You are on page 1of 23

Pengaruh Televisi Terhadap Tumbuh Kembang Anak

Oleh :

Ahmad Raihan
raihan_16cvc@yahoo.co.id

Dipublikasikan dan didedikasikan untuk perkembangan pendidikan di Indonesia melalui

MateriKuliah.Com

Lisensi Pemakaian Artikel:


Seluruh artikel di MateriKuliah.Com dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial (nonprofit), dengan syarat tidak menghapus atau merubah atribut Penulis. Hak Atas Kekayaan Intelektual setiap artikel di MateriKuliah.Com adalah milik Penulis masing-masing, dan mereka bersedia membagikan karya mereka semata-mata untuk perkembangan pendidikan di Indonesia. MateriKuliah.Com sangat berterima kasih untuk setiap artikel yang sudah Penulis kirimkan.

Presentasi Jurnal
PENGARUH TELEVISI PADA TUMBUH KEMBANG ANAK

UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPERAWATAN ANAK Dosen Pengajar : Husin,S.Kep.Ns.

Disusun Oleh : Nama : Ahmad Raihan NPM : 05003A-S1

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN PROGRAM S1 KEPERAWATAN NERS A 2007

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr.Wb Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt karena berkat Rahmat dan hidayahnya sehingga dapat menyelesaikan tugas jurnal ini dengan sebaik-baiknya. Tugas ini disusun sebagai upaya untuk dapat lebih memahami, Pengaruh Televisi pada Tumbuh kembang Anak, sehingga dapat dijadikan acuan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berusaha untuk dapat menyusun dan menyelesaikan tugas jurnal, yang diberikan oleh dosen mata kuliah Keperawatan Anak, dengan sebaik-baiknya, walaupun waktu yang sangat singkat, namun demikian saya sebagai penulis menyadari banyak kekurangan yang terdapat didalamnya. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan koreksi, saran dan kritik yang sifatnya membangun. Saya ucapkan terima kasih terutama kepada Bapak Husin, S.Kep.Ns sebagai dosen pengajar yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan sehingga tugas jurnal ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Akhirnya kepada Allah Swt jualah penulis berharap semoga ini bermanfaat bagi kita semua, Amin..........

Banjarmasin, 22 Ja nuari 2007 Penulis, Ahmad Raihan

PENGARUH TELEVISI PADA TUMBUH KEMBANG ANAK


BELAKANGAN ini media massa menyajikan pandangan yang pro dan kontra terhadap draf Komisi Penyiaran Indonesia tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Sebagian orang merasa apa yang diperdebatkan itu tak berkaitan langsung dengan kepentingan mereka, apalagi untuk anggota keluarga di rumah. PADAHAL, JUSTRU merekalah menjadi konsumen utama siaran televisi. Apa ditampilkan pesawat di ruang keluarga sehari-hari bakal mewarnai kehidupan keluarganya kini, bahkan sampai masa mendatang. Sayangnya, selama ini bisa dikatakan tak banyak orangtua yang memberi perhatian pada pengaruh televisi terhadap tingkah laku atau kebiasaan anak-anaknya. Hal ini bisa dilihat dari sedikitnya respons pemirsa yang muncul terhadap program-program yang ditayangkan di layar kaca. Pemirsa di Indonesia tampaknya lebih suka menelan apa saja acara yang muncul pada pesawat televisinya. Mereka lebih memilih diam, dan tinggal memencet remote control bila acara yang ditampilkan satu stasiun televisi tidak sesuai dengan seleranya. Sebagian orangtua bahkan tak peduli acara apa yang ditonton anaknya. Sepanjang si anak tidak bertanya atau bercerita, umumnya orangtua merasa apa pun yang disuguhkan televisi sebagai "teman" anaknya selama mereka tidak berada di rumah tak perlu dipermasalahkan. Kalau toh ada pengaruh buruk televisi terhadap sebagian orang, maka sebagian lainnya menganggap hal itu sama sekali bukan urusannya. Padahal, sangat mungkin pengaruh buruk itu pun mengenai anggota keluarganya, hanya dia tak cukup jeli atau punya cukup waktu untuk memperhatikannya. Ketika seorang ibu di Jakarta menulis surat pembaca tentang anak balitanya (berusia di bawah lima tahun) yang tiba-tiba gagap dan tidak lagi berbicara normal

seperti biasa, ibu tersebut amat terkejut. Setelah diselidiki ternyata si anak mengikuti cara bicara Yoyo dalam sinetron Si Yoyo yang ditontonnya lewat layar kaca. Meski ada keluhan yang mengemuka, toh sinetron itu tetap ditayangkan seperti biasa. Bagi umumnya pengelola stasiun televisi, sepanjang program tersebut bisa mengundang pengiklan berarti tak ada masalah. Hal ini juga berlaku, misalnya, pada protes sebagian orangtua ketika stasiun televisi menayangkan acara anak-anak pada pagi hari. Acara itu menyerap perhatian si anak hingga mengganggu persiapan mereka pergi ke sekolah. Namun, ibarat pepatah anjing menggonggong kafilah berlalu, maka program itu pun tetap berjalan. Silakan para orangtua sibuk membujuk anaknya agar mengalihkan perhatiannya dari layar kaca. DARI pengamatan psikolog Elly Risman seperti dikemukakannya pada lokakarya "Mengkritisi Draf Standar Tayangan Anak dan Remaja" yang diadakan Unicef bekerja sama dengan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) minggu lalu, orangtua yang diharapkan bisa berfungsi sebagai "sensor" untuk anak-anaknya dalam menonton televisi, kerap kali justru berfungsi sebaliknya, menjadi "pendorong" bagi anaknya untuk menonton televisi. Dari penelitian kecil yang dilakukannya, Elly berkesimpulan, sebagian besar orangtua-terutama dari kalangan masyarakat kelas menengah dan bawah-justru menjadikan anak-anaknya sebagai pemirsa televisi setia. "Kalau ibunya bekerja, mereka akan berpesan pada anaknya untuk menonton sinetron anu. Setelah ibunya pulang, si anak menceritakan kisahnya agar si ibu tak ketinggalan cerita. Atau si ibu minta anaknya nonton AFI supaya ibunya tak ketinggalan berita siapa saja yang kena eliminasi," tuturnya. Padahal, berdasarkan penelitian YKAI seperti dikemukakan B Guntarto, sekarang ini umummya anak sudah menghabiskan waktunya di depan televisi selama 35 jam seminggu atau sekitar lima jam sehari. Sedangkan idealnya, anak menonton

