You are on page 1of 49

Multiple Inteligen Untuk Meningkatkan Kemampuan Guru Bahasa Indonesia

Dalam Pembelajaran

MULTIPLE INTELEGEN
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
GURU BAHASA INDONESIA DALAM PEMBELAJARAN

Oleh:

Siti Astuti 1102405016


Ratih Anggita W. 1102405025
Khusnul Khoifah 1102405036
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbagai dugaan dan fakta menyatakan bahwa mutu pendidikan dan pembelajaran di Indonesia
rendah, bahkan sangat rendah. Data Human Development Indexs (HDI) tahun 1999 s.d. 2001
menempatakan Indonesia pada posisi 105 s.d. 109 diantara 175 negara jauh dibawah tiga negara
tetangga Indonesia. Hasil survai Political and Economic Rick Consultancy (PERC) yang
berpusat di Hongkong menunjukan bahwa

diantara 12 negara yang disurvai, sistem dan mutu pendidikan Indonesia menempati urutan 12
dibawah Vietnam (Tim BBE, 2001).
Salah satu indikasi dapat dilihat dari nilai rata-rata UAN selama sepuluh tahun terakhir juga
menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa-siswa Indonesia tergolong rendah. Berbagai
sinyalemen dan dugaan banyak kalangan juga relatif senada. Jika semua dugaan dan data
tersebut cermat dan benar, hal ini merupakan isyarat keterpurukan mutu pendidikan khususnya
mutu pembelajaran Indonesia; isyarat rendahnya mutu dan prestasi pembelajaran di Indonesia.
Rendahnya kualitas pendidikan khususnya pembelajaran di Indonesia merupakan cerminan
rendahnya atau kurangnya kualitas profesionalnya guru dalam melaksanakan dan
mempertanggungjawabkan pembelajaran, di samping banyak faktor lain. Secara langsung
banyak kalangan
Secara langsung banyak kalangan menyatakan bahwa profesionalitas guru-guru Indonesia secara
umum termasuk guru bahasa Indonesia masih memprihatinkan dibandingkan dengan
profesionalitas guru-guru di negara lain. Kondisi objektif di lapangan memang menunjukkan
tanda-tanda masih kurang atau rendahnya profesional, antara lain:
(1) Masih banyak guru bahasa Indonesia yang bertugas di SD/MI maupun di SMP/MTs dan
SMA/MA yang tidak berlatar pendidikan sesuai dengan ketentuan dan bidang studi yang
dibinanya. Contoh di sebagian besar Madura masih banyak guru bahasa Indonesia MI yang
berlatar belakang lulusan pondok pesantren. Demikian juga, di sebagian besar Jawa Timur juga
masih banyak guru MI yang berlatar belakang pondok pesantren di Banjarnegara juga masih
bnayak guru yang mngajarkan mata pelajaran tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya
salah satu sekolha yang sepeti itu di daerah kecamatan mandiraja desa jalatunda SDN 2 Jalatunda
masih banyak guru yang mengajar banyak materi.
(2) Masih banyak guru yang kurang terpacu dan termotivasi untuk memberdayakan diri,
mengembangkan profesionalitas diri dan memuthakirkan pengetahuan mereka secara terus
menerus-menerus dan berkelanjutan meskipun cukup banyak guru Indonesia yang sangat rajin
mengikuti program pendidikan.
(3) Masih banyak guru yang kurang terpacu, terdorong dan tergerak secara pribadi untuk
mengembangkan profesi mereka sebagai guru. Para guru umumnya masih kurang mampu
menulis karya ilmiah bidang pembelajaran, menemukan teknologi sederhana dan tepat guna
bidang, membuat alat peraga pembelajaran, dan atau menciptakan karya seni.
(4) Hanya sedikit guru Indonesia yang secara sungguh-sungguh, penuh kesadaran diri dan
kontinu menjalin kesejawatan dan mengikuti pertemuan–pertemuan untuk mengembangkan
profesi .
Keempat hal di atas setidak-tidaknya merupakan bukti pendukung bahwa mutu profesionalitas
guru di Indonesia masih rendah. Kurang memuaskan, bahkan memprihatinkan meskipun
berbagai upaya pengembangan dan peningkatan mutu profesionalitas sudah dilakukan oleh
pemerintah. Hal itu terjadi karena terdapat berbagai kendala pengembangan dan peningkatan
mutu profesionalitas guru di Indonesia, di antaranya adalah;
(a) Kendala personal berupa rendahnya kesadaran guru untuk mengutamakan mutu dalam
pengembangan diri, kurang termotivasinya guru untuk memiliki program terbaik bagi
pemberdayaan diri, tertanamnya rasa tidak berdaya dan tidak mampu untuk mengembangkan
profesi.
(b) Kendala ekonomis berupa terbatasnya kemampuan financial guru untuk secara berkelanjutan
mengembangkan diri, amat rendahnya penghasilan sebagai guru sehingga memaksa mereka
bekerja macam-macam, dan banyaknya pungutan dan pembiayaan kepada mereka sehingga
mengurangi kemampuan ekonomis untuk mengembangkan profesi.
(c) Kendala struktural berupa banyaknya pihak yang mengatur dan mengawasi guru sehingga
mereka tak bisa bekerja dengan tenang, rumitnya jenjang dan jalur pengembangan profesi dan
karier sehingga mereka merasa tidak berdaya dan terlalu ketat dan kakunya berbagai birokrasi
yang mengikat para guru sehinngga tidak mampu mengembangkan kreativitas.
(d) Kendala sosial berupa rendahnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru, kurangnya
partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan profesi guru, dan kurangnya fasilitas sosial
bagi pengembangan profesi guru.
(e) Kendala budaya berupa rendahnya budaya kerja berorientasi mutu hingga para guru bekerja
seadanya.
Berbagai kendala tersebut berkorelasi dengan faktor-faktor lain di luar bidang pendidikan dan
pembelajaran sehingga membuat para guru tidak berdaya, tidak otonomi dan berdaulat. Kendala-
kendala tersebut selain dapat diatasi dengan strategi personal, ekonomis, struktural, social, dan
kultural juga dapat diatasi dengan mengembangkan multiple intelegensi.

B. Rumusan Masalah
Berdarkan pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan dua permasalahan pokok yang
akan dijsadikan bahan kajian lebih lanjut.
1. Bagaimana meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar degan multiple intelegensi?
2. Bagaimana dampak multiple intelegensi dalam peningkatan kualitas guru?

C. Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan dua tujuan utama dari karya tulis ini,
yaitu:
1. Mendiskripsikan multiple intelegensi dalam peningkatan kualitas guru.
2. Mendiskripsikan dampak multiple intelegensi dalam peningkatan kualias guru.

D. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan karya tulis ini adalah:
1. Secara teoritis diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang multiple intelegensi dalam
peningkatan kualitas guru.
2. Secara praktis diharapkan prosedur multiple intelegensi dapat digunakan untuk mengatasi
permasalahan dalam pengelolaan kemampuan yang dimiliki peserta didik dalam mata pelajaran
bahasa indonesia.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Intelegensi Ganda
Gardner mendefinisikan intelgensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan
menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata
(1983;1993). Dalam pengertian di atas sangat jelas bahwa inteligensi bukan hanya kemampuan
seseorang untuk menjawab suatu tes IQ dalam kamar tertutup yang lepas dari lingkungannya.
Inteligensi memuat kemampuan untuk memecahkan persoalan yang nyata dalam situasi yang
bermacam-macam. Tekanan pada persoalan nyata ini sangat penting bagi Gardner karena
seseorang baru sungguh berinteligensi tinggi bila dia dapat menyelesaikan persoalan dalam
hidup yang nyata, bukan hanya dalam teori. Semakin tinggi inteligensinya bila ia dapat
memecahkan persoalan dalam hidup nyata dan situasi yang bermacam-macam, situasi hidup
yang sungguh kompleks. Maka, untuk mengerti inteligensi seseorang yang menonjol perlu
dilihat bagaimana orang itu menghadapi persoalan nyata dalam hidup, bukan hanya dengan tes di
atas meja. Inilah perbedaannya dengan pengukuran IQ seseorang, IQ diukur dengan tes di atas
meja.
1. Kriteria Suatu Inteligensi
Bagi Gardner, suatu kemampuan disebut inteligensi bila menunjukkan suatu kemahiran dan
ketrampilan seseorang untuk memecahkan persoalan dan kesulitan yang ditemukan dalam
hidupnya. Selanjutnya, dapat juga menciptakan suatu produk baru, dan bahkan dapat
menciptakan persoalan berikutnya yang memungkinkan pengembangan kemampuan baru. Jadi,
dalam kemampuan itu ada unsur pengetahuan dan keahlian. Kepampuan itu sungguh mempunyai
dampak, yaitu dapat memecahkan persoalan yang dialami dalam kehidupan nyata. Namun, tidak
berhenti disitu, pengetahuan juga dapat menciptakan persoalan-persoalan lebih lanjut
berdasarkan persoalan yang dipecahkan, untuk mengembangkan pengetahuan yang lebih maju
dan canggih. Gardner menambahkan bahwa pemecahan persoalan itu terjadi dalam konteks
budaya tertentu. Dengan demikian, dapat terjadi cara pemecahan suatu masalah menjadi
berbeda-beda karena perbedaan budaya.
Secara umum Gardner memberikan syarat kemampuan yang dapat dipertimbangkan sebagai
inteligensi dalam teori inteligensi gandanya, yaitu bersifat universal. Kemampuan itu harus
berlaku bagi banyak orang, bukan hanya untuk beberapa orang. Maka, kemampuan makan dan
minum banyak tidak dianggap sebagai inteligensi.
Kedua, kemampuan itu dasarnya adalah unsur biologis, yaitu karena otak seseorang, bukan
sesuatu yang terjadi karena latihan atau training. Kemampuan itu sudah ada sejak orang lahir,
meski dalam pendidikan dapat dikembanngkan
2. Inteligensi Linguistik.
Gardner menjelaskan inteligensi linguistik sebagai kemampuan untuk menggunakan dan
mengolah kata-kata secara efektif baik secara oral maupun tertulis seperti dimiliki para pencipta
puisi, editor, jurnalis, dramawan, sastrawan, pemain sandiwara, maupun orator. Kemampuan ini
berkaitan dengan penggunaan dan pengembangan bahasa secara umum. Orang yang
berinteligensi linguistik tinggi akan berbahasa lancar, baik dan lengkap. Ia mudah untuk
mengembangkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, mudah belajar beberapa bahasa.
Orang tersebut dengan mudah mengerti urutan dan arti kata-kata dalam belajar bahasa. Mereka
mudah untuk menjelaskan, mengajarkan, menceritakan pemikirannya kepada orang lain. Mereka
lancar dalam berdebat.
Kegiatan atau usaha yang sangat cocok bagi orang yang mempunyai inteligensi linguistik tinggi
adalah sebagai penulis puisi, novel, cerita, berita dan sejarah. Pekerjaan sebagai wartawan,
jurnalis, editor, kritikus sastra, ahli sastra, cocok juga bagi inteligensi ini.
Orang yang inteligensi linguistiknya tidak tinggi, tetap dapat belajar bahasa dan menggunakan
bahasa tersebut. Namun, hasilnya akan kurang lancar.
3. Inteligensi Matematis-logis
Menurut Gardner, inteligensi matematis-logis adalah kemampuan yang lebih berkaitan dengan
penggunaan bilangan dan logika secara efektif, seperti dipunyai seorang matematikus, saintis,
programmer, dan logikus. Termasuk dalam inteligensi adalah kepekaan pada pola logika,
abstraksi, kategorisasi, dan perhitungan. Orang yang mempunyai inteligensi matematis-logis
sangat mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi dalam pemikiran serta cara mereka bekerja.
Dalam menghadapi banyak persoalan, dia akan mencoba mengelompokkannya sehingga mudah
dilihat mana yang pokok dan yang tidak, mana yang berkaitan antara satu dan yang lain, serta
mana yang merupakan persoalan lepas. Mereka juga dengan mudah membuat abstraksi dari
suatu persoalan yang luas dan bermacam-macam sehingga dapat melihat inti persoalan yang
dihadapi dengan jelas. Mereka suka dengan simbolisasi, termasuk simbolisasi matematis.
Pemikiran orang berinteligensi matematis-logis adalah induktif dan deduktif. Jalan pemikirannya
bernalar dan dengan mudah mengembangkan pola sebab akibat. Bila mengahadapi persoalan, ia
akan lebih dahulu menganalisisinya secara sistematis, baru kemudian mengambil langkah untuk
memecahkannya. Biasanya orang yang menonjol dalam inteligensi ini dapat menjadi organisator
yang baik.
Orang yang kuat dalam inteligensi matematis-logis secara menonjol dapat melakukan tugas
memikirkan sistem-sistem yang abstrak, seperti matematika dan filsafat. Kebanyakan para filsuf
dan ahli matematika memang sangat kuat inteligensi matematis-logisnya. Orang yang
berinteligensi matematis-logis mudah belajar berhitung, kalkulus dan bermain dengan angka.
Bahkan, ia dengan senang menggeluti simbol angka dalam buku matematika daripada kalimat
yang panjang-panjang. Pemikiran orang ini adalah ilmiah, berurutan. Silogismenya kuat
sehingga mudah dimengerti dan mudah mempelajari persoalan analitis.
Mereka juga cocok untuk menjelaskan kenyataan fisis seperti yang terjadi dengan sains. Dengan
kekuatan pada pemikiran induktif, mereka dapat dengan mudah melihat dan mengumpulkan
gejala-gejala fisis, kemudian merangkumkannya dalam suatu kesimpulan ilmiah. Maka, mereka
dapat menemukan suatu hukum ataupun teoridari gejala-gejala fisis yang diteliti. Itulah yang
dilakukan oleh para saintis. Mereka juga dapat dengan baik melakukan tugas sehari-hari yang
berkaitan dengan negosiasi seperti jual beli, berdagang, membuat strategi memecahkan
persoalan, merencanakan suatu proyek, dan sebagainya. Tokoh-tokoh yang menonjol dalam
inteligensi matematis-logis misalnya Einsten (ahli fisika), John Dewey (ahli pendidikan),
Bertrand Russell (filsuf), Stephen Hawking (ahli fisika), Habibi (mantan presiden Indonesia ahli
pesawat terbang).
4. Inteligensi Ruang Visual
Menurut Gardner, inteligensi ruang (spatial intelligence) atau kadang disebut inteligensi ruang-
visual adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara tepat, seperti dipunyai
para pemburu, arsitek, navigator, dan dekorator. Termasuk di dalamnya adalah kemampuan untuk
mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan perubahan suatu benda dalam pikirannya
dan mengenali perubahan itu, menggambarkan suatu hal/ benda dalam pikiran dan mengubahnya
dalam bentuk nyata, serta mengungkap dan data dalam bentuk grafik, juga kepekaan terhadap
keseimbangan, relasi, warna, garis, bentuk dan ruang.
Orang yang berinteligensi ruang baik dengan mudah membayangkan benda dalam ruang
berdimensi tiga, mereka mudah mengenal relasi benda-benda dalam ruang secara tepat. Meski
melihat dari jauh, ia dapat memperkirakan letak benda itu. Itulah yang banyak dipunyai oleh para
navigator di tengah lautan yang luas.
Orang yang memiliki inteligensi ruang-visual tinggi punya persepsi yang tepat tentang suatu
benda dengan ruang di sekitarnya, ia dapat memandang dari segala sudut. Maka, ia dapat
menggambarkan kedudukan ruang dengan baik seperti para arsitek.
Orang yang kuat dalam inteligensi ruang-visual dapat dengan baik melakukan pekerjaan seperti
manggambar, melukis, memahat, menghargai hasil seni, membuat peta dan membaca peta,
menemukan jalan dan lingkungan baru, mengerti dimensi tiga, bermain catur ataupun permainan
yang membutuhkan kemampuan mengingat bentuk dan ruang. Beberapa tokoh berikut dapat
dimasukan dalam kelompok berinteligensi ruang-visual tinggi, seperti Pablo Picassa (pelukis),
Affandi (pelukis di Yogyakarta), Sidharta (pemahat), dan Michaelangelo (pelukis).
5. Inteligensi Kinestik-Badani
Inteligensi kinestik-badani, menurut Gardner, adalah kemampuan menggunakan tubuh atau gerak
tubuk untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan seperti ada pada aktor, atlet, penari,
pemahat, dan ahli bedah.
Orang yang mempunyai inteligensi kinestik-badani dengan mudah dapat mengungkapkan diri
dengan gerak tubuh mereka. Apa yang mereka pikirkan dan rasakan dengan mudah
diekspresikan dengan gerak tubuh, dengan tarian dan ekspresi tubuh. Mereka juga dengan mudah
dapat memainkan mimik, drama dan peran. Mereka dengan mudah dan cepat melakukan gerak
tubuh dalam olahraga dengan segala macam variasinya. Yang sangat menonjol dalam diri mereka
adalah koordinasi dan fleksibilitas tubuh yang begitu besar.
Orang yang kuat dalam inteligensi kinestik-badani juga sangat baik dalam menjalankan operasi
bila ia seorang dokter bedah. Beberapa tokoh berikut sering dimasukan dalam mereka yang
berinteligensi kinestik-badani tinggi, yaitu Martha Graham (penari balet), Charlie Chaplin
(pemain pantomim yang ulung), Dustin Hoffman (aktor film), Marcel Marceau (pemain
pantomim), Kristi Yamaguchi (penari balet di atas salju), Martina Navratilova (pemain tenis).
6. Inteligensi Musikal
Dalam hidup ini memang ada orang-orang tertentu yang sungguh menonjol bakat dan
kemampuannya dalam hal musik. Kita banyak mengenal para komponis musik, seperti Bach,
Mozart, Beethoven yang memang sungguh jenius dalam hal musik. Di Indonesia kita juga
mengenal banyak komponis musik baik klasik, rock ataupun pop. Mereka sangat mudah
mengekspresikan diri dan gagasan lewat musik dan lagu. Meurut Gardner mereka memiliki
inteligensi musical yang menonjol.
Gardner menjelaskan inteligensi musikal sebagai kemampuan untuk mengembangkan,
mengekspresikan, dan menikamati bentuk-bentuk musik dan suara. Di dalamnya termasuk
kepekaan akan ritme, melodi dan intonasi: kemampuan memainkan alat musik, kemampuan
menyanyi, kemampuan untuk mencipta lagu, kemampuan untuk menikmati lagu, musik dan
nyanyian.
Orang yang kuat dalam inteligensi musikal biasanya cocok untuk mengerjakan tugas sebagai
komposer musik, menginterpretasikan musik, memainkan, dan memimpin pentas musik. Dan
jelas mereka juga akan akan sangat senang menjadi pendengar yang baik untuk berbagai bentuk
musik.
7. Intelegensi Interpersonal
Inteligensi interpersonal adalah kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap
perasaan, intensi, motivasi, watak, temperamen orang lain. Kepekaan akan ekspresi wajah, suara,
isyarat dari orang lain juga termasuk dalam inteligensi ini. Secara umum inteligensi interpersonal
berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menjalin relasi dan komunikasi dengan berbagai
orang. Inteligensi ini banyak dipunyai oleh para komunikator, fasilitator, dan penggerak massa.
Siswa yang mempunyai inteligensi interpersonal tinggi mudah bergaul dan berteman. Meskipun
sebagai orang baru dalam suatu kelas atau sekolah, ia dengan cepat dapat masuk ke dalam
kelompok. Ia mudah berkomunikasi dan mengumpulkan teman lain. Bila dilepas seorang diri, ia
akan dengan cepat mencari teman. Dalam konteks belajar, ia lebih suka belajar bersama orang
lain, lebih suka mengadakan studi kelompok. Siswa ini kadang mudah berempati dengan teman
yang sakit atau sedang punya masalah dan kadang mudah untuk ikut membantu. Dalam suatu
kelas, bila guru memberikan pekerjaan atau tugas secara bebas, siswa-siswa yang mempunyai
inteligensi interpersonal akan dengan cepat berdiri dan mencari teman yang mau diajak kerja
sama.

