You are on page 1of 35

SMF/Lab Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Puskesmas Palaran Samarinda

Seminar Proposal

GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN PERILAKU TERHADAP PENYALAHGUNAAN DAN BAHAYA NAPZA PADA SISWA SMU SEDERAJAT DI KECAMATAN PALARAN TAHUN 2012

Disusun oleh: Adisetya Wicaksono Virly Effendi Aji Ayunita Umar Jasalim 01.30283.00031.09 05.48823.00224.09 06.55348.00291.09 06.55363.00306.09

Pembimbing: dr. M. Khairul Nuryanto, M.Kes dr. Sri Asih dr. Endang Sri Wahyuningsih

LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN PUSKESMAS PALARAN SAMARINDA 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang Penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA) adalah

penggunaan NAPZA secara rutin, minimal selama 1 bulan dan telah menimbulkan masalah penyimpangan perilaku yang mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan (Stuart dan Sundeen, 1995). Masalah ini semakin banyak dibicarakan baik di kota besar maupun kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia. Penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA merupakan satu ancaman yang dapat menghancurkan generasi muda sehingga cepat atau lambat akan terjadi lost generation (Joewana, 2005; Kaplan, 1991). Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan remaja akan membentuk perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa. Karena itulah bila masa anak-anak dan remaja rusak karena narkoba, maka suram atau bahkan hancurlah masa depannya. Pada masa remaja, keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti trend dan gaya hidup, serta bersenang-senang besar sekali. (Soetjiningsih, 2007). Menurut Hartadi (2008), berdasarkan beberapa penelitian epidemiologi yang dilakukan di Indonesia, menunjukkan hasil yang konsisten, yaitu pengguna zat psikoaktif sebagian besar berusia kurang dari 25 tahun. (Hartadi, 2008). Penyalahgunaan narkoba dapat merusak hubungan kekeluargaan,

menurunkan kemampuan belajar dan produktivitas kerja secara drastis, ketidakmampuan membedakan yang baik dan yang buruk, perilaku maladaptif, gangguan kesehatan fisik dan mental, tindak kekerasan dan kriminalitas (Hawari, 2002). Catatan WHO dalam World Drug Report 2011 menyatakan bahwa sekitar 210 juta jiwa mengkonsumsi narkoba setiap tahunnya atau sekitar 3,3%-6,1% populasi dengan rentang usia 15-64 tahun, dan 200 ribu orang diantaranya

meninggal akibat narkoba. Efek penggunaan narkoba ini bukan hanya terhadap diri sendiri, namun juga mempengaruhi keluar, teman, dan lingkungannya, bahkan anak-anak yang orang tuanya mengkonsumsi narkoba berada dalam risiko besar terhadap penggunaan dan tindakan lain yang berbahaya. Sedangkan di Asia terdapat 6-51 kematian setiap 1 juta jiwa atau sekitar 15000-140000 kematian dengan rentang usia 15-64 tahun karena penggunaan narkoba (WHO, 2011). Prevalensi penggunaan NAPZA dari tahun ke tahun terus terjadi peningkatan sehingga dapat terlihat seperti fenomena gunung es (iceberg phenomenon). Menurut Hawari (2002), prevalensi ini sebenarnya sepuluh kali lipat dari prevalensi yang ditetapkan oleh pemerintah (Hawari, 2002). Data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2011 menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat 29.713 kasus narkoba dengan jumlah tersangka sebesar 36.589 orang dan latar belakang pendidikan yang paling banyak adalah SMU sebesar 20.389 orang, dengan prevalensi penyalahgunaan narkoba sebesar 3,8-4,2 juta orang. Kasus narkoba di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 281 kasus narkoba dengan jumlah tersangka sebesar 360 orang dan latar belakang pendidikan terbesar adalah SMU sebesar 194 orang. Sedangkan kasus narkoba yang terjadi di Kalimantan Timur sebesar 624 kasus pada tahun 2011 dengan jumlah tersangka sebesar 971 orang dan latar belakang pendidikan terbanyak adalah SMU sebesar 537 orang (BNN, 2011). Satuan reserse narkoba polresta Samarinda mencatat bahwa terdapat 70 kasus narkoba dan lebih dari 30% tersangkanya adalah remaja dan pemuda dengan rentang usia 19-25 tahun (Anonim, 2012). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara dari perwakilan beberapa sekolah SMU sederajat di Palaran, didapatkan bahwa belum ada siswa yang tertangkap karena menyalahgunakan narkoba, namun ada beberapa siswa yang menyalahgunakan zat adiktif lain seperti rokok, bahkan salah satu perwakilan sekolah menyatakan bahwa 50% siswanya merokok. Selain itu, tindak penyalahgunaan NAPZA yang lain adalah ngelem dan merokok. Seorang guru sekolah SMU di Palaran pernah mendapati 4 orang siswa yang sedang ngelem di luar jam sekolah. Selain itu, hasil wawancara dari polsekta Palaran, didapatkan bahwa sedikitnya terdapat satu kasus konsumsi miras tiap bulannya

yang dilakukan oleh pelajar SMU atau sederajat, namun hal tersebut tidak ditindak sebagai kasus pidana, kasus tersebut dikembalikan ke orang tua masingmasing pelaku dan dinasehati oleh pihak kepolisian. Kecamatan Palaran terdiri dari 5 kelurahan yaitu, Rawa Makmur, Simpang Pasir, Handil Bakti, Bukuan dan Bantuas. Data polsekta Palaran menyebutkan bahwa tindak penyalahgunaan narkoba tahun 2012 banyak terjadi di daerah Rawa Makmur, Simpang Pasir dan Bukuan. Menurut Kapolsekta Palaran, wilayah Rawa Makmur dan Simpang Pasir menjadi wilayah yang rawan akan pengguna narkoba, hal ini dikarenakan jumlah penduduk yang cukup padat, dan jarak antara Palaran dan kota Samarinda tidak terlalu jauh, sehingga untuk mendapatkan narkoba akan sangat mudah (Anonim, 2012). Oleh karena itu, kami memilih tiga SMU sederajat yang mewakili masing-masing kelurahan di Rawa Makmur yaitu SMU X, SMK Y di Bukuan dan SMK Z di Simpang Pasir. Berdasarkan data kualitatif tersebut, kami sebagai penulis tertarik melakukan penelitian untuk melihat gambaran karakteristik dan perilaku terhadap penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA pada siswa SMU sederajat di Kecamatan Palaran tahun 2012.

1.2

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini

adalah

bagaimana

gambaran

karakteristik

dan

perilaku

terhadap

penyalahgunaan dan bahaya NAPZA pada siswa SMU sederajat di Kecamatan Palaran tahun 2012?