televisi tak lebih dari dua jam per hari. "Meskipun belakangan ini sebagian stasiun televisi sudah mencantumkan tanda bahwa program itu untuk orang dewasa, memerlukan bimbingan orangtua, atau memang acara yang dianggap pantas ditonton anak-anak, kenyataannya hanya sekitar 15 persen saja anak yang mengatakan selama menonton televisi didampingi oleh orangtuanya," Guntarto menambahkan. Artinya, masih banyak orangtua Indonesia yang tak sadar pada dampak televisi terhadap perkembangan anak-anak mereka, apalagi mengkritisi acara-acara yang ditayangkan dari pagi hingga malam hari. Padahal, televisi sekarang ini bisa dikatakan bukan lagi barang mewah. John Budd, Kepala Seksi Advokasi & Mobilisasi Sosial Unicef, mengatakan, televisi telah menjangkau sekitar 90 persen rumah tangga di Asia, termasuk Indonesia. Artinya, pengaruh televisi dalam kehidupan sehari-hari keluarga Indonesia tak bisa diremehkan. Agus (33), ayah dari seorang anak laki-laki berusia 5,5 tahun, mengatakan, dia tak lagi mengizinkan anaknya menonton sinetron Si Yoyo setelah membaca keluhan ibu tentang perubahan cara bicara anaknya di koran. "Dalam sinetron Si Yoyo memang tidak ada adegan-adegan orang dewasa, tetapi di sana ada cerita tentang bencong. Dan, cara ayah si Yoyo marah-marah itu terlalu kasar buat mata anak-anak," katanya memberi alasan. Dia termasuk orangtua yang memperhatikan apa saja acara kesukaan anaknya di layar kaca. Makanya, meski program film kartun sekalipun tak selalu bisa ditonton anaknya. "Misalnya film kartun Baby Huey. Di sini ditampilkan bagaimana salah satu tokohnya pecah dan bisa menyatu kembali dalam susunan yang kacau. Ada juga tiang dan tali untuk gantung diri. Menurut saya, hal ini terlalu berlebihan untuk anakanak," lanjut Agus. MEMANG tak semua pengaruh televisi bisa langsung tampak akibatnya pada anak-anak yang menjadi pemirsanya. Mungkin karena itulah sampai sekarang masih banyak orangtua yang membiarkan apa pun acara yang ingin ditonton anaknya,

sepanjang itu tak lebih dari pukul 21.00. Sebagian orangtua beranggapan, stasiun televisi telah menyeleksi program acaranya. Dengan demikian, semua acara yang ditayangkan sebelum sekitar pukul 21.00 relatif aman untuk konsumsi anak-anak. Padahal kalau dicermati, tak sedikit acara sebelum pukul 21.00 yang sebenarnya tak pantas ditonton anak-anak. Misalnya, film-film Warkop yang jelas-jelas selalu menyerempet pada hal-hal berbau seks. Hera L Mikarsa dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dalam lokakarya itu menyoroti antara lain program yang mengetengahkan hal-hal berbau supranatural. "Bagaimana perlindungan untuk anak-anak, terutama anak-anak prasekolah yang belum dapat membedakan realitas dan fantasi?" ujarnya. Sebuah penelitian tentang pengaruh televisi dan kemampuan otak anak yang dilakukan para ahli dari University of Washington, Seattle, Amerika Serikat, dan dimuat dalam jurnal Pediatrics menyebutkan, televisi telah mengubah cara berpikir anak. Anak-anak yang terlalu banyak menonton televisi biasanya akan tumbuh menjadi sosok yang sulit berkonsentrasi dan kurang perhatian pada lingkungan sekitar. Mereka hanya terpaku pada televisi. Penelitian yang melibatkan lebih dari 2.500 anak itu juga menyebutkan bahwa satu jam menonton televisi sehari pada anak-anak usia 0 sampai tiga tahun akibatnya baru tampak ketika mereka berusia sekitar tujuh tahun. Sebagian anak itu mengalami problem berkonsentrasi. Padahal di Jakarta, misalnya, tak jarang seorang ibu justru mendudukkan anak balitanya di depan televisi agar si anak mau makan, atau supaya anaknya asyik menonton televisi sementara si ibu mengerjakan pekerjaan lainnya. Mereka tak sadar bahwa tayangan televisi itu akan mempengaruhi perkembangan otak si anak. Pada usia balita perkembangan otak tumbuh pesat, dan ini dipengaruhi oleh stimulasi yang diterima si anak dari lingkungan sekitarnya. Agar tak menimbulkan masalah pada anak di kemudian hari, The American Academy of Pediatrics bahkan merekomendasikan agar orangtua tak membiarkan anaknya yang berusia di bawah

