengacuhkan begitu saja ketika terjadi perselisihan. Konflik juga dapat dikatakan selesai jika satu pihak berhasil mengalahkan pihak yang lain. 6. Conflict Alternatif Ketika konflik terselesaikan, tetap ada perasaan yang tertinggal. Terkadang perasaan lega dan harmoni yang terjadi, seperti ketika kebijaksanaan baru yang dihasilkan dapat menjernihkan persoalan di antara kedua belah pihak

dan dapat meminimasik konflik-konflik yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Tetapi jika yang tertinggal adalah perasaan tidak enak dan ketidakpuasan, hal ini dapat menjadi kondisi yang potensial untuk episode konflik yang selanjutnya. Pertanyaan kunci adalah apakah pihak-pihak yang terlibat lebih dapat bekerjasama, atau malahsemakin jauh akibat terjadinya konflik. 2.2.3. PENYEBAB TERJADINYA KONFLlK 1. KARAKTERISTIK INDIVIDUAL Berikut ini merupakan perbedaan individual antar orang-orang yang mungkin dapat melibatkan seseorang dalam konflik. - Nilai sikap dan Kepercayaan (Values, Attitude, and Beliefs) Perasaan kita tentang apa yang benar dan apa yang salah, dan predisposisi untuk bertindak positif maupun negatif terhadap suatu kejadian, dapat dengan mudah menjadi sumber terjadinya konflik. Nilai-nilai yang dipegang dapat menciptakan ketegangan-ketegangan di antara individual dan group dalam suatu organisasi. Sebagai contoh, ketua serikat pekerja cenderung untuk memiliki nilainilai yang berbeda dengan para manager. Di satu sisi ketua serikat pekerja mengutamakan kesejahteraan tenaga kerja, sedangkan di sisi yang lain manager memandang maksimalisasi profit sebagai prioritas utama. Nilai juga bisa menjadialasan kenapa orang tertarik untuk bergabung dalam suatu struktur organisasi tertentu. Orangorang yang bekerja dalam susunan organisasi yang birokrasi memiliki sikap yang berbeda dengan orang yang bekerja dalam struktur organisasi yang dinamis. Dalam organisasi birokrat, orang-orang cenderung memiliki toleransi yang rendah terhadap keterbukaan interprestasi, individualisme, dan nilai-nilai profesional. Mereka cenderung tidak suka berhadapan dengan informasi yang kompleks serta menilai otoritas hierarki dan kekuasaan berdasarkan posisi dalam organisasi. - Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and Personality) Konflik muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar antara kebutuhan dan kepribadian setiap orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar pribadi. Sering muncul kasus di mana orangorang yang memiliki kebutuhan kekuasaan dan prestasi yang tinggi cenderung untuk tidak begitu suka bekerjasama dengan orang lain, karena mereka menganggap prestasi pribadi lebih penting, sehingga hat ini tentu mempengaruhi pihak-pihak lain dalam organisasi tersebut. - Perbedaan Persepsi (Perseptual Differences) Persepsi dan penilaian dapat menjadi penyebab terjadinya konflik. Misalnya saja, jika kita menganggap seseorang sebagai ancaman, kita dapat berubah menjadi defensif terhadap orang tersebut. Di satu sisi, ia juga nganggap kita tidak bersahabat, sehingga potensial terjadinya konflik muncul dengan sendirinya. Konflik juga dapat timbul jika orang memiliki persepsi yang salah, misalnya dengan menstereotype orang lain atau mengajukan tuduhan fundamental yang salah. Perbedaan perstual sering di dalam situasi yang samar. Kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai suatu situasi mendorong persepsi untuk mengambil alih dalam memberikan penilaian terhadap situasi tersebut.

2. FAKTOR SITUASI Kesempatan dan Kebutuhan Barinteraksi (Opportunity and Need to Interact) Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah secara fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya assosiasi di antara pihak-pihak yang terlibat, semakin mengikat pula terjadinya konflik. Dalam bentuk interaksi yang aktif dan kompleks seperti pengambilan keputusan bersama (joint decision-making), potensi terjadinya koflik bahkan semakin meningkat. Kebutuhan untuk Berkonsensus (Need for Consensus) Ada banyak hal di mana para manager dari departemen yang berbeda harus memiliki persetujuan bersama, hal ini menolong menekan konflik tingkat minimum. Tetapi banyak pula hal dimana tiap-tiap departemen harus melakukan konsensus bersama. Karena demikian banyak pihak yang terlibat dalam masalah-masalah seperti ini, proses menuju tercapainya konsensus seringkali didahului dengan munculnya konflik. Sampai setiap manager departemen yang terlibat setuju, banyak kesulitan yang akan muncul. Ketergantungan satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of One Party toAnother) Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, pihak yang lain juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul. Perbedaan Status (Status Differences) Apabila seseorang bertindak dalam cara-cara yang didasrkan pada statusnya, konflik dapat muncul. Sebagai contoh dalam bisnis konstruksi, para insinyur secara tipikal sering menolak ide-ide inovatif yang diajukan oleh diajukan oleh juru gambar (Draftsmen) karena meraka menganggap juru gambar memiliki status yang lebih rendah, sehingga tidak sepantasnya juru gambar menjadi sejajar dalam proses desain suatu konstruksi. Rintangan Komunikasi (Communication Barriers) Komunikasi sebagai media interaksi diantara orang-orang dapat dengan mudah menjadi basis terjadinya konflik. Bisa dikatakan komunikasi oleh pedang bermata dua: tidak adanya komunikasi dapat menyebabkan terjadinya konflik, tetapi disisi lain, komunikasi yang terjadi itu sendiri dapat menjadi potensi terjadinya konflik. Sebagai contoh, informasi yang diterima mengenai pihak lain akan menyebabkan orang dapat mengindentifikasi situasi perbedaan dalam hal nilai dan kebutuhan. Hal ini dapat memulai konflik, sebenarnya dapat dihindari dengan komunikasi yang lebih sedikit.