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran karakteristik dan perilaku terhadap

penyalahgunaan dan bahaya NAPZA pada siswa SMU sederajat di Kecamatan Palaran tahun 2012. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1) karakteristik siswa berdasarkan jenis kelamin, usia, uang saku, tempat tinggal dan kegiatan setelah pulang sekolah 2) sumber informasi mengenai penyalahgunaan dan bahaya NAPZA 3) gambaran tingkat pengetahuan siswa SMU sederajat di Kecamatan Palaran terhadap penyalahgunaan dan bahaya NAPZA tahun 2012 4) gambaran sikap siswa SMU sederajat di Kecamatan Palaran terhadap penyalahgunaan dan bahaya NAPZA tahun 2012 5) gambaran tindakan siswa SMU sederajat di Kecamatan Palaran terhadap penyalahgunaan dan bahaya NAPZA tahun 2012

1.4

Manfaat penelitian

1.4.1 Bagi Puskemas Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam merancang program puskesmas khususnya bidang promosi kesehatan bagi remaja guna meningkatkan mutu kesehatan remaja di wilayah kecamatan Palaran. 1.4.2 Bagi Sekolah Sebagai sarana informatif bagi pihak sekolah agar dapat menciptakan lingkungan sekolah yang bebas NAPZA dengan cara mencegah siswa untuk melakukan penyalahgunaan NAPZA melalui penyuluhan mengenai bahaya NAPZA. 1.4.3 Bagi Peneliti Menimbulkan rasa peduli terhadap kelompok-kelompok yang rentan mengalami permasalahan di masyarakat, khususnya mengenai penyalahgunaan NAPZA yang berdampak besar bagi perkembangan generasi muda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Perilaku Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan

reaksi organisme terhadap lingkungannya. Menurut Robert kwick (1974) dalam Notoatmodjo (2003) perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Skiner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, perilaku dapat terbagi menjadi dua yaitu: 1. Perilaku Tertutup (Covert Behavior) Reaksi pada stimulus ini terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi ini belum dapatdiamati secara jelas oleh orang lain. 2. Perilaku Terbuka (Overt Behavior) Reaksi pada stimulus ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Perwujudan respons sangat tergantung pada karakteristik maupun faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. 2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Pembentukan perilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan proses interaksi dengan lingkungan. Faktor yang kedua merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap perilaku manusia. Terbentuknya perubahan perilaku karena proses interaksi antara individu dengan lingkungan terjadi melalui proses belajar (learning process). Menurut Bandura dan Walter dalam Notoatmodjo (2003) bahwa tingkah laku tiruan adalah bentuk asosiasi dari rangsangan dengan rangsang lainnya. Apabila seseorang melihat suatu rangsang dan ia melihat model bereaksi secara tertentu terhadap rangsang itu, maka dalam khayalan atau imajinasi orang tersebut terjadi rangkaian simbol-simbol yang menggambarkan rangsang dari tingkah laku tersebut. Rangkaian simbol-simbol ini merupakan pengganti dari hubungan rangsang balas yang nyata dan melalui asosiasi, si peniru akan melakukan tingkah laku yang sama dengan tingkah laku model. Terlepas dari ada atau tidak adanya rangsang, proses asosiasi tersembunyi ini sangat dibantu oleh kemampuan verbal seseorang. Selain dari itu, dalam proses ini tidak ada cara coba dan ralat (trial and error) yang berupa tingkah laku nyata, karena semuanya berlangsung secara tersembunyi dalam diri individu. Tim kerja WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah karena adanya 5 alasan pokok, yaitu: a. Pengetahuan Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. b. Kepercayaan Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek dan nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. c. Sikap Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat.

d. Orang penting sebagai referensi Perilaku orang, lebih-lebih anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh orangorang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh. e. Sumber-sumber daya (resources) Maksudnya adalah fasilitas fasilitas uang waktu tenaga dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat, yang dapat bersifat positif ataupun negatif. Perilaku dibedakan atas pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatamodjo, 2003): 2.1.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu atas suatu proses penginderaan terhadap suatu objek. Dan sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera penglihatan dan pendengaran (Notoatamodjo, 2003). Pengetahuan dibagi atas 6 tingkatan : 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. 2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis) Sintensis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang. 2. Secara umum orang yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih luas daripada orang yang berpendidikan lebih rendah. 3. Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-menurun baik keyakinan yang positif maupun keyakinan yang negatif, tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. 4. Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah majalah, radio, koran, televisi, buku, dan lain-lain. 5. Penghasilan tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun, jika seseorang berpenghasilan cukup besar, maka dia mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik. 6. Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu. 2.1.2 Sikap Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mempunyai 3 komponen pokok : 1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek 2. Kehidupan emosional atau evaluasi tehadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)( Notoatmodjo, 2003).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total atitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Menurut Purwanto (1999) sikap merupakan pandangan atau perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak terhadap suatu obyek. Ciri ciri sikap (Purwanto, 1999) adalah : 1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan obyeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat-sifat biogenetis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat. 2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu. 3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu obyek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari, atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentu yang dirumuskan dengan jelas. 4. Obyek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. 5. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sikap inilah yang membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang. Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecendrungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Purwanto, 1999). Sikap dibedakan atas beberapa tingkatan : 1. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulasi yang diberikan (objek).

10

2. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang tinggi. 2.1.3 Tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan : 1. Persepsi (Perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. 2. Respon terpimpin (Guided Response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. 3. Mekanisme (Mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. 4. Adopsi (Adoption) Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

2.2. Remaja Tahap-tahap perkembangan jiwa menurut Aristoteles dalam Sarwono (2006) adalah sebagai berikut:

11

1. 0 7 tahun

: masa kanak-kanak (infancy);

2. 7 14 tahun : masa anak-anak (boyhood); 3. 14 21 tahun : masa dewasa muda (young manhood). Siswa SMU/sederajat yang ada pada masa kini merupakan orang muda yang punya hasrat yang kuat dan mereka cenderung untuk memenuhi hasrat tersebut tanpa membedakannya dari hasrat-hasrat yang ada pada tubuh mereka, dan hasrat seksuallah yang paling mendesak dan dalam hal ini mereka menunjukkan hilangnya kontrol diri. Menurut Sarwono, remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya. Cirinya adalah alat-alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai muncul, inteligensi mencapai puncak perkembangannya, emosi sangat labil,

kesetiakawanan yang kuat terhadap kawan sebaya dan belum menikah. Kondisinya yang belum menikah ini menyebabkan remaja secara sosial budaya (termasuk agama) dianggap belum berhak atas informasi dan edukasi, apalagi pelayanan medis untuk kesehatan pada alat reproduksinya. Dampaknya adalah makin aktifnya perilaku-perilaku seksual pra-nikah yang disertai ketidaktahuan yang pada nantinya bisa membahayakan kesehatan reproduksi (Sarwono, 2006).

