You are on page 1of 3

MITRAL STENOSIS Etiologi Penyebab tersering adalah endokarditis reumatika, akibat reaksi yang progresif dari demam rematik

oleh infeksi streptococcus. Penyebab lain walaupun jarang dapat juga stenosis mitral congenital, deformitas parasut mitral, vegetasi SLE, karsinosis sitemik, deposit amiloid, akibat obat fenfluramin/phentermin, rheumatoid arthritis, serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif. Patologi Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan (valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi komisura, fusi serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal, mengecilkan area katup mitral menjadi seperti bentuk mulut ikan (fish mouth) atau lubang kancing (button hole). Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium primer, sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder. Pada endokarditis reumatika, daun katup dan korda akan mengalami sikatrik dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda sehingga menimbulkan penarikan daup katup menjadi bentuk funnel shaped. Proses perubahan patologi sampai trjadinya gejala klinis (periode laten) biasanya memakan waktu bertahun-tahun (10-20 tahun). Patofisiologi Pada keadaan normal, area katup mitral mempunyai ukuran 4-6cm2. Bila area orifisium katup ini berkurang sampai 2cm2, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri berupa peningkatan tekanan agar aliran transmitral yang normal tetap terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga menjadi 1cm2. Pada tahap ini, dibutuhkan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal. Gradien transmitral merupakan hallmark stenosis mitral selain luasnya area katup mitral, walaupun Rahimtoola berpendapat bahwa gradient dapat terjadi akibat aliran besar melalui katup normal, atau aliran normal melalui katup sempit. Sebagai akibat kenaikan tekanan atrium kiri akan diteruskan ke v. pulmonalis dan seterusnya mengakibatkan kongesti paru serta kelihan sesak (exertional dyspnea). Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradient transmitral, dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta hubungan antara lamanya waktu antara penutupan katup aorta dan kejadian opening snap. Berdasarkan luasnya area katup mitral, derajat stenosis mitral sebagai berikut : 1. minimal : >2,5cm2 2. ringan : 1,4-2,5 3. sedang : 1-1,4 4. berat : < 1 5. reaktif : < 1

Keluhan dan gejala stenosis mitral mulai akan muncul bila luas area katup mitral menurun sampai seperdua normal (<2-2,5). Hubungan antara gradient dan luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral dapat dilihat pada table berikut :
Derajat stenosis Ringan Sedang Berat A2-OS interval >110 msec 80-110 msec < 80 msec Area >1,5 cm2 1-1,5 <1 Gradien <5 mmHg 510mmHg >10 mmHg

Kalau kita lihat fungsi lama waktu pengisian dan besarnya pengisian, gejala akan muncul bila waktu pengisian menjadi pendek dan aliran transmitral besar, sehingga terjadi kenaikan tekanan atrium kiri walaupun area belum terlalu sempit (<1,5 cm2). Pada stenosis mitral ringan gejala yang timbul biasanya dicetuskan oleh factor yang meningkatkan kecepatan aliran atau curah jantung, atau menurunkan periode diastole, yang akan meningkatkan tekanan atrium kiri secara dramatis. Beberapa keadaan antara lain latihan, stress emosi, infeksi, kehamilan, dan fibrilasi atrium dengan respon ventrikel cepat. Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan meningkat bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1 cm2 yang berupa stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam akitifitas. Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stenosis mitral, dengan patofisiologi yang kompleks. Pada awalnya kenaikan tekanan atau hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan tekana atrium kiri. Demikian pula terjadi perubahan pada vascular paru berupa vasokonstriksi akibat bahan neurohumoral seperti endotelin, atau perubahan anatomic seperti remodel akibat hipertrofi tunika media dan penebalan intima (reactive hypertension). Kenaikan resistensi arteriolar paru ini sebenarnya merupakan mekanisme adaptif untuk melindungi paru dari kongesti. Dengan meningkatnya hipertensi pulmonal ini akan menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diastole, regurgitasi tricuspid dan pulmomal sekunder, dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik. Manifestasi Klinis Kebanyakan pasien dengan stenosis mitral bebas keluhan dan biasanya keluhan utama berupa sesak napas, dapat juga fatigue. Pada stenosis mitral yang bermaknam dapat mengalami sesak pada aktivitas sehari-hari, paroksismal nocturnal dispnea, ortopnea, atau edema paru yang tegas. Hal ini akan dicetuskan leh berbagai keadaan meningkatnya aliran darah melalui mitral atau menurunnya waktu pengisian diastole. Fatigue juga merupakan keluhan umum pada stenosis mitral. Wood menyatakan bahwa pada kenaikan resistensi vascular paru lebih jarang mengalami paroksisml nocturnal dispea atau ortopnea, oleh karena vascular tersebut akan menghalangi sumbatan sirkulasi pada daerah proksimal kapiler paru. Hal ini mencegah kenaikan dramatis dari tekanan v. pulmonalis tetapi tentunya dalam situasi curah jantung rendah. Oleh karena itu gejala

