You are on page 1of 20

Pendahuluan Kelangsungan hidup dan berfungsinya sel secara normal bergantung pada pemeliharaan konsentrasi garam, asam, dan

elektrolit lain di lingkungan cairan internal. Kelangsungan hidup sel juga bergantung pada pengeluaran secara terus-menerus zat-zat sisa metabolism toksik yang dihasilkan oleh sel pada saat melakukan berbagai reaksi demi kelangsungan hidupnya. Ginjal berperan penting dalam mempertahankan homeostasis dengan mengatur konsentrasi banyak konstituen plasma, terutama elektrolit dan air, serta dengan mengeleminasi semua zat sisa metabolism kecuali CO2 yang dikeluarkan oleh paru. Salah satu kelainan pada ginjal adalah Sindroma Nefrotik. Pada tahun 1905 Friedrich Muller menggunakan istilah nefrosis untuk membedakan degenerasi lemak tubulus dengan glomerulus normal daripada nefritis yang menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus. Namun istilah nefrosis sekarang tidak dipakai lagi. Istilah Sindrom Nefrotik (SN) kemudian digunakan untuk menggantikan istilah terdahulu yang menunjukkan suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan satu penyakit yang mendasari. Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas Sindrom Nefrotik pada anak masih tinggi, yaitu lebih dari 50%. Pasien-pasien ini dirawat untuk jangka waktu lama karena edema anasarka disertai dengan ulserasi dan infeksi kulit. Mortalitas penyakit ini diperkirakan mencapai 67% yang sering disebabkan oleh komplikasi peritonitis dan sepsis pada tahun 1950 dan pada dekade berikutnya menurun menjadi 40%. Demikianlah gambaran awal mengenai Sindrom Nefrotik. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai berbagai hal mengenai Sindroma Nefrotik pada anak dan juga akan dijelaskan mengenai anatomi, histologi, dan fisiologi ginjal.

ISI LAPORAN MAKALAH TUTORIAL BLOK GENITOURINARY SYSTEM 1. Nama atau tema blok: Genitourinary System 2. Fasilitator/ Tutor: dr. Yunilda Andriani, MKT 3. 1. 2. 3. 4. Data pelaksanaan: Tanggal tutorial: 10 Agustus 2010 dan 13 Agustus 2010 Pemicu ke-1 Pukul: 10.30-13.00 WIB & 07.00-09.30 WIB Ruangan: Ruang Tutorial A10 (Ruang Diskusi Fisika 3)

4. Pemicu: A, seorang anak laki-laki usia 3 tahun, berat badan 15 kg, tinggi badan 100 cm, dibawa ibunya ke rumah sakit dengan keluhan bengkak seluruh tubuh sejak 1 minggu yang ini. Mula-mula bengkak pada kelopak mata kiri dan kanan, pada waktu bangun pagi, beberapa hari kemudian meluas pada perut, kelamin dan kaki sehingga mengganggu gerakan anak. Ibunya mengaku bahwa hal ini merupakan bengkak yang pertama kali lalu membawa anaknya ke pengobatan alternatif dan diberi obat-obatan yang tidak diketahui ibunya namanya. Oleh karena semakin bengkak ibu membawa anaknya ke rumah sakit. Apa yang terjadi pada A?

More Info : Dari pemeriksaan fisik didapati, suhu tubuh 37,2C, tekanan darah 90/60 mmHg. Hasil urinalisa: protein urine +++, eritrosit 0-1/lpb, leukosit: 0-1/lpb, toraks eritrosit: 0-1/lpk, toraks hyalin: 0-1/lpk. Hasil pemeriksaan kimia darah: Albumin serum: 1,3 g%, ASTO: <200 IU, CRP (-), kolesterol: 360 mg/dL, ureum: 30 mg%, kreatinin: 0,4 mg/dL, uric acid: 4,0 mg/dL

5. Tujuan pembelajaran: 1. Memahami hal mengenai anatomi dan histologi ginjal. 2. Memahami hal yang berhubungan dengan fisiologi ginjal (kompartemen cairan tubuh, proses filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi) 3. Memahami hal yang berhubungan dengan Sindroma Nefrotik (definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis dan pemeriksaan, diagnosis banding, penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi). 6. Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat: 1. Bagaimanakah anatomi dan histologi ginjal? 2. Bagaimanakah fisiologi ginjal (kompartemen cairan tubuh, proses filtrasi, reabsobsi, dan sekresi)? 3. Apakah definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis dan pemeriksaan, diagnosis banding, penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi Sindroma Nefrotik? 7. Jawaban atas pertanyaan: - Anatomi dan Histologi Ginjal: Anatomi Ginjal Ginjal merupakan sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya mengahadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal.