2.3

NAPZA

2.3.1 Definisi NAPZA NAPZA merupakan singkatan dari narkotika psikotropika dan zat adiktif lainnya. Narkotika berhubungan dengan bahasa yunani narkan yang berarti menjadi kaku. Selain itu narkotika juga berhubungan dengan kata narcots yang berarti narkose atau menidurkan, sehingga diartikan sebagai zat atau obat-obatan yang dapat membius. Menurut Sasangka tahun 2003, narkotika diartikan sebagai zat atau obat-obatan yang dipakai sebagai anestesi sehingga dapat mengakibatkan hilangnya kesadaran karena mempengaruhi sistem susunan saraf pusat. Menurut Undang-Undang No. 22 tahun 1997, narkotika merupakan obat yang berasal dari tanaman yang dapat menyebabkan hilang kesadaran dan dapat menimbulkan ketergantungan.

12

Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. Contohnya adalah heroin dan ganja. Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki khasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah morfin dan petidin (Parapat, 2002). Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997, psikotropika merupakan zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku seseorang (Parapat, 2002). Psikotropika golongan I hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contohnya adalah ekstasi, shabu, dan LSD (lysergic acid diethylamide). Psikotopika golongan II adalah berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi yang kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah amfetamin, metilfenidat atau ritalin. Psikotropika golongan III adalah berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contohnya adalah pentobarbital dan flunitrazepam. Psikotropika golongan IV berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah diazepam, fenobarbital, nitrazepam dan klonazepam. Zat adiktif adalah bahan yang dapat menimbulkan kerugian bagi seseorang yang menggunakannya akibat timbulnya ketergantungan psikis seperti golongan alkohol, nikotin dan sebagainya (Susilo, 1993).

13

2.3.2 Jenis-jenis NAPZA 2.3.2.1 Ganja Ganja merupakan tanaman perdu dengan dun menyerupai daun singkong yang tepinya bergerigi, berbulu halus dan jumlah jarinya selalu ganjil. Ganja yang paling banyak dikonsumsi berbentuk minyak (canabis), balok (hashish), atau hasil pengeringan (marijuana). Ganja dipakai dengan cara dimakan begitu saja, dicampurkan kedalam masakan, atau dicampur bersama tembakau sebagai rokok karena bila dibakar dan dihirup asapnya dapat menimbulkan halusinasi atau khayalan. Ganja mengandung halucinogen substance yang disebut Delta-9 tetrahydrocannabinol atau THC. Tanaman ganja juga mengandung kanabinoid lain seperti kanabidiol dan asam tetra hydro kanabidiolat (Yanny, 2001). Hawari (2002), mengungkapkan perubahan mental dan perilaku yang terjadi pada pengguna ganja berupa: 1) Jantung berdebar-debar (palpitasi) 2) Gejala psikologik: a) Euforia (rasa gembira tanpa sebab) b) Halusinasi dan delusi c) Perasaan waktu berlalu dengan lambat, dan d) Apatis 3) Gejala fisik: a) Mata merah b) Nafsu makan bertambah c) Mulut kering d) Perilaku 2.3.2.2 Amphetamine (Ecstasy dan Shabushabu) Hawari (2002), mengungkapkan bahwa narkoba jenis amphetamin (psikotropika golongan I) misalnya pil ekstasi (ditelan) dan shabu-shabu (dengan cara dihirup dengan menggunakan alat khusus yang disebut Bong). Idries (2003) mengatakan ekstasi/ methamphetamines dalam bentuk pil yang berakibat kondisi tubuh memburuk dan tekanan darah semakin tinggi. Gejalanya suka

14

bicara, rasa cemas dan gelisah, tidak dapat duduk dengan tenang, denyut nadi terasa cepat, tangan dan jari selalu bergetar. Penggunaan shabushabu mendorong tubuh melakukan aktivitas yang melampaui batas kemampuan tubuh, sehingga dapat menyebabkan kekurangan cairan (dehidrasi). Efek yang dapat terlihat ialah fisik merasa lebih kuat dan energik (meningkatkan stamina), hiperaktif, rasa percaya diri meningkat, nafsu makan menurun, badan kurus, susah tidur, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan interaksi sosial serta pekerjaan (Salomone, 2009). Pada penggunaan terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan pada otot jantung, hati dan ginjal (Nasution Z, 2004). Yanny (2001), mengungkapkan bahwa ekstasi diklasifikasikan sebagai Amfetamin yang dapat menimbulkan efek halusinasi. Bentuk dan warnanya sangat beragam, tergantung dari kadar kemurniannya, mulai dari tablet berwarna coklat dan putih, kapsul merah muda, kuning atau bening. Pengaruh ekstasi terjadi 30-60 menit setelah ditelan, mencapai puncak dalam 2-4 jam dan dapat berlangsung selama beberapa jam (4-8 jam) tergantung dari jumlah obat yang digunakan. Penggunaan obat ini memberikan rasa gembira berlebihan(euphoria), menghilangkan rasa sedih, malu, lapar, pusing dan kantuk. Di pasaran dikenal dengan nama sandi INEX, XTC, leon, pinx, dan lady. Penggunaan terus-menerus dengan dosis tinggi menyebabkan kematian akibat overdosis (Wresniwiro M, 1999). 2.3.2.3 LSD Merupakan sngkatan dari Lysergic Acid Diethylamide yang dikenal dengan sebutan Elsid. Dampak yang ditimbulkan berbeda-beda pada setiap

pengkonsumsi sesuai dengan keadaan hati, umumnya menimbulkan perasaan melayang-layang yang muncul setengah sampai satu jam setelah menelan obat. Obat mencapai puncak sekitar 2-6 jam dan menghilang setelah 12 jam. Efek samping yang muncul ialah reaksi psikosis dengan kecenderungan bunuh diri.setelah efek habis pemakai akan merasa cemas dan mengalami depresi selama beberapa waktu (Sasangka, 2003).

