You are on page 1of 14

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Tujuan BAB II. PEMBAHASAN 2.1. Talasemia 2.2. Klasifikasi talasemia 2.3. Gen globin 2.4. Mutasi talasemia 2.5. Hukum mendel BAB III. PENUTUP 3.1. Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA

1 2 3

4 6 8 9 12

13 14

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit talasemia marupakan kelainan gen globin yang diturunkan secara resesif autosom. Penyakit ini banyak terdapat pada populasi di dunia termaksud indonesia dan disebabkan oleh kira-kira 200 mutasi pada gen globin. Cacat molekul (mutasi) pada gen globin atau mengakibatkan tidak terjadinya atau berkurangnya sintesis rantai globin. Keseimbangan ekspresi gen globin dan dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada talasemia terjadi gangguan sintesis rantai globin , yang mengakibatkan produksi rantai globin berkurang atau tidak ada. Sedangkan pada talasemia terjadi gangguan sintesis rantai globin , yang mengakibatkan produksi rantai globin berkurang atau tidak ada. Jumlah rantai globin dan tidak seimbang pada penderita talasemia mengakibatkan adanya rantai globin yang tida berpasangan. Rantai globin yang tidak berpasangan ini akan mengalami prespitasi, yang melekat pada membrane sel darah merah dan mengakibatkan otooksidasi membrane. Otooksidasi ini dapat menyebabkan terjadinya ikatan lintas silang antara protein membrane sel darah merah, sehingga terjadi perubahan struktur membrane sel darah merah. Membrane sel darah merah menjadi lebih rigid sehingga menurunkan kemampuan deformabilitas membrane sel darah merah. Sifat rigid ini telah dibuktikan dengan rendahnya resistensi osmotic membrane sel darah merah pada pasien talasemia. Selain rigid, sel darah merah talasemia menjadi lebih kecil (mikrositik). Perubahan-perubahan ini akan ditanggapi sebagai suatu sinyal oleh system makrofag berupa isyarat untuk merusak sel dan mengakibatkan destruksi dini sel darah merah.

B. TUJUAN Adapun tujuan yang akan dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah bagaimana kita dapat memahami dan mengetahui penyakit genetic seperti Talasemia dan dapat berguna dalam menambah wawasan serta pengetahuan dalam menghadapi kehidupan yang akan datang.

BAB II PEMBAHASAN

Talasemia ialah sejenis penyakit anemia yang juga penyakit keturunan. Talasemia boleh diwarisi oleh anak jika kedua-dua ibu dan bapa mempunyai gen yang terlibat. Walaupun keduadua ibu bapa tidak menghidap anemia, kebarangkalian anak menghidapinya ialah satu per empat. Anak yang menghidap talasemia tidak boleh menghasilkan hemoglobin yang normal, yaitu bahan yang menghasilkan warna merah dalam sel darah merah dan merupakan bahan pembawa oksigen ke seluruh tubuh badan. Masalah ini kentara semasa anak menjangkau tiga bulan. Pada masa ini, tanda-tanda penyakit anemia mula muncul seperti kelesuan, sesak nafas dan pucat. Lama-kelamaan anak akan semakin kekurangan tenaga dan mengalami kesukaran menyusu. Bahagian abdomennya juga akan menjadi besar disebabkan pembesaran limpa dan hati. Talasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan atas talasemia mayor dan minor. Talasemia Apakah talasemia itu? Adalah penyakit keturunan (genetik) dimana terjadi kelainan darah (gangguan pembentukan sel darah merah). Sel darah merah sangat diperlukan untuk mengangkut oksigen yang diperlukan oleh tubuh kita.Pada penderita talasemia karena sel darah merahnya ada kerusakan (bentuknya tidak normal, cepat rusak, kemampuan membawa oksigennya menurun) maka tubuh penderita talasemia akan kekurangan oksigen, menjadi pucat, lemah, letih, sesak dan sangat membutuhkan pertolongan yaitu pemberian transfusi darah. Bila tidak segera ditransfusi bisa berakibat fatal, bisa meninggal setelah ditransfusi, penderita talasemia menjadi segar kembali. Kemudian darah yang sudah ditransfusikan tadi setelah beberapa waktu akan hancur lagi. Kembali terulang penderita kekurangan oksigen, timbul gejala lagi, perlu transfusi lagi, demikian berulang-ulang seumur hidup. Bisa tiap minggu penderita memerlukan transfusi darah, bahkan bisa lebih sering. Jadi seperti di ceritera Drakula, kalau sudah menghisap darah menjadi segar lagi. Celakanya, darah yang ditransfusi terus-menerus tadi ketika hancur akan menyisakan masalah besar yaitu zat besi dari darah yang hancur tadi tidak bisa dikeluarkan tubuh. Akan menumpuk,
4

