You are on page 1of 5

Thalabun-Nusrah: Kunci Perubahan* Pengantar Pembantaian rezim militer Mesir ini memang sungguh sangat mengerikan.

Lebih dari 2000 terbunuh. Tangisan Muslimah dan anak-anak yang harus dilindungi oleh seorang laki-laki Muslim, tidak membuat nurani mereka bergetar untuk mencegah pembunuhan. Ayat-ayat al-Quran yang dibacakan para demonstran, al-Quran yang dipegang oleh demonstran, tidak lagi menghentikan nafsu militer untuk membunuh saudara Muslimnya sendiri. Tentara keji dukungan Amerika ini tidak lagi melihat masjid sebagai tempat suci umat Islam. Mereka masuk ke dalam, mengotori masjid dengan sepatu mereka, mengejar para demonstran dan membakar masjid. Sebagian besar korban terbunuh akibat tembakan peluru. Sebagian mayat bahkan hangus terbakar. Aksi brutal ini lagilagi membuktikan militer Mesir telah menjadi mesin pembantai rakyat Mesir yang seharus mereka lindungi. Secara resmi AS telah mengecam aksi itu. Namun sesungguhnya, tindakan militer Mesir ini tidaklah lepas dari restu AS. AS memang senantiasa mendukung militer Mesir sejak era Gamal Abdul Nasir, Anwar Sadat dan Husni Mubarak. Keceman Amerika pun hanya basa-basi. Meski mengecam, Amerika masih mempertimbangkan apakah tetap untuk mempertahankan bantuannya ke Mesir. Alih-alih bersimpati dengan ribuan korban pembantaian, Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz malah mendukung pemerintahan Mesir dalam perang melawan terorisme. Dia juga mengatakan stabilitas Mesir sedang ditargetkan oleh para pembenci. Dia memperingatkan bahwa siapa pun yang mencampuri urusan dalam negeri Mesir adalah penghasut. Hal yang sama ditunjukkan Pemerintahan Raja Yordania dan Emir Uni Emirat Arab. Mereka juga memuji dukungan Raja Abdullah untuk pemerintah Mesir yang dibentuk militer Tidak cukup pembantaian atas terorisme yang ada di Mesir, beribu korban pembantaian oleh serangan senjata kimia yang dilakukan oleh rezim Nushairiyah Suriah di distrik Ghautah Timur, provinsi pinggiran Damaskus dan kota Moadamiyah asy-Syam, provinsi Damasksus sejak Rabu (21/8/2013) dini hari sampai saat berita ini ditulis terus meningkat tajam. Sedikitnya 1188 warga sipil muslim gugur dan 5000 lainnya terinfeksi di Ghautah Timur dan Damaskus Selatan akibat serangan senjata kimia dan gas beracun oleh rezim Nushairiyah Suriah. Situs berita Akhbar Reif Dimasyqa melaporkan jumlah korban gugur oleh serangan senjata kimia di Damaskus Selatan mencapai 1188 warga muslim. Di antaranya 100 warga gugur di kota Saqba, 100 warga gugur di kota Kafr Batna, 150 warga gugur di kota Dauma, 300 warga gugur di kota Hamuriyah, 63 warga gugur di kota Arben dengan 30 di antaranya anak-anak dan 16 di antaranya wanita. Banyak pelajaran penting yang dapat dipetik dari perubahan politik Timur Tengah belakangan ini. Dua pelajaran terpenting adalah: Pertama, pembentukan opini umum berlandaskan kesadaran umum ternyata kurang optimal. Perubahan yang ada tak konsepsional, tetapi cenderung emosional. Dengan kata lain, perubahan lebih banyak didorong oleh opini sesaat yang berlandaskan sentimen, bukan didorong oleh kesadaran akan pentingnya syariah atau Khilafah. Maka dari itu, agenda mendesak ke depan ialah bagaimana menggencarkan penyadaran di tengah-tengah umat sebagai landasan opini umum yang mendukung Khilafah. Kedua: proses peralihan kekuasaan tidak menghasilkan kekuasaan baru sesuai tuntutan Islam. Negara Khilafah tak kunjung lahir, sementara demokrasi yang kufur tetap bercokol. Yang terjadi bukan pergantian sistem, melainkan sebatas pergantian rezim melalui mekanisme pemerintahan sementara untuk mempersiapkan Pemilu yang dipercepat di bawah kontrol Barat sepenuhnya. Dengan kata lain, proses peralihan kekuasaan dalam Islam melalui metode thalabun-nushrah tidak berjalan hingga kini. Ahlun Nushrah (pihak yang mampu memberikan kekuasaan) dari kalangan militer pun belum muncul, padahal eksistensi dan peran mereka mutlak untuk thalabun-nushrah, karena tanpa Ahlun Nushrah tak akan terjadi thalabun-nushrah. Maka dari itu, agenda mendesak ke depan ialah bagaimana melaksanakan thalabun-nushrah dari Ahlun Nushrah yang mampu mengambil alih kekuasaan untuk menegakkan Khilafah. Tulisan ini bertujuan menerangkan beberapa aspek terpenting yang terkait dengan thalabun-nushrah.