15

2.3.2.4 Opiat (morphine, heroin/putaw) Idries (2003), mengungkapkan bahwa heroin dihasilkan melalui proses kimia atas bahan baku morfin. Heroin yang diedarkan sering dalam bentuk bubuk berwarna putih keabu-abuan atau coklat. Dinikmati dengan cara mencium. Yanny (2001), mengungkapkan heroin adalah candu yang berasal dari opium poppy (papaver somniferum). Jenis obat dari heroin antara lain: Bero,Smack, Scag, H.Junk, Gear atau Borse. Heroin dapat digunakan dengan cara dihisap, disedot atau disuntikkan. Heroin jarang sekali ditelan, karena cara itu tidak cukup efektif. Penggunaan yang paling popular adalah dengan cara memanaskan bubuk heroin diatas kertas alumunium foil dan menghisap asapnya dengan menggunakan pipa kecil atau gulungan kertas. Penyuntikkan dapat dilakukan dengan menyuntikkan melalui otot, subkutan (dibawah kulit) atau lewat pembuluh vena (pembuluh darah balik). Yanny (2001), mengungkapkan efek psikologis meliputi perasaan bebas dari rasa sakit, perasaan tegang diikuti perasaan senang, pusing, hangat dan keinginan bersuka ria. Sedangkan efek fisik yang khas adalah tertariknya bola mata (miosis). Orang yang menggunakan heroin untuk pertama kali sering mengalami mualmual, muntah dan gatalgatal. Hawari (2002), mengungkapkan perubahan mental dan perilaku yaitu sebagai berikut: 1) Pupil mata mengecil atau sebaliknya melebar 2) Euforia atau sebaliknya disforia 3) Apatis, retardasi psikomotorik seperti lesu dan tidak bertenaga 4) Mengantuk, pembicaraan cadel/pelo 5) Gangguan pemusatan perhatian atau konsentrasi 6) Daya ingat menurun, tingkah laku maladaptif 2.3.2.5 Kokain Tanaman coca dapat tumbuh di lingkungan tropis dengan nama lain Eritroxyloncoca. Tanaman ini termasuk perdu yang mirip dengan pohon kopi. Dapat digunakan sebagai obat perangsang namun didunia kedokteran digunakan sebagai pemati rasa lokal. Umumnya dijual dalam bentuk ktistal atau serbukhalus berwarna putih. Seseorang yang mengkonsumsi zat ini akan merasa hebat, kuat,

16

gembira dan bersemangat, hiperaktif, kemampuan bicara lancar. Hawari (2002), mengungkapkan bahwa kokain digunakan dengan cara dihirup/disedot melalui hidung. Perubahan mental dan perilaku meliputi: 1) Agitasi psikomotorik (hiperaktif) 2) Rasa gembira (elation), rasa harga diri meningkat (grandiosity) 3) Banyak bicara, kewaspadaan meningkat (paranoid) 4) Jantung berdebar-debar (palpitasi), pupil mata melebar (dilatasi pupil) 5) Tekanan darah naik (hipertensi), berkeringat berlebihan dan kedinginan 2.3.2.6 Zat Adiktif lainnya (Alkohol dan rokok) Zat adiksi merupakan bahan-bahan aktif atau obat yang dalam organisme hidup menimbulkan kerja biologis dan apabila disalahgunakan dapat

menimbulkan ketergantungan (adiksi) yaitu keinginan mengkonsumsi terusmenerus. Hawari (2002), mengungkapkan bahwa miras atau minuman keras adalah jenis narkoba dalam bentuk minuman yang mengandung alkohol tidak peduli berapa kadar alkohol didalamnya. Alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat menimbulkan adiksi (addiction) yaitu ketagihan dan dependensi (ketergantungan). Hawari (2002), menjelaskan gangguan mental organik yang terjadi pada diri seseorang yang menggunakan alkohol akibat reaksi langsung alkohol pada neuro-transmitter sel-sel saraf pusat otak dapat berupa: 1) Terdapat dampak berupa perilaku misalnya perkelahian dan tindakan kekerasan. 2) Gejala fisiologik a. Bicaraan cadel (slurred speech) b. Gangguan koordinasi, cara jalan yang tidak menetap c. Mata juling (nistagmus), d. muka merah 3) Gejala psikologik a. Perubahan alam perasaan (afek/ mood) b. Mudah marah dan tersinggung (irritabilitas) c. Banyak bicara (melantur),

17

d. Gangguan perhatian/konsentrasi Pengguna biasanya merasa dapat mengendalikan diri dan mengontrol tingkah lakunya. Namun pada kenyataannya mereka tidak mampu mengendalikan diri seperti yang mereka sangka mereka bisa. Oleh sebab itu banyak ditemukan kecelakaan mobil yang disebabkan karena mengendarai mobil dalam keadaan mabuk (Larson, 2010). Dampak jangka panjang penggunaan alkohol ialah jangka panjang alkohol dapat menimbulkan gangguaan pada susunan saraf pusat (degenerasi serebelum), hati, organ pencernaan (malabsorpsi), sistem pernafasan (bronkitis), otot, janin (fetal alcohol syndrome), elektrolit, endokrin (hipogonadisme pada laki-laki) dan risiko kanker (Joewana S, 2004). Kadang-kadang alkohol digunakan dengan kombinasi obat-obatan berbahaya lainnya, sehingga efeknya jadi berlipat gandasehingga efek dari keracunan obat akibat over dosis akan lebih besar (National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism, 2010). Rokok mengandung zat psikoaktif yaitu nikotin. Nikotin terdapat pada tembakau dan menimbulkan perasaan nikmat, nyaman, dan peningkatan produktifitas pada penghisapnya. Nikotin merupakan perangsang pada susunan saraf pusat yang berfungsi sebagai penenang. Keracunan nikotin ditandai dengan gejala sakit perut, diare, muntah, berkeringat, nyeri kepala, tidak mampu berkonsentrasi, tidak mampu berbicara, serta denyut nadi bertambah cepat serta lemah (Partodiharjo S, 2006). Gejala yang muncul apabila putus obat berupa takikardi, tangan gemetar, suhu kulit meningkat, keinginan kuat untuk merokok lagi, mudah marah, hipotensi, nyeri kepala, cemas, gelisah, nafsu makan meningkat, kesulitan berkonsentrasi, ansietas, dan depresi. Dampak yang muncul dikemudian hari berupa penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit paru (bronkitis, emfisema, pneumonia, dan kanker paru), memperberat gastritis, osteoporosis, dan kulit keriput (Joewana S, 2004). 2.3.2.7 Inhalan-Solven Zat yang digolongkan dalam inhalasi solvent adalah gas atau zat pelarut yang mudah menguap. Zat ini banyak terdapat pada alat-alat kebutuhan rumah