kulit menjadi hitam, menumpuk di organ dalam penderita misalnya di limpa, hati, jantung. Penumpukan di jantung sangat berbahaya, jantung menjadi tidak bisa memompa lagi dan kemudian penderita talasemia meninggal. Untuk membuang zat besi dalam tubuh ada obatnya yaitu desferoksamin, ada yang disuntikkan dan ada yang diminum. Namun harganya mahal sekali. Sehingga untuk perawatan seorang penderita talasemia dibutuhkan biaya yang banyak sekali yaitu sekitar Rp 250.000.000/tahun. Untuk mempertahankan hidupnya, keluarga yang kaya sekalipun bisa menjadi miskin. Uang sebesar itu untuk transfusi, obat pengambil zat besi, obat-obat penunjang lain, pemeriksaan laboratorium, dan berbagai keperluan perawatan talasemia. Anak penderita talasemia kadang sudah mulai ditransfusi pada awal-awal kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan terganggu, pucat, lemah. Mukanya menjadi tidak normal, hidung menjadi pesek, mata menjauh karena pertumbuhan tulang tengkorak terganggu, mukanya khas yang di dunia kedokteran dikenal sebagai muka (facies) Cooley. Perut membuncit karena limpa, hati membesar, bahkan kadang-kadang perlu limpanya diangkat karena membesar tadi.

Talasemia tidak menular dan dapat dicegah Talasemia bukan penyakit menular, tapi dapat dicegah. Mengapa dapat dicegah? Karena penderita talasemia dilahirkan dari ibu dan ayah pembawa sifat talasemia, kedua orang tua tersebut normal-normal saja tidak menunjukan gejala talasemia sedikitpun. Bila ibu pembawa sifat menikah dengan ayah pembawa sifat maka kemungkinan 25% anaknya menderita talasemia, 50% menjadi pembawa sifat lagi dan hanya 25% yang normal. Oleh karena itu, untuk mencegah lahirnya seorang bayi talasemia, seorang ibu yang pembawa sifat jangan menikah dengan ayah yang pembawa sifat juga.

Apakah kita ada peluang punya anak talasemia? Benar sekali, kita punya peluang sangat besar punya anak menderita talasemia karena kita di Indonesia berada di daerah yang jumlah pembawa sifatnya sangat banyak yaitu antara 6-10% dari jumlah penduduk. Dari satu survey di sebuah fakultas kedokteran di Indonesia ternyata 5,9% mahasiswanya adalah pembawa sifat talasemia. Karena itu sangat bijaksana apabila kita sebelum menikah sudah mengetahui apakah kita pembawa sifat atau bukan, baik laki-laki maupun perempuan perlu mengetahuinya.Mencegah itu
5