Besar dan berat ginjal sangat bervariasi. Hal ini bergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm (panjang), 6 cm (lebar), dan 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120170 gram atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa ginjal dan diluar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah cranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau gandula adrenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia Gerota.

Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII sedangkan disebelah anterior dilindungi oleh organ-organ intraperitoneal. Ginjal kanan oleh hepar, kolon, dan duodenum. Sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum, dan kolon.

Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, dan duktus kolegentes.

Histologi Ginjal 1) Renal Corpuscle, terdiri dari: - Berkas-berkas kapiler.

- Glomerulus merupakan kapsul epitel berdinding ganda yang disebut dengan Kapsula Bowman. Bagian luar lapisan parietal adalah Simple Squamous epithelium dan bagian dalam lapisan visceral adalah sel-sel podosit.

Diantara kedua lapisan ini terdapat ruang kapsuler. Pada Renal Corpuscle terdapat kutub vaskuler dimana arteriol aferen masuk dan arteriol eferen keluar dan kutub urinarius sebagai awal dari tubulus kontortus proksimal.

2) Tubulus Kontortus Proksimal Dibatasi oleh Simple uboidal Epithelium yang bersifat sangat asidofililik. Sel epitel besar terlihat memiliki 3-5 inti sferis dan memiliki Brush Border. Karena tubulus kontortus proksimal lebih panjang daripada tubulus kontortus distal, maka pada preparat akan terlihat lebih banyak.

3) Lengkung Henle 6

Berbentuk huruf U yang terdiri dari segmen tebal desenden, segmen tipis desenden, segmen tipis asenden dan segmen tebal asenden. Struktur segmen tebal mirip dengan tubulus kontortus distal. Lumen segmen tipis dan lebar oleh karena dindingnya terdiri dari epitel squamous yang intinya menonjol ke dalam lumen.

4) Tubulus Kontortus Distal Dibatasi oleh Simple cuboidal epithelium. Ukuran sel lebih kecil, sehingga lumen lebih besar, jumlah sel dan intinya terlihat lebih banyak. Tidak memiliki Brush Border. Tubulus kontortus distal lebih pendek sehingga terlihat lebih sedikit. Tubulus kontortus distal mengadakan hubungan dengan kutup vaskuler badan ginjal dari nefronnya sendiri dekat dengan arteriol aferen dan eferen, mengalami modifikasi dengan arteriol aferen, sel-sel menjadi columnar, inti menjadi satu, memiliki aparatus golgi dan terlihat lebih gelap, dinamakan Makula Densa. 5) Tubulus Koligens Lanjutan dari tubulus kontortus distal. Merupakan unsur utama dalam medula ginjal. Tubulus Koligens yang kecil dibatasi oleh Simple Cuboidal. Semakin kebawah menembus medula sel-selnya menjadi lebih tinggi hingga menjadi sel-sel kolumnar.

6) Aparatus Jukstaglomerulus Terdiri dari: 1. Sel Jukstaglomerulus (JG cell), merupakan modifikasi tunika media arteriol aferen. Bentuk sel seperti sel-sel epiteloid tetapi bukan otot polos. Sitoplasmanya penuh dengan granul sekresi. Sel-sel ini menghasilkan enzim Renin. 2. Makula Densa yang merupakan bagia dari tubulus kontortus distal, biasanya dekat dengan arteriol aferen yang berisi sel JG.