dua tahun untuk menonton televisi. Begitu besarnya ketergantungan anak-maupun sebagian orangtua-pada televisi, hingga dalam menentukan tempat tujuan liburan pun sering kali keberadaan televisi menjadi salah satu pertimbangannya. Marianne (13) yang sejak kecil terbiasa ditemani televisi, bahkan memilih tidak ikut pergi daripada kehilangan acara televisi yang diminatinya. Oleh karena itulah sebaiknya orangtua tak menyerahkan begitu saja seleksi acara yang bisa ditonton anaknya pada pengelola stasiun televisi. Jangan berharap stasiun televisi hanya menayangkan program yang cocok untuk semua umur pada jam di mana biasanya anak belum tidur. Sebagai bagian dari industri, stasiun televisi lebih menyandarkan diri pada kepentingan bisnis demi kelangsungan hidupnya. Bisa jadi mereka tak terlalu peduli apakah program itu berpengaruh buruk atau baik untuk keluarga Anda. Salah satu faktor yang menjadi perhatian pengelola stasiun televisi adalah bagaimana membuat program yang bisa menarik minat pengiklan. Kalau sekarang layar kaca dipenuhi dengan acara "seragam" seperti program supranatural, komedi yang menjurus ke masalah seks, atau acara kenyataan (reality show) dengan berbagai bentuknya, maka diperlukan perhatian Anda untuk menyeleksi tontonan yang disodorkan stasiun televisi.

Sumber : Harian Kompas, 2006. Pengaruh Televisi Pada Tumbuh Kembang Anak. Htttp://www.kompas.com

ANALISA DAN PEMBAHASAN


TELEVISI merupakan media yang paling luas dan mudah dikonsumsi masyarakat Indonesia. Televisi telah menjadi kebutuhan keluarga yang sudah menjadi kebutuhan primer. Setiap keluarga, mulai dari pelosok Tanah Air hingga masyarakat perkotaan sudah memiliki televisi di rumah masing-masing. Televisi diciptakan John Logie Baird. Televisi merupakan salah satu alat komunikasi. Hampir semua orang yang tinggal di kota-kota besar maupun sebagian di daerah pedesaan sudah pernah melihat acara televisi. Dengan adanya televisi, kita dapat melihat dan mengetahui berbagai informasi dan kejadian di dalam maupun di luar negeri. Contohnya- kita dapat melihat bagaimana terjadinya bencana alam tsunami di Aceh, bagaimana Gunung Merapi mengeluarkan {lahar papas, situasi perang di Irak serta lumpur papas di Sidoarjo. Dengan adanya televisi masyarakat dapat dengan mudah memperoleh informasi. ilmu pengetahuan, dap mengakses program televisi yang disukainya, tanpa memerlukan pengorbanan yang berat. Kites bisa langsung memencet angka tombol berapa pada televisi dap stasiun televisi mans yang kites inginkan. Selain kita mengetahui berbagai macam informasi, televisi jugs merupakan sarana hiburan, balk berupa acara film, sinetron, musik, ilmu pengetahuan, dunia flora dan fauna, dunia Taut, berbagai acara kuis yang dapat membuat seseorang menjadi kaya mendadak. Selain memberi dampak positif, ternyata televisi jugs memberi dampak negatif. Contoh, sekarang ini banyak acara sinetron yang isi ceritanya penuh dengan kekerasan, kesombongan, iri hati pada keberhasilan prang lain, juga .Smack Down yang sedang ramai dibicarakan karma menimbulkan korban jiwa. Bagaimana kits mengatasi dampak negatif? Apakah kites sebagai anak-anak tidak boleh menonton televisi padahal kami butuh acara-acara yang bermanfaat. Hal ini menjadi tugas bagi semua saluran televisi swasta untuk mengatur jam tayang maupun multi dari setiap acara. Jangan hanya berusaha mencari rating yang tinggi

dengan mendapatkan banyak iklan. Seharusnya setiap stasiun TV memperbanyak acara yang dapat ditonton secara umum seperti film ilmu pengetahuan dan film yang ceritanya bisa mendidik dapat menjadi contoh yang baik. Buku yang ditulis Sunardian Wirodono berjudul Matikan TV-mu' ini setidaknya ingin mengulas dan memaparkan beberapa realitas tayangan televisi yang penuh dengan fatamorgana, hiperealitas dan bertendensi mengeksploitasi pemirsa. Misalnya tayangan sinetron religius, game zone, infotainment, reality show, dan uang kaget. Lebih ironisnya lagi, berita kriminal yang ditayangkan televisi itu juga sering kali bersifat diskriminatif dan hanya menyoroti penjahatnya. Seolah-olah pelaku kejahatanlah yang salah. Polisi datang sebagai hero yang menolong masyarakat. Itu merupakan manipulasi setting yang perlu mendapatkan penilaian ulang. Di sisi lain, acara-acara audisi seperti AFI, KDI, API, dan Indonesian Idol dengan cara mengirimkan short message service (SMS) untuk memilih pemenang cenderung materialistis. Kemenangan sudah tidak mementingkan kualitas, tetapi kuantitas. Nilai-nilai kecerdasan, kapabilitas, keahlian, dan profesionalitas tidak diakui lagi. Tak ayal lagi, bila paradigma yang digunakan dalam dunia pertelevisian adalah pragmatis, populis, dan kapitalis. Acara televisi itu akhirnya juga berpengaruh buruk terhadap kondisi pada anak-anak yang menjadi korban utama. Sebab mereka belum mampu memfilter tayangan yang bermanfaat (meaningfull) dan tak berarti (meaningless). Selain itu, pengaruh pada anak remaja secara implisit bisa membentuk pribadi yang tak memiliki pengalaman empiris untuk bersosialisasi, menjadi pribadi pasif. Sedangkan pengaruh terhadap kaum ibu rumah tangga, mereka dibuat kehilangan jati diri, kepercayaan dirinya rela diombang-ambingkan beragam tayangan televisi. Perlu diketahui, televisi tidak hanya memberikan ruang kebebasan dan diplomasi virtual. Namun, juga menciptakan kesadaran baru. Padahal seharusnya media harus memberikan proses learning social norms yang lebih intensif. Tetapi, dampaknya bisa buruk dan negatif. Itu tergantung pada pemirsa bagaimana menyikapi beberapa acara televisi yang di suguhkan. Dengan begitu, setidaknya pemirsa harus memiliki daya nalar, daya persepsi, daya abstraksi dan daya tawar