8. Intelegensi Inrapersonal
Inteligensi personal adalah kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri dan
kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasarkan pengenalan diri itu. Termasuk dalam
inteligensi ini adalah kemampuan berefleksi dan keseimbangan diri. Orang ini punya kesadaran
tingi akan gagasan-gagasannya, dan mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan
pribadi. Ia sadar akan tujuan hidupnya. Ia dapat mengatur perasaan dan emosinya sehingga
kelihatan sangat tenang.
Siswa yang menonjol dalam inteligensinya intrapersonal sering kelihatan pendiam, lebih suka
bermenung di kelas. Bila ada waktu istirahat, kalau ada teman-teman lain bermain, ia kadang
lebih suka sendirian berefleksi atau berfikir. Ia lebih suka bekerja sendiri. Bila guru memberikan
tugas bebas, siswa ini kadang diam lama merenungkan tugas itu sebelum mengerjakan sendiri. Ia
tidak tertarik bahwa teman-temannya mengerjakan tugas itu berkelompok. Guru yang tidak tahu
sering memarahi siswa ini karena sepertinya ia tidak mendengarkan dan hanya melamun.
Padahal ia sebenarnya sedang berfikir dalam.
9. Inteligensi Lingkungan
Gardner menjelaskan inteligensi lingkungan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat
mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat membuat distingsi konsekuensi lain dalam alam
natural; kemampuan untuk memahami dan menikmati alam; dan menggunakan kemampuannya
secara produktif dalam berburu, bertani, dan mengembangkan pengetahuan akan alam. Dalam
pembicaraan dengan Durie, Gardner menjelaskan bahwa inteligensi lingkungan adalah
kemampuan manusiawi untuk mengenal tanaman, binatang dan bagian-bagian lain dari
lingkungan alam seperti awan atau batu-batuan.
Siswa yang mempunyai inteligensi lingkungan tinggi kiranya dapat dilihat pada kemampuannya
mengenal, mengklasifikasikan, dan menggolongkan tanaman-tanaman, binatang serta alam mini
yang ada di sekolah. Namun, menurut Gardner, kemampuan itu tetap dapat dikembangkan, yaitu
dengan mengembangkan daya kategorisasi anak. Misalnya, dengan diberi macam-macam barang
berbagai bentuk dan warna, anak diajak untuk dapat melakukan penggolongan yang sistematis.
Siswa yang berinteligensi lingkungan tinggi akan senang bila bicara di luar sekolah, seperti
berkemah bersama di pegunungan, karena ia dapat menikmati keindahan alam. Siswa ini juga
akan mudah mempelajari biologi dan akan semakin lancar bila ia juga punya inteligensi
matematis-logis.
10. Inteligensi Eksistensial
Gardner menyatakan, inteligensi eksistensial. Inteligensi ini lebih menyangkut kepekaan dan
kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan
manusia. Orang tidak puas hanya menerima keadaannya, keberadaanya secara otomatis, tetapi
mencoba menyadarinya dan mencari jawaban yang terdalam. Pertanyaan itu antara lain:
mengapa aku ada, mengapa aku mati, apa makna dari hidup ini, bagaimana kita sampai ke tujuan
hidup. Inteligensi ini tampaknya sangat berkembang pada banyak filsuf, terlebih filsuf
eksistensialis yang selalu mempertanyakan dan mencoba menjawab persoalan eksistensi hidup
manusia. Filsuf-filsuf seperti Sokrates, Plato, Thomas Aquinas, Descrates, Kant, Sastre,
Neitzsche termasuk mempunyai inteligensi eksistensi tinggi.
Anak yang menonjol dengan intelegensi eksistensial akan mempersoalkan keberadaannya
ditengah alam raya yang besar ini. Mengapa kita ada disini? Apa peran kita dalam dunia yang
besar ini? Mengapa aku ada disekolah, ditengah teman-teman, untuk apa ini semua? Anak yang
menonjol disini sering kali mengajukan pertanyaan yang jarang dipikirkan orang termasuk
gurunya sendiri. Misalnya tiba-tiba ia bertanya, ”apa manusia semua akan mati? Kalau semua
akan mati, untuk apa aku hidup?”.
11. Keceredasan Spiritual
Kecerdasan spiritual banyak dimiliki oleh para rohaniawan. Kecerdasan ini berkaitan dengan
bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhannya. Kecerdasan ini dapat dikembangkan pada
setiap orang melalui pendidikan agama, kontemplasi kepercayaan, dan refleksi teologis.

B. Guru
Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Orang
yang pandai berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut sebagai guru. Untuk
menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang profesional harus
menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan
lainya perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan
prajabatan.
Tugas dan peran guru tidakalah terbatassi dalam masyarakat, bahkan guru pada hakekatnya guru
merupakan komponen strategis yang memilih peran penting dalam menentukan gerak maju
kehidupan bangsa.
Keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah penting, apalagi bagi suatu bangsa yang sedang
membangun, terlebih-lebih bagi keberlangsungan hidup bangsa ditengah-tengah lintas perjalanan
zaman dengan teknologi yang kian cangggih dan segala perubahan serta pergeseran nilai yang
cenderung memberi nuansa kepada kehudupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar
dinamika untuk mengadaptasikan diri.
Semakin akurat para guru melaksanakan fungsinya, semakin terjamin tercipta dan terbinanya
kesiapan dan kendala sebagai seorang pembangunan. dengan kata lain, potret dan wajah diri
bangsa dimasa depan tercermin dari potret dari guru masa kini, dan gerak maju dinamika
kehidupan bangsa berbanding lurus dengan citra para guru di tengah-tengah masyarakat.

Peran Guru dalam Proses Belajar-Mengajar


a. Guru Sebagai Demonstrasor
Melalui perannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya nantiasa
mengembangkan dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya
kerena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
b. Guru Sebagai Pengelola Kelas
Dalam perannya sebagai pengelola kelas (Learning manager), guru hendaknya mampu
mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang
perlu diorganisasi. lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah
kepada tujuan-tujuan pendidikan. Lingkungan yang baik ialah yan bersifat menantang dan
merangsang siswa unuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.
Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan menggunakan fasilitas kelas untuk
bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan
tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat
belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa belajar dan belajar, serta
membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diarapkan.
c. Guru Sebagai Mediator dan Fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang
media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih
mengefektifkan proses belajar mengajar.
Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang beguna serta
dapat menujang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa nara sumber,
buku, teks, majalah ataupun surat kabar.
d. Guru Sebagai Evaluator
Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar dikatakan berhasil dan guru mampu
mengoreksi selama proses belajar mengajar yang masih perlu untuk diperbaiki atau
dipertahankan.

BAB III
METODOLOGI

A. Pendekatan Penulisan
Pendekatan penulisan dalam karya ini adalah kualitatif deskriptif yang berupaya melihat masalah
dalam dunia pendidikan kemudian berupaya merumuskan solusi pemecahan masalahnya secara
mendasar.

B. Sumber Penulisan
Sumber penulisan dalam karya tulis ini merupakan data sekunder yang diambil dari buku, berita
dari internet yang relevan dengan tujuan penulisan karya ini, yaitu mengenai pendidikan,
intelegensi ganda, kualitas guru.

C. Sasaran penulisan
Sasaran penilisan dalam karya tulis ini adalah para praktisi dan akademisi pendidikan.

D. Tahapan Penulisan
Tahapan penulisan karya ini dimulai dari: (1) penelusuran masalah, yaitu mengenai pemanfaatan
intelegensi ganda pada siswa dalam meningkatkan mutu pendidikan. (2) mencari literatur yang
relevan (3) kategorisasi data atau tepatnya mengumpulkan data dan menyeleksi teori yang
relevan dengan bahasan ini, hasil dari seleksi terdapat dalam bab II tentang landasan teori, (4)
analisi data atau teori dengan serangkaian konsep yang ditentukan, hasilnya dipaparkan dalam
bab IV, (5) membuat simpulan

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Kecerdasan Ganda bagi seorang Guru


Berbekal dari teori multiple intelegansi seorang guru bahasa Indonesia yang profesional secara
tidak langsung dapt menguasai dan belajar berbagai metode pembelajaran yang beragam.
Penguasaan berbagai metode pembelajaran dapat menempatkan guru bahasa Indonesia berfungsi
sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu, model dan teladan,
pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pembawa cerita,
pemindah kemah, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan kulminator sehingga anak didik
dapat berhasil secara optimal (Mulyasa, 2005). Guru bahasa Indonesia yang ideal itulah, yang
dapat menjalankan tugasnya membawa pandangan dan pikiran baru yang lebih komprehensif,
akomodatif dan humanistis serta menyegarkan sekaligus menantang dalam pembelajaran bahasa
Indonesia.
Dengan demikian guru bahasa Indonesia, setidak-tidaknya memiliki profil sebagai berikut.
1) Guru bahasa Indonesia yang profesional harus dapat dipercaya dan ditiru (pandangan- nya
didengarkan dan dipercaya, perilakunya dijadikan teladan)
2) Menguasai materi pelajaran, mampu memilih dan menyajikan bahan ajar sesuai dengan
perkembangan siswa, memahami tingkat kesulitan bahan ajar, memahami keterkaitan bahan ajar
dengan mata pelajaran lain berdasarkan kecerdasan ganda.
3) Menguasai metodologi pembelajaran. Guru harus mampu memahami tujuan dan pembelajaran
bahasa Indonesia, mampu merencanakan dan mengelola pembelajaran bahasa Indonesia, serta
menerapkan berbagai metodologi pembelajaran yang menyenangkan dan kreatif berdasarkan
kecerdasan ganda.
4) Berperan sebagai fasilitator, motifator, dan inspirator. Guru harus mampu membangun
perilaku siswa yang mampu menggali dan mengaji ilmu dan pengetahuan. Perilaku siswa akan
tumbuh dan berkembang manakala guru bahasa Indonesia mampu memfasilitasi belajar siswa,
mendorong kemampuan siswa, mendorong belajar siswa, dan mampu memberi teladan dalam
pembelajaran.
5) Guru bahasa Indonesia adalah figur guru yang menyenangkan dan penyayang. Guru bahasa
Indonesia tidak boleh menunjukkan perilaku dan sikap angker dan menakutkan karena
membangun kecintaan dan pemahaman anak terhadap bahasa Indonesia tidak dapat diciptakan
dalam kondisi pembelajaran yang menakutkan.
6) Guru bahasa Indonesia adalah seorang pemimpin, artinya guru bahasa Indonesia harus mampu
memainkan peran sebagai pemimpin dalam membimbing siwa dalam pembelajaran.
7) Guru bahasa Indonesia yang profesional adalah memahami dan dapat menerjemahkan
kehidupan masyarakat dalam pembelajaran bahasa di sekolah. sehingga siswa dapat merasakan
manfaat dan makna belajar.
8) Guru bahasa Indonesia yang profesional adalah seorang jurnalis. Guru harus mampu membuat
catatan-catatan perkembangan siswa dalam belajar bahasa.
9) Guru bahasa Indonesia yang profesional harus memiliki wawasan IPTEK yang luas. Guru
bahasa Indonesia minimal memahami berbagai perkembangan dunia informasi yang memiliki
dampak luas dalam dunia pendidikan khususnya kebahasaan di Indonesia.
10) Guru bahasa Indonesia yang profesional adalah sebagai pembelajar (learner) . Guru bahasa
Indonesia yang profesional harus senantiasa belajar untuk mengikuti perkembangan pendidikan
kebahasaan dan kesastraan agar tetap menjadi teladan bagi siswanya.

B. Dampak Multiple Intelegensi


Teori inteligensi ganda ternyata membantu banyak perubahan dalam sistem pengajaran dan
pendidikan pada banyak sekolah di Amerika Serikat. Sekarang ini banyak sekolah menyesuaikan
kurikulum, pembelajaran, pengaturan kelasnya dengan teori inteligensi ganda. Di banyak tempat
muncul beberapa pusat pembelajaran yang mengikuti model inteligensi ganda. Di internet kita
dapat menjumpai beberapa website yang khusus mengembangkan dan mempromosikan teori ini
terlebih dalam kaitannya dengan pembelajaran dan pendidikan di dalam maupun di luar sekolah.
Pertanyaan bagi kita, apakah kita juga dapat mengambil manfaat teori inteligensi ini bagi
pengembangan pembelajaran dan pendidikan di Indonesia, dan bagi profesi kita sebagai
pendidik?
1. Dampak terhadap kurikulum
Dalam pengertian modern kurikulum lebih dimengerti sebagai semua pengalaman yang
direncanakan untuk dialami siswa dalam proses pendidikan sejak awal. Maka, bentuknya dapat
berupa: pengalaman dalam kelas, di luar kelas, atau bahkan di luar sekolah. Dalam pengertian
ini, kurikulum dapat berisi antara lain materi atau topik pelajaran yang mau dipelajari siswa,
metode pembelajaran yang mau dialami siswa dan dibantu oleh guru, peralatan dan buku yang
digunakan, pengaturan waktu, cara evaluasi dan sebagainya.
Teori inteligensi ganda banyak mempengaruhi penyusunan kurikulum, terutama di Amerika
Serikat. Pengaruh yang menonjol adalah pemilihan materi pelajaran lewat topik-topik tematik,
bukan urutan daftar bab seperti model kurikulum klasik. Banyak sekolah mulai pada awal
pelajaran menentukan topik-topik yang mau dipelajari siswa. Topik biasanya gabungan dari yang
ditentukan pemerintah lokal dan pilihan siswa. Ini untuk menjembatani ketentuan pemerintah
lokal dan minat serta kesenangan siswa. Dengan demikian, diharapkan siswa dalam satu
semester sungguh senang belajar karena ikut andil dalam penentuan topik pelajaran. Model topik
ini juga memungkinkan pendekatan secara interdisipliner dilihat dari berbagai sudut. Misalnya,
topik energi: dapat didekati lewat pendekatan fisis, kimis, biologis, ekonomis, matematis,
lingkungan. Dengan pendekatan itu, jelas inteligensi ganda diperlukan dalam pendekatannya,
bukan hanya dengan pendekatan matematis dan linguistik.
Multiple intelegensi juga mempengaruhi bagaimana materi itu sendiri disajikan dan dipelajari.
Pembelajaran berbeda dengan model klasik yang hanya dengan ceramah dan hitungan, tetapi
lebih dengan inteligensi yang bervariasi, sehingga lebih menyenangkan bagi siswa yang sedang
belajar. Pendekatan ini juga menekankan pendekatan yang lebih personal dalam pendidikan
karena situasi dan kekhasan siswa diperhatikan. Karena proses pembelajaran bervariasi, maka
evaluasinya pun berubah. Pengaturan waktu, pengaturan kelas, bahkan pengaturan sekolah
banyak pula yang mengalami perubahan. Penyusunan buku teks pun bervariasi dengan
memasukan gambar, hitungan, musik, skema, tugas kerja sama, refleksi pribadi. Dan yang tidak
kalah penting adalah penggunaan CD-ROM dan peralatan elektronik untuk membantu proses
pembelajaran yang menggunakan inteligensi ganda.
Beberapa sekolah memang tetap menggunakan susunan kurikulum klasik, tetapi dilengkapi
dengan program dan kegiatan tambahan yang mengembangkan multiple intelegensi. Ini agar
tidak terlalu mengubah kurikulum yang ada secara drastic, yang sudah berjalan lama, tetapi tetap
ada pembaruan dan dilengkapi dengan unsur inteligensi ganda. Contoh penyesuaiannya adalah
seperti Tabel 2.