18

tanggaseperti perekat(lem), hair spray, deodorant spray, pelumas mesin, bahan pembersih, dan thinner. Penyalahgunaan ini umumnyaterdapat pada anak usia9-14 tahun. Zat inhalasi bekerja pada membran sel terutama sel saraf pusat, diabsorpsi di paru dan dimetabolisme di hati kemudia dieksresi melalui ginjal (Tjah, 2002) Gejala intoksikasi yang muncul adalah euforia, perasaan melayang, iritasi pada mata, melihat objek menjadi ganda, suara berdengung di telinga, batuk, kemerahan di sekitar mulut, mual, muntah, diare, kehilangan nafsu makan, nyeri dada, inkoordinasi motorik, letargi, hiporefleks, aritmia, nyeri otot dan sendi, halusinasi, ilusi, mudah tersinggung, impulsif, kesadaran tersamar, dan perilaku aneh. Bila penggunaan pada dosis berlebih dapat menyebabkan kejang otot saluran nafas sehingga menghambat jalan nafas dan mengakibatkan kematian mendadak (sudden sniffing death) (Joewana S, 2004). Dampak penggunaan jangka panjang meliputi kelemahan otot, gangguan pencernaan (sakit, mual, muntah, muntah darah), disfungsi renal, kardiomiopati, hepatotoksisitas, kelainan sistem paru, kelainan hematopoiesis (anemia), dan masalah neurologis (sakit kepala, paraesthesia, dementia) (Joewana S, 2004). 2.3.2.8 Sedatif / Hipnotika Didunia kedokteran terdapat jenis obat yang berkhasiat sebagai Obat tidur (sedative/hipnotik) yang mengandung zat aktif nitrazepam atau barbiturat atau senyawa lain yang berkhasiat serupa. Penggunaan sedatif/hipnotik ini yang seharusnya sebagai pengobatan (medicine) bila disalahgunakan dapat

menimbulkan ketagihan (adiksi) dan ketergantungan (dependen), apalagi bila dosisnya melampui batas (Hawari, 2002). Hawari (2002), mengungkapkan bahwa perubahan mental dan perilaku bagi pemakai yaitu sebagai berikut: 1) Gejala psikologik a. Emosi labil b. Hilangnya hambatan dorongan/ impulse seksual dan agresif c. Mudah tersinggung dan marah d. Banyak bicara (melantur) 2) Gejala neurologik a. Pembicaraan cadel, gangguan koordinasi

19

b. Cara jalan yang tidak menetap, c. gangguan perhatian atau daya ingat 3) Perilaku maladaptif

2.3.3 Penyalahgunaan dan Ketergantungan Zat NAPZA 2.3.3.1 Penyalahgunaan Zat NAPZA Penyalahgunaan zat merupakan suatu kelainan yang menunjukkan ketidakwajaran jiwa sehingga terjadi perilaku maladaptif dan negatif dalam masyarakat. Ketidakmampuan untuk mengendalikan atau menghentikan

pemakaian zat menimbulkan gangguan fisik yang hebat jika dihentikan. Penyalahgunaan zat tidak saja berbahaya dan merugikan keluarga serta menimbulkan dampak soasial yang luas. Masalah ketergantungan obat terutama disebabkan oleh golongan opiat, morphin, hipnotik sedatif dan minor tranquilizers (Hawari, 2002). Menurut WHO, ketergantungan obat tidak hanya karena satu sebab melainkan terdapat berbagai faktor yang saling berinteraksi. Ini adalah gangguan kepribadian dengan diketahui adanya risiko jangka panjang yang merugikan. Ini adalah manifestasi upaya mengatasi stres psikis, sosial dan ekonomi, depresi, kecemasan kronis dan gangguan psikiatri lain. Semua sebagai manifestasi dari perlawanan terhadap nilai dari perlawanan terhadap nilai sosial yang konvensional, tekanan sosial budaya, dan peran keluarga (Joewana, 1989). Penyalahgunaan zat adalah pemakaian zat atau obat di luar indikasi medik tanpa petunjuk atau resep dokter, digunakan untuk pemakaian sendiri secara teratur atau berkala, sekurang-kurangnya selama satu bulan dan dapat menciptakan keadaan yang tak terkuasai oleh individu. Pemakaian zat merupakan suatu pola gangguan zat yang bersifat patologik sehingga menimbulkan gangguan fungsi sosial (Brannon, 2010). 2.3.3.2 Ketergantungan Zat NAPZA Ketergantungan zat adalah suatu keadaan mental maupun fisik yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara organisme hidup dan zat. Kondisi ini memiliki tanda-tanda tingkah laku yang menimbulkan reaksi tertentu seperti

20

dorongan untuk mempergunakan obat secara periodik atau kontinu. Secara umum ketergantungan zat (NAPZA) dapat dibagi tiga yaitu ketergantungan primer, ketergantungan reaktif dan ketergantungan simptomatis. 1. Ketergantungan primer. Biasanya terjadi pada orang dengan kepribadian yang tidak stabil, ditandai dengan adanya kecemasan dan depresi. 2. Ketergantungan reaktif. Biasanya terjadi pada remaja, karena adanya dorongan keingintahuan, bujukan dan rayuan teman, jebakan dan tekanan serta pengaruh teman sebaya. 3. Ketergantungan simptomatis. Sebagai salah satu gejala tipe kepribadian yang mendasarinya pada umumnya terjadi pada orang dengan kepribadian anti sosial (psikopat) dan pemakaian zat itu untuk kesenangan semata (Griswold, 2008). Seseorang dengan gangguan kepribadian (antisosial) memiliki resiko relatif 19,9% untuk terlibat penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA, sedangkan seseorang dengan gangguan jiwa kecemasan memiliki resiko relatif sebesar 13,8%, dan seseorang dengan gangguan jiwa antisosial memiliki resiko relatif sebesar 18,8% untuk terlibat penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA. Selain itu seseorang yang berada dalam kondisi keluarga yang tidak baik (keluarga yang tidak utuh, orangtua yang sibuk, hubungan interpersonel yang tidak baik) akan merasa tertekan, dan hal ini dapat menjadi faktor pendorong seseorang untuk terlibat dalam penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA (7,9%) (Hawari, 2006). Pengaruh kelompok teman sebaya memiliki andil pula dalam meningkatkan resiko seseorang terlibat dalam penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA. Menurut penelitian Hawari 2002 diketahui bahwa yaitu sebesar 81,3%.

Kemudian adanya kemudahan dalam memperoleh NAPZA dalam arti baik kesempatan maupun fasilitas memiliki resiko relatif sebesar 88%. Sehingga adanya faktor predisposisi, kontribusi, dan pencetus akan meningkatkan resiko seseorang terlibat dalam penyalahgnaan dan ketergantungan NAPZA (Hawari, 2006).