10

yang memadai. Nalar yang kritis inilah yang hingga kini belum terkonstruksi kepada masyarakat. Ketika pemirsa diteror (ancaman) melalui media televisi, secara tak langsung mereka akan mengalami pendangkalan pikiran dan pembodohan. Realitas virtual yang dikonstruk televisi dengan kejahatan, kekerasan,; dan seksualitas serta acara Man-iklan lainnya juga semakin membuat cara berpikir manusia statis, stagnan dan cupet. Wirodono sebagai seorang yang memiliki kompetensi dan pengalaman di bidang pertelevisian di Indonesia ini melalui bukunya ingin mengkritik beberapa stasiun televisi seperti Indosiar, ANTV, RCTI, SCTV TPI, Metro TV, Global TV, Lativi, Trans TV dan TV-7, yang sebagian kecil acaranya tidak memberikan nilainilai edukatif, cenderung membohongi dan memanipulasi acara televisi. Sehingga membuat masyarakat menjadi bodoh, tidak kritis, apatis, eskapis, terlena, pemimpi, pelupa, pesimistis, dan skeptis. Dengan gaya kehidupan yang hedonistis dan konsumeristis. Buku yang dikemas dengan penjelasan sangat sistematis, analitis dan obyektif ini menuturkan kepada pembaca dan masyarakat luas untuk merefleksikan tentang makna dan keberadaan televisi di tengah pergulatan masyarakat Indonesia. Bagaimana sikap kita untuk tidak menelan secara taken for granted tayangan televisi? Melainkan masyarakat dituntut pula untuk mampu membaca secara kritis dan obyektif serta menilai televisi agar teror televisi tak berkembang sekehendak produser televisi. Disadari atau tidak, kehadiran televisi telah menjadikan sebuah teror bagi umat manusia. Teror melalui media televisi dari hari ke hari semakin bertambah akut, riskan, dan berpotensi besar sekali membawa pengaruh psikologis yang cukup negatif dalam mengubah watak dan mental generasi bangsa Indonesia. Di mana Televisi menggabungkan hal-hal menarik dari televisi dan radio dan merupakan salah satu hiburan yang paling populer selama masa kanak-kanak. Kenyataannya televisi disebut "electronic pied Piper" - sebuah label yang menyatakan bahwa secara harfiah ia menyita perhatian anak terhadap bentuk bermain lainnya.

11

Banyak bayi diperkenalkan dengan televisi pada saat mereka masih di tempat tidur. Baginya, televisi merupakan pengasuh yang setia karena selalu menghibur bila tidak ada yang melakukan peran tersebut. Bagi sebagian anak prasekolah dan bahkan anak yang lebih tua, menonton televisi merupakan kegiatan bermain tambahan dan tidak hanya sebagai pengganti bermain aktif dan bentuk bermain pasif lainnya. Akan tetapi, bagi kebanyakan anak menonton televisi lebih populer dan lebih banyak menyita waktu bermainnya ketimbang kegiatan bermain lainnya. Daya tarik televisi sangat berbeda-beda pada masing-masing anak dan pada setiap tingkatan usia pada anak yang sama. Beberapa faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan ini disajikan dan dibahas secara singkat dalam faktor yang mempengaruhi minat anak pada televisi.

WAKTU

YANG

DlGUNAKAN

UNTUK

MENONTON

TELEVISI

Bagi

kebanyakan anak, waktu yang digunakan untuk menonton televisi melebihi proporsi jumlah waktu yang digunakannya bagi bentuk bermain lainnya. Murray memberi komentar mengenai berapa banyak waktu Yang dihabiskan anak prasekolah untuk menonton televisi: "Rata-rata anak prasekolah menghabiskan setengah dari waktu kerja orang dewasa selama seminggu untuk duduk di depan layar televisi". Sejak berusia 3 tahun sampai masuk sekolah pada usia 6 tahun terdapat peningkatan ta;am dalam jumlah waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi Studi menunjukkan bahwa rata-rata anak sekolah menghabiskan 20 sampai 21 jam seminggu di depan layar televisi, dengan penurunan sekitar 3 jam selama musim panas. Akan tetapi, jumlah waktu yang dihabiskan anak untuk menonton televisi bukan merupakan bukti sesungguhnya tentang besar kecilnya perhatian anak terhadap televisi. Jumlah waktu itu mungkin ditentukan oleh peraturan keluarga, tuntutan pekerjaan sekolah atau tugas di rumah, jumlah televisi yang dimiliki atau tidak ada televisi sama sekali, berapa banyak anggota keluarga yang berbagi waktu menonton, dan berbagai kondisi lainnya.