jauh lebih baik daripada mengobati. Wanita pembawa sifat jangan menikah dengan pria pembawa sifat. Kalau pun ngotot akan menikah janganlah punya anak, dan selalu dalam pengawasan dokter spesialis kebidanan dan kandungan.Kita perlu memeriksakan diri dan melakukan tes yang disebut tes skrining talasemia. Pemeriksaannya sangat mudah dan biayanya pun murah dapat dilakukan di tempat praktik dokter yang telah ikut program tes skrining ini.Pemeriksaannya hanya sedikit ujung jari ditusuk, darah diambil setetes, kemudian di tes dan waktunya pun sangat singkat, kurang dari 10 menit. Pemeriksaan itu dikenal dengan nama tes skrining talasemia dengan Thalcon-OF.Bila hasilnya negatif, kemungkinan sangat besar kita bukan pembawa sifat. Tapi bila positif, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan di laboratorium. Apakah ada penyakit lain ataukah memang benar pembawa sifat talasemia. Klasifikasi talasemia Talasemia dapat kita klasifikasikan berdasarkan jenis rantai globin apa yang terganggu. Berdasarkan dasar klasifikasi tersebut, maka terdapat beberapa jenis talasemia, yaitu talasemia alfa, beta, dan delta. Berdasarkan gangguan pada rantai globin yang terbentuk, talasemia dibagi menjadi: 1. Talasemia alpha Talasemia alpha disebabkan karena adanya mutasi dari salah satu atau seluruh globin rantai alpha yang ada. Talasemia alpha dibagi menjadi : Silent Carrier State (gangguan pada 1 rantai globin alpha) Pada keadaan ini mungkin tidak timbul gejala sama sekali pada penderita, atau hanya teradi sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat (hipokrom). Alpha Thalassaemia Trait (gangguan pada 2 rantai globin alpha) Penderita mungkin hanya mengalami anemia kronis yang ringan dengan sel darah merah yang tampak pucat (hipokrom) dan lebih kecil dari normal (mikrositer).

Hb H Disease (gangguan pada 3 rantai globin alpha) Gambaran klinis penderita dapat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan perbesaran limpa (splenomegali). Alpha Thalassaemia Major (gangguan pada 4 rantai globin aplha) Talasemia tipe ini merupakan kondisi yang paling berbahaya pada talasemia tipe alpha. Pada kondisi ini tidak ada rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi. Biasanya fetus yang menderita alpha talasemia mayor mengalami anemia pada awal kehamilan, membengkak karena kelebihan cairan (hydrops fetalis), perbesaran hati dan limpa. Fetus yang menderita kelainan ini biasanya mangalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan. 2. Talasemia Beta Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Akibatnya, penderita akan mengalami anemia berat. Jika tidak diobati, bentuk tulang wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat fatal, karena efek sampingan transfusi darah terus menerus yang berupa kelebihan zat besi (Fe). Talasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin yang ada. Talasemia beta dibagi menjadi : Beta Thalassaemia trait Pada jenis ini penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer). Thalassaemia Intermedia Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi. Thalassaemia Major (Cooleys Anemia) Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi
7

rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat. GEN GLOBIN Darah terdiri dari plasma yang berupa cairan, sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi, dan trombosit berfungsi untuk mekanisme pembekuan darah. Eritrosit membawa satu protein yang disebut hemoglobin yang berfungsi untuk mengikat oksigen di paru-paru, membawanya ke peredaran darah, dan melepaskannya ke sel dan jaringan tubuh. Molekul hemoglobin terdapat pada semua eritrosit dan menjadi penyebab dari merahnya warna darah manusia. Hemoglobin terdiri dari haem (suatu kompleks yang terdiri dari zat besi) dan berbagai macam globin ( rantai protein yang ada di sekeliling kompleks haem). Pada orang normal, hemoglobin dibagi menjadi : 1. Hb A (95%-98%) HbA mengandung dua rantai alpha () dan dua rantai beta (). 1. Hb A2 (2%-3,5%) HbA2 mempunyai dua rantai alpha () dan dua rantai delta (). 1. Hb F (<2%) HbF diproduksi pada saat masa kehamilan dan akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. HbF mempunyai dua rantai alpha () dan dua rantai gamma (). Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut.