Fisiologi Ginjal: Kompartemen Cairan Tubuh Pemeliharaan volume konstan dari suatu komposisi cairan tubuh yang stabil sangat penting untuk homeostasis. Kandungan air tubuh biasanya diatur dengan sangat tepat. Rata-rata pemasukan air (2,5 liter/hari) terdiri dari: Minum 1,3 liter/hari Air dalam makanan padat (0,9 liter/hari) 7

Air oksidasi berasal dari metabolisme

Keluaran air rata-rata berasal dari: Urine (1,5 liter/hari) Kehilangan air pada udara ekspirasi dan dari kulit Air yang terkandung dalam feses

Cairan Tubuh total Cairan ekstraselular: Interstitial fluid dan plasma darah Cairan intraselular Cairan transelular: synovial, peritoneal, pericardial, intraocular spaces, cerebrospinal fluid

Cairan intraselular dipisahkan dari cairan ekstraselular dengan satu membran sel yang sangat permeable kepada air kecuali elektrolit tubuh.

Dengan kandungan air total rata-rata sekitar 0,6 (berat badan = 1), sekitar 3/5 dari air ini terdapat dalam sel (cairan intraseluler) dan 2/5 dalam ruangan ekstraseluler yang mengandung air interstisial, air plasma, dan cairan transeluler.

Plasma berbeda dari cairan ekstraseluler karena kandungan proteinnya. Cairan intraseluler sangat berbeda dalam komposisi ioniknya dari ekstraseluler. Natrium (Na) terutama terdistribusi dalam cairan ekstraseluler, kandungan Na tubuh adalah factor penentu volume cairan ekstraseluler yang paling penting. Fisiologi Ginjal Terdapat tiga proses pada ginjal, yaitu : 1) Filtrasi Glomerulus Cairan yang difiltrasi glomerulus ke dalam kapsula Bowman harus melewati tiga lapisan yang membentuk membrane glomerulus, yaitu: Dinding kapiler glomerulus Lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai membran basal (basement membrane) 8

Lapisan dalam kapsula Bowman

Ketiga lapisan ini berfungsi sebagai saringan molekul halus yang menahan sel darah merah dan protein plasma, tetapi melewatkan H2O dan zat terlarut lain yang ukuran molekulnya kecil.

Dinding kapiler glomerulus mempunyai lubang-lubang dengan banyak poripori besar (fenestra) yang membuatnya lebih permeable terhadap H 2O dan zat terlarut dibanding kapiler di tempat lain.

Membran basal terdiri dari glikoprotein dan kolagen yang terselip diantara glomerulus dan kapsula Bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan structural sedangkan glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma kecil.

Lapisan dalam kapsula Bowman terdiri dari podosit. Setiap podosit memiliki banyak tonjolan memanjang yang saling menjalin dengan tonjolan podosit didekatnya. Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan dikenal sebagai celah filtrasi (filtratition slit) membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus dan masuk ke lumen kapsula Bowman.

Untuk melaksanakan filtrasi glomerulus, harus terdapat suatu gaya yang mendorong sebagian plasma dalam glomerulus menembus lubang-lubang membran glomerulus. Dalam perpindahan cairan dari plasma menembus membran glomerulus menuju kapsula Bowman tidak terdapat mekanisme transportasi aktif atau pemakaian energi lokal. Filtrasi glomerulus disebabkan oleh adanya gaya-gaya fisik pasif yang serupa dengan gaya-gaya yang terdapat di kapiler bagian tubuh lainnya.

2) Reabsorpsi Tubulus Reabsorpsi Tubulus bersifat sangat bervariasi dan selektif. Bahan-bahan esensial yang difiltrasi perlu dikembalikan ke darah melalui proses reabsorpsi tubulus, yaitu perpindahan bahan secara sendiri-sendiri atau berlainan dari lumen tubulus ke dalam kapiler peritubulus.

Reabsorpsi di tubulus melibatkan transportasi transepitel. Untuk dapat direabsorpsi, suatu bahan harus melewati lima sawar terpisah. Langkahlangkahnya adalah: 9

a. Bahan tersebut harus meninggalkan cairan tubulus dengan melintasi membran luminal sel tubulus. b. Bahan tersebut harus berjalan melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya. c. Bahan tersebut harus menyebrangi membran basolateral sel tubulus untuk masuk ke cairan interstisium. d. Bahan harus berdifusi melintasi cairan interstisium. e. Bahan harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke plasma darah.