12

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT ANAK PADA TELEVISI Usia. Anak prasekolah menunjukkan minat yang lebih besar pada televisi ketimbang anak usia sekolah yang mempunyai perhatian bermain yang lebih luas dan teman bermain yang lebih banyak, serta lebih kritis mengenai segala sesuatu yang dilihatnya di televisi. Jenis kelamin. Dari segi usia, anak laki-laki lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton televisi ketimbang anak perempuan. Anak laki-laki menganggap membaca lebih sulit ketimbang anak perempuan, juga siaran televisi yang berpusat pada adegan yang menegangkan lebih disukai anak laki-laki. Inteligensi. Pada semua usia, anak yang pandai kurang memperoleh kepuasan dan televisi ketimbang teman sebayanya yang kurang pandai dan mereka lebih cepat kehilangan minatnya. Status sosioekonomi. TV lebih populer bagi anak yang berasal dari kelompok sosioekonomi rendah ketimbang kelompok yang lebih tinggi Hal ini terutama benar dengan meningkatnya usia anak, yang sebagian karena anak dalam kelompok lebih rendah kurang memiliki kesempatan untuk dapat melakukan bentuk bermain yang lain. Prestasi akademik. Pada setiap tingkatan usia, siswa yang pandai kurang tertarik pada televisi ketimbang siswa yang kurang panda, Mereka sering menganggapnya pemborosan waktu untuk menonton acara yang disajikan. Penerimaan sosial. Terdapat hubungan yang era antara jumlah penerimaan sosial yang dinikmati anak dan perhatian mereka pada TV Semakin mereka diterima semakin kurang perhatiannya pada televisi dan sebaliknya. Kepribadian. Televisi lebih menarik anak yang penyesuaiannya buruk secara pribadi dan sosial ketimbang mereka yang baik penyesuaiannya. Anak yang introvert lebih banyak menonton TV ketimbang anak extrovert.

13

ACARA YANG DISUKA! Ketika anak mulai menonton televisi, mereka melihat apa saja acara yang tersedia waktu itu. Akan tetapi, dengan s_3era mereka mulai menunjukkan pilihan acara kesukaannya. Anak prasekolah menyukai drama-%.,35i yang melibatkan hewan dan orang yang dik.-al, musik, kartun, can komedi sederhana. Anak Kelas satu dan dua menyukai pertunjukan boneka. koboi, misteri, humor, suasana kehidupan keluarga dan acara kuis berhadiah. Anak kelas tiga dan empat tertarik dengan acara yang imajinatif seperti tentang roket dan kendaraan luar angkasa, dan show, ceritera misteri dan detektif, drama, jaq musik. Anak kelas lima dan enam tetap menyukai acara tersebut, tetapi mereka juga menyukai ac2r<~ yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan hasta karya. Ceritera, komedi, kartun, dan musik disenangi anak pada setiap tingkat usia, sedangkan acara pendidikan cenderung tidak populer terutama di' kalangan anak yang rendah kecerdasannya Hanya apabila acara pendidikan disajikan dengan care yang menarik, s=perti "Sesame street barulah acara itu akan mempunyai dayatarik yang kuat bagi anak dengan berbagai tingkat kecerdasan sebagaimana halnya dengan acara yang berorientasi hiburan. Pilihan acara pada anak kecil sangat dipengaruhi oleh bimbingan dan dorongan orang tua. Kelak para guru membantunya memilih acara yang dianggapnya menarik, bermanfaat, clan informatif. Untuk anak yang lebih tua pilihan acara lebih dipengaruhi teman sebaya ketimbang para orang tua clan guru. EVALUASI Dan segi jumlah waktu yang dihabiskan anak untuk menonton televisi, cukup masuk akal untuk menganggap bahwa hal itu menimbulkan pengaruh mendalam pada anak. Karena pengaruh ini, keprihatinan orang tua terhadap acara televisi dapat dimengerti. Sejak adanya televisi, orang tua, pendidik, hamba hukum, clan kalangan agama telah menunjukkan keprihatinan yang besar mengenai pengaruh televisi terhadap anak. Keprihatinan berkisar dari gangguan televisi terhadap kegiatan membaca clan kegiatan di kala senggang sampai pengaruhnya terhadap perilaku moral clan hubungannya dengan peningkatan kenakalan remaja. Kesalahan tidak terletak pada televisi saja melainkan juga pada jenis acara yang tersedia bagi anak.

14

Semua penelitian tentang pengaruh menonton televisi telah menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pengaruh itu terhadap anak bergantung pada banyak kondisi, tiga di antaranya yang sangat penting diuraikan berikut ini. Pertama, seberapa besar pengaruh televisi clan apakah pengaruh ini baik atau buruk ditentukan oleh jumlah bimbingan dan pengawasan terhadap anak yang menontonnya , Apabila orang tua menyediakan waktu untuk menafsirkan apa yang dilihat anak di layar televisi sebagaimana mereka lakukan bila membacakan buku bagi mereka atau memberi buku untuk dibaca, anak-anak akan mengerti clan menafsirkan apa yang dilihatnya dengan benar. Selanjutnya, dengan bimbingan clan pengawasan atas acara yang akan ditonton anak, mereka dapat mempelajari pola perilaku dan nilai yang sehat yang akan membimbing ke arah sosialisasi yang baik dan tidak ke nilai clan pola perilaku yang tidak sehat. Leifer clan kawan-kawan menyatakan "Televisi bukan saja hiburan bagi anak-anak melainkan juga merupakan alat untuk memasyarakat yang baik bagi mereka." Kedua, seberapa banyak anak dapat mengingat hal-hal yang mereka lihat di layar dan seberapa baik pemahaman mereka akan menimbulkan pengaruh yang nyata pada mereka. Misalnya, jika mereka menafsirkan kekerasan di televisi sebagai pola perilaku yang direstui masyarakat clan model yang benar untuk ditiru, maka pengaruhnya akan sangat berbeda ketimbang apabila mereka menafsirkannya sebagai pola perilaku yang tidak direstui dalam masyarakat. Ketiga, sejauh mana televisi mempengaruhi anak bergantung pada jenis anak sendiri sebagai hasil pengalaman lainnya. Dari penelitian mereka tentang pengaruh televisi pada sekitar 6000 anak, Schramm dan kawan-Kawan menekankan faktor ini sebagai penentu yang penting dari pengaruh televisi, dengan pernyataan berikut : Yang lebih penting daripada apa yang dibawa televisi kepada anak adalah apa yang dibawa anak kepada televisi. Ini merupakan tanggung jawab kita Anak yang bagaimana yang kita bawa ke depan televisi? ... Apabila kita menggunakan televisi sebagai penjaga bayi, dengan mempertaruhkan hubungannya dengan orang lain, jelas kita lalai. Apabila kita tidak memperkenalkan buku kepada anak-anak hanya karena adanya televisi, maka kita bertindak ceroboh. Bila kita