Mutasi talasemia
Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada bahan genetik (DNA maupun RNA), baik pada taraf urutan gen (disebut mutasi titik) maupun pada taraf kromosom. Mutasi pada tingkat kromosomal biasanya disebut aberasi. Mutasi pada gen dapat mengarah pada munculnya alel baru dan menjadi dasar bagi kalangan pendukung evolusi mengenai munculnya variasi-variasi baru pada spesies. Mutasi terjadi pada frekuensi rendah di alam, biasanya lebih rendah daripada 1:10.000 individu. Mutasi di alam dapat terjadi akibat zat pembangkit mutasi (mutagen, termasuk karsinogen), radiasi surya maupun radioaktif, serta loncatan energi listrik seperti petir. Individu yang memperlihatkan perubahan sifat (fenotipe) akibat mutasi disebut mutan. Dalam kajian genetik, mutan biasa dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami perubahan sifat Macam-macam Mutasi Berdasarkan Sel yang Bermutasi Mutasi somatik adalah mutasi yang terjadi pada sel somatik. mutasi ini tidak akan diwariskan pada keturunannya. Mutasi Gametik adalah mutasi yang terjadi pada sel gamet. Karena terjadinya di sel gamet, maka akan diwariskan oleh keturunannya. Pada umumnya, mutasi itu merugikan, mutannya bersifat letal dan homozigot resesif. namun mutasi juga menguntungkan, diantaranya, melalui mutasi, dapat dibuat tumbuhan poliploid yang sifatnya unggul. Contohnya, semangka tanpa biji, jeruk tanpa biji, buah stroberi yang besar,dll. T erbentuknya tumbuhan poliploid ini menguntungkan bagi manusia, namun merugikan bagi tumbuhan yang mengalami mutasi, karena tumbuhan tersebut menjadi tidak bisa berkembang biak secara generatif. Bahan-bahan yang menyebabkan terjadinya mutasi disebut MUTAGEN. Mutagen dibagi menjadi 3, yaitu: Mutagen bahan Kimia, contohnya adalah kolkisin dan zat digitonin. Kolkisin adalah zat yang dapat menghalangi terbentuknya benang-benang spindel pada proses anafase dan dapat menghambat pembelahan sel pada anafase. Mutagen bahan fisika, contohnya sinar ultraviolet, sinar radioaktif,dll. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan kanker kulit.

Mutagen bahan biologi, diduga virus dan bakeri dapat menyebabkan terjadinya mutasi. Bagian virus yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi adalah DNA-nya. Macam-macam mutasi berdasarkan bagian yang bermutasi Mutasi titik Mutasi titik merupakan perubahan pada basa N dari DNA atau RNA. Mutasi titik relatif sering terjadi namun efeknya dapat dikurangi oleh mekanisme pemulihan gen. Mutasi titik dapat berakibat berubahnya urutan asam amino pada protein, dan dapat mengakibatkan berkurangnya, berubahnya atau hilangnya fungsi enzim. Teknologi saat ini menggunakan mutasi titik sebagai marker (disebut SNP) untuk mengkaji perubahan yang terjadi pada gen dan dikaitkan dengan perubahan fenotipe yang terjadi. contoh mutasi gen adalah reaksi asam nitrit dengan adenin menjadi zat hipoxanthine. Zat ini akan menempati tempat adenin asli dan berpasangan dengan sitosin, bukan lagi dengan timin. Aberasi Mutasi kromosom,sering juga disebut dengan mutasi besar/gross mutation atau aberasi kromosom adalah perubahan jumlah kromosom dan susunan atau urutan gen dalam kromosom. Mutasi kromosom sering terjadi karena kesalahan meiosis dan sedikit dalam mitosis. Aneuploidi adalah perubahan jumlah n-nya. Aneuploidi dibagi menjadi 2, yaitu: >> Autopoliploidi, yaitu nnya mengganda sendiri karena kesalahan meiosis. >> Allopoliploidi, yaitu perkawinan atau hibrid antara spesies yang berbeda jumlah set kromosomnya.