kongesti paru akan digantikan oleh keluhan fatigue akibat rendahnya curah jantung pada aktifitas dan edema perifer. Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering terjadi pada stenosis mitral yaitu 30-40%. Kejadian ini sering terjadi pada umur yang lebih lanjut atau distensi atrium yang menyolok akan merubah sifat elektrofisiologi dari atrium kiri. Hal ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis. Fibrilasi atrium yang tidak dikontrol akan menimbulkan keluhan sesak atau kongesti yang lebih berat, karena hilangnya peranan kontraksi atrium dalam pengisian ventrikel (1/4 dari isi sekuncup) serta memendekanya waktu pengisian diastole. Dan seterusnya akan menimbulkan gradient transmitral dan kenaikan tekanan atrium kiri. Kadang-kadang pasien mengeluh terjadi hemoptysis, yang menurut Wood dapat terjadi karena apopleksi pulmonal akibat rupturnya vena bronkial yang melebar, sputum dengan bercak darah pada serangan PND, sputum seperti karat (pink frothy) oleh karena edema paru yang jelas, infark paru, bronchitis kronis karena edema mukosa bronkus. Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti tromboemboli, infektif endokarditis, atau gejala karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti disphagia dan suara serak. Jika embolisasi terjadi pada pasien dengan irama sinus, harus dipertimbangkan suatu endokarditis infektif. Kejadian emboli tampaknya tidak tergantung dengan berat ringannya stenosis, curah jantung, ukuran atrium kiri, serta ada tidaknya gagal jantung. Temuan klasik pada stenosis mitral adalah opening snap dan bising diastole kasar (diastolic rumble) pada daerah mitral. S1 mengeras karena pengisian yang lama membuat tekanan ventrikel kiri meningkat dan menutup katup sebelum katup itu kembali ke posisinya. Di apeks, diastolic rumble dapat teraba sebagai thrill. Pada keadaan di mana katup mengalami kalsifikasi dan kaku maka penutupan katup mitral tidak menimbulkan bunyi s1 yang keras. Demikian pula bila didengar bunyi P2 yang mengeras sebagai petunjuk hipertensi pulmonal, harus dicurigai adanya bising diastole pada mitral. Derajat dari bising diastole tidak menggambarkan beratnya stenosis tetapi waktu atau lamanya bising dapat menggambarkan derajat stenosis. Pada stenosis ringan, bising halus dan pendek, sedangkan pada yang berat holodiastol dan aksentuasi presistolik. Waktu dari A2-OS juga dapat menggambarkan berat ringannya stenosis, bila pendek stenosis lebih berat. Pada AR juga dapat terjadi bising diastole pada daerah mitral akibat tertutupnya katup mitral anterior oleh aliran balik dari aorta (Austin Flint murmur). Gambaran klinis dari foto thorax adalah perbesaran atrium kiri serta pembesaran arteri pulmonalis. Edema interstisial berupa garis Kerley terdapat pada 30% pasien dengan tekanan atrium kiri <20mmHg. Temuan lain dapat berupa garis Kerley A serta kalsifikasi pada daerah katup mitral. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM INTERNA PUBLISHING EDISI V JILID II SUDOYO AW, SEIYOHADI B, ALWI I, SETIADI S, SIMADIBRATA M 2009

You might also like