15

tidak membantu anak untuk mernbangun hubungan yang baik dengan semen sebayanya hanya karena televisi "menjaga mereka di rumah" maka kita benarbenar bersalah terhadap mereka. Keprihatinan mengenai pengaruh menonton televisi terhadap anak

mendorong diadakannya sejumlah penelitian ilmiah untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku anak dan apakah pengaruh ini langsung terjadi, dalam jangka panjang, atau keduanya. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa, menonton televisi menimbulkan pengaruh yang baik; yang lain menganggap merusak. Namun, terdapat kesepakatan yang hampir serempak tentang satu hall. "Anak yang penyesuaiannya baik kurang kemungkinannya terpengaruh secara negatif, apakah temporer atau permanen dibandingkan dengan anak yang buruk penyesuaiannya, dan anak yang sehat ketimbang yang tidak sehat". Akan tetapi, jika gangguan psikologis akibat menonton televisi ingin dikurangi dan keuntungan psikologis perlu ditingkatkan, jelaslah harus ada bimbingan clan kendali atas acara apa saja yang dilihat anak ketimbang yang sekarang diberikan di rumah. Jelaslah bahwa bidang bermain ini membutuhkan bimbingan clan kendali lebih banyak ketimbang bidang lainnya, bahkan lebih banyak ketimbang membaca komik.

LAPORAN TENTANG PENGARUH TELEVISI TERHADAP ANAK PENGARUH FISIK Menonton televisi sering mengganggu jadwal makan dan tidur. Pencernaan akan terganggu dan kurang tidur. PENGARUH PADA BENTUK BERMAIN LAINNYA Menonton televisi mengurangi waktu yang tersedia bagi kegiatan bermain lainnya, terutama bermain di luar dengan anak lain. Menonton televisi juga mengurangi waktu untuk bermain kreatif atau berbagai bentuk hiburan lain.

16

PENGARUH PADA PEKERJAAN SEKOLAH Televisi menyajikan informasi dengan cara yang menggairahkan dan hidup sehingga buku pelajaran hampir tidak dapat menyainginya untuk menarik minat anak. Akibatnya, mereka sering menganggap buku dan pekerjaan sekolah mernbosankan. PENGARUH PADA HUBUNGAN KELUARGA Menonton televisi sering membatasi interaksi sosial antar anggota keluarga dan membatasi percakapan. MOTIVASI UNTUK MEMPEROLEH PENGETAHUAN Beberapa anak termotivasi untuk mengikuti apa yang dilihatnya di layar televisi dengan mernbaca untuk mengisi kesenjangan pengetahuan mengenai hal tersebut. PENGARUH PADA SIKAP Tokoh di televisi biasanya digarnbarkan dengan berbagai stereotip. Anak kemudian berpikir bahwa semua orang dalam kelompok tertentu mempunyai sifat yang sama dengan orang di layar televisi. Ini mempengaruhi sikap anak terhadap mereka. PENGARUH PADA NILAI Menu acara yang terus-menerus menunjukkan adegan pembunuhan, penyiksaan, dan kekejaman pada saatnya akan menumpulkan kepekaan dan mendorong

pengembangan nilai anak yang tidak sejalan dengan nilai mayoritas kelompok sosial. Apabila anak terbiasa dan tidak peka terhadap kekerasan, mereka akan menerima perilaku itu sebagai pola hidup yang normal. PENGARUH PADA PERILAKU Karena anak suka meniru, mereka merasa bahwa apa saja yang disajikan dalam acara televisi tentunya merupakan cara yang dapat diterima baginya dalam bersikap seharihari. Karena para pahlawan yang patuh kepada hukum kurang menonjol ketimbang mereka yang memenangkan perhatian dengan kekerasan dan tindakan, sosial lainnya, anak-anak cenderung menggunakan cara yang terakhir untuk mengidentifikasi diri dan menirunya.

17

PENGARUH PADA CARA BERBICARA Cara berbicara anak sangat dipengaruhi oleh apa yang didengarnya diucapkan orang di televisi dan bagaimana ca.-a mengucapkannya. Ini akan meningkatnya pelafalan dan tata bahasa, namun belum tentu akan memberi pola yang baik dalam pengungkapan hal-hal yang dikatakan anak. MODEL UNTUK PERAN DALAM HIDUP Tokoh televisi memberi model untuk berbagai peran dalam kehidupan, perilaku yang sesuai dengan jenis kelamin, dan karir. Hal ini memberi mereka wawasan mengenai apa yang diharapkan kelompok sosial dari mereka. PENGARUH PADA KEYAKINAN Banyak anak yak n bahwa apa saja yang dikatakan di televisi merupakan hal yang benar dan bahwa penyiar televisi Iebih mengetahui segala sesuatu ketimbang para orang tua, guru, dan dokter. Hal ini cenderung membuat anak mudah tertipu.