2. Dampak Terhadap Pembelajaran


Teori multiple intelegensi mempunyai pengaruh besar dalam proses pembelajaran di sekolah. Di
Amerika Serikat, banyak sekolah seperti Proyek Zero dari Harvard University yang dipimpin
Gardner mulai mengembangkan pembelajaran yang menggunakan prinsip teori multiple
intelegensi ini. Dan hasil yang dicapai adalah bahwa banyak siswa yang tadinya diperkirakan
tidak dapat berhasil dalam study mereka ternyata dapat dibantu, dan berhasil dengan baik berkat
pengajaran dengan multiple intelegensi. Demikian juga banyak guru yang tadinya merasa tidak
dapat membantu anak didik karena mengajar dengan model yang sama terus-menerus ternyata
dapat membantu anak didik untuk berhasil karena mereka dapat mengembangkan pengajaran
yang bervariasi.
Apa yang diubah dalam proses mengajar guru serta anggapan mereka dalam relasi guru-siswa
akan menjelaskan dalam bahasa berikut:
Table 2. Inteligensi ganda dalam sekolah klasik (SLTP)
Inteligensi Mata Pelajaran Program Tambahan Kegiatan Ekstrakurikuler
Linguistik Bahasa, IPS, sejarah, agama, budipekerti, pancasila Ketrampilan bicara, menulis,
komunikasi, drama Majalah dinding, majalah sekolah, kelompok bahasa, regu debat, kelompok
drama, kelompok pidato
Amtematis-logis Matematika, IPA, ekonomi Ketrampilan berfikir, logika, computer Sains klub,
lomba sains
Ruang-visual Menggambar Ketrampilan melukis, menggambara, memahat, membaca peta Klub
melukis, klub bangunan, klub catur, klub pencari jejak
Kinestik-badani Olahraga Latihan tari, latihan maam-macam olahraga Tim olahraga, grup drama,
grup tari
Musikal Musik Latihan alat musik, sejarah musik Grup band, musik, koor, karawitan, kolintang
Interpersonal Program kepekaan masyarakat, studi grup, proyek bersama, memahami orang lain
Dewan siswa, kegiatan siswa bersama, klup rumah sakit
Intrapersonal Repfeksi, retret, kesadaran diri Tugas renungan di rumah
Lingkungan Biologi Lingkungan, berkebun, berternak di sekolah Kamping, pecinta alam, cinta
lingkungan, gerakan penghijauan
Eksistensial Dibiasakan bertanya apa tujuan hidupku; latihan kritis Penelitian: tujuan hisup orang

3. Bagi Guru Yang Mengajar


Seorang siswa dengan kecewa mengungkapkan bahwa dia tidak pernah diajar oleh guru
matematikanya. Waktu ditanya, apakah guru itu sering bolos, jawabnya “Guru itu selalu masuk.”
Lalu, mengapa ia mengatakan tidak pernah diajar gurunya? Ternyata, setiap kali menjelaskan
materi guru matematikannya selalu dengan cara yang sama: menuliskan rumus di papan, lalu
memberi contoh, dan menyuruh siswa untuk mengerjakan soal. Bagi siswa, ternyata model
mengajar seperti itu sama sekali tidak masuk ke dalam otaknya dan selama satu semester dia
merasa tidak dibantu untuk mendalami matematika. Setelah diteliti, ternyata anak ini memang
mempunyai inteligensi musikal dan kinestik badaniyang menonjol, sedangkan inteligensi
matematis-logisnya kurang. Karena guru selalu menggunakan model mengajar matematis-logis,
siswa tersebut sama sekali tidak dapat menangkap materi, bahkan merasa tidak diperhatikan.
Siswa ini kecewa karena sudah membayar uang sekolah mahal, tetapi tidak mengalami
pembelajaran yang tepat. Sayang siswa ini tidak berani bicara dengan guru tersebut.
Dalam penelitiannya, Gardner menemukan banyak guru seperti itu, guru yang mengajar hanya
dengan satu model, yaitu yang sesuai dengan inteligensinya sendiri yang menonjol. Banyak guru
mengajar selalu dengan cara yang sama. Padahal cara itu tidak sesuai dengan beberapa siswa
yang berbeda inteligensinya. Maka, banyak siswa yang meskipun masuk sekolah, tetapi merasa
tidak pernah dibantu belajar. Melihat hal itu, Gardner mencoba membantu guru-guru tersebut
untuk mengubah cara mengajar mereka, yaitu menggunakan multiple intelegensi yang lebih
bervariasi dan disesuaikan dengan inteligensi siswa.
Dalam penelitian dan percobaannya, Gardner menemukan setelah banyak guru mengubah model
mengajar mereka, banyak siswa merasa dibantu dalam menekuni pelajaran. Dalam banyak
pengalaman, guru sendiri merasa dikembangkan karena ternyata mereka dapat berubah dan
menggunakan banyak model pengajaran.
Secara umum dampak multiple intelegensi bagi guru adalah sebagai berikut:
1. Guru perlu mengerti inteligensi siswa-siswa mereka.
2. Guru perlu mengembangkan model mengajar dengan berbagai inteligensi yang menonjol pada
dirinya.
3. Guru perlu mengajar sesuai dengan inteligensi siswa, bukan dengan inteligensi dirinyasendiri
yang tidak cocok dengan inteligensi siswa.
4. Dalam mengevaluasi kemajuan siswa, guru perlu menggunakan berbagai model yang cocok
dengan multiple intelegensi.

4. Bagi Siswa yang Belajar


Menurut teori multiple intelegensi, siswa dapat belajar dengan baik, memahami suatu materi bila
disajikan sesuai dengan inteligensi mereka yang dominan. Ini berarti, bila siswa mempunyai
inteligensi matematis-logis tinggi, ia akan mudah mempelajari ilmu sosial itu disajikan atau
diterangkan dengan model inteligensi matematis-logis, yaitu secara skematis, dengan bagan
ataupun logika yang jelas. Seorang siswa yang berinteligensi musikal baik akan dengan mudah
mendalami fisika, bila bahannya disajikan dalam model musik atau lagu. Siswa yang dominant
dengan inteligensi interpersonal akan mudah mempelajari materi IPA bila dilakukan kelompok,
dan sebagainya. Maka, untuk dapat membantu siswa belajar, pertama-tama siswa perlu dibantu
untuk mengerti inteligensi mereka masing-masing. Selanjutnya, mereka dibantu untuk belajar
dengan inteligensi yang kuat pada mereka. Dengan demikian, mereka dapat melihat kekuatan
dan cara belajar mana yang cocok dan mana yang kurang itulah nanti yang perlu dibantu oleh
guru.
Ada baiknya sejak awal siswa dianjurkan untuk mencoba bermacam-macam cara belajar,
sehingga dapat menemukan cara-cara yang bagi mereka cocok dan memajukan beklajar.
Sebaiknya siswa tidak merasa puas dengan menemukan satu cara saja, tetapi mau mencoba
dengan banyak cara. Ini juga penting bagi guru untuk melihat mana cara yang cocok bagi siswa.
Dalam penelitian Gardner, kadang ada siswa yang merasa sudah puas bila belajar dengan
membaca buku lalu mengerjakan soal yang tersedia. Bertahun-tahun dia hanya belajar dengan
cara seperti itu. Memang siswa itu sudah mendapatkan sesuatu. Namun, sewaktu dikenalkan
dengan berbagai cara belajar berdasarkan multiple intelegensi, siswa itu sendiri kaget karena
ternyata ada beberapa cara belajar yang jauh lebih membantunya untuk berkembang. Di sinilah
pentingnya guru memperkenalkan berbagai model pembelajaran dan digunakan.
Untuk membantu siswa belajar lebih baik, perlu juga bila materi pelajaran atau dalam
penyusunan buku pelajaran memperhatikan berbagai model dan penyelasan multiple intelegensi.
Sebagai contoh, buku sejarah disajikan dengan berbagai cara dan pendekatan, misalnya dengan
gambar berwarna, tabel atau lagu yang sesuai, sejauh memungkinkan. Buku matematika juga
disajikan dengan beberapa bentuk cerita, musik, visual, dan sebagainya. Tentu semua ini bila
mungkin, karena buku setiap studi sering mempunyai kekhasan sendiri berdasarkan keilmuan.

5. Pendekatan dan Peralatan Kelas


Proses pembelajaran harus bervariasi sehingga setiap siswa dapat menemukan bahwa mereka
diperhatikan dan dibantu untuk belajar. Tidak ada model pembelajaran yang satu-satunya untuk
segala pelajaran dan semua siswa. Karena pendekatan bisa bervariasi, jelas bahwa peralatan
pembelajaran pun perlu bervariasi, bukan hanya dengan paapn tulis dan kapur. Maka, sekolah
perlu mempersiapkan dan menyediakan peralatan yang juga bermacam-macam, seperti musik,
video, alat tulis, ruang, studi kelompok dan sebagainya. Tanpa peralatang yang sesuai,
pembelajaran model multiple intelegensi tidak akan berjalan dan guru cenderung akan kembali
kepada pelajaran klasik, yaitu ceramah.

6. Dampak Terhadap Pengaturan Kelas


Pendekatan pembelajaran yang berbeda, yang bervariasi karena inteligensi siswa dan guru yang
berbeda, juga mempengaruhi pengaturan kelas. Kelas tidak hanya diatur dalam satu kedudukan
yang tetapi berbaris dari depan ke belakang. Kadang kelas harus diatur dengan kursi melingkar,
atau harus dikosongkan untuk menari, atau berkelompok kecil untuk diskusi, dan sebagainya.
Jelas pengaturan kelas pun harus lebih fleksibel, bervariasi sesuai dengan model multiple
intelegensi yang mau ditekankan.
Misalnya untuk lebih mengembangkan inteligensi lingkungan, siswa diajak untuk membuat
klasifikasi macam-macam benda atau keluar ssekolah melihat hutan, taman, atau alam sekitar.
Inteligensi kinestik-badani jelas membutuhkan ruang kelas yang lain dengan kelas ceramah atau
penjelasan linguistik.
Perlu dicatat bahwa belajar tidak boleh dibatasi di dalam gedunng kelas atau sekolah. Kadang
demi pemahaman yang lebih mendalam dan mudah, belajar harus dilakukan di luar sekolah,
bahkan di tempat yang sungguh jauh. Maka, model studi banding, model pengamatan di candi
dan pegunungan, semuanya membutuhkan belajar di luar sekolah. Pembelajaran model multiple
intelegensi memerlukan model-model tersebut.

7. Dampak Terhadap Evaluasi


Karena sistem pembelajaran dan juga pendekatan yang bervariasi, jelas bahwa system evaluasi
pun harus berbeda. Sistem evaluasi yang hanya dengan tes tertulis tidaklah cukup karena tidak
mengungkapkan inteligensi yang bermacam-macam.
Dalam penelitiannya, Gardner menemukan ada seorang siswa yang sangat cerdas dalam
menganalisis flora dan fauna, dan sangat kreatif menjelaskan kepada siswa lain. Namun, siswa
itu tidak berhasil, karena setiap kali ujian dengan cara menulis esai, dia selalu gagal. Gurunya
tidak mengertol mengapa hal itu terjadi, maka siswa itu terpaksa tidak naik kelas. Ternyata siswa
ini memang mempunyai intelegensi interpersonal dan juga inteligensi lingkungan tinggi, tetapi
kurang menonjol dalam inteligensi linguistik. Jelas siswa seperti itu membutuhkan evaluasi yang
lain, barang kali dengan lisan, atau diminta mengekspresikan dengan cara lain.
Menurut Gardner, evaluasi yang tepat haruslah juga menggunakan macam-macam inteligensi
yang dipakai dalam pembelajaran. Evaluasi perlu menggunakan model yang memuat
kemampuan inteligensi matematis-logis, linguistik, kinestik-badani, musik, ruang-visual,
interpersonal dan sebagainya; sekurang-kurangnya sesuai dengan pembelajarannya. Bila
mengajarkan dengan cara musikal, perlu ada evaluasi yang bernada musikal; bila ada yang
mengajarkanya dengan kinestik-badani, perlu evaluasi dengan cara itu pula. Maka, evaluasi
bukan hanya dalam bentuk tertulis.
Evaluasi yang dipandang cocok untuk model pembelajaran multiple intelegensi adalah lewat
performa siswa dalam situasi yang real, seperti pentas musik, melakukan kerja nyata,
menyelesaikan proyek bersama, lewat praktikum, dan sebagainya. Lewat performa itu siswa
dapat menunjukkan apa yang telah mereka pelajari dan ketahui dalam konteks yang sesuai
dengan lingkungannya. Dengan demikian, evauasinya sungguh autentik. Agar evaluasi kita itu
sungguh autentik dan menyeluruh, beberapa hal dapat dilakukan seperti berikut ini:
1. Guru perlu melihat bagaimana siswa menunjukkan prestasinya berkaitan dengan setiap
inteligensi yang digunakan.
2. Guru dapat mengumpulkan semua dokumen yang dihasilkan siswa selama proses
pembelajaran (portofolio) seperti tes formal, informal, tulisan, foto, pekerjaan, video yang
dibuat, jurnal yang ditulis, hasil pekerjaan rumah, piagam, hasil interviu, pengamatan selama
pembelajaran, keaktifan di kelas dan sebagainya.
3. Guru perlu melihat bagaimana hasil kerja proyek bersama teman-teman.
4. Tes tertulis pun harus bervariasi dan menyertakan multiple intelegensi.

8. Dampak Terhadap Pendidikan


Multiple intelegensi merupakan pengelompokan kemampuan dalam diri seseorang sehingga
dapat berfungsi secara lebih penuh. Inteligensi ini jelas mempengaruhi pula bila kita mau
menenamkan naik pada anak. Karena siswa lebih dapat menangkap makna atau pun isi nilai
dengan inteligensinya, maka penyampaian pendidikan nilai pun perlu memperhatikan multiple
intelegensi tersebut. Misalnya, pendidik mau menyampaikan nilai kejujuran, tidak harus selalu
dengan bercerita tentang kejujuran, tetapi bisa melalui kerja kelompok, permainan, pembahasan
persoalan, musik, olahraga, tari, dan sebagainya. Dengan demikian, penyajian akan lebih
bervariasi dan menarik bagi siswa.
Yang kiranya sangat penting dengan penemuan multiple intelegensi adalah bahwa setiap orang
mempunyai inteligensi bermacam-macam. Setiap orang berbeda inteligensinya dan perlu
diperlakukan berbeda pula. Dengan lain kata, manusia lebih dihargai sebagai pribadi dengan
kekhasan masing-masing.
9. Sekolah Individual
Ide yang muncul dari teori multiple intelegensi, bahwa setiap anak dapat lebih dibantu belajar
bila diajar sesuai dengan inteligensinya mereka yang menonjol, dengan cepat menjadi pendorong
bagi mereka yang mau membuat sekolah individual. Kursus privat yang membantu siswa
berdasarkan kekuatan dan kelemahan pribadi, yang berbeda dengan teman lain, sangat didukung
oleh teori ini. Dengan model pendekatan pribadi ini, jelas seorang siswa akan lebih cepat maju
dan guru lebih mudah menyesuaikan cara mengajarnya sesuai dengan inteligensi siswa.
Memang yang ideal di kelas besar pun, pendekatannya lebih pribadi dengan memperhatikan
kekhasan, kekuatan dan kelemahan pribadi. Namun, karena siswanya terlalu banyak, tampaknya
tidak mungkin seorang guru selalu memperhatikan setiap siswa dan mengajar dengan cara yang
berbeda.itulah sebabnya ada pengkritik yang mengungkapkan teori Gardner ini terlalu idealistic,
terlalu utopi, karena dalam praktek sekolah biasa sulit dilaksanakan. Menurut mereka, teori ini
hanya dapat dipraktekkan dalam sekolah individual.

C. Mengembangkan Intelegensi Ganda


Secara umum inteligensi ganda yang belum berkembang dapat dibantu menjadi lebih baik lewat
pendidikan. Siswa yang tadinya memiliki inteligensi musikal rendah dapat dibantu lewat banyak
latihan sehingga inteligensinya berkembang dan cukup untuk hidupnya. Persoalannya,
bagaimana kita dapat membantu siswa? Haggerty (dalam Teori Inteligensi Ganda dan
Aplikasinya di Sekolah) mengungkapkan beberapa prinsip umum untuk membantu
mengembangkan inteligensi ganda pada siswa.
Pertama, pendidikan harus memperhatikan semua kemampuan intelektual, maka, mengajar tidak
boleh hanya berfokus pada kemampuan dan inteligensi yang lain. Kemampuan yang hanya
logika dan bahasa tidak cukup untuk menjawab persoalan manusia secara menyeluruh. perlu
diperkenalkan pula inteligensi lain.
Kedua, pendidikan harusnya individual. Pendidikan harusnya lebih personal, dengan
memperhatikan inteligensi setiap siswa. Mengajar semua siswa dengan materi, cara dan waktu
yang sama, jelas tidak menguntungkan bagi siswa yang berbeda inteligensinya dan tidak
memperhatikan perbedaan yang ada. Guru perlu menggunakan banyak cara untuk membantu
siswa.
Ketiga, pendidikan harus menyemangati siswa untuk dapat menentukan tujuan dan program
belajar mereka. Siswa perlu diberi kebebasan untuk menggunakan cara belajar dan cara kerja
berdasarkan minat mereka. Siswa perlu diberi kebebasan untuk menentukan tujuan belajar dan
cara mengevaluasinya. Siswa perlu dibantu untuk mengerti potensi intelektual mereka dan
bagaimana mengembangkannya.
Keempat, sekolah sendiri harus menyediakan fasilitas dan sarana yang dapat dipergunakan oleh
siswa untuk melatih kemampuan intelektualnya mereka berdasarkan multiple intelegensi.
Misalnya, bila siswa membutuhkan bola, alat tari, atau musik untuk mengembangkan
inteligensinya, maka peralatan itu harus ada. Bila tidak, siswa nantinya tidak dapat melatih diri.
Kelima, evaluasi belajar harus lebih kontektual dan bukan tes tertulis. Evaluasi lebih harus
berupa pengalaman lapangan langsung dan dapat diamati bagaimana performa siswa, apakah
sungguh maju atau tidak.
Keenam, pendidikan sebaiknya tidak dibatasi di dalam gedung sekolah. Multiple intelegensi
memungkinkan agar pendidikan juga dilaksanakan di luar sekolah, lewat masyarakat, kegiatan
ekstra, serta kontak dengan orang luar dan para ahli.
Dalam prinsip umum itu cukup jelas bahwa Haggerty memberikan arah umum bila guru mau
membantu siswa berkembang dalam multiple intelegensi mereka. Memang Haggerty tidak
menunjukkan bagaimana sikap inteligensi dapat dibantu secara khusus.

BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Secara umum kualitas guru di Indonesia seperti guru bahasa Indonsia masih rendah. Hal itu,
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain faktor personal, ekonomi, budaya, sosial dan
struktural. Salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas guru dalam proses kegiatan belajar
mengajar adalah dengan mengembangkan multiple intelegensi yang dicetuskan Howard Gardner
dalam dunia pendidikan di sekolah. Teori ini sangat relevan untuk menunjang profesi guru dalam
menjalankan tugasnya karena membawa pandangan dan pikiran baru yang lebih komprehensif,
akomodatif dan humanistis serta menyegarkan sekaligus menantang dalam pembelajaran di
Indonesia.

B. Saran
Saran yang penulis ajukan dalam karya tulis ini adalah:
1. Pengelolaan multiple intelegensi dalam proses belajar mengajar dapat meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia.
2. Multiple intelegensi dapat digunakan oleh guru Bahasa Indonesia dalam pemahaman materi
yang diberikan dalam proses belajar mengajar.

DAFTAR PUSTAKA

Suparno, Paul. 2004. Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah. Yogyakarta: Kanisius.
Usman, Uzer M. 2006. Menjadi Guru Profsional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moedjiono dan Dimyati, Moh. 1993. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Sukmadinata, Nana syaodih. 2001. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
MULTIPLE INTELEGENCE (KECERDASAN MAJEMUK)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Kecerdasan (Inteligensi)

Kecerdasan (Inteligensi)secara umum dipahami pada dua tingkat yakni :


Kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk
pengetahuan dan kesadaran.
Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang
kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun
bertambah.
Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk mencapai sasaran-
sasaran kita secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas, akan mampu
memilih strategi pencapaian sasaran yang lebih baik dari orang yang kurang cerdas. Artinya
orang yang cerdas mestinya lebih sukses dari orang yang kurang cerdas. Yang sering
membingungkan ialah kenyataan adanya orang yang kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di
sekolah) kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari dari rekan-rekannya yang lebih
cerdas, dan sebaliknya.