Pengertian dan Tujuan Thalabun-nushrah adalah aktivitas mencari perlindungan dan kekuasaan yang dilakukan partai politik Islam pada penghujung tahapan kedua dakwah, yaitu tahapan berinteraksi dengan umat (at-tafaul maa al-ummah). Thalabun-nushrah bukanlah suatu tahapan (marhalah) dakwah, melainkan suatu amal (aktivitas) dakwah dalam suatu tahapan dakwah. Thalabun-nushrah dilakukan pada saat masyarakat, khususnya para pemimpinnya, menolak penerapan Islam dalam kehidupan bernegara dan terjadi tindakan represif seperti penganiayaan terhadap para aktivis partai politik yang berjuang menegakkan Khilafah (M. Husain Abdullah, Ath-Thariqah asy-Syariyah li Istinaf alHayah al-Islamiyah, hlm. 90). Thalabun-nushrah mempunyai dua tujuan: Pertama, mendapatkan perlindungan (himayah) bagi para individu pengemban dakwah dan kegiatan dakwahnya. Misal, Rasulullah saw. mendapat perlindungan dari pamannya (Abu Thalib), atau Rasulullah saw. mendapat jaminan keamanan dari Muthim bin Adi sepulangnya dari Thaif. Kedua, untuk mendapatkan kekuasaan (al-hukm) guna menegakkan hukum Allah dalam negara Khilafah. Misal, dulu Rasulullah saw. menerima kekuasaan dari kaum Anshar sehingga beliau kemudian dapat menegakkan Daulah Islamiyah di Madinah (Manhaj Hizbut Tahrir, 2009, hal. 49; M. Khair Haikal, Al-Jihad wa al-Qital, I/409). Metode Mendirikan Khilafah Thalabun-nushrah adalah thariqah (metode) yang tetap dan wajib dilaksanakan untuk menegakkan Khilafah. Jadi, thalabun-nushrah bukan uslub (cara) yang hukumnya mubah yang dapat berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi. (Ahmad Al-Mahmud, Ad-Dawah ila al-Islam, hlm. 34). Kewajiban thalabun-nushrah didasarkan pada teladan Rasulullah saw. dalam perjuangan beliau mencari perlindungan dan kekuasaan dari para kepala kabilah (suku) saat itu. Rasulullah saw. mulai melakukannya pada tahun ke-8 kenabian, khususnya setelah wafatnya paman beliau Abu Thalib dan istri beliau Khadijah, dan semakin meningkatnya gangguan fisik dari kaum Quraisy kepada beliau. Rasulullah saw. melakukan thalabunnushrah kepada banyak kabilah, baik di kampung mereka maupun di tempat-tempat mereka saat musim haji di Makkah. Ibnu Saad dalam kitabnya At-Thabaqat menyebutkan 15 kabilah yang didatangi Rasulullah saw. dalam rangka thalabun-nushrah, di antaranya kabilah Kindah, Hanifah, Bani Amir bin Shashaah, Kalb, Bakar bin Wail, Hamdan, dan lain-lain. Kepada setiap kabilah Rasulullah saw. mengajak mereka untuk beriman dan memberi nushrah kepada beliau untuk memberikan kekuasaan demi tegaknya agama Allah. (M. Abdullah AlMasari, Al-