Batas-batas tanggung jawab dan Jurisdiksi yang tidak jelas (Ambiguous responsibilites and Jurisdictions) Orang-orang dengan jabatan dan tanggung ajwab yang jelas dapat mengetahui apa yang dituntut dari dirinya masing-masing. Ketika terjadi ketidakjelasan tanggung jawab dan jurisdiksi, kemungkinan terjadinya konflik jadi semakin besar. Sebagai contoh, departemen penjualan terkadang menemukan dan memesan material di saat departemen produksi mengklaim bahwa hal tersebut tidak diperlukan. Bagian produksi kemudian akan menuduh departemen penjualan melangkahi jurisdiksi mereka, sehingga konflik pun muncul tak henti-hentinya. Hal ini dapat menyebabkan terlambatnya dipenuhi permintaan pasar, hilangnya pelanggan, bahkan mogok kerja.

2.2.4. Strategi Manajemen Konflik Strategi manajemen konflik yang diterapkan dalam suatu organisasi tergantung pada bagaimana seseorang pimpinan memandang suatu konflik. Meskipun demikian harus kita sadari bahwa konflik pasti terjadi dalam suatu organisai, hanya saja skalanya berbeda. Ada yang berskala besar, sedang atau kecil. Oleh karena itu konflik harus dikelola dengan baik. Gordon (1990), Miftah Thoha (1995), mengemukakan secara umum bahwa strategi manajemen konflik adalah sebagi berikut : - Strategi menang kalah Strategi ini ada kalanya pihak tertentu mengunakan wewenang atau kekuasaan untuk memenangkan/menekan pihak lain.

- Strategi kalah- kalah Strategi ini dapat berupa kompromi, dimana kedua belah pihak berkorban untuk kepentingan bersama

- Strategi menang menang Konflik dipecahkan melalui metode problem solving. Metode ini dianggap paling baik karena tidak ada pihak yang dirugikan. Smuck (1976) menunjukkan bahwa : (1) Metode pemecahan masalah mempunyai hubungan positif dengan manajemen konflik yang efektif, (2) Pemecahan masalah banyak dipergunakan oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan tetapi lebih suka bekerja sama.

Nimran menawarkan beberapa strategi manajemen konflik, yaitu : 1. Strategi kompetisi, disebut juga strategi kalah menang, yaitu penyelesaian masalah dengan kekuasaan 2. Strategi kolaborasi atau strategi menang-menang dimana pihak yang terlibat mencari cara penyelesaian konflik yang sama-sama menguntungkan. 3. Strategi penghindaran, yaitu strategi untuk menjauhi sumber konflik dengan mengalihkan persoalan sehingga konflik itu terjadi 4. Strategi akomodasi, adalah strategi yang menempatkan kepentingan lawan diatas kepentingan sendiri. Strategi ini juga disebut dengan sistem mengalah. 5. Strategi kompromi, yaitu strategi kalah-kalah dimana pihak-pihak yang terlibat sama-sama mengorbankan sebahagian dari sasarannya dan mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB III PEMBAHASAN KASUS