21

2.3.4 Dampak Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA BNN mengungkapkan dampak penyalahgunaan narkoba antara lain: 1. Gangguan kesehatan jasmani: fungsi organ tubuh terganggu (hati, jantung, paru, otak dan lain-lain) 2. Penyakit menular karena pemakaian jarum suntik bergantian (hepatitis B/C, HIV/AIDS) 3. Overdosis yang menyebabkan kematian, ketergantungan, yang menyebabkan gejala sakit jika pemakaiannya dihentikan atau dikurangi, serta meningkatkan jumlah narkoba yang dikonsumsi. 4. Gangguan kesehatan jiwa (gangguan perkembangan mental-emosional, paranoid) 5. Gangguan dalam kehidupan keluarga, sekolah dan sosial (pertengkaran, masalah keuangan, putus sekolah, menganggur, kriminalitas, dipenjara, dikucilkan dan lain-lain) Hadiman (1996), mengungkapkan dampak penyalahgunaan narkoba terhadap generasi muda antara lain: a. Terhadap pribadi Narkotik mampu merubah kepribadian korban secara drastis seperti berubah menjadi murung, pemarah bahkan melawan terhadap apa atau siapapun menimbulkan sifat masa bodoh sekalipun terhadap diri sendiri, seperti tidak lagi memperhatikan, sekolah, rumah, pakaian dan sebagainya. Semangat belajar menjadi menurun dan suatu ketika korban juga bersikap seperti orang gila karena reaksi dari penggunaan narkoba tersebut. Tidak lagi ragu untuk melakukan hubungan seks secara sembarangan karena pandangannya terhadap norma-norma masyarakat, hukum, agama sudah longgar. Tidak segan-segan menyiksa diri karena ingin menghilangkan rasa nyeri atau menghilangkan sifat ketergantungan narkoba . b. Terhadap keluarga Tidak lagi segan mencuri uang atau bahkan menjual barang dirumah yang bisa diuangkan untuk membeli narkoba. Tidak lagi menjaga sopan santun, kurang menghargai harta milik yang ada dirumah, seperti mengendarai

22

kendaraan tanpa perhitungan rusaknya atau menjadi hancur sama sekali, mencemarkan nama keluarga. c. Terhadap kehidupan sosial Berbuat tidak senonoh dengan orang lain, dan berakibat tidak saja bagi yang berbuat melainkan hukum masyarakat yang berkepanjangan, tidak segansegan mengambil milik tetangga (orang lain) dan memperoleh uang untuk membeli narkoba. Mengganggu ketertiban umum, seperti mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi, menimbulkan bahaya bagi ketentraman dan keselamatan umum antara lain tidak merasa menyesal apabila melakukan kesalahan. d. Terhadap negara dan bangsa Rusaknya generasi muda pewaris bangsa, hilangnya rasa patriotisme cinta dan bangga terhadap bangsa dan negara Indonesia, yang pada gilirannya akan memudahkan pihak-pihak lain mempengaruhinya untuk menghancurkan negara.

2.3.5 Pencegahan dan Terapi Penyalahgunaan NAPZA Yayasan Cabang Organisasi (2002), mengungkapkan bahwa pencegahan narkoba yakni: a. Lingkungan pergaulan yang sehat b. Memperkuat keimanan c. Komunikasi baik d. Hindari pintu masuk narkoba yaitu rokok Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam mencegha penyalahgunaan NAPZA, pencegahan tersebut terdiri atas tiga yaitu: 1. Pencegahan primer Upaya ini berupa penyuluhan mengenai bahaya dan kerugian mengenai penyalahgunaan NAPZA kepada kelompok remaja atau orang-orang yang belum menggunakan NAPZA. 2. Pencegahan sekunder

23

Upaya ini dilakukan terhada orang-orang yang telah menggunakan NAPZA dalam tahap dini (coba-coba) untuk segera mendapatkan pengobatan yang tepat agar terbebas dari efek ketergantungan zat tersebut. Selain itu juga dilakukan pada komponen masyarakat yang berpotensi menyalahgunakan NAPZA.

Upaya dapat dilakukan dengan deteksi dini pengguna, konseling, bimbingan sosial melalui kunjungan rumah, penjelasandan pendidikan pengembangan individu. 3. Pencegahan tersier Upaya ini dilakukan terhadap pengguna napza dengan ketergantungan berat. Dalam hal pencegahan ini pengobatan juga harus dilakukan dengan usaha rehabilitasi fisik, mental, dan sosial. Meliputi konseling dan bimbingan sosial kepada pengguna, keluarga, dan kelompok lingkungan. Selain itu juga menciptakan lingkungan yang kondusif dan aman bagi bekas pengguna. Selain ketiga hal diatas, perlunya pemberian informasi yang tepat tentang akibat penyalahgunaan NAPZA kepada semua orang khususnya generasi muda (Jeanne M, 1996). Untuk penanganan di RSJ umumnya hanya pada masalah medik akut, kronis dan medik dengan komplikasi. Pasien yang ditangani institusi ini akan menjalani detoksifikasi untuk menghilangkan pengaruh NAPZA dan menghambat pemakaian lebih lanjut yang pelaksanaanya dilakukan olah dokter. Kemudian dilanjutkan dengan penanganan perbaikan perilaku oleh bagian rehabilitasi yang pada umumnya diluar institusi rumah sakit. Penanganan ini dilakukan dengan berbagai pendekatan non medis seperti sosial, agama, spiritual, therapeutic community dan pendekatan alternatif lainnya.

24

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Karakteristik Siswa Jenis Kelamin Usia Uang Saku Tempat Tinggal Kegiatan Setelah Pulang Sekolah Pengetahuan

Sikap

Sumber Informasi Tindakan

25

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1

Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan dilakukan dengan desain

kuantitatif menggunakan kuesioner.

4.2

Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di tiga tempat SMA/SMK di daerah kecamatan Palaran yang masing-masing mewakili kelurahan Rawa Makmur, Bukuan dan Simpang Pasir yaitu SMA X, SMK Y dan SMK Z. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan atas pertimbangan yaitu : 1) Diketahuinya ada siswa yang pernah terlibat penyalahgunaan NAPZA di sekolah tersebut. 2) Ketiga sekolah mewakili 3 daerah kelurahan di Palaran yakni Rawa Makmur, Simpang Pasir dan Bukuan. Berdasarkan data laporan yang diperoleh dari kapolresta Palaran, ketiga kelurahan tersebut merupakan asal para pelaku penyalahgunaan NAPZA yang terjadi pada tahun 2012. 3) Belum pernah dilakukan penelitian tentang penyalahgunaan NAPZA yang serupa di ketiga sekolah tersebut. 4.2.2 Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2012 sebelum acara penyuluhan bahaya penyalahgunaan NAPZA dilakukan.