B. Tingkat Kecerdasan

Prestasi seseorang ditentukan juga oleh tingkat kecerdasannya (Inteligensi). Walaupun mereka
memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan orang tuanya memberi kesempatan seluas-
luasnya untuk meningkatkan prestasinya, tetapi kecerdasan mereka yang terbatas tidak
memungkinkannya untuk mencapai keunggulan.
Bab I Pendahuluan-Pengertian Kecerdasan-Tingkat Kecerdasan Tingkat kecerdasan (Intelegensi)
bawaan ditentukan baik oleh bakat bawaan (berdasarkan gen yang diturunkan dari orang tuanya)
maupun oleh faktor lingkungan (termasuk semua pengalaman dan pendidikan yang pernah
diperoleh seseorang; terutama tahun-tahun pertama dari kehidupan mempunyai dampak kuat
terhadap kecersan seseorang). Secara umum intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Kemampuan untuk berpikir abstrak.
2. Untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar.
3. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.
Perumusan pertama melihat inteligensi sebagai kemampuan berpikir. Perumusan kedua sebagai
kemampuan untuk belajar dan perumusan ketiga sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri.
Ketiga-tiganaya menunjukkan aspek yang berbeda dari intelegensi, namun ketiga aspek tersebut
saling berkhaitan. Keberhasilan dalam menyesuaikan diri seseorang tergantung dari
kemampuannya untuk berpikir dan belajar. Sejauhmana seseorang dapat belajar dari
pengalaman-pengalamannya akan menentukan penyesuaian dirinya. Ungkapan-ungkapan
pikiran, cara berbicara, dan cara mengajukan pertanyaan, kemampuan memecahkan masalah, dan
sebagainya mencerminkan kecerdasan.
Akan tetapi, diperlukan waktu lama untuk dapat menyimpulkan kecerdasan seseorang
berdasarkan pengamatan perilakunya, dan cara demikian belum tentu tepat pula. Oleh karena itu,
para ahli telah menyusun bermacam-macam tes inteligensi yang memungkinkan kita dalam
waktu yang relatif cepat mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.
Inteligensi seseorang biasanya dinyatakan dalam suatu kosien inteligensi Intelligence Quotient
(IQ). IQ dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Misalnya pada tes inteligensi WISC
(Wecbsler Intelligence Scale for Children), penggolongan inteligensi adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan-Pengertian Kecerdasan-Tingkat KecerdasanPada distribusi normal dan
inteligensi, IQ rata-rata adalah 100 dengan penyimpangan baku menurut Wechsler. Dari tabel II.1
dapat dilihat bahwa hanya 2.2 % dari populasi akan mencapai IQ 130 ke atas yang termasuk
”sangat unggul ”. Anak-anak yang mempunyai IQ 130 ke atas inilah dapat digolongkan sebagai
”anak berbakat intelektual ”. Jadi di sini yang menjadi tolok ukur bakat intelektual sangat unggul
ialah IQ 130. Keadaan dimilikinya bakat unggul disebut ” keberbakatan ”
Tabel II.1. Klasifikasi Inteligensi menurut Wechsler.
IQ Klasifikasi % dalam populasi
130 ke atas
120 - 129
110 – 119
90 – 109
80 - 89
70 – 79
Di bawah 70
Sangat unggul
Unggul
Cakap normal
Rata-rata
Lamban normal
Batas dungu
Cacat mental
2.2
6.7
16.1
50.0
16.1
6.7
2.2

C. Keberbakatan dan Anak Berbakat


Apakah hanya kecerdasan (yang diukur dengan tes intelegensi dan menghasilkan IQ) yang
menentukan keberbakatan seseorang ? barangkali untuk bakat intelegtual masih tepat jika IQ
menjadi kriteria (patokan)utama, tetapi belum tentu untuk bakat seni, bakat kreatif-produktif, dan
bakat kepemimpinan. Memang dulu para ahli cenderung untuk mengidentifikasi bakat intelektual
berdasarkan tes intelegensi semata-mata, dalam penelitian jangka panjangnya mengenai
keberbakatan menetapkan IQ 140 untuk membedakan antara yang berbakat dan tidak. Akan
tetapi, akhir-akhir ini para ahli makin menyadari bahwa keberbakatan adalah sesuatu yang
majemuk, artinya meliputi macam-macam ranah atau aspek, tidutak hanya kecerdasan.
Bab I Pendahuluan-Keberbakatan dan Anak Berbakat Renzulli, dkk.(1981) dari hasil-hasil
penelitiannya menarik kesimpulan bahwa yang menentukan keberbakatan seseorang adalah pada
hakekatnya tiga kelompok (cluster) ciri-ciri, yaitu : kemampuan di atas rata-rata, kreativitas,
pengikatan diri (tangung jawab terhadap tugas). Seseorang yang berbakat adalah seseorang yang
memiliki ketiga ciri tersebut. Masing-masing ciri mempunyai peran yang sama-sama
menentukan. Seseorang dapat dikatakan mempunyai bakat intelegtual, apabila ia mempunyai
intelegensi tinggi atau kemampuan di atas rata-rata dalam bidang intelektual yang antara lain
mempunyai daya abstraksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan memecahkan masalah).
Akan tetapi, kecerdasan yang cukup tinggi belum menjamin keberbakatan seseorang.
Kreatifitas sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan
untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah atau
sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada
sebelumnya, adalah sama pentingnya.
Demikian juga berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas yang mendorong seseorang untuk
tekun dan ulet meskipun mengalami macam-macam rintangan dan hambatan, melakukan dan
menyelesaikan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya, karena ia telah mengikatnya diri
terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri.
Bab I Pendahuluan-Pengertian Kecerdasan-Tingkat Kecerdasan Adapun yang dimaksud dengan
anak berbakat adalah mereka yang karena memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul dan
mampu memberikan prestasi yang tinggi. Anak-anak ini membutuhkan program pendidikan yang
berdeferensiasi atau pelayanan yang di luar jangkauan program sekolah biasa, agar dapat
mewujudkan bakat-bakat mereka secara optimal, baik bagi pengembangan diri maupun untuk
dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi kemajuan masyarakat dan negara. Bakat-
bakat tersebut baik sebagai potensi maupun yang sudah terwujud meliputi :kemampuan
intelektual umum, kemampuan berpikir kreatif-produktif, kemampuan dalam salah satu bidang
seni, kemampuan psikomotor, kemampuan psikososial seperti bakat kepemimpinan.
Keberbakatan itu meliputi bermacam-macam bidang, namun biasanya seseorang mempunyai
bakat istimewa dalam salah satu bidang saja. Dan tidak pada semua bidang. Misalnya : Si A
menonjol dalam matematika, tetapi tidak dalam bidang seni. Si B menunjukkan kemapuan
memimpin, tetapi prestasi akademiknya tidak terlalu menonjol. Hal ini kadang-kadang dilupakan
oleh pendidik. Mereka menganggap bahwa seseorang telah diidentifikasi sebagai berbakat harus
menonjol dalam semua bidang.
Selanjutnya perumusan tersebut menekankan bahwa anak berbakat mampu memberikan prestasi
yang tinggi. Mampu belum tentu terwujud. Contoh Ada anak-anak yang sudah dapat
mewujudkan bakat mereka yang unggul, tetapi ada pula yang belum. Bakat memerlukan
pendidikan dalam latihan agar dapat terampil dalam restasi yang unggul.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kecerdasan Majemuk : Mendidik Anak Cerdas dan Berbakat

Mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakan kunci utama untuk kesuksesan masa
depan anak. Apa itu kecerdasan majemuk ?
Sebagai orang tua masa kini, kita sering kali menekankan agar anak berprestasi secara akademik
di sekolah. Kita ingin mereka menjadi juara dengan harapan ketika dewasa mereka bisa
memasuki perguruan tinggi yang bergengsi. Kita sebagai masyarakat mempunyai kepercayaan
bahwa sukses di sekolah adalah kunci utama untuk kesuksesan hidup di masa depan.
Pada kenyataannya, kita tidak bisa mengingkari bahwa sangat sedikit orang-orang yang sukses di
dunia ini yang menjadi juara di masa sekolah. Bill Gates (pemilik Microsoft), Tiger Wood
(pemain golf) adalah beberapa dari ribuan orang yang dianggap tidak berhasil di sekolah tetapi
menjadi orang yang sangat berhasil di bidangnya. Kemudian di sinilah muncul pertanyaan
sebagai berikut :
Kalau IQ ataupun prestasi akademik tidak bisa dipakai untuk meramalkan sukses seorang anak di
masa depan, lalu apa ?
Apa yang harus dilakukan orang tua supaya anak-anak mempunyai persiapan cukup untuk masa
depanya ?
Kemudian jawabannya adalah :
Prestasi dalam kecerdasan majemuk (multiple Intelligence)dan bukan hanya prestasi akademik.
Bab II Multiple Intelligence-Kecerdasan majemukKemungkinan anak untuk meraih sukses
menjadi sangat besar jika anak dilatih untuk meningkatkan kecerdannya yang majemuk itu.
Membangun seluruh kecerdasan anak adalah ibarat membangun sebuah tenda yang mempunyai
beberapa tongkat sebagai penyangganya. Semakin sama tinggi tongkat-tongkat penyangganya,
semakin kokoh pulalah tenda itu berdiri. Untuk menjadi sungguh-sungguh cerdas berarti
memiliki skor yang tinggi pada seluruh kecerdasan majemuk tersebut. Walaupun sangat jarang
seseorang memiliki kecerdasan yang tinggi di semua bidang, biasanya orang yang benar-benar
sukses memiliki kombinasi 4 atau 5 kecerdasan yang menonjol.
Albert Einstein, beliau sangat terkenal jenius di bidang sains, ternyata juga sangat cerdas dalam
bermain biola dan matematika. Demikian pula Leonardo Da Vinci yang memiliki kecerdasan
yang luar biasa dalam bidang olah tubuh, seni arsitektur, matematika, dan fisika.
Penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik saja tidak cukup lagi seseorang untuk
mengembangkan kecerdasannya secara maksimal. Justru peran orang tua dalam memberikan
latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung jauh lebih penting dalam menentukan
perkembangan kecerdasan seorang anak.
Jadi untuk menjamin anak yang berhasil, kita tidak bisa menggantungkan pada sukses sekolah
semata. Kedua orang tua harus berusaha sebaik mungkin untuk menentukan dan
mengembangkan sebanyak mungkin kecerdasan yang memiliki oleh masing-masing anak.

B. Jenis Kecerdasan
Menurut Dr. Howard Gardner, beliau adalah seorang peneliti dari Harvard dan pencetus teori
Multiple Intelligence mengajukan 8 jenis kecerdasan yang meliputi :
Cerdas bahasa – cerdas dalam mengolah kata
Cerdas gambar – memiliki imajinasi tinggi
Bab II Multiple Intelligence-Jenis KecerdasanCerdas musik – peka terhadap suara dan irama
Cerdas tubuh – terampil dalam mengolah tubuh dan gerak
Cerdas matematika dan logika – cerdas dalam sain dan berhitung
Cerdas sosial – kemampuan tinggi dalam membaca pikiran dan perasaan orang lain
Cerdas alam – peka terhadap alam sekitar
Cerdas Spiritual - menyadari makna eksistensi diri dalam hubungannya dengan pencipta alam
semesta.
Di samping ada delapan jenis kecerdasan, ada juga kecerdasan yang lainnya yaitu : Kecerdasan
politik, Kecerdasan Buatan, Kecerdasan Majemuk, dan sebagainya. Di dalam Bab II ini tidak
hanya sekedar membahas kecerdasan majemuk (multiple inteligensi) saja melainkan ada
pembahasan mengenai kecerdasan yang lainnya . Tetapi di dalam bab ini, ditekankan lebih fokus
ke pembahasan multiple intelligence meskipun ada jenis kecerdasan yang lainnya. Sedangkan
pembahasan mengenai kecerdasan yang lainnya, hanya sekedar sebagai materi tambahan dalam
bab ini.

C. Sukses dan Kecerdasan

Kecerdasan memang bukan satu-satunya elemen sukses. John Wareham (1992), mengatakan ada
10 (sepuluh) unsur pokok untuk menjadi eksekutif yang sukses yaitu :
Kemampuan menampilkan pesona diri yang tepat
Kemampuan mengelola energi diri yang baik
Kejelasan dan kesehatan sistem nilai pribadi dan kontrak-kontrak batin
Kejelasan sasaran-sasaran hidup yang tersurat maupun yang tersirat
Kecerdasan yang memadai (dalam arti penalaran)
Adanya kebiasaan kerja yang baik
Keterampilan antar manusia yang baik
Bab II Multiple Intelligence-Sukses dan KecerdasanKemampuan adaptasi dan kedewasaan
emosional
Pola kepribadian yang tepat dengan tuntutan pekerjaan
Kesesuaian tahap dan arah kehidupan dengan espektasi gaya hidup.
Dale Carnegie (1889-1955), bahkan tidak menyebutkan kecerdasan secara eksplisit (dalam
pengertian umum) sebagai elemen keberhasilan. Beliau mengatakan bahwa untuk berhasil
dibutuhkan 10 (sepuluh Kualitas) yaitu :
1. Rasa percaya diri yang berlandaskan konsep diri yang sehat,
2. Keterampilan berkomunikasi yang baik,
3. Keterampilan antar manusia yang baik,
4. Kemampuan memimpin diri sendiri dan orang lain,
5. Sikap positip terhadap orang, kerja dan diri sendiri,
6. Keterampilan menjual ide dan gagasan,
7. Kemampuan mengingat yang baik,
8. kemampuan mengatasi masalah, stres dan kekuatiran,
9. Antusiasme yang menyala-nyala, dan
10. Wawasan hidup yang luas.
Jadi jelaslah bahwa kecerdasan, yang biasanya diukur dengan skala IQ, memang bukan elemen
tunggal atau tiket menuju sukses. John Wareham, menyimpulkan hal di atas sesudah ia
mewawancarai puluhan ribu calon eksekutif dan mensuplai ribuan eksekutif ke banyak
perusahaan, dalam peranannya sebagai ” head Hunter ”. Begitu juga Dale Carnegie tiba pada
kesimpulannya sesudah ia mewawancarai banyak tokoh sukses kontemporer pada jamannya dan
sesudah membaca ribuan biografi dan otobiografi orang-orang sukses dari segala macam
lapangan kehidupan.

D. Kecerdasan Politik

Bab II Multiple Intelligence-Kecerdasan Politik Kecerdasan kekuatan dalam hal politik juga
semakin penting di jaman modern, dimana persaingan semakin rumit dan majemuk. Lebih
mudah bagi kita untuk menghadapi musuh yang muncul terang-terangan, sebaliknya jauh lebih
sulit menghadapi musuh dalam selimut. Kecerdasan dalam hal politik berperan penting karena
setiap orang menghadapi konflik politik setiap hari dalam kehidupannya. Politik dapat muncul
dalam keributan kecil dalam rumah tangga, persaingan antara saudara kandung, kehidupan
bertetangga, dan juga di kantor. Politik bukan hanya ada dalam kegiatan mengurus negara,
melainkan hadir dalam setiap kegiatan antar manusia.
Sebagian orang memandang politik sebagai kegiatan yang tercela, karena di dalamnya terdapat
intrik manipulasi, penipuan, dsb. Padahal politik merupakan bawaan alamiah manusia karena
merupakan konsekuensi dari terjadinya hubungan antar manusia, sama halnya dengan kegiatan
ekonomi. Ada banyak sekali kegiatan politik yang etis. Berpolitik tidak berarti melakukan hal
yang tercela. Politik yang dipahami da n dikuasai dengan baik akan membantu mencapai tujuan
dengan cara yang lebih efisien. Menjadi pemimpin atau seorang yang adil juga memerlukan
keahlian politik yang baik.
Politik memainkan peranan penting dalam kegiatan bisnis di kantor. Kegiatan politik yang
tercela akan mengakibatkan munculnya permainan kekuasaan, negosiasi yang sulit,
terhambatnya kreatifitas, rusaknya wibawa, fitnah, kebohongan dan kecurangan. Sebaliknya,
politik yang disinari matahari SEPIA menjadi politik yang etis mampu memperkuat komunikasi,
mempermudah perjanjian bisnis, membantu menemukan solusi kreatif, menciptakan suasana
saling menghargai, dan memperkuat keterampilan pengambilan keputusan.
Bab II Multiple Intelligence-Kecerdasan Politik Sebagai salah satu contoh dalam kecerdasan
politik, misalnya : sebagai karyawan baru di jajaran manajer menengah. Adi didekati banyak
orang. Tono mengajaknya makan siang dan dengan baik menjelaskan situasi di kantor. Jerry juga
mengajak makan siang dengan informasi yang sedikit berbeda dengan Tono. Rudi, kenalan di
kantin, memberikan banyak saran dan segudang gosip-gosip. Demikian pula dengan beberapa
orang yang lain. Semua dengan baik hati memberi saran dengan gratis kepada Adi.
Adi cukup cerdas. Setiap kali ada yang menanyakan apakah dia di ajak makan siang oleh Tono,
dia menjawab diplomatis ”Ya, saya meminta Tono untuk meminta menjelaskan kegiatannya di
departemennya. Saya kira saran-sarannya sangat membantu pekerjaan saya”. Demikian pula
ketika ditanya tentang yang lain. Adi dengan hati-hati menjaga hubungan baik dengan semua
rekan barunya. Sebagai karyawan baru, Adi memulai ”permainan politik” dengan awal yang
baik.
E. Kecerdasan Spiritual untuk jadi Pemimpin yang Unggul

Untuk menjadi pemimpin andal, seseorang tidak hanya perlu memiliki kecerdasan intelektual
dan emosi, melainkan juga kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual merupakan kemampuan
seseorang untuk menyelaraskan hai dan budi sehingga ia mampu menjadi pemimpin yang
berkarakter dan berwatak positip.
Menurut Alwi Shihab (Mantan Menlu), kecerdasan spiritual penting sekali karena berpengaruh
pada sikap pemimpin itu pada dirinya sendiri dan orang lain. Oleh karena itu, seorang pemimpin
harus mampu melihat sesuatu di balik sebuah kenyataan empirik sehingga ia mampu mencapai
makna dan hakekat tentang manusia. Dengan demikian, kemanusiaan manusia sungguh-sungguh
dihargai.
Plato, mengatakan bahwa kesengsaraan pada dasarnya disebabkan oleh kebodohan. Kebodohan
tersebut berakar pada ketidakmampuan seseorang mengenali dirinya sendiri. Oleh karena itu,
unsur spiritual sangat diperlukan seperti halnya unsur fisik agar seseorang mampu melihat lebih
dalam.
Bab II Multiple Intelligence-Kecerdasan Spiritual Untuk Jadi Pemimpin yang Unggul Alwi
Shihab menambahkan bahwa spiritual itu mengarahkan manusia pada pencarian hakekat
kemanusiaannya. Menurut dia, manusia itu dapt ditemukan dalam perjumpaan manusia dengan
Allah. Mistisisme membantu manusia untuk mencari something out there that are unknown
(seseuatu di luar sana yang tidak diketahui). Allah itu amat bernilai, tetapi tersembunyi, tetapi
rahmat Allah mengatasi batas-batas buatan manusia sehingga manusia paham tentang Allah.
Dikatakan cerdas karena manusia senantiasa ingat pada Allah ketika ia melakukan karyanya.
Frans Magnis Suseno SJ, mengemukakan bahwa kecerdasan spiritual membantu meningkatkan
kompetensi para pemimpin untuk mengambil keputusan. Ia mendasarkan kajian itu pada tradisi
mistik ignasius dari Loyola yang biasa disebut dengan latihan rohani atau exertitia spiritualis.
Latihan itu dilakukan dalam sebuah masa tertentu, misalnya satu bulan atau delapan hari. Dalam
masa tersebut, secara khusus seseorang diajak untuk berkonfrontasi dengan hidupnya sendiri.
Tujuannya adalah untuk menaklukkan diri dan mengatur hidup begitu rupa sehingga tidak ada
keputusan yang diambil di bawah pengaruh sikap kelekatan pada apapun.
Sebagai alat ukur Jalaluddin Rahmat melihat bahwa spiritual berbeda dari religiusitas atau
keberagaman. Beliau mengatakan bahwa ukuran keduanya berbeda. Kecerdasan, paparnya
bersifat eksistensial dan memiliki sense of mission. Hal itu senada dengan pendapat Komarudin
Hidayat. Dikatakan bahwa yang terutama dalam kecerdasan spiritual adalah pengenalan akan
kesejatian diri manusia. Menurut Komarudin, kemunculan spiritualitas di barat merupakan wujud
protes masyarakat pada organisasi agama. Kecerdasan spiritual lanjutnya, bukan sebuah ajaran
theologies. Kecerdasan ini tidak secara langsung berkaitan dengan agama.