Di daerah bogor terdapat balai pengobatan yang terletak di jalan gunung batu no 379, balai pengobatan ini terdiri dari poliklinik pengobatan umum, poliklinik gigi, dan lab, yang dapat melayani dalam jasa pelayanan kesehatan umum, kesehatan gigi, dan pemeriksaan lab. Pada tahun 2011, balai pengobatan ini memiliki 1 dokter gigi untuk poliklinik gigi, 3 dokter untuk poliklinik umum, 1 analis lab untuk bagian lab, dan 2 orang administrasi. Sistem bagi hasil untuk jasa dokter yang ditetapkan oleh pihak manajemen adalah 40% untuk dokter dan 60% untuk pihak balai pengobatan. Awal mula dari permasalahan, saat pihak manajemen melihat adanya kejanggalan dalam pendapatan balai pengobatan dan jumlah kunjungan pasien semakin berkurang. Setelah pihak manajamen menyadari hal tersebut, pihak manajemen mencari tahu penyebab dari masalah tersebut, dan akhirnya pihak manajemen mengetahui permasalahan ini berasal dari seorang dokter yang berada di poliklinik gigi. Para pasien mengeluhkan bahwa tarif pada perawatan yang sama berbeda-bedadan keluhan lainnya adalah saat pasien diinstruksikan oleh dokter tersebut untunk langsung datang ke tempat praktek pribadinya, dari hal ini pasien merasa tidak nyaman karena pasien merasa diinstruksikan untuk berpindah-pindah tempat. Setelah mengetahui hal-hal di atas pihak manajemen melakukan evaluasi pada sistem administrasi dari balai pengobatan tersebut, dan didapatkan beberapa kelemahan-kelemahan dalam sistem administrasi dari balai pengobatan tersebut. Kelemahan pertama yang ditemukan adalah dari sistem pembayaran, karena sistem pembayaran tersebut masih dilakukan diruangan poliklinik masing-masing sehingga tidak diketahuinya berapa besar jumlah uang yang dibebankan pada pasien oleh sang dokter. Contoh dalam hal ini, pada kasus ekstraksi gigi, pasien dipungut biaya sebesar Rp 200.000, sedangkan dokter tersebut membuat laporan bahwa biaya yang dipungut adalah Rp 100.000. Kelemahan kedua adalah sistem pentarifan dari jasa pelayanan, karena belum adanya standar dari pentarifan jasa pelayanan maka dokter tersebut bebas menentukan tarif tanpa sepengetahuan manajamen. contoh pada kasus pertama sudah dapat menjelaskan kelemahan yang kedua ini.
Poli Gigi Pembayaran di poli Pembayaran di Poli Pembayaran di Lab

Pasien Datang

Loket pendaftaran

Poli Umum

Laboratorium

Dari kelemahan-kelemahan diatas, maka pihak manajemen memutuskan untuk melakukan perbaikan dari sistem administrasinya, dan menentukan standar tarif pembayaran untuk setiap kasus. Perbaikan dari sistem administarasi, adalah menerapkan sistem pembayaran pada kasir utama, sehingga tidak ada lagi pembayaran yang dilakukan di poliklinik masing-masing. Sedang penetapan tarif standar, pihak manajemen melakukan perhitungan unit cost untuk meenentukan tarif standar yang akan dipakai.
Poli Gigi

Pasien Datang

Loket pendaftaran

Poli Umum

Pembayaran di Kasir

Laboratorium

Pemberlakuan sistem baru ini akan mendatangkan resiko diantaranya adalah: 1. pihak manajemen memerlukan tambahan SDM untuk ditempatkan pada bagian kasir 2. Manajemen harus berani menegur dokter dan pegawai lainnya yang tidak mengikuti prosedur. Setelah sistem ini diberlakukan, dokter tersebut cukup berkeberatan terhadap pemberlakuan sistem baru ini. Hal ini menyebabkan beberapa masalah antar manajemen dengan dokter tersebut. Sehingga dilakukan beberapa negosiasi dengan dokter tersebut. Pada akhirnya dokter tersebut lebih memilih untuk keluar dari balai pengobatan tersebut. Pihak manajemen membiarkan dokter tersebut keluar dengan alasan, lebih baik kehilangan satu SDM daripada kehilangan masa depan dari balai pengobatan ini. Karena bila sistem ini tidak diberlakukan maka akan mengakibat kerugian yang lebih besar bagi keberlangsungan dari balai pengobatan ini.

BAB IV KESIMPULAN

Dalam kasus diatas, telah diperlihatkan bahwa suatu perubahan dimulai dari suatu masalah dan diperlihatkan bahwa setelah ditemukan cara untuk menyelesaikan masalah, akan ada pihak-pihak yang tidak senang dengan perubahan itu. Ini adalah salah satu tugas manajer untuk merubah hal itu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa manager sudah seharusnya memiliki keterampilan komunikasi dan penanganan konflik yang tentunya dapat membantu mereka mengimplementasikan keputusan-keputusan untuk mendukung proses pencapaian tujuan suatu organisasi. Untuk dapat mencapai hal ini, manager harus dapat mengenali hambatanhambatan yang dapat mengganggu efektivitas komunikasi yang dapat memacu terjadinya konflik. Keterampilan komunikasi yang baik dapat mengklarifikasi konflik yang timbul serta dapat memperkecil konsekuensi negatif dari konflik itu sendiri terhadap individual dan organisasi. Dalam hal diatas, pihak manajemen terpakasa membiarkan dokter gigi tersebut keluar, karena dapat mengancam keberlangsungan bisnis dari balai pengobatan tersebut.

Daftar Pustaka P. Kotter. John. (1996), Leading Change : An Action Plan From The Worlds Foremost Expert On Businees Leadership. Library of cogress Cataloging in Publication Data Schermerhom, Jr, John R., James G. Hunt and Richard N. Osborn, Managing Organizational Behavior, John Wiley & Sons,lnc., New York, 1985. Sopiah. 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta : Penerbit Andi. The University of Adelaiden, Leading Change, Transition and Transformation : A Guide for University Staff, SA 5005 Australia. Tosi, Henry L. John R. Rizzo,and Stephen J. Carrol. Managing Organizational Behavoir, Ballinger Publishing Company, Cambridge, Massachusetts, 1986.

You might also like