Sayang sekali, bimbingan dan kendali ini sering kurang. Jika tema clan gambar komik merusak, para orang tua dan guru mencoba menjauhkannya dari jangkauan anak. Tekanan sosial di berbagai masyarakat telah memaksa para pedagang untuk meniadakan komik yang merusak dari pasaran. Sayang bahwa masih terlalu sedikit orang tua yang memprihatinkan kualitas televisi yang ditonton anak. Mereka mendorong anak untuk menonton bila merasa lelah atau sedang sibuk tanpa memperlihatkan siaran yang sedang ditayangkan. Karena banyak orang tua yakin bahwa televisi mempunyai nilai mendidik, mereka membiarkan anak dari segala usia untuk lebih banyak menghabiskan waktu dengan menonton ketimbang memilihkan yang balk baginya. Orang tua dari kelompok sosioekonomi rendah lebih mengizinkan menonton televisi ketimbang mereka yang berasal dari kelompok menengah atas.

18

Dalam hal ini adapun tips mengurangi pengaruh televisi pada anak, yaitu : 1. Berikan teladan

Sikap orangtua akan ditiru anak. Sebaiknya orangtua lebih dulu menentukan batasan bagi dirinya sendiri dulu sebelum membuat batasan bagi anaknya. Misalnya, orangtua hanya menonton TV pada saat merasa lelah atau bosan pada kegiatan lain. Dengan begitu, Anda tidak menjadikan menonton TV sebagai menu utama setiap hari. Jangan hidupkan TV sepanjang waktu. Matikan TV ketika sedang makan, berdoa bersama, bercengkerama, atau belajar (Bimbingan Belajar). 2. Hindari memanfaatkan TV sebagai babysitter.

Di tengah kesibukan kerja, para orangtua lebih merasa aman dan tenang jika anak duduk manis di depan pesawat TV ketimbang main di luar. Tingginya angka kejahatan dan semrawutnya lalu lintas sudah membuat orangtua mengkhawatirkan keselamatan putra- putrinya. Untuk mengalihkan menonton TV, berikanlah aktivitas positif bagi anak seperti ikut kursus, olahraga (Kursus Bidang Olahraga), berkebun (Kursus Berkebun), mewarnai (Kursus Menggambar), memancing, membantu memasak, dan sebagainya. 3. Buat jadwal.

Ajak anak bersama-sama membuat jadwal kegiatan anak pulang sekolah. Yang penting beri porsi tidak lebih dari dua jam untuk menonton TV. 4. Letakkan pesawat TV di tempat terbuka.

Dengan begitu Anda bisa memantau acara apa yang sedang ditonton anak. Namun begitu, usahakan juga letak pesawat TV tidak menjadikannya sebagai pusat aktivitas keluarga. Jangan menempatkan TV di kamar anak (kalau radio boleh). 5. Pakailah TV untuk mendidik.

Ada beberapa acara TV yang bagus ditonton bersama seperti program dokumentasi, edutainment (tayangan edukatif yang menghibur seperti discovery), kuis, olahraga, konser musik klasik, talk show, (lihat dahulu "Acara TV" yang layak ditonton -biasanya terdapat di koran).

19

6.

Diskusikan adegan anti sosial di TV.

Ajaklah anak membahas: Apakah kata-kata kasar yang diucapkan patut ditiru? Apakah perilaku kekerasan itu layak dicontoh? Apakah setiap masalah harus diselesaikan dengan berkelahi? Diskusikan dan bandingkan nilai-nilai yang ada dalam TV dengan nilai agama. 7. Terangkan antara fakta dan fiksi.

Anak masih kesulitan membedakan antara fiksi dan fakta. Tokoh drakula yang Anda anggap biasa saja, bisa membuat anak ketakutan dan susah tidur. Terangkan proses pembuatan film/sinetron laga dan misteri, termasuk trik-trik pembuatannya. Apakah darah yang muncrat itu sungguhan? Mengapa jagoannya bisa terbang? Jelaskan bahwa untuk adegan yang berbahaya dilakukan pemeran pengganti yang terlatih. Ada teknik tertentu untuk men-mat pemainnya bisa mengecil, menghilang dan menembus tembok. Jelaskan juga tali (sling) yang dipakai untuk membuat pemainnya bisa melayang.

8.

Diskusikan tayangan iklan.

Mengapa ada iklan di TV? Apa tujuan iklan? Mengapa Man selalu tampak menarik? Apakah iklan pernah menunjukkan kekurangan barang yang diiklankan? Apakah iklan yang bagus berarti barang yang diiklankan pasti bagus? Tunjukkan barangbarang yang paling sering diiklankan di TV. Ajak anak membandingkan: lebih bagus mana penampilan sebenarnya dengan yang di TV? 9. Rumuskan bersama aturan menonton TV.

Aturan ini berlaku untuk semua anggota keluarga, juga pembantu, babysitter, famili, teman, tamu atau tetangga yang nebeng menonton. 10. Tolaklah semua media yang mengandung kekerasan. Bukan hanya TV, PlayStation pun mengandung banyak adegan kekerasan. Buatlah kesepakatan bahwa tidak ada tempat dalam keluarga bagi media yang mengandung

20

kekerasan. Entah itu berupa TV, VCD/CD, PlayStation, Video Games, radio, kaset atau bacaan.