F. Kecerdasan Buatan

Bab II Multiple Intelligence-Kecerdasan BuatanKecerdasan Buatan (bahasa Inggris: Artificial


Intelligence atau AI) didefinisikan sebagai kecerdasan yang ditunjukkan oleh suatu entitas
buatan. Sistem seperti ini umumnya dianggap komputer. Kecerdasan diciptakan dan dimasukkan
ke dalam suatu mesin (komputer) agar dapat melakukan pekerjaan seperti yang dapat dilakukan
manusia. Beberapa macam bidang yang menggunakan kecerdasan buatan antara lain sistem
pakar, permainan komputer (games), logika fuzzy, jaringan syaraf tiruan dan robotika.
Banyak hal yang kelihatannya sulit untuk kecerdasan manusia, tetapi untuk Informatika relatif
tidak bermasalah. Seperti contoh: mentransformasikan persamaan, menyelesaikan persamaan
integral, membuat permainan catur atau Backgammon. Di sisi lain, hal yang bagi manusia
kelihatannya menuntut sedikit kecerdasan, sampai sekarang masih sulit untuk direalisasikan
dalam Informatika. Seperti contoh: Pengenalan Obyek/Muka, bermain Sepakbola.
Walaupun AI memiliki konotasi fiksi ilmiah yang kuat, AI membentuk cabang yang sangat
penting pada ilmu komputer, berhubungan dengan perilaku, pembelajaran dan adaptasi yang
cerdas dalam sebuah mesin. Penelitian dalam AI menyangkut pembuatan mesin untuk
mengotomatisasikan tugas-tugas yang membutuhkan perilaku cerdas. Termasuk contohnya
adalah pengendalian, perencanaan dan penjadwalan, kemampuan untuk menjawab diagnosa dan
pertanyaan pelanggan, serta pengenalan tulisan tangan, suara dan wajah.
Hal-hal seperti itu telah menjadi disiplin ilmu tersendiri, yang memusatkan perhatian pada
penyediaan solusi masalah kehidupan yang nyata. Sistem AI sekarang ini sering digunakan
dalam bidang ekonomi, obat-obatan, teknik dan militer, seperti yang telah dibangun dalam
beberapa aplikasi perangkat lunak komputer rumah dan video game.
Bab II Multiple Intelligence-Kecerdasan Buatan'Kecerdasan buatan' ini bukan hanya ingin
mengerti apa itu sistem kecerdasan, tapi juga mengkonstruksinya.

1. Sejarah Kecerdasan Buatan

Pada awal abad 17, René Descartes mengemukakan bahwa tubuh hewan bukanlah apa-apa
melainkan hanya mesin-mesin yang rumit. Blaise Pascal menciptakan mesin penghitung digital
mekanis pertama pada 1642. Pada 19, Charles Babbage dan Ada Lovelace bekerja pada mesin
penghitung mekanis yang dapat diprogram.
Bertrand Russell dan Alfred North Whitehead menerbitkan Principia Mathematica, yang
merombak logika formal. Warren McCulloch dan Walter Pitts menerbitkan "Kalkulus Logis
Gagasan yang tetap ada dalam Aktivitas " pada 1943 yang meletakkan pondasi untuk jaringan
syaraf.
Tahun 1950-an adalah periode usaha aktif dalam AI. Program AI pertama yang bekerja ditulis
pada 1951 untuk menjalankan mesin Ferranti Mark I di University of Manchester (UK): sebuah
program permainan naskah yang ditulis oleh Christopher Strachey dan program permainan catur
yang ditulis oleh Dietrich Prinz. John McCarthy membuat istilah "kecerdasan buatan " pada
konferensi pertama yang disediakan untuk pokok persoalan ini, pada 1956. Dia juga menemukan
bahasa pemrograman Lisp. Alan Turing memperkenalkan "Turing test" sebagai sebuah cara
untuk mengoperasionalkan test perilaku cerdas. Joseph Weizenbaum membangun ELIZA,
sebuah chatterbot yang menerapkan psikoterapi Rogerian.
Bab II Multiple Intelligence-Kecerdasan Buatan-Sejarah Kecerdasan BuatanSelama tahun 1960-
an dan 1970-an, Joel Moses mendemonstrasikan kekuatan pertimbangan simbolis untuk
mengintegrasikan masalah di dalam program Macsyma, program berbasis pengetahuan yang
sukses pertama kali dalam bidang matematika. Marvin Minsky dan Seymour Papert menerbitkan
Perceptrons, yang mendemostrasikan batas jaringan syaraf sederhana dan Alain Colmerauer
mengembangkan bahasa komputer Prolog. Ted Shortliffe mendemonstrasikan kekuatan sistem
berbasis aturan untuk representasi pengetahuan dan inferensi dalam diagnosa dan terapi medis
yang kadangkala disebut sebagai sistem pakar pertama. Hans Moravec mengembangkan
kendaraan terkendali komputer pertama untuk mengatasi jalan berintang yang kusut secara
mandiri.
Pada tahun 1980-an, jaringan syaraf digunakan secara meluas dengan algoritma perambatan
balik, pertama kali diterangkan oleh Paul John Werbos pada 1974. Tahun 1990-an ditandai
perolehan besar dalam berbagai bidang AI dan demonstrasi berbagai macam aplikasi. Lebih
khusus Deep Blue, sebuah komputer permainan catur, mengalahkan Garry Kasparov dalam
sebuah pertandingan 6 game yang terkenal pada tahun 1997. DARPA menyatakan bahwa biaya
yang disimpan melalui penerapan metode AI untuk unit penjadwalan dalam Perang Teluk
pertama telah mengganti seluruh investasi dalam penelitian AI sejak tahun 1950 pada pemerintah
AS.
Tantangan Hebat DARPA, yang dimulai pada 2004 dan berlanjut hingga hari ini, adalah sebuah
pacuan untuk hadiah $2 juta dimana kendaraan dikemudikan sendiri tanpa komunikasi dengan
manusia, menggunakan GPS, komputer dan susunan sensor yang canggih, melintasi beberapa
ratus mil daerah gurun yang menantang.

2. Faham Pemikiran

Bab II Multiple Intelligence-Kecerdasan Buatan-Faham PemikiranSecara garis besar, AI terbagi


ke dalam dua faham pemikiran yaitu AI Konvensional dan Kecerdasan Komputasional (CI,
Computational Intelligence). AI konvensional kebanyakan melibatkan metoda-metoda yang
sekarang diklasifiksikan sebagai pembelajaran mesin, yang ditandai dengan formalisme dan
analisis statistik. Dikenal juga sebagai AI simbolis, AI logis, AI murni dan AI cara lama (GOFAI,
Good Old Fashioned Artificial Intelligence). Metoda-metodanya meliputi:
Sistem pakar: menerapkan kapabilitas pertimbangan untuk mencapai kesimpulan. Sebuah sistem
pakar dapat memproses sejumlah besar informasi yang diketahui dan menyediakan kesimpulan-
kesimpulan berdasarkan pada informasi-informasi tersebut.
Petimbangan berdasar kasus
Jaringan Bayesian
4. AI berdasar tingkah laku: metoda modular pada pembentukan sistem AI secara manual
Kecerdasan komputasional melibatkan pengembangan atau pembelajaran iteratif (misalnya
penalaan parameter seperti dalam sistem koneksionis. Pembelajaran ini berdasarkan pada data
empiris dan diasosiasikan dengan AI non-simbolis, AI yang tak teratur dan perhitungan lunak.
Metoda-metoda pokoknya meliputi:
Jaringan Syaraf: sistem dengan kemampuan pengenalan pola yang sangat kuat
Sistem Fuzzy: teknik-teknik untuk pertimbangan di bawah ketidakpastian, telah digunakan
secara meluas dalam industri modern dan sistem kendali produk konsumen.
Komputasi Evolusioner: menerapkan konsep-konsep yang terinspirasi secara biologis seperti
populasi, mutasi dan “survival of the fittest” untuk menghasilkan pemecahan masalah yang lebih
baik.
Bab II Multiple Intelligence-Kecerdasan Buatan-Faham PemikiranMetoda-metoda ini terutama
dibagi menjadi algoritma evolusioner (misalnya algoritma genetik) dan kecerdasan berkelompok
(misalnya algoritma semut)
Dengan sistem cerdas hibrid, percobaan-percobaan dibuat untuk menggabungkan kedua
kelompok ini. Aturan inferensi pakar dapat dibangkitkan melalui jaringan syaraf atau aturan
produksi dari pembelajaran statistik seperti dalam ACT-R. Sebuah pendekatan baru yang
menjanjikan disebutkan bahwa penguatan kecerdasan mencoba untuk mencapai kecerdasan
buatan dalam proses pengembangan evolusioner sebagai efek samping dari penguatan
kecerdasan manusia melalui teknologi.

3. Filosofi Kecerdasan Buatan

Perdebatan tentang AI yang kuat dengan AI yang lemah masih menjadi topik hangat diantara
filosof AI. Hal ini melibatkan filsafat pemikiran dan masalah pikiran-tubuh. Roger Penrose
dalam bukunya The Emperor's New Mind dan John Searle dengan eksperimen pemikiran "ruang
China" berargumen bahwa kesadaran sejati tidak dapat dicapai oleh sistem logis formal,
sementara Douglas Hofstadter dalam Gödel, Escher, Bach dan Daniel Dennett dalam
Consciousness Explained memperlihatkan duukungannya atas fungsionalisme.
Dalam pendapat banyak pendukung AI yang kuat, kesadaran buatan dianggap sebagai urat suci
(holy grail) kecerdasan buatan.

4. Fiksi sains

Bab II Multiple Intelligence-Kecerdasan Buatan-Filosofi Kecerdasan Buatan-Fiksi SainDalam


fiksi sains, AI umumnya dilukiskan sebagai kekuatan masa depan yang akan mencoba
menggulingkan otoritas manusia seperti dalam HAL 9000, Skynet, Colossus and The Matrix atau
sebagai penyerupaan manusia untuk memberikan layanan seperti C-3PO, Data, the Bicentennial
Man, the Mechas dalam A.I. atau Sonny dalam I, Robot. Sifat dominasi dunia AI yang tak dapat
dielakkan, kadang-kadang disebut "the Singularity", juga dibantah oleh beberapa penulis sains
seperti Isaac Asimov, Vernor Vinge dan Kevin Warwick. Dalam pekerjaan seperti manga Ghost
in the Shell-nya orang Jepang, keberadaan mesin cerdas mempersoalkan definisi hidup sebagai
organisme lebih dari sekedar kategori entitas mandiri yang lebih luas, membangun konsep
kecerdasan sistemik yang bergagasan. Lihat daftar komputer fiksional(list of fictional computers)
dan daftar robot dan android fiksional (list of fictional robots and androids).
Seri televisi BBC Blake's 7 menonjolkan sejumlah komputer cerdas, termasuk Zen (Blake's 7),
kompuer kontrol pesawat bintang Liberator (Blake's 7); Orac, superkomputer lanjut tingkat
tinggi dalam kotak perspex portabel yang mempunyai kemampuan memikirkan dan bahkan
memprediksikan masa depan; dan Slave, komputer pada pesawat bintang Scorpio.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Kecerdasan merupakan suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk
pengetahuan dan kesadaran.
Tingkat kecerdasan (Intelegensi) ditentukan oleh bakat bawaan berdasarkan gen yang diturunkan
dari orang tuanya.
Secara umum intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
· Kemampuan untuk berpikir abstrak.
· Kemampuan untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar.
· Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.
Ciri-ciri keberbakatan seseorang adalah : kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, pengikatan
diri.
Anak berbakat adalah mereka yang karena memiliki kemampuan yang unggul dan mampu
memberikan prestasi yang tinggi.
Bakat-bakat tersebut baik sebagai potensi maupun yang sudah terwujud meliputi :kemampuan
intelektual umum, kemampuan berpikir kreatif-produktif, kemampuan dalam salah satu bidang
seni, kemampuan psikomotor, kemampuan psikososial.
Mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakan kunci utama untuk kesuksesan masa
depan anak.
Peran orang tua dalam memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung jauh lebih
penting dalam menentukan perkembangan kecerdasan seorang anak.
Delapan Jenis kecerdasan yang meliputi :
· Cerdas bahasa – cerdas dalam mengolah kata
· Cerdas gambar – memiliki imajinasi tinggi
· Cerdas musik – peka terhadap suara dan irama
· Cerdas tubuh – terampil dalam mengolah tubuh dan gerak
· Cerdas matematika dan logika – cerdas dalam sain dan berhitung
· Cerdas sosial – kemampuan tinggi dalam membaca pikiran dan
perasaan orang lain
· Cerdas alam – peka terhadap alam sekitar.
· Cerdas Spiritual - menyadari makna eksistensi diri dalam hubungannya dengan pencipta alam
semesta.
Kecerdasan politik berperan penting karena setiap orang menghadapi konflik politik setiap hari
dalam kehidupannya. Politik dapat muncul dalam keributan kecil dalam rumah tangga,
persaingan antara saudara kandung, kehidupan bertetangga, dan juga di kantor.
Kecerdasan spiritual merupakan kemampuan seseorang untuk menyelaraskan hai dan budi
sehingga ia mampu menjadi pemimpin yang berkarakter dan berwatak positip.
Kecerdasan Buatan didefinisikan sebagai kecerdasan yang ditunjukkan oleh suatu entitas buatan.
Kecerdasan diciptakan dan dimasukkan ke dalam suatu mesin (komputer) agar dapat melakukan
pekerjaan seperti yang dapat dilakukan manusia.
Kecerdasan Buatan di dalam pembahasan tersebut di atas mencakup :
· Sejaran kecerdasan buatan
· Faham pemikiran
· Filosofi Kecerdasan buatan
· Fiksi sains

B. Saran

1. Adakan seminar tentang kecerdasan oleh seorang pakar psikologi sehingga dapat memotivasi
baik orangtua maupun guru dalam memberikan bimbingan kepada anaknya.
2. Kita sebagai masyarakat mempunyai kepercayaan bahwa sukses di sekolah adalah kunci
utama untuk kesuksesan hidup di masa depan. Maka perlu adanya pembinaan para guru agar bisa
agar bisa mencerdaskan putra putrinya terutama pendidikan yang ada di lingkungan sekolah.

**************

DAFTAR PUSTAKA

· S.C. Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreatifitas Anak Sekolah, PT Gramedia

Widiasarana, Jakarta, 1992.

· Depdikbud, Psikologi Pendidikan, Buku IIIA, Materi Dasar Pendidikan, Program Akta

Mengajar V, 1982/1983.

· Munandar, A.S., Kreativitas dan Metodologi, Laporan Penataran Guru Anak Berbakat,

Cipanas, 1983.

· Munandar, S.C.U. (ed.), Bunga Rampai Anak-anak Berbakat, Pembinaan dan Pendidikannya,

Rajawali, Jakarta,1982.

· Munandar, S.C.U., Pedemanduan Anak Berbakat, suatu studi penjajakan, Rajawali,

Jakarta,1982.

· Semiawan, C., Penembangan Kurikulum Berdeferensiasi, Laporan Penataran Guru Anak

Berbakat, Cipanas, 1983.

· Munandar, S.C.U.,Psikologi Pendidikan Kapita Selekta, Badan Penerbit Fakultas Psikologi UI,

Jakarata, 1983.