Keseluruhan langkah tersebut dikenal sebagai Transportasi Transepitel.

Terdapata dua jenis reabsorpsi tubulus yaitu reabsorpsi aktif dan reabsorpsi pasif. Bergantung diperlukan atau tidaknya penggunaan energi lokal untuk memindahkan suatu bahan tertentu. Reabsorpsi Na di tubulus proksimal berperan penting dalam reabsorpsi glukosa, asam amino, H2O, Cl-, dan urea. Reabsorpsi Na Lengkung Henle, bersama dengan reabsorpsi Cl-, berperan penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dengan konsentrasi dalam volume yang berbeda-beda bergantung pada kebutuhan tubuh untuk menyimpan atau membuang H2O. Reabsorpsi Na di bagian distal nefron bersifat variable dan berada di bawah control hormone, menjadi penting dalam mengatur volume cairan ekstraseluler. Reabsorpsi tersebut juga sebagian berkaitan dengan sekresi K+ dan H+.

3) Sekresi Tubulus Urine merupakan semua zat yang masuk ke cairan tubulus (filtrasi dan sekresi) dikurang dengan zat yang direabsorpsi. Proses sekresi yang terpenting adalah sekresi H, K, dan ion-ion organik.

Sekresi tubulus melibatkan transportasi transepitel seperti pada reabsorpsi tubulus, tetapi langkahnya berlawanan.

a. Sekresi Ion Hidrogen (H+)

10

Sangat penting dalam pengaturan keseimbangan asam-basa tubuh. Ion H dapat ditambah ke cairan filtrasi melalui proses sekresi di tubulus proksimal, distal, dan pengumpul. Tingkat sekresi sangat bergantung pada keasaman cairan tubuh.

b. Sekresi Ion Kalium (K+) Secara aktif disekresikan di tubulus distal dan pengumpul. Sekresi K di bagian akhir tubulus bervariasi dan berada di bawah kontrol.Sekresi ion K di tubulus distal dan pengumpul digabungkan dengan reabsorbsi Na melalui pompa Na-K yang bergantung energi. c. Sekresi Anion dan Kation Tubulus proksimal mengandung 2 jenis pembawa sekretorik yang terpisah, satu untuk sekresi anion organik dan satu sistem untuk sekresi kation organik. Sistem ini memiliki beberapa fungsi: Dengan menambahkan lebih banyak ion organik tertentu sehinggan jalur sekretorik organik ini mempermudah ekskresi bahan-bahan tersebut. Sekresi tubulus mempermudah eliminasi ion-ion organik yang tidak dapat difiltrasi seperti ion organik yang berikatan dengan protein plasma melalui urine. Kemampuan sistem sekresi ion organik mengeliminasi banyak senyawa asing dari tubuh.

Sindrom Nefrotik: Definisi Sindrom Nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis ditandai dengan edema anasarka, proteinnuria massif > 3,5 g/hari, hipoalbuminemia < 3,5 g/dL, hiperkolesteronemia, dan lipiduria.

Epidemiologi Sindrom Nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik disebut sindrom nefrotik primer dan ditemukan 90% pada kasus anak. Apabila penyakit ini timbul sebagai bagian daripada penyakit sistemik atau berhubungan dengan obat atau toksin, maka disebut sindrom nefrotik sekunder.

11

Insidens penyakit sindrom nefrotik primer ini 2 kasus pertahun tiap 100.000 anak. Insidens di Indonesia diperkirakan 6 kasus pertahun tiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun. Rasio antara laki-laki : perempuan = 2:1.

Etiologi Sindrom nefrotik disebabkan oleh glomerulonefritis primerdan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakitan jaringan penghubung, obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik seperti SLE (Systemic Lupus Erithematosus). Glomerulonefritis primer atau idiopatik merupakan penyebab sindrom nefritik yang paling sering.

Klasifikasi Sindrom Nefrotik Primer (Idiopatik) o Minimal change (80-90%) o Focal segmented glomerulosclerosis (FSGS) (10-20%) Sindrom Nefrotik Sekunder o SLE, Hennoch-Schonlein Purpura, bee-sting, drugs, malaria, dan lain-lain Sindrom Nefrotik Kongenital

Patofisiologi Proteinuria Disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan nonselektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar dari urin. Selektifitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur membran basal glomerulus.