Diperkirakan bahwa anak di Amerika menonton acara televisi rata-rata selama 30-40 jam/minggu. Jangka waktu ini lebih larna daripada waktu yang mereka habiskan di sekolah dan bagi kebanyakan anak, menonton televisi merupakan kegiatan utama mereka yang dijadwalkan. Televisi menempatkan anak dalam peranan pasif dan menyuguhkan hiburan yang pada umumnya hanya sedikit meminta keterlibatan atau imajinasi mereka. Televisi telah menggoda mereka dan menjauhkan mereka dari kegiatan-kegiatan yang penting, misalnya membaca, melakukan suatu kegemaran / hobi, kegiatan/latihan fisik dan pergaulan dan hubungan dengan anak sebaya mereka, maupun dengan anggota keluarga yang lain. Program-program pendidikan, yang ditujukan buat anak usia prasekolah, yang disiarkan melalui acara televisi dapat memperbesar perkembangan kognitif dalam kesiapan untuk membaca dan memperkaya perbendaharaan kata-kata mereka. Namun, sebaiknya pencapaian yang dapat dijangkau oleh acara yang demikian itu hanya lebih banyak bersifat suplementer daripada substitusi kegiatan-kegiatan orang tua untuk menyampaikan pengetahuan, keterampilan dan informasi dan dalam memotivasikan mereka untuk belajar televisi dapat memberikan informasi kepada anak yang telah berusia lebih tua mengenai peristiwa-peristiwa yang baru terjadi, , masalah-masalah politik, sejarah dan ilmu pengetahuan; namun, televisi tersebut lebih banyak memperlihatkan adegan-adegan kekerasan yang dapat dipergunakan oleh anak sebagai contoh bagi tingkah laku agresif mereka. Pengaruh kekerasan yang mereka saksikan pada film-film akan meningkatkan keagresifan antar pribadi di kalangan anak-anak. Para optimis dapat berharap bahwa kebanyakan anak mampu memisahkan diri mereka dari suguhan kekerasan yang secara teratur terus-menerus mereka terima melalui layar televisi; tetapi anak dengan mudah meniru semua contoh yang mereka saksikan dan pengaruh yang diberikan oleh kekerasan-kekerasan yang disuguhkan oleh televisi mungkin jauh lebih meresap daripada yang kita ketahui dewasa ini. Tetapi dapat dipastikan bahwa beberapa orang anak, yang mengalami gangguan secara emosional, dapat bertindak terang-terangan secara agresif, sebagai

21

akibat langsung daripada acara-acara kejahatan dan kengerian yang mereka saksikan di layar televisi dan tindakan yang mereka lakukan itu mengikuti contoh-contoh yang disuguhkan tersebut. Perhatian mengenai dampak kekerasan televisi pada anak juga agak diperlukan. Walaupun penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kekerasan pada televisi yang mempengaruhi anak adalah mereka yang telah berisiko untuk perilaku agresif, penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa salah satu alat peramal tunggal terbaik tentang kekerasan remaja di masa yang akan datang adalah jumlah program kekerasan televisi yang dilihat selama masa anak. Lagipula, bila menonton televisi diganti dengan kasih sayang dan bimbingan orangtua, terutarna pada tahuntahun prasekolah, suatu sumber kognitif dan afektif anak untuk meniru, beradaptasi dan kemampuannya untuk memainkan khayalan mungkin terpengaruh. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa anak prasekolah yang terangsang berlebihan dan kurang pengasuhan demikian adalah kurang bahagia dan lebih agresif pada permainan bebasnya pada pusat perawatan anak dan sekolah taman kanak-kanak. Pilihan lain adalah program televisi pendidikan yang khusus dirancang untuk anak prasekolah dapat memperbesar perkembangan kognitif dalam kesiapan memhaca dan kemahiran kata-kata. Televisi dapat memberi informasi anak yang lebih tua tentang kejadian-kejadian sekarang, politik, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Program demikian dapat menambah bulannya mengganti aktivitas orangtua; dapat memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan informasi; clan dapat memotivasi belajar. Oleh karena itu, hendaknya semua orang tua mengetahui apa sebenarnya yang disaksikan oleh anak mereka pada layar televisi. Mereka yang harus menentukan dan memutuskan apakah suatu acara pantas atau tidak untuk anak-anak mereka. Dalam hal ini, mereka hendaknya tidak segan-segan mempergunakan tolok ukur mereka sendiri dalam memaksakan pembatasan-pembatasan mengenai waktu dan acara televisi yang boleh ditonton oleh anak-anak mereka.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Behiman, Richard E Dkk. 1999. ILMU KESEHATAN ANAK NELSON Vol 1, EGC : Jakarta. 2. Venny, Adriana. 2004. Jurnal Perempuan Untuk Pencerahan dan Kesetaraan Yayasan Jurnal Perempuan : Jakarta 3. Behirman, Richard E dan Rictor C. Vaughian. 1988. Ilmu Kesehatan Anak.EGC : Jakarta. 4. Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan anak Jilid 1 Edisi Keenam. Erlangga : Surabaya 5. Muscari, Mary E. 2005. Keperawatan Pediatrik Edisi 3. EGC : Jakarta 6. Merenstein, Gerald B Dkk. 2001. Buku Pegangan Pediatrik Edisi 17 : Widyamedika : Jakarta 7. Arroiji, K. H. Abdurrahman. 1997 Bercinta Dengan Televisi. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung 8. http ://www.sabda.org 9. http ://www.pdpersi.co.id 10. http ://www.info.balitacerdas.com 11. http ://www.dik.dasmen.org/html/info

23

You might also like