· 2004, Balita Cerdas.Com

· Webmaster: andre.birowo@gmail.com

· http:sepia.blogsome.com/muthahari-career-day-januari-2005
KECERDASAN MAJEMUK ( MULTIPLE INTELEGENSI ) DAN
PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN IPA

oleh
Sunardi ,S.Pd.(SMPN1 Sungai Lilin MUBA Sumsel/Alumni FKIP Fisika UNSRI)
Sri Wahyuni,S.Pd. (SMPN 1 Lembang jaya Solok SUMBAR/Alumni Pend Biologi
UNP)
Tanti Kafitani Syafi'i,S.Pd. (SMPN 1 Sp Kiri Subulussalam NAD/Alumni Pend
Fisika UPI)

A. Pengertian
Kecerdasan ( intelegensi ) adalah kemampuan untuk melakukan abstraksi, serta berpikir logis
dan cepat sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru. Kemampuan
kognitif, psikomotor, dan afektif yang dimiliki seseorang disebut dengan kecerdasan. ( Amsal
Amri, 2008 : 49 ), sedangkan Howard Garder ( dalam Sunaryo Kartadinata, 2008 : 6 )
mendefinisikan kecerdasan sebagai :
1. Kemampuan memecahkan masalah yang muncul dalam kehidupan nyata.
2. Kemampuan melahirkan masalah baru untuk dipecahkan.
3. Kemampuan menyiapkan atau menawarkan suatu layanan yang bermakna dalam kehidupan
kultur tertentu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki seseorang. Kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang tidak akan semuanya
sama dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki orang lain, karena kemampuan banyak
jenisnya ( beranekaragam ), dan keanekaragaman dari kemampuan-kemampuan itu disebut
dengan kecerdasan majemuk ( multiple intelegensi ).
Kecerdasan majemuk yang merupakan keanekaragaman kemampuan yang menyangkut beberapa
bidang.
Menurut Gardner, 1983 ( dalam Linda Campbell, 2006 ) kecerdasan atau intelegensi ada 10
macam yaitu:
1. Kecerdasan linguistic ( Linguistik intelligence )
Adalah kemampuan untuk berfikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk
mengekpresikan dan menghargai makna yang komplek, yang meliputi kemampuan membaca,
mendengar, menulis, dan berbicara.
2. Intelegensi logis-matematis ( Logical matematich)
Adalah kemampuan dalam menghitung, mengukur dan mempertimbangkan proposisi dan
hipotesis serta menyelesaikan operasi-operasi matematika,
3. Intelegensi Musik ( Musical intelegence )
Intelegensi musik adalah kecerdasan seseorang yang berhubungan dengan sensitivitas pada pola
titik nada, melodi, ritme, dan nada. Musik adalah bahasa pendengaran yang menggunakan tiga
komponen dasar yaitu intonasi suara, irama dan warna nada yang memakai system symbol yang
unik.
4. Intelegensi kinestetik.
Kinestetik adalah belajar melalui tindakan dan pengalaman melalui panca indera.
Intelegensi kinestetik adalah kemampuan untuk menyatukan tubuh atau pikiran untuk
menyempurnakan pementasan fisik. Dalam kehidupan sehari-hari dapat diamati pada actor,atlet
atau penari, penemu, tukang emas, mekanik..
5. Intelegensi Visual-Spasial
Intelegensi visual-spasial merupakan kemampuan yang memungkinkan memvisualisasikan
infoomasi dan mensintesis data-data dan konsep-konsep ke dalam metavor visual.
6. Intelegensi Interpersonal
Intelegensi interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi dengan orang
lain dilihat dari perbedaan, temperamen, motivasi, dan kemampuan.
7. Intelegensi Intrapersonal
Adalah kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri dari keinginan, tujuan dan system
emosional yang muncul secara nyata pada pekerjaannya.
8. Intelegensi Naturalis.
Adalah kemampuan untuk mengenal flora dan fauna melakukan pemilahan-pemilahan utuh
dalam dunia kealaman dan menggunakan kemampuan ini secara produktif misalnya untuk
berburu, bertani, atau melakukan penelitian biologi.
9. Intelagensi Emosional.
Adalah yang dapat membuat orang bisa mengingat, memperhatikan, belajar dan membuat
keputusan yang jernih tanpa keterlibatan emosi. Jadi intelegensi emosional disini berkaitan
dengan sikap motivasi, kegigihan, dan harga diri yang akan mempengaruhi keberhasilan dan
kegagalan siswa.
10. Intelegensi Spiritual.
Adalah kemampuan yang berhubungan dengan pengakuan adanya Tuhan sebagai pencipta alam
semesta beserta isinya.
Kemampuan-kemampuan yang termasuk dalam sepuluh aspek kecerdasan majemuk ( multiple
intelegensi ) yang dimiliki masing-masing orang tersebut diatas merupakan potensi intelektual
seseorang untuk dapat mengikuti proses pembelajaran.
Pembelajaran adalah suatu proses pengembangan kognitif, psikomor, dan afektif ketika
seseorang berada pada lingkungan. Menurut Depdiknas ( 2004 ) pembelajaran adalah
pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap baru pada saat seseorang berintegrasi
dengan informasi dan lingkungan. Pembelajaran dapat terjadi pada berbagai disiplin ilmu, salah
satunya adalah Pembelajaran IPA.
Pembelajaran IPA ( Ilmu Pengetahuan Alam ) pada hakikatnya adalah pembelajaran yang
berorientasi pada keadaan alam semesta beserta isinya, yang meliputi benda hidup ( mahluk
hidup ) dan benda mati. Pembelajaran IPA dapat diartikan sebagai proses pengembangan aspek
kognitif, psikomotor, dan afektif dalam mempelajari alam semesta beserta isinya.

B. Pengembangan Multi Intelegensi dalam Pembelajaran IPA SMP.


1. Proses Pembelajaran yang Mengembangkan Intelegensi Verbal Linguistik.
Proses pembelajaran yang mengembangkan intelegensi verbal linguistic dapat merangsang
perkembangan multi intelegensi dalam setiap mata pelajaran termasuk Ilmu Pengetahuan Alam.
Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pembelajaran untuk mengembangkan intelegensi
verbal linguistic dalam dalam pembelajaran IPA adalah mendengarkan materi yang akan dibahas
dari kaset maupun dari informasi yang langsung disampaikan oleh guru, diskusi kelas, membuat
hasil laporan laporan pengamatan, melakukan kegiatan wawancara, mencari bahan untuk
melengkapi tugas, menulis karya ilmiah dan sebagainya.
2. Pembelajaran yang Mengembangkan Intelegensi Logika Matematika.
Dalam Ilmu Pengetahuan Alam hal yang patut diperhatikan dalam mengajar adalah penerapan
konsep dasar IPA secara tepat dalam membuat keputusansetiap hari dan membantu siswa
mengenal hubungan antara Ilmu Pengetauan Alam dengan teknologi dalam kehidupan
masyarakat.
Penerapan Intelegensi Logika Matematika dalam pembelajaran IPA dapat melalui beberapa cara,
yaitu:
1) Metoda Ilmiah
Metoda ilmiah adalah suatu cara untuk menemukan produk ilmiah dengan langkah-langkah yang
logis dan matematis. Proses umum metode ilmiah secara empiris adalah:
a. Menemukan masalah.
b. Menyusun hipotesa atau dugaan sementara.
c. Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan.
d. Menarik kesimpulan
e. Menguji kesimpulan.
2) Berfikir secara Ilmiah berdasarkan Kurikulum.
3) Logika Deduktif.
Logika deduktif adalah cara berfikir dengan menguraikan konsep yang umum ke konsep yang
khusus.
Contohnya :
a. Silogisme adalah argument yang tersusun dari dasar pemikiran dan kesimpulan.
b. Diagram Venn, menggunakan lingkaran yang saling melengkapi untuk membandingkan
sekumpulan informasi.
4) Logika Induktif
Logika induktif adalah cara berfikir seseorang dengan mempertimbangkan kenyataan fakta
khusus kepada kasimpulan umum dengan menggunakan analogi.
5) Meningkatkan belajar dan berfikir.
Meningkatkan berfikir siswa, guru dalam pembelajaran menggunakan media pembelajaran.
6) Proses berfikir secara matematika.
Matematika mata pelajaran yang khusus berfikir abstrak dan sulit, sehingga anak tidak tertarik.
Untuk itu guru dapat menyusun pembelajaran dengan pola gambar, grafik, dan pembuatan kode
untuk menimbulkan keingintahuan.
7) Bekerja dengan angka-angka.
Siswa yang menyukai ketelitian akan menemukan kesenangan bekerja dengan angka-angka
seperti pengukuran, peluang, masalah-masalah dalam bentuk cerita.
8) Teknologi yang meningkatkan intelegensi logi-matematika.
Siswa dapat belajar dengan efektif dengan menggunakan software yang menarik.
3. Proses Pembelajaran yang Mengembangkan Intelegensi Musik.
Musik memilki kaitan yang erat dengan emosional seseorang, yaitu:
a. Memberikan suasana yang ramah ketika siswa memasuki ruangannya.
b. Menawarkan efek yang meredakan setelah melakukan aktivitas fisik.
c. Melancarkan peralihan antar kelas.
d. Membangkitkan kembali energy yang mulai sedikit.
e. Mengurangi strees.
f. Menciptakan suasana positif di sekolah.
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembagkan intelegensi music di sekolah adalah:
a. Memasang music latar yang lembut dan universal di sekolah.
b. Melalui pembelajaran masing-masing bidang studi yang ada di sekolah.
Misalnya: menciptakan lagu-lagu yang bertemakan materi yang sedang diajarkan.
4. Proses Pembelajaran yang Mengembangkan Intelegensi Kinestetik.
Ada bermacam-macam aktivitas tectile-kinestetik yang bertujuan untuk mempertinggi
pembelajaran siswa di segala usia, yaitu:
a. Lingkungan fisik : daerah ruang kelas, dalam merencanakan ruang kelas, para pengajar
membuat ruangan yang bisa membuat perasaan siswa menjadi senang.
b. Drama : teater, permainan peran, drama kreatif, simulasi ( keadaan yang meniru ) keadaan
sebenarnya.
c. Gerak kreatif : memahami pengetahuan jasmaniah, memperkenalkan aktifitas gerak
kreatif,menerapkan gerak kreatif keahlian dasar, menciptakan isi yang lebih terarah dari aktivitas
gerakan.
d. Tari : bagian-bagian tari, rangkaian pembelajaran melalui tari.
e. Memainkan alat-alat : kartu-kartu tugas,teka-teki kartu tugas, menggambar alat-alat tambahan,
membuat tanda-tanda bagi ruang kelas.
f. Permainan ruangan kelas : Binatang buruan ( binatang pemakan bangkai) permainan-
permainan lantai besar, permainan-permainan merespon gerak fisik secara meanyeluruh,
permainan mengulang hal yang umum.
g. Pendidikan fisik : karakteristik dari seorang pengajar ( tentang ) fisik , pendidikan petualang,
jaringan laba-laba, piramida sepuluh orang, petualangan-petuangan sepuluh orang.
h. Kesempatan-kesempatan latihan.
i. Perjalanan ke alam bebas.
5. Proses Belajar yang Mengembangkan Intelegensi Visual Spasial.
Proses belajar ini merupakan suatu proses yang mengembangkan kemampuan persepsi. Imajinasi
dan estesti dalam buku Mc.Kim Experience in Visual thinking.
Mengidentifikasi 3 komponen yang luas dari gambaran visual :
a. Gambaran eksternal yang kita rasakan.
b. Gambaran internal yang kita impikan / kita bayangkan.
c. Gambaran yang kita ciptakan melalui gambar yang tak beraturan.

6. Proses belajar yang mengembangkan Intelegensi Interpersonal.


a. Membangun lingkungan interpersonal yang positif.
Kriteria group yang efektif :
1) Lingkungan kelas hangat dan terbuka.
2) Guru dan siswa bersama-sama membuat tata tertib dan sanksi berdasarkan kemanusiaan.
3) Proses pembelajaran saling ketergantungan yaitu melakukan peran aktif dan kontribusi darai
semua siswa.
4) Belajar bertujuan untuk belajar dari kurikulum, dari teman dan dari pengalaman.
5) Tugas dan tanggung jawab dibagi rata, sehingga setiap anggota kelas merasa penting dalam
kelas.
b. Pembelajaran kolaboratif.
c. Penanganan konflik.
d. Belajar melalui tugas sosial / jasa.
e. Menghargai perbedaan.
f. Membangun persfektif yang beragam.
g. Pemecahan masalah global dan local dalam pendidikan multicultural.
h. Tekhnologi yang meningkatkan intelegensi interpersonal.

7. Proses Belajar yang Mengembangkan Intelegensi Intrapersonal.


a. Membangun suatu lingkungan untuk mengembangkan pengetahuan diri.
b. Penopang penghargaan diri.
c. Penyusunan dan pencapaian tujuan.
d. Keterampilan berfikir.
e. Pendidikan keterampilan emosional dalam kelas.
f. Penulisan jurnal.
g. Mengetahui diri sendiri melalui orang lain.
h. Merefleksikan ketakjupan dan tujuan hidup.
i. Belajar mengarahkan diri sendiri.
j. Teknologi yang mempertinggi intelegensi interpersonal.
8. Proses Pembelajaran yang Mengembangkan Intelegensi Naturalisme.
Proses pembelajaran ini merupakan suatu proses yang mengembangkan kemampuan naturalism
pada siswa yaitu :
a. Menata lingkungan sekolah yang hijau dan asri.
b. Dalam mempelajari materi yang berhubungan dengan klasifikasi tumbuhan, ekosistem,
pencemaran lingkungan siswa diajak langsung kea lam.
c. Sekolah menyediakan alat bantu pelajaran seperti torso dan charta tentang organ-organ tubuh
manusia.
d. Menerapkan pelajaran pertanian atau perikanan yang disesuaikan dengan kondisi daerah
masing-masing.
e. Sekolah mengembangkan proses pembelajaran yang dapat membangkitkan kepedulian siswa
terhadap lingkungan.
9. Proses Pembelajaran yang Mengembangkan Intelegensi Emosional.
Pembelajaran emosional dapat meningkatkan sistem pembelajaran kognitif, dimana dengan cara
ini otak emosional terlibat dalam pembelajaranpenalaran sama kuatnya dengan otak berfikir.
Prinsip ini harus diterapkan oleh guru dalam mengajar, menurut Goleman, 1995 ( dalam Barbara
K.Given, 2002). Hal-hal yang dapat diterapkan oleh guru dalam mengembangkan intelegensi
emosional adalah sebagai berikut:
a. Sebaiknya guru dalam mengawali pelajaran dengan sikap lemah lembut, dengan cara bertahap
meningkatkan antusiame.
b. Menciptakan suasana kelas seperti yang diinginkan siswa.
c. Guru bias menggerakkan siswa perlahan-lahan menuju keadaan sosial emosional yang
berbeda.
d. Dalam mengajar hendaknya guru mengembangkan rasa humor yang bias menurunkan
ketegangan yang mungkin timbul akibat ketidak selarasan antara guru dan siswa.
10. Proses Pembelajaran yang Mengembangkan Intelegensi Spiritual.
Dalam proses pembelajaran sebaiknya memperluas cakupan dari ayat- ayat Alquran serta makna-
makna yang terkandung di dalamnya sehingga mengakar di dalam jiwa dan pikiran siswa dengan
cara menarik hikmah dari materi pembelajaran yang disampaikan kepada siswa.
Implikasi materi pembelajaran IPA dalam mengembangkan intelegensi spiritual sangat banyak
sekali, sebagai contoh tentang tata surya. Dalam materi ini siswa dituntut untuk menguasai
matahari sebagai bintang, matahari sebagai pusat tatasurya, rotasi dan revolusi bumi, pergerakan
9 macam planet dan sebagainya. Di akhir pembelajaran guru mengajak siswa untuk mengamati
keteraturan gerak anggota tata surya dan menghubungkannya dengan surat yasin ayat 37 sampai
ayat 40 yang artinya :
“ Dan sebagai tanda kebesaran Allah bagi mereka adalah malam, Kami tanggalkansiang dari
malam itu, maka seketika itu mereka berada dalam kegelapan. Dan matahari berjalan ditempat
peredarannya. Demikianlah ketetapan Allah yang Maha Perkasa, Maha Mengetahui. Dan telah
Kami tetapkan tempat peredaran bulan, sehingga ( setelah ia sampai ke tempat peredaran terakhir
) kembali seperti bentuk tanndan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan
malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya ”.

DAFTAR PUSTAKA

Amri, A. ( 2008 ). Pedagogik Transformatif Aceh : FKIP Universitas Syah Kuala.


Kartadinata, S. dkk. ( 2007 ). Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan Dan Konseling Dalam
Jalur Pendidikan. Jakarta : Dirjen PMPTK DEPDIKNAS
Suparno, P. ( 2007 ). Kajian dan Pengantar Kurikulum IPA SMP. Yogyakarta : Universitas Sanata
Dharma.
Rengganis. ( 2007 ). Multiple Intelegence ( Kecerdasan Majemuk ). [ Online ].
Offset.Tersedia:http:/www.rengganis.blogspot.com [ 20 Oktober 2008]
Purwa. ( 2007 ). Mengenal Beragam Kecerdasan. [ Online ].
Offset.Tersedia:http:/www.bpurwa.blogspot.com [ 20 Oktober 2008 ]
SMUN 7 Denpasar. ( 2007 ). Mengenal Beragam Kecerdasan [ Online ].
Offset.Tersedia:http:/www.smun7.denpasar.sch.id [ 20 Oktober 2008]
Wordpress. ( 2007 ). Kurikulum Berbasis Kecerdasan Anak ( Multiple intelegensi). [ Online ].
Offset. Tersedia : http: /www. curriculumstudy. files.wordpress.com [ 20 Oktober 2008]
Gemasastrin. ( 2008 ). Teori Multiple Intelegence dalam Pendidikan Anak [Online ].
Offset.Tersedia:http:/www.gemasastrin.wordpress.com [ 20 Oktober 2008 ]
Diposkan oleh Sunardi di Tuesday, April 21, 2009
MULTIPLE INTELEGENSI (KECERDASAN MAJEMUK)
TEORI MULTIPLE INTELEGENSI (KECERDASAN MAJEMUK) DALAM
PEMBELAJARAN