Oedema Kelainan glomerulus yang menyebabkan protein dapat keluar ke urin. Salah satu protein yang keluar adalah albumin sehingga banyak albumin yang keluar ke urin (albuminuria). Hal ini menyebabkan keadaan hipoalbuminemia yang menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma menurun. Volume plasma meningkat yang mengakibatkan retensi Na renal sekunder meningkat sehingga terjadilah oedema.

12

Manifestasi Klinis a. Tanda yang paling umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh, diantaranya adalah : Edema periorbital, yang tampak pada pagi hari Penumpukan cairan pada rongga pluera yang menyebabkan efusi pleura Penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebankan asites

b. Tanda lain penyakit ini adalah proteinuria (biasanya lebih dari 3,5g/hari) hipoalbuminemia dan hiperlipidemia. c. Hipertensi (jarang terjadi) d. Beberapa pasien mungkin mengalami di mana urin berbusa, akibat penurunan tekanan permukaan akibat proteinuria. e. Hematuria dan oligouria (tidak umum terjadi pada sindrom nefrotik)

Diagnosis dan Pemeriksaan 1. History taking (Anamnesa) Indentitas pasien Keluhan utama Keluhan tambahan Riwayat (pykt. Dahulu, keluarga dll.) 2. Physical Exam. (Pemeriksaan Fisik) 3. Investigation (Laboratorium) Urinalysis Blood analysis Kidney biopsy Imaging Studies

Urinalisis: Stage 1: Visual exam. (Makroskopis)

13

Deteksi darah (urine lebih gelap dari normal) Infeksi (urine berawan)

Stage 2: A Dipstick exam. Acid level Proteinuria Glukosuria Bakteria dan sel darah putih atau Bakteria tanpa sel darah putih Bilirubin

Mikroskopis Sel darah merah (kerusakan dari unit filtrasi dari ginjal, batu ginjal, infeksi, kanker buli-buli atau kelainan darah). Sel darah putih (tanda dari infeksi dan inflamasi di ginjal, buli-buli atau di tempat lain). Bakteria and parasit (infeksi di tubuh). Cast (tube-shaped form) terbuat dari protein.

Diagnosis Banding Diagnosis banding untuk oedema adalah Congestif Heart Failure (CHF), kwashiorkor, inflamasi, Deep Vein Thrombosis (DVT), gagal ginjal akut, sirosis hepatis.

Penatalaksanaan Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya jangan tergesagesa memulai terapi kortikosteroid karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari.

International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari 14

dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.

Sindrom nefrotik serangan pertama: 1. Perbaiki keadaan umum penderita - Diet tinggi kalori, tinggi protein (0,8 gr/KgBB/hari), rendah garam (<2gr/hari), rendah lemak (<200gr/hari). Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal. - Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin konsentrat. - Berantas infeksi jika ada. - Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi. - Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.

2. Terapi prednison - Sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak. - Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.

Sindrom nefrotik kambuh (relapse): 1. 2. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan. Perbaiki keadaan umum penderita. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam masa 12 bulan.

1. Induksi 15

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu. 2. Rumatan Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.

Sindrom nefrotik kambuh sering: Merupakan sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa 12 bulan. 1. Induksi Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kgBB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu. 2. Rumatan Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu,kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu,kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.

Terapi Nonfarmakologis: 1. Istirahat 2. Restriksi protein dengan diet protein 0,8 gram/kgBB ideal/hari ditambah ekskresi protein dalam urin/24 jam. Bila fungsi ginjal sudah menurun,diet protein di sesuaikan hingga 0,6 gram/kg BB/hari ditambah ekskresi protein dalam urin / 24 jam