4.3

Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di SMA X, SMK Y

4.3.1 Populasi SMK Z di kecamatan Palaran.

26

4.3.2 Sampel Pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari seluruh siswa kelas X, kelas XI dan XII di SMA X dan SMK Y, serta kelas X dan XII SMK Z di kecamatan Palaran. Untuk menghitung jumlah sampel, digunakan rumus menurut Lemeshow sebagai berikut :

Keterangan:

N n d Z P

: Besar populasi (1043 orang) : Jumlah sampel : galat pendugaan (0,1) : tingkat kepercayaan (90% = 1,96) : Proporsi populasi (0,5)

n=

(1,96)2 x 0,5 (1-0,5) x 1043 0,12(295-1) + (1,962 x 0,5 (1-0,5)) 3,8416 x 0,25 x 1043 2,94 + (3,8416 x 0,25) 1001,6972 3,9004

n=

n=

n = 256,81 257 orang

4.4

Kriteria Responden Penelitian Semua siswa kelas X, kelas XI dan XII di SMA X dan SMK Y, serta

4.4.1 Kriteria Inklusi kelas X dan XII SMK Z yang mengikuti acara penyuluhan penyalahgunaan NAPZA pada bulan Juli 2012 dan bersedia mengisi kuesioner.

27

4.4.2 Kriteria Eksklusi Siswa kelas X, kelas XI dan XII di SMA X dan SMK Y, serta kelas X dan XII di SMK Z yang menolak atau tidak lengkap mengisi kuosioner yang diberikan.

4.5

Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

4.6

Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan merupakan data primer yang diperoleh melalui

metode angket.

4.7

Definisi Operasional

1) Karakteristik Siswa : Umur merupakan usia siswa saat mengisi kuesioner Jenis Kelamin merupakan fungsi seksual/gender siswa yang dituliskan dalam kuesioner Uang saku merupakan uang yang diberikan oleh orang tua sehari-hari Tempat tinggal merupakan tempat dimana siswa tersebut hidup menetap di dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari meliputi : bersama orang tua, family, asrama dan kost. Kegiatan setelah pulang sekolah merupakan aktifitas yang dilakukan seharihari setelah akhir pulang sekolah. 2) Pengetahuan tentang NAPZA merupakan sesuatu yang diketahui oleh siswa mengenai NAPZA, penyalahgunaan NAPZA, factor-faktor penyebab serta akibat yang ditimbulkan dan tanda-tanda/ ciri-ciri siswa yang telah memakai NAPZA. 3) Sikap tentang NAPZA adalah respon atau reaksi dari siswa tentang penyalahgunaan NAPZA di sekolah. 4) Tindakan merupakan perwujudan nyata dari pengetahuan dan sikap siswa dalam penyalahgunaan NAPZA.
28

5) Sumber informasi adalah dari mana siswa memperoleh informasi tentang bahaya NAPZA, meliputi ibu, ayah, saudara, guru, teman, media cetak dan media elektronik.

4.8

Aspek Pengukuran

4.8.1 Pengetahuan siswa Pengetahuan responden diukur melalui 11 pertanyaan, responden yang menjawab benar akan diberi skor 1. Untuk pertanyaan nomor 1,2,3,4 Jika responden menjawab benar pada salah satu pilihan dari a-d diberi skor 1, sehingga jika menjawab semua pilihan a-d diberi skor 4, sedangkan yang menjawab salah diberi skor 0. Untuk pertanyaan nomor 5 dan 6, Jika responden menjawab benar pada salah satu pilihan a-e diberi skor 1, sehingga jika menjawab semua pilihan a-e diberi skor 5, sedangkan yang menjawab salah diberi skor 0. Untuk pertanyaan nomor 7 Jika menjawab salah satu pilihan dari a, b, atau c diberi skor 1, sehingga jika menjawab semua pilihan a-c diberi skor 3, sedangkan yang menjawab salah satu pilihan dari a-h diberi skor 1 sehingga jika menjawab semua pilihan a-h diberi skor 8, sedangkan jika menjawab salah diberi skor 0. Untuk pertanyaan nomor 10 Jika menjawab benar pada salah satu pilihan dari a-b diberi skor 1, sehingga jika menjawab semua pilihan a-b diberi skor 2, sedangkan yang menjawab salah diberi skor 0. Skor tertinggi yang dapat dicapai oleh responden adalah 41. (Pratomo H, 1986). Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka pengetahuan responden dapat dikategorikan sebagai berikut : a. Pengetahuan baik, jika jawaban responden >75% dari nilai tertinggi, yaitu >31 b. Pengetahuan sedang, jika jawaban responden 40% - 75%, yaitu 16-31

29

c. Pengetahuan kurang, jika jika jawaban responden <40% dari nilai tertinggi yaitu <16 d. Tidak berpengetahuan, jika responden tidak memiliki jawaban yang benar. 4.8.2 Sikap Sikap diukur melalui 7 pertanyaan dengan memberikan skor terhadap kuesioner dengan memberikan bobot penilaian, jika jawaban setuju skornya 1, dan jika jawaban tidak setuju maka skornya 0. Skor tertinggi yang dapat dicapai oleh responden adalah 14. Untuk pertanyaan nomor 4 Jika menjawab salah satu saja dari a-h diberi skor 1, sehingga jika menjawab semua pilihan a-h diberi skor 8. Untuk pertanyaan nomor 3 dan 6, Jika jawabannya tidak setuju maka skornya 1, dan bila jawabannya setuju maka skornya 0. (Pratomo H, 1986) Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka sikap responden dapat dikategorikan sebagai berikut : a. Sikap baik jika jawaban responden >75% dari nilai tertinggi, yaitu >11 b. Sikap sedang, jika jawaban responden 40% - 75%, yaitu 6-11 c. Pengetahuan kurang, jika jika jawaban responden <40% dari nilai tertinggi yaitu <6 4.8.3 Tindakan Tindakan diukur melalui pernah atau dulu pernah atau tidak pernah menggunakan NAPZA. 4.8.4 Sumber Informasi Sumber informasi diukur melalui pernah mendapat sumber informasi tentang bahaya NAPZA yang benar, baik dari orang tua, guru. Media cetak dan elektronik.

4.9

Pengolahan dan Analisis Data

4.9.1 Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

30

1) Editing Data yang dikumpulkan kemudian diperiksa. Bila terdapat kesalahan dalam pengumpulan data, data diperbaiki (editing) dengan cara memeriksa kembali jawaban yang kurang. 2) Coding Teknik ini dilakukan dengan memberi tanda atau klasifikasi pada masingmasing jawaban dengan kode berupa angka. 3) Tabulating Untuk mempermudah pengolahan data serta pengambilan kesimpulan, data dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi dan dianalisis dengan menggunakan tabulasi silang.