A. PENDAHULUAN

Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh anak-anak ataupun
orang dewasa. Pendidikan menjadi salah satu modal bagi seseorang agar dapat berhasil dan
mampu meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Mengingat akan pentingnya pendidikan, maka
pemerintah pun mencanangkan program wajib belajar 9 tahun, melakukan perubahan kurikulum
untuk mencoba mengakomodasi kebutuhan siswa. Kesadaran akan pentingnya pendidikan bukan
hanya dirasakan oleh pemerintah, tetapi juga kalangan swasta yang mulai melirik dunia
pendidikan dalam mengembangkan usahanya. Sarana untuk memperoleh pendidikan yang
disediakan oleh pemerintah masih dirasakan sangat kurang dalam upaya memenuhi kebutuhan
masyarakat akan pendidikan.
Hal ini terlihat dengan semakin menjamurnya sekolah-sekolah swasta yang dimulai dari Taman
Kanak-Kanak sampai perguruan tinggi. Kendala bagi dunia pendidikan untuk menghasilkan
lulusan yang berkualitas adalah masih banyaknya sekolah yang mempunyai pola pikir tradisional
di dalam menjalankan proses belajarnya yaitu sekolah hanya menekankan pada kemampuan
logika (matematika) dan bahasa. Kenyataan ini senada dengan yang diungkapkan oleh Seto
Mulyadi (2003), seorang praktisi pendidikan anak, bahwa suatu kekeliruan yang besar jika setiap
kenaikan kelas, prestasi anak didik hanya diukur dari kemampuan matematika dan bahasa.
Dengan demikian sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat kecerdasan anak didik
yang semata-mata hanya menekankan kemampuan logika dan bahasa perlu direvisi.
Kecerdasan intelektual tidak hanya mencakup dua parameter tersebut, di atas tetapi juga harus
dilihat dari aspek kinetis, musical, visual-spatial, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis
(Kompas, 6 Agustus 2003). Jenisjenis kecerdasan intelektual tersebut dikenal dengan sebutan
kecerdasan jamak (Multiple Intelligences) yang diperkenalkan oleh Howard Gardner padan
tahun 1983. Gardner mengatakan bahwa kita cenderung hanya menghargai orangorang yang
memang ahli di dalam kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kita harus memberikan
perhatian yang seimbang terhadap orangorang yang memiliki talenta (gift) di dalam kecerdasan
yang lainnya seperti artis, arsitek, musikus, ahli alam, designer, penari, terapis, entrepreneurs,
dan lain-lain.
Sangat disayangkan bahwa saat ini banyak anak-anak yang memiliki talenta (gift), tidak
mendapatkan reinforcement di sekolahnya. Banyak sekali anak yang pada kenyataannya
dianggap sebagai anak yang “Learning Disabled” atau ADD (Attention Deficit Disorder), atau
Underachiever, pada saat pola pemikiran mereka yang unik tidak dapat diakomodasi oleh
sekolah. Pihak sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa.
Teori Multiple Intelligences yang menyatakan bahwa kecerdasan meliputi delapan kemampuan
intelektual. Teori tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan intelektual yang diukur
melalui tes IQ sangatlah terbatas karena tes IQ hanya menekan pada kemampuan logika
(matematika) dan bahasa (Gardner, 2003). Padahal setiap orang mempunyai cara yang unik
untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Kecerdasan bukan hanya dilihat dari nilai
yang diperoleh seseorang. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau membuat sesuatu yang
dapat berguna bagi orang lain.
Pola pemikiran tradisional yang menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa
memang sudah mengakar dengan kuat pada diri setiap guru di dalam menjalankan proses belajar.
Bahkan, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Insan Kancil (Kompas, 13 Oktober
2003), pendidikan Taman Kanak-Kanak saat ini cenderung mengambil porsi Sekolah Dasar.
Sekitar 99 persen, Taman Kanak-Kanak mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Artinya,
pendidikan Taman Kanak-Kanak telah menekankan pada kecerdasan akademik, tanpa
menyeimbanginya dengan kecerdasan lain. Hal ini berarti pula bahwa sistem pendidikan yang
dilaksanakan oleh guru-guru masih tetap mementingkan akan kemampuan logika (matematika)
dan bahasa.
Menurut Moleong, dalam melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), guru dan
orang tua hendaknya bersinergi dalam mengembangkan berbagai jenis kecerdasan, terutama
terhadap anak usia dini. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak gagap dalam melaksanakan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Anak-anak usia 0 – 8 tahun harus diperkenalkan
dengan kecerdasan jamak (Multiple Intelligences). Guru hendaknya tidak terjebak pada
kecerdasan logika semata.
Multiple Intelligences yang mencakup delapan kecerdasan itu pada dasarnya merupakan
pengembangan dari kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ).
Semua jenis kecerdasan perlu dirangsang pada diri anak sejak usia dini, mulai dari saat lahir
hingga awal memasuki sekolah (7 – 8 tahun). (Kompas, 13 Oktober 2003). Yang menjadi
pertanyaan terbesar, mampukah dan bersediakah setiap insan yang berkecimpung dalam dunia
pendidikan mencoba untuk mengubah pola pengajaran tradisional yang hanya menekankan
kemampuan logika (matematika) dan bahasa? Bersediakah segenap tenaga kependidikan
bekerjasama dengan orang tua bersinergi untuk mengembangkan berbagai jenis kecerdasan pada
anak didik di dalam proses belajar yang dilaksanakan di lingkungan lembaga pendidikan?
Kecerdasan (Inteligensi) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni : Kecerdasan sebagai
suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran.
Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang
kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun
bertambah. Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk mencapai
sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas, akan
mampu memilih strategi pencapaian sasaran yang lebih baik dari orang yang kurang cerdas.
Artinya orang yang cerdas mestinya lebih sukses dari orang yang kurang cerdas. Yang sering
membingungkan ialah kenyataan adanya orang yang kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di
sekolah) kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari dari rekan-rekannya yang lebih
cerdas, dan sebaliknya.
Prestasi seseorang ditentukan juga oleh tingkat kecerdasannya (Inteligensi). Walaupun mereka
memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan orang tuanya memberi kesempatan seluas-
luasnya untuk meningkatkan prestasinya, tetapi kecerdasan mereka yang terbatas tidak
memungkinkannya untuk mencapai keunggulan. Tingkat Kecerdasan Tingkat kecerdasan
(Intelegensi) bawaan ditentukan baik oleh bakat bawaan (berdasarkan gen yang diturunkan dari
orang tuanya) maupun oleh faktor lingkungan (termasuk semua pengalaman dan pendidikan
yang pernah diperoleh seseorang; terutama tahun-tahun pertama dari kehidupan mempunyai
dampak kuat terhadap kecersan seseorang). Secara umum intelegensi dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Kemampuan untuk berpikir abstrak.
2. Untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar.
3. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.
Perumusan pertama melihat inteligensi sebagai kemampuan berpikir. Perumusan kedua sebagai
kemampuan untuk belajar dan perumusan ketiga sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri.
Ketiga-tiganaya menunjukkan aspek yang berbeda dari intelegensi, namun ketiga aspek tersebut
saling berkhaitan. Keberhasilan dalam menyesuaikan diri seseorang tergantung dari
kemampuannya untuk berpikir dan belajar. Sejauhmana seseorang dapat belajar dari
pengalaman-pengalamannya akan menentukan penyesuaian dirinya. Ungkapan-ungkapan
pikiran, cara berbicara, dan cara mengajukan pertanyaan, kemampuan memecahkan masalah, dan
sebagainya mencerminkan kecerdasan. Akan tetapi, diperlukan waktu lama untuk dapat
menyimpulkan kecerdasan seseorang berdasarkan pengamatan perilakunya, dan cara demikian
belum tentu tepat pula. Oleh karena itu, para ahli telah menyusun bermacam-macam tes
inteligensi yang memungkinkan kita dalam waktu yang relatif cepat mengetahui tingkat
kecerdasan seseorang. Inteligensi seseorang biasanya dinyatakan dalam suatu kosien inteligensi
Intelligence Quotient(IQ).
Apakah hanya kecerdasan (yang diukur dengan tes intelegensi dan menghasilkan IQ) yang
menentukan keberbakatan seseorang ? barangkali untuk bakat intelegtual masih tepat jika IQ
menjadi kriteria (patokan) utama, tetapi belum tentu untuk bakat seni, bakat kreatif-produktif,
dan bakat kepemimpinan. Memang dulu para ahli cenderung untuk mengidentifikasi bakat
intelektual berdasarkan tes intelegensi semata-mata, dalam penelitian jangka panjangnya
mengenai keberbakatan menetapkan IQ 140 untuk membedakan antara yang berbakat dan tidak.
Akan tetapi, akhir-akhir ini para ahli makin menyadari bahwa keberbakatan adalah sesuatu yang
majemuk, artinya meliputi macam-macam ranah atau aspek, tidutak hanya kecerdasan.
Keberbakatan dan Anak Berbakat Renzulli, dkk.(1981) dari hasil-hasil penelitiannya menarik
kesimpulan bahwa yang menentukan keberbakatan seseorang adalah pada hakekatnya tiga
kelompok (cluster) ciri-ciri, yaitu : kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, pengikatan diri
(tangung jawab terhadap tugas). Seseorang yang berbakat adalah seseorang yang memiliki ketiga
ciri tersebut. Masing-masing ciri mempunyai peran yang sama-sama menentukan. Seseorang
dapat dikatakan mempunyai bakat intelegtual, apabila ia mempunyai intelegensi tinggi atau
kemampuan di atas rata-rata dalam bidang intelektual yang antara lain mempunyai daya
abstraksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan memecahkan masalah). Akan tetapi,
kecerdasan yang cukup tinggi belum menjamin keberbakatan seseorang. Kreatifitas sebagai
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan
gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah atau sebagai
kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada
sebelumnya, adalah sama pentingnya. Demikian juga berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas
yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet meskipun mengalami macam-macam rintangan
dan hambatan, melakukan dan menyelesaikan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya,
karena ia telah mengikatnya diri terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri.
Adapun yang dimaksud dengan anak berbakat adalah mereka yang karena memiliki kemampuan-
kemampuan yang unggul dan mampu memberikan prestasi yang tinggi. Anak-anak ini
membutuhkan program pendidikan yang berdeferensiasi atau pelayanan yang di luar jangkauan
program sekolah biasa, agar dapat mewujudkan bakat-bakat mereka secara optimal, baik bagi
pengembangan diri maupun untuk dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi kemajuan
masyarakat dan negara. Bakat-bakat tersebut baik sebagai potensi maupun yang sudah terwujud
meliputi :kemampuan intelektual umum, kemampuan berpikir kreatif-produktif, kemampuan
dalam salah satu bidang seni, kemampuan psikomotor, kemampuan psikososial seperti bakat
kepemimpinan. Keberbakatan itu meliputi bermacam-macam bidang, namun biasanya seseorang
mempunyai bakat istimewa dalam salah satu bidang saja. Dan tidak pada semua bidang.
Misalnya : Si A menonjol dalam matematika, tetapi tidak dalam bidang seni. Si B menunjukkan
kemapuan memimpin, tetapi prestasi akademiknya tidak terlalu menonjol. Hal ini kadang-kadang
dilupakan oleh pendidik. Mereka menganggap bahwa seseorang telah diidentifikasi sebagai
berbakat harus menonjol dalam semua bidang. Selanjutnya perumusan tersebut menekankan
bahwa anak berbakat mampu memberikan prestasi yang tinggi. Mampu belum tentu terwujud.
Contoh Ada anak-anak yang sudah dapat mewujudkan bakat mereka yang unggul, tetapi ada pula
yang belum. Bakat memerlukan pendidikan dalam latihan agar dapat terampil dalam restasi yang
unggul.

B. PEMBAHASAN

1. Konsep Multiple Intelegenci


Konsep Multiple Intelegensi (MI), menurut Gardner (1983) dalam bukunya Frame of Mind: The
Theory of Multiple intelegences, ada delapan jenis kecerdasan yang dimiliki setiap individu yaitu
linguistik, matematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan
naturalis. Melalui delapan jenis kecerdasan ini, setiap individu mengakses informasi yang akan
masuk ke dalam dirinya. Karena itu Amstrong (2002) menyebutkan, kecerdasan tersebut
merupakan modalitas untuk melejitkan kemampuan setiap siswa dan menjadikan mereka sebagai
sang juara, karena pada dasarnya setiap anak cerdas. Sebelum menerapkan MI sebagai suatu
strategi dalam pengembangan potensi seseorang, perlu kita kenali atau pahami ciri-ciri yang
dimiliki seseorang.
1. Kecerdasan Linguistik, umumnya memiliki ciri antara lain (a) suka menulis kreatif, (b) suka
mengarang kisah khayal atau menceritakan lelucon, (c) sangat hafal nama, tempat, tanggal atau
hal-hal kecil, (d) membaca di waktu senggang, (e) mengeja kata dengan tepat dan mudah, (f)
suka mengisi teka-teki silang, (f) menikmati dengan cara mendengarkan, (g) unggul dalam mata
pelajaran bahasa (membaca, menulis dan berkomunikasi).
2. Kecerdasan Matematika-Logis, cirinya antara lain: (a) menghitung problem aritmatika dengan
cepat di luar kepala, (b) suka mengajukan pertanyaan yang sifatnya analisis, misalnya mengapa
hujan turun?, (c) ahli dalam permainan catur, halma dsb, (d) mampu menjelaskan masalah secara
logis, (d) suka merancang eksperimen untuk membuktikan sesuatu, (e) menghabiskan waktu
dengan permainan logika seperti teka-teki, berprestasi dalam Matematika dan IPA.
3. Kecerdasan Spasial dicirikan antara lain: (a) memberikan gambaran visual yang jelas ketika
menjelaskan sesuatu, (b) mudah membaca peta atau diagram, (c) menggambar sosok orang atau
benda persis aslinya, (d) senang melihat film, slide, foto, atau karya seni lainnya, (e) sangat
menikmati kegiatan visual, seperti teka-teki atau sejenisnya, (f) suka melamun dan berfantasi, (g)
mencoret-coret di atas kertas atau buku tugas sekolah, (h) lebih memahamai informasi lewat
gambar daripada kata-kata atau uraian, (i) menonjol dalam mata pelajaran seni.
4. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani, memiliki ciri: (a) banyak bergerak ketika duduk atau
mendengarkan sesuatu, (b) aktif dalam kegiatan fisik seperti berenang, bersepeda, hiking atau
skateboard, (c) perlu menyentuh sesuatu yang sedang dipelajarinya, (d) menikmati kegiatan
melompat, lari, gulat atau kegiatan fisik lainnya, (e) memperlihatkan keterampilan dalam bidang
kerajinan tangan seperti mengukir, menjahit, memahat, (f) pandai menirukan gerakan, kebiasaan
atau prilaku orang lain, (g) bereaksi secara fisik terhadap jawaban masalah yang dihadapinya, (h)
suka membongkar berbagai benda kemudian menyusunnya lagi, (i) berprestasi dalam mata
pelajaran olahraga dan yang bersifat kompetitif.
5. Kecerdasan Musikal memiliki ciri antara lain: (a) suka memainkan alat musik di rumah atau di
sekolah, (b) mudah mengingat melodi suatu lagu, (c) lebih bisa belajar dengan iringan musik, (d)
bernyanyi atau bersenandung untuk diri sendiri atau orang lain, (e) mudah mengikuti irama
musik, (f) mempunyai suara bagus untuk bernyanyi, (g) berprestasi bagus dalam mata pelajaran
musik.
6. Kecerdasan Interpersonal memiliki ciri antara lain: (a) mempunyai banyak teman, (b) suka
bersosialisasi di sekolah atau di lingkungan tempat tinggalnya, (c) banyak terlibat dalam kegiatan
kelompok di luar jam sekolah, (d) berperan sebagai penengah ketika terjadi konflik
antartemannya, (e) berempati besar terhadap perasaan atau penderitaan orang lain, (f) sangat
menikmati pekerjaan mengajari orang lain, (g) berbakat menjadi pemimpin dan berperestasi
dalam mata pelajaran ilmu sosial.
7. Kecerdasan Intrapersonal memiliki ciri antara lain: (a) memperlihatkan sikap independen dan
kemauan kuat, (b) bekerja atau belajar dengan baik seorang diri, (c) memiliki rasa percaya diri
yang tinggi, (d) banyak belajar dari kesalahan masa lalu, (e) berpikir fokus dan terarah pada
pencapaian tujuan, (f) banyak terlibat dalam hobi atau proyek yang dikerjakan sendiri.
8. Kecerdasan Naturalis, memiliki ciri antara lain: (a) suka dan akrab pada berbagai hewan
peliharaan, (b) sangat menikmati berjalan-jalan di alam terbuka, (c) suka berkebun atau dekat
dengan taman dan memelihara binatang, (d) menghabiskan waktu di dekat akuarium atau sistem
kehidupan alam, (e) suka membawa pulang serangga, daun bunga atau benda alam lainnya, (f)
berprestasi dalam mata pelajaran IPA, Biologi, dan lingkungan hidup.
Keunikan yang dikemukakan Gardner adalah, setiap kecerdasan dalam upaya mengelola
informasi bekerja secara spasial dalam sistem otak manusia. Tetapi pada saat mengeluarkannya,
ke delapan jenis kecerdasan itu bekerjasama untuk menghasilkan informasi sesuai yang
dibutuhkan.

2. Mendidik Anak Cerdas dan Berbakat


Mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakan kunci utama untuk kesuksesan masa
depan anak. Apa itu kecerdasan majemuk ? Sebagai orang tua masa kini, kita sering kali
menekankan agar anak berprestasi secara akademik di sekolah. Kita ingin mereka menjadi juara
dengan harapan ketika dewasa mereka bisa memasuki perguruan tinggi yang bergengsi. Kita
sebagai masyarakat mempunyai kepercayaan bahwa sukses di sekolah adalah kunci utama untuk
kesuksesan hidup di masa depan. Pada kenyataannya, kita tidak bisa mengingkari bahwa sangat
sedikit orang-orang yang sukses di dunia ini yang menjadi juara di masa sekolah. Bill Gates
(pemilik Microsoft), Tiger Wood (pemain golf) adalah beberapa dari ribuan orang yang dianggap
tidak berhasil di sekolah tetapi menjadi orang yang sangat berhasil di bidangnya. Kemudian di
sinilah muncul pertanyaan sebagai berikut :
Kalau IQ ataupun prestasi akademik tidak bisa dipakai untuk meramalkan sukses seorang anak di
masa depan, lalu apa ? Apa yang harus dilakukan orang tua supaya anak-anak mempunyai
persiapan cukup untuk masa depanya ?
Kemudian jawabannya adalah :
Prestasi dalam kecerdasan majemuk (multiple Intelligence)dan bukan hanya prestasi akademik.
Kecerdasan majemuk Kemungkinan anak untuk meraih sukses menjadi sangat besar jika anak
dilatih untuk meningkatkan kecerdannya yang majemuk itu. Membangun seluruh kecerdasan
anak adalah ibarat membangun sebuah tenda yang mempunyai beberapa tongkat sebagai
penyangganya. Semakin sama tinggi tongkat-tongkat penyangganya, semakin kokoh pulalah
tenda itu berdiri. Untuk menjadi sungguh-sungguh cerdas berarti memiliki skor yang tinggi pada
seluruh kecerdasan majemuk tersebut. Walaupun sangat jarang seseorang memiliki kecerdasan
yang tinggi di semua bidang, biasanya orang yang benar-benar sukses memiliki kombinasi 4 atau
5 kecerdasan yang menonjol. Albert Einstein, beliau sangat terkenal jenius di bidang sains,
ternyata juga sangat cerdas dalam bermain biola dan matematika. Demikian pula Leonardo Da
Vinci yang memiliki kecerdasan yang luar biasa dalam bidang olah tubuh, seni arsitektur,
matematika, dan fisika. Penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik saja tidak cukup lagi
seseorang untuk mengembangkan kecerdasannya secara maksimal. Justru peran orang tua dalam
memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung jauh lebih penting dalam
menentukan perkembangan kecerdasan seorang anak. Jadi untuk menjamin anak yang berhasil,
kita tidak bisa menggantungkan pada sukses sekolah semata. Kedua orang tua harus berusaha
sebaik mungkin untuk menentukan dan mengembangkan sebanyak mungkin kecerdasan yang
memiliki oleh masing-masing anak.