16

3. Diet rendah kolesterol <600 mg / hari 4. Berhenti merokok 5. Diet rendah garam, restriksi cairan pada edema

Farmakologis: 1. Pengobatan edema :diuretik loop 2. Pengobatan proteinuria dengan penghambatan ACE dan/atau antagonis reseptor angiostens II 3. Pengobatan dislipidemia dengan golongan statin 4. Pengobatan hipertensi dengan tekanan darah <125/75 mmhg. 5. Steroid (prednisone) Komplikasi Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN. Kadar kolesterol pada umumnya meningkat sedangkan trigliserida bervariasi dari normal sampai sedikit tinggi. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan oleh meningkatnya LDL (low density lipoprotein) yaitu sejenis lipoprotein utama pengangkut kolesterol. Tingginya kadar LDL pada SN disebabkan oleh peningkatan sintesis hati tanpa gangguan katabolisme hati. Mekanisma hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati dan menurunnya katabolisme. Terjadinya hiperlipidemia dapat dianggap sebagai ciri khas dari sindrom nefrotik, bukan hanya komplikasi. Hal ini terkait dengan hypoproteinemia dan serum tekanan rendah oncotic sindrom nefrotik, yang kemudian menyebabkan sintesis protein reaktif hati, termasuk dari lipoproteins. Beberapa lipoprotein serum akan disaring di glomerulus, yang menyebabkan lipiduria dan temuan klasik oval lemak tubuh dan lemak timpakan pada sedimen urin.

Lipiduria sering ditemukan pada SN dan ditandai oleh akumulasi lipid pada debris sel dan cast seperti badan lemak berbentuk oval (oval fat bodies) dan fatty cast. Lipiduria lebih dikaitkan dengan protenuria daripada dengan hiperlipidemia.

Tromboemboli sering ditemukan pada SN akibat peningkatan koagulasi intravascular. Pada SN akibat GNMP kecenderungan terjadinya trombosis vena renalis cukup tinggi. Emboli paru dan trombosis vena dalam (deep vena trombosis) sering dijumpai pada SN. Terjadinya infeksi oleh kerana defek 17

imunitas humoral, selular, dan gangguan system komplemen. Oleh itu bacteria yang tidak berkapsul seperti Haemophilus influenzae and Streptococcus pneumonia boleh menyebabkan terjadinya infeksi. Penurunan IgG, IgA dan gamma globulin sering ditemukan pada pasien SN oleh kerana sintesis yang menurun atau katabolisme yang meningkat dan bertambah banyaknya yang terbuang melalui urine. Gagal ginjal akut disebabkan oleh hypovolemia. Oleh kerana cairan berakumulasi di dalam jaringan tubuh, kurang sekali cairan di dalam sirkulasi darah. Penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik dan timbulnya nekrosis tubular akut.

Infeksi akibat kehilangan immunoglobulin

Prognosis Pada umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut : - Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun - Disertai oleh hipertensi - Disertai oleh hematuria - Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder - Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal

8. Ulasan:

9. Kesimpulan: Anak A menderita Sindroma Nefrotik idiopatik karena dijumpai empat ciri seperti proteinuria, oedema, hipoalbuminemia dan hiperkolesteronemia dan diberi terapi kortikosteroid.

18

DAFTAR PUSTAKA

(BELUM JADI NIE YA WAK)

Nelson, Waldo E. Tuberculosis. Starke Margaret R. In Ilmu Kesahatan Anak Nelson Vol. II Ed. 15. Jakarta: EGC. 2000; 1028-1043. Nelson, Waldo E. Atelektasis. Stern Robert C. In Ilmu Kesahatan Anak Nelson Vol. II Ed. 15. Jakarta: EGC. 2000; 1500-1502. Departemen Kesehatan RI. Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2008; 13-21. Rekasodiputro, Harryanto A., Prof. DR. dr., Sp.PD, dkk. Tuberkulosis Paru. Amin, Zulkifli. In Ilmu Penyakit Dalam Vol. II Ed. 4.Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FK UI. 2006.; 988-994. 19

Djojodibroto, Darmanto R., Dr, Sp. P, FCCP. Penyakit Parenkim Paru. Perdan, Teuku Istia, dr. In Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC. 2009; 151-168. Katzung, Bertram G. Obat Antimikobakteri. In Farmakologi Dasar dan Klinik Vol.3 Ed. 8. Jakarta: Salemba Medika. 2004; 91-105..

20

You might also like