10

Aneusomi adalah perubahan jumlah kromosom. Penyebabnya adalah anafase lag (peristiwa tidak melekatnya beneng-benang spindel ke sentromer) dan non disjunction (gagal berpisah). Aneusomi pada manusia dapat menyebabkan: Sindrom Turner, dengan kariotipe (22AA+X0). Jumlah kromosomnya 45 dan kehilangan 1 kromosom kelamin. Penderita Sindrom Turner berjenis kelamin wanita, namun ovumnya tidak berkembang (ovaricular disgenesis). Sindrom Klinefelter, kariotipe (22 AA+XXY), mengalami trisomik pada kromosom gonosom. Penderita Sindrom Klinefelter berjenis kelamin laki-laki, namun testisnya tidak berkembang (testicular disgenesis) sehingga tidak bisa menghasilkan sperma (aspermia) dan mandul (gynaecomastis) serta payudaranya tumbuh. Sindrom Jacobs, kariotipe (22AA+XYY), trisomik pada kromosom gonosom. Penderita sindrom ini umumnya berwajah kriminal, suka menusuk-nusuk mata dengan benda tajam, seperti pensil,dll dan juga sering berbuat kriminal. Penelitian di luar negeri mengatakan bahwa sebagian besar orang-orang yang masuk penjara adalah orang-orang yang menderita Sindrom Jacobs. Sindrom Patau, kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada kromosom autosom. kromosom autosomnya mengalami kelainan pada kromosom nomor 13, 14, atau 15. Sindrom Edward, kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada autosom. Autosom mengalami kelainan pada kromosom nomor 16,17, atau 18. Penderita sindrom ini mempunyai tengkorak lonjong, bahu lebar pendek, telinga agak ke bawah dan tidak wajar.

11

HUKUM MENDEL Talasemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit keturunan yang diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesia dan Italia. Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat adalah 25%. Talasemia dilahirkan dari ibu dan ayah pembawa sifat talasemia, kedua orang tua tersebut normal-normal saja tidak menunjukan gejala talasemia sedikitpun.

Bila ibu pembawa sifat menikah dengan ayah pembawa sifat maka kemungkinan 25% anaknya menderita talasemia, 50% menjadi pembawa sifat lagi dan hanya 25% yang normal. Oleh karena itu, untuk mencegah lahirnya seorang bayi talasemia, seorang ibu yang pembawa sifat jangan menikah dengan ayah yang pembawa sifat juga. Hukum mendel I: 2 anggota dari pasangan gen terpisah (segregasi) masing-masing ke dalam gamet, maka gamet membawa 1 anggota dari pasangan gen, dan gamet lainnya membawa 1 anggota dari pasangan gen yang lain. Hukum mendel II: Selama pembentukan gamet, proses pemisahan (segregasi) alel dari satu gen yang independent dari segregasi alel suatu gen yang lainnya.

12

BAB III PENUTUP Talasemia merupakan penyakit kelainan gen tunggal yang diturunkan secara resesif autosom, ditandai dengan adanya anemia hipokrom mikrositik. Penyakit ini disebabkan karena adanya cacat molekul pada gen globin atau yang mengakibatkan tidak terjadi atau berkurangnya sintesis rantai globin tersebut. Ketidakseimbangan jumlah antara rantai globin dan rantai globin pada pasien talasemia, mengakibatkan adanya rantai globin yang tidak berpasangan. Rantai globin yang tidak berpasangan ini akan mengalami prespitasi, yang lekat pada membrane dan mengakibatkan otooksidasi membrane sel darah merah. Otooksidasi tersebut dapat terjadi pada lipid dan protein membrane sel darah merah, sehingga pada akhirnya akan terjadi perubahan struktur normal, fungsi dan deformabilitas membrane sel darah merah. Membrane sel darah merah menjadi rigid. Perubahan-perubahan ini akan ditanggapi sebagai suatu sinyal oleh makrofag berupa isyarat untuk merusak sel tersebut( destruksi dini sel darah merah). Penurunan kemampuan deformabilitas membran sel darah merah juga dapat mengakibatkan pendeknya usia sel terutama pada saat melalui pembuluh darah yang sangat kecil.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Suryohudoyo P. Kapita selekta: ilmu kedokteran molekuler. 2000 : vi+129hlm 2. Oliveri NF. The -thalassemias. N Engl J Med 1999;341:99-109 3. Shinar E, shalev O, rachmilewitz EA, schrier SL. Erythrocyte membrane skeleton abnormalities in severe -thalassemia. Blood 1987;70:158-64 4. Aprilia R. Pengaruh oksidator dan antioksidan terhadap membrane sel darah merah penderita talasemia. Skripsi Sarjana FMIPA UI, Depok, 1998.

5. Talasemia. Edisi 30 september 2009. Diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Talasemia 9


februari 2010.

14

You might also like