3. Sukses dan Kecerdasan


Kecerdasan memang bukan satu-satunya elemen sukses. John Wareham (1992), mengatakan ada
10 (sepuluh) unsur pokok untuk menjadi eksekutif yang sukses yaitu :
1. Kemampuan menampilkan pesona diri yang tepat
2. Kemampuan mengelola energi diri yang baik
3. Kejelasan dan kesehatan sistem nilai pribadi dan kontrak-kontrak batin
4. Kejelasan sasaran-sasaran hidup yang tersurat maupun yang tersirat
5. Kecerdasan yang memadai (dalam arti penalaran)
6. Adanya kebiasaan kerja yang baik
7. Keterampilan antar manusia yang baik
8. Kemampuan adaptasi dan kedewasaan emosional
9. Pola kepribadian yang tepat dengan tuntutan pekerjaan
10. Kesesuaian tahap dan arah kehidupan dengan espektasi gaya hidup.
Dale Carnegie (1889-1955), bahkan tidak menyebutkan kecerdasan secara eksplisit (dalam
pengertian umum) sebagai elemen keberhasilan. Beliau mengatakan bahwa untuk berhasil
dibutuhkan 10 (sepuluh Kualitas) yaitu :
1. Rasa percaya diri yang berlandaskan konsep diri yang sehat,
2. Keterampilan berkomunikasi yang baik,
3. Keterampilan antar manusia yang baik,
4. Kemampuan memimpin diri sendiri dan orang lain,
5. Sikap positip terhadap orang, kerja dan diri sendiri,
6. Keterampilan menjual ide dan gagasan,
7. Kemampuan mengingat yang baik,
8. kemampuan mengatasi masalah, stres dan kekuatiran,
9. Antusiasme yang menyala-nyala, dan
10. Wawasan hidup yang luas.
Jadi jelaslah bahwa kecerdasan, yang biasanya diukur dengan skala IQ, memang bukan elemen
tunggal atau tiket menuju sukses. John Wareham, menyimpulkan hal di atas sesudah ia
mewawancarai puluhan ribu calon eksekutif dan mensuplai ribuan eksekutif ke banyak
perusahaan, dalam peranannya sebagai ” head Hunter ”. Begitu juga Dale Carnegie tiba pada
kesimpulannya sesudah ia mewawancarai banyak tokoh sukses kontemporer pada jamannya dan
sesudah membaca ribuan biografi dan otobiografi orang-orang sukses dari segala macam
lapangan kehidupan.

C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang
kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun
bertambah. Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk mencapai
sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisien. Kecerdasan merupakan suatu kemampuan untuk
memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Tingkat kecerdasan
(Intelegensi) ditentukan oleh bakat bawaan berdasarkan gen yang diturunkan dari orang tuanya.
Secara umum intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Kemampuan untuk berpikir abstrak.
2. Kemampuan untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar
3. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.
Ciri-ciri keberbakatan seseorang adalah, kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, pengikatan
diri. Anak berbakat adalah mereka yang karena memiliki kemampuan yang unggul dan mampu
memberikan prestasi yang tinggi. Bakat-bakat tersebut baik sebagai potensi maupun yang sudah
terwujud meliputi :kemampuan intelektual umum, kemampuan berpikir kreatif-produktif,
kemampuan dalam salah satu bidang seni, kemampuan psikomotor, kemampuan psikososial.
Mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakan kunci utama untuk kesuksesan masa
depan anak. Peran orang tua dalam memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung
jauh lebih penting dalam menentukan perkembangan kecerdasan seorang anak.

2. Saran
Pemerintah hendaknya mengadakan seminar tentang kecerdasan oleh seorang pakar psikologi
sehingga dapat memotivasi baik orangtua maupun guru dalam memberikan bimbingan kepada
anaknya. Kita sebagai masyarakat mempunyai kepercayaan bahwa sukses di sekolah adalah
kunci utama untuk kesuksesan hidup di masa depan. Maka perlu adanya pembinaan para guru
agar bisa mencerdaskan siswa terutama pendidikan yang ada di lingkungan sekolah.

Daftar Pustaka

http//:gemasastrin.htm. Teori Multiple Intelligences dalam Pendidikan Anak. Des. 2008

Jurnal Pendidikan Penabur,No 04/Th IV/Juli 2005

Http//renggani.blogspot.com/2007/07 Multiple Intelligences-Kecerdasan Mejemuk.html


http:sepia.blogsome.com/muthahari-career-day. Multiple Intelegensi (Kecerdasan Majemuk)
januari-2007.

http//:unhalu.ac.id/staff/blog.latahang. Penerapa Multiple Intelegency dalam Pembelajara Fisika,


Pebruari. 2009

Wikipedia, File///F./Theory_of_Multiple_Intelligences.htm

This entry was posted on Sunday, February 22nd, 2009 at 10:50 pm and is filed under
Uncategorized. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can
leave a response, or trackback from your own site.
Konsep Multiple Intelegensi

Oleh WangMuba pada 04.Mar, 2009, dalam ARTIKEL, Materi Psikologi, Psikologi Umum

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";}
-->

Konsep Multiple Intelegensi (MI), menurut Gardner (1983) dalam bukunya Frame of
Mind: The Theory of Multiple intelegences, ada delapan jenis kecerdasan yang
dimiliki setiap individu yaitu linguistik, matematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani,
musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Melalui delapan jenis
kecerdasan ini, setiap individu mengakses informasi yang akan masuk ke dalam
dirinya. Karena itu Amstrong (2002) menyebutkan, kecerdasan tersebut merupakan
modalitas untuk melejitkan kemampuan setiap siswa dan menjadikan mereka
sebagai sang juara, karena pada dasarnya setiap anak cerdas. Sebelum
menerapkan MI sebagai suatu strategi dalam pengembangan potensi seseorang,
perlu kita kenali atau pahami ciri-ciri yang dimiliki seseorang.

1. Kecerdasan Linguistik, umumnya memiliki ciri antara lain (a) suka menulis
kreatif, (b) suka mengarang kisah khayal atau menceritakan lelucon, (c)
sangat hafal nama, tempat, tanggal atau hal-hal kecil, (d) membaca di waktu
senggang, (e) mengeja kata dengan tepat dan mudah, (f) suka mengisi teka-
teki silang, (f) menikmati dengan cara mendengarkan, (g) unggul dalam mata
pelajaran bahasa (membaca, menulis dan berkomunikasi).
2. Kecerdasan Matematika-Logis, cirinya antara lain: (a) menghitung problem
aritmatika dengan cepat di luar kepala, (b) suka mengajukan pertanyaan
yang sifatnya analisis, misalnya mengapa hujan turun?, (c) ahli dalam
permainan catur, halma dsb, (d) mampu menjelaskan masalah secara logis,
(d) suka merancang eksperimen untuk membuktikan sesuatu, (e)
menghabiskan waktu dengan permainan logika seperti teka-teki, berprestasi
dalam Matematika dan IPA.
3. Kecerdasan Spasial dicirikan antara lain: (a) memberikan gambaran visual
yang jelas ketika menjelaskan sesuatu, (b) mudah membaca peta atau
diagram, (c) menggambar sosok orang atau benda persis aslinya, (d) senang
melihat film, slide, foto, atau karya seni lainnya, (e) sangat menikmati
kegiatan visual, seperti teka-teki atau sejenisnya, (f) suka melamun dan
berfantasi, (g) mencoret-coret di atas kertas atau buku tugas sekolah, (h)
lebih memahamai informasi lewat gambar daripada kata-kata atau uraian, (i)
menonjol dalam mata pelajaran seni.
4. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani, memiliki ciri: (a) banyak bergerak ketika
duduk atau mendengarkan sesuatu, (b) aktif dalam kegiatan fisik seperti
berenang, bersepeda, hiking atau skateboard, (c) perlu menyentuh sesuatu
yang sedang dipelajarinya, (d) menikmati kegiatan melompat, lari, gulat atau
kegiatan fisik lainnya, (e) memperlihatkan keterampilan dalam bidang
kerajinan tangan seperti mengukir, menjahit, memahat, (f) pandai menirukan
gerakan, kebiasaan atau prilaku orang lain, (g) bereaksi secara fisik terhadap
jawaban masalah yang dihadapinya, (h) suka membongkar berbagai benda
kemudian menyusunnya lagi, (i) berprestasi dalam mata pelajaran olahraga
dan yang bersifat kompetitif.
5. Kecerdasan Musikal memiliki ciri antara lain: (a) suka memainkan alat musik
di rumah atau di sekolah, (b) mudah mengingat melodi suatu lagu, (c) lebih
bisa belajar dengan iringan musik, (d) bernyanyi atau bersenandung untuk
diri sendiri atau orang lain, (e) mudah mengikuti irama musik, (f) mempunyai
suara bagus untuk bernyanyi, (g) berprestasi bagus dalam mata pelajaran
musik.
6. Kecerdasan Interpersonal memiliki ciri antara lain: (a) mempunyai banyak
teman, (b) suka bersosialisasi di sekolah atau di lingkungan tempat
tinggalnya, (c) banyak terlibat dalam kegiatan kelompok di luar jam sekolah,
(d) berperan sebagai penengah ketika terjadi konflik antartemannya, (e)
berempati besar terhadap perasaan atau penderitaan orang lain, (f) sangat
menikmati pekerjaan mengajari orang lain, (g) berbakat menjadi pemimpin
dan berperestasi dalam mata pelajaran ilmu sosial.
7. Kecerdasan Intrapersonal memiliki ciri antara lain: (a) memperlihatkan sikap
independen dan kemauan kuat, (b) bekerja atau belajar dengan baik seorang
diri, (c) memiliki rasa percaya diri yang tinggi, (d) banyak belajar dari
kesalahan masa lalu, (e) berpikir fokus dan terarah pada pencapaian tujuan,
(f) banyak terlibat dalam hobi atau proyek yang dikerjakan sendiri.
8. Kecerdasan Naturalis, memiliki ciri antara lain: (a) suka dan akrab pada
berbagai hewan peliharaan, (b) sangat menikmati berjalan-jalan di alam
terbuka, (c) suka berkebun atau dekat dengan taman dan memelihara
binatang, (d) menghabiskan waktu di dekat akuarium atau sistem kehidupan
alam, (e) suka membawa pulang serangga, daun bunga atau benda alam
lainnya, (f) berprestasi dalam mata pelajaran IPA, Biologi, dan lingkungan
hidup.
PENERAPAN TEORI MULTIPLE INTELEGENSI (KECERDASAN
MAJEMUK) DALAM ...

Sponsored Links

Dalam teori kecerdasan tunggal (uni-dimensional), kemampuan mereka yang


demikian hebat ternyata tidak terakomodasikan. Maka muncullah, teori
inteligensi yang berusaha mengakomodir kemampuan-kemampuan individu yang
tidak hanya berkenaan . Tidak harus selalu textbook, namun bisa juga melalui
kegiatan- kegiatan nyata sebagai penerapan dari apa yang telah dipelajari. Dalam
Quantum Teaching siswa mengenali karakter pribadinya selain itu siswa juga
diajarkan tentang tujuan

KECERDASAN MAJEMUK ( MULTIPLE INTELEGENSI ) DAN PENERAPANNYA


DALAM PEMBELAJARAN IPA. oleh. Sunardi ,S.Pd.(SMPN1 Sungai Lilin MUBA
Sumsel/Alumni FKIP Fisika UNSRI). Sri Wahyuni,S.Pd. (SMPN 1 Lembang jaya Solok
SUMBAR/Alumni Pend . Kurikulum Berbasis Kecerdasan Anak ( Multiple intelegensi). [ Online
]. Offset. Tersedia : http: /www. curriculumstudy. files.wordpress.com [ 20 Oktober 2008]
Gemasastrin. ( 2008 ). Teori Multiple Intelegence dalam Pendidikan Anak [Online ] .

Sesuai dengan karakteristik masing-masing anak/siswa kita sebagai fasilitator dan mediator akan
semaksimal mungkin untuk ikut serta dan berperan aktif dalam membantu mengembangkan
kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh anak/siswa kita.

Beberapa ilmuwan di bidang kesehatan genetic dan antropologi menemukan bahwa pola guratan
tersebut berkaitan erat dengan kode genetic dari sel otak dan potensi inteligensi seseorang. .
Dalam 8 aspek kecerdasan majemuk, misalnya, aspek logical-mathematical saya berada di urutan
atas, tetapi kemampuan interpersonal ada di urutan bawah. Kalau dicocokkan, semasa sekolah
saya memang selalu menonjol di pelajaran hitungan, sementara kemampuan interpersonal
terlatih selama

Multiple Intelegensi (Kecerdasan Majemuk) januari-2007. http//:unhalu.ac.id/staff/blog.latahang.


Penerapa Multiple Intelegency dalam Pembelajara Fisika, Pebruari. 2009. Wikipedia,
File///F./Theory_of_Multiple_Intelligences.htm.

Prestasi dalam kecerdasan majemuk (multiple Intelligence)dan bukan hanya prestasi akademik.
Kecerdasan majemuk Kemungkinan anak untuk meraih sukses menjadi sangat besar jika anak
dilatih untuk meningkatkan kecerdannya yang majemuk itu.

TEORI MULTIPLE INTELLIGENCE HOWARD GARDNER. Gardner mengemukakan


bahwa pandangan klasik percaya bahwa inteligensi merupakan kapasitas kesatuan dari penalaran
logis, dimana kemampuan abstraksi sangat bernilai. Jika kita melihat dengan kacamata
kecerdesan majemuk yang dikemukakan Gardner diatas, kita bisa melihat juga kecerdasan
majemuk ada pada penderita autis, tapi dalam taraf atau tingkat yang berbeda yang ditunjukkan
dengan perilaku/karakteristikciri yang berbeda

d.Teori Inteligensi Majemuk (multiple intelligences) Teori ini dikembangkan oleh Howard
Gadner, dalam teorinya ia mengemukakan sedikitnya ada tujuh jenis inteligensi yang dimiliki
manusia secara alami, diantaranya : Inteligensi bahasa ( verbal or linguistic Kemampuan
beradaptasi merupakan suatu kemampuan yang harus manusia miliki dalam kehidupannya dan
kemampuan beradaptasi ini menentukan inteligensi atau kecerdasan seseorang apakah
inteligensinya tinggi atau rendah

Pada dasarnya Multiple Intelligent atau kecerdasan majemuk adalah sebuah teori dalam
psikologi pendidikan yang pertama kali dikembangkan oleh Howard Gardner yang menjelaskan
bermacam-macam perbedaan tentang intelegensi yang dimiliki

Di dalam Bab II ini tidak hanya sekedar membahas kecerdasan majemuk (multiple inteligensi)
saja melainkan ada pembahasan mengenai kecerdasan yang lainnya . Tetapi di dalam bab ini,
ditekankan lebih fokus ke pembahasan multiple intelligence meskipun ada jenis . DARPA
menyatakan bahwa biaya yang disimpan melalui penerapan metode AI untuk unit penjadwalan
dalam Perang Teluk pertama telah mengganti seluruh investasi dalam penelitian AI sejak tahun
1950 pada pemerintah AS.
Mendidik Anak Harus Dimulai dari Keyakinan
(21 May 2008, 23 x , Komentar)

MAKASSAR -- Praktisi Multiple Intellegensi dan Holistic Learning, Ayah Edy, mengatakan
bahwa orangtua harus memiliki keyakinan yang benar terlebih dahulu sebelum mendidik
anak. Edy menjadi pembicara dalam Talkshow dan Donor Buku di Gedung PKP Unhas,
Selasa 20 Mei."Mendidik anak mulai dari keyakinan yang benar. Sebuah keyakinan
melahirkan tindakan yang benar dan tindakan yang benar melahirkan prilaku anak yang
baik pula," ujar Edy, di depan ratusan peserta yang sebagian besar dari kalangan orangtua
dan anak-anak.

Dia mencontohkan, jika ada orangtua meyakini anaknya nakal, maka cenderung melakukan
hal yang negatif. Edy meminta agar orangtua mengubah cara pandang dari anaknya yang
nakal dengan menjadikan anak yang kreatif. Salah satunya memberikan fasilitas yang dapat
mengembangkan kreativitas anak.

Untuk itu, pengetahuan dan wawasan orangtua sebelum menikah adalah sesuatu yang
penting. Tak hanya mempersiapkan sebuah penikahan, kata penulis buku ini, tapi juga
mempersiapkan diri menjadi orangtua. Sehingga lanjutnya, jika kelak menjadi orangtua
maka tidak serta merta menyalahkan anak jika anak mengalami masalah.

"Sebenarnya, anak yang bermasalah atau orangtua yang bermasalah. Anak yang gagal
belajar atau orangtua yang gagal mengajar?" ujarnya disambut senyuman oleh ibu-ibu yang
hadir. (nin)
Pemberdayaan Multi Intelegensi Melalui Lintas Mata
Pelajaran

August 11th, 2006 — Ditulis oleh Staff SMA 7

Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran serta pengembangan kurikulum,
sesuai dengan kebutuhan sekolah berdasarkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), SMA
Negeri 7 Yogyakarta meningkatkan mata pelajaran Seni menjadi Seni Proyeksi bekerjasama
dengan Teknik Sipil & Arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta untuk kelas XII IPA.
Sementara untuk Kelas XII IPS mendapat materi Disain Komunikasi Visual bekerjasama dengan
Modern School Of Design (MSD) Yogyakarta.

Strategi ini dimaksudkan agar siswa dapat mengaplikasikan kompetensi Seni, Teknologi
Informasi, Bahasa, dan Ilmu Pengetahuan sehingga dapat meningkatkan multi intelegensi mereka
yang sangat berguna bagi masa depan.

Untuk meningkatkan kemampuan berbahasa asing, kerjasama SMA Negeri 7 Yogyakarta dengan
Japan Foundation lebih ditingkatkan dengan memasukkan mata pelajaran Bahasa Jepang dari
ekstra kurikuler di tahun sebelumnya menjadi intrakurikuler (pelajaran sekolah) mulai dari kelas
X.

You might also like