4.9.2 Analisis Data Data yang telah diolah akan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

31

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Banyak Remaja Tersangka Narkoba. Available from: http://kaltimpost.co.id/index.php/main/praca/account_manger_lokalizacja_p oznan?mib=berita.detail&id=135215. (Accessed 7 July 2012) Anonim. 2012. Polisi Sudah Amankan Tiga Warga : Rawa Makmur dan Simpang Pasir Rawan Narkoba. Available from: http://www.sapos.co.id/index.php/berita/detail/Rubrik. (Accessed 7 July 2012) BNN. 2011. Data Tindak Pidana Narkoba. Available http://bnn.go.id/portal/_uploads/post/2012/05/31/2012053115320710234.pdf. (Accessed 5 July 2012) from:

BNN. 2011. Data Tindak Pidana Narkoba Provinsi DIY. Available from: http://bnn.go.id/portal/_uploads/post/2012/05/10/2012051016560510243.pdf. (Accessed 5 July 2012) BNN. 2011. Data Tindak Pidana Narkoba Provinsi Kaltim. Available from: http://bnn.go.id/portal/_uploads/post/2012/05/10/2012051016592210249.pdf. (Accessed 5 July 2012) Brannon, Guy E. 2010. Inhalant Related Psychiatric Disordres. Available from: http://www.wolfe411.org/inh/Docs/InhalantRelated%20Psychiatric%20Diso rders%20Guy%20E%20Brannon.htm . (Accessed 10 July 2012) Griswold, Kim S. 2008. Adolescent Substance Abuse. Available from: http://www.aafp.org/afp/2008/0201/p331.html .(Accessed 5 July 2012) Hadiman. 1996. Perlakukanlah Barang Haram Ekstasi Narkotika dan lain-lain seperti Barang Haram Lainnya. Jakarta: Bimmas Polri. Handly Neal. 2009. Amphetamine Toxicity. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/812518 (Accessed 5 July 2012) Harahap. 2001. Penyalahgunaan Narkoba dan Dampak Yang Ditimbulkannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Farmakologi pada FMIPA USU, Medan. Hartadi. 2008. Penyalahgunaan Obat di Kalangan Remaja dan Pelajar. FK Jakarta: UKRIDA Hawari. 2002. Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA. Jakarta: Penerbit FK UI

32

Hawari.D. 2006. Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA. Edisi kedua, Jakarta: FKUI Idries. 2003. Remaja dan Narkoba. Available from: www.Indonesiamedia.com/rubrik/ parenting/parenting 00 agustus htm. (Accessed 7 July 2012) Jeanne,M.N.dkk. 1996. Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Pskotropika. Jakarta: PT.Pramuka Saka Bhayangkara Joewana, S. 1989. Gangguan Pengawasan Zat Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif Lain. PT. Jakarta: Gramedia Joewana, S. 2004. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif. Jakarta: EGC Kaplan, D.W, dan Kathleen A., Mammel. 1991. Interrelation of High Risk Adolescent Behaviour, In Current Pediatric Diagnosis and Treatment. Prentice Hall International Health. Larson, Michael F. 2010. Alcohol Related Psychosis. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/289848. (Accessed 5 July 2012) Levine, Michael D., 2009. Toxicity, alcohols. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/812411-overview. (Accessed 5 July2012) National Institute on Alcohol Abuse And Alcoholism. 2010. What is Alcoholism? Available from: http://www.niaaa.nih.gov .(Accessed 5 July 2012) Kesehatan, edisi I, Andi Offset, Jakarta.Nasution, Z., dkk. 2006. Kompilasi Peraturan Perundang-undangan Tentang Narkoba. Jakarta: Kencana prenada Media Group Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Parapat., T. 2002. Panduan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, Pedoman bagi orang tua, Pelajar, Mahasiswa, Masyarakat dan Lembaga Pemerintah. Jakarta: PT. Sepadan Agra Daya Partodiharjo, S. 2006. Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya. Jakarta: Erlangga Purwanto, Y. 2002. Bahaya Penyalahguna NAPZA dalam Perspektif Psikologi. Laporan Pelaksanaan Program Studi Piloting Krisis Unit di SMU. Proyek Pengembangan Kegiatan Kesiswaan dan Pemberian Beasiswa Bakat dan

33

Prestasi Direktorat Pendidikan Menengah Umum Departemen Pendidikan Nasional. Salomone, Joseph A. 2009. Hallucinogen Toxicity. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1010821 (Accessed 7 July 2012) Sarwono, S.W. 2006. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada Sasangka H. 2003. Narkotika dan Psikotropika dan Hukum Pidana. Bandung: Mandar Maju Skiner, B.F. 1938. The Behavior of Organisms: An Experimental Analysis. Oxford, England: Appleton-Century Soetjiningsih. 2007. Pertumbuhan Somatik Pada Remaja. Dalam : Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: PT. Sagung Seto Stuart, G.W.,& Sundeen, S.J. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby Year Book Supriyono A., 2006. Mengenal Jenis dan Faktor Penyebab dan Penyalahgunaan NAPZA. Available from: http://unpad.ac.id/content. (Accessed 5 July2012) Sudarsono. 2004. Kenakalan Remaja. Jakarta: PT.Rineka cipta Sudirman. 2006. Penanggulangan Korban Narkoba (Meningkatkan Peran Keluarga dan Lingkungan). Jakarta: Penerbit FKUI Susilo S. 1993. Pengawasan Obat dan Makanan Menurut Undang-undang No.23 tahun 1992. Denpasar Bali. Tjah T.H., Raharja, K. 2002. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya. Edisi V. Jakarta: PT Elex Media Komputindo WHO, 1986. Young Peoples Health a Challenge for Society WHO. 2001. The World Health Report 2001, Mental Health: New Understanding New Hope. WHO: Jeneva WHO. 2011. World Drug Report 2011. Available from: http://www.unodc.org/documents/data-andanalysis/WDR2011/World_Drug_Report_2011_ebook.pdf. (Accessed 5 July2012) Wresniwiro M. 1999. Masalah Narkotika, Psikotropika dan Obat-obat Berbahaya (NARKOBA). Jakarta: Mitra BINTIBMAS

34

Yanny, L.D. 2001. Narkoba Pencegahan dan Penanganannya. Jakarta: Elex Media Komputindo Yayasan Cabang Organisasi. 2002. Pencegahan dan Pengobatan Narkoba. Available from: http://www.Maljongkok.com/Curhat/ Narko/Narkoarticleid Cfm? Article did = 30. (Accessed 7 July2012)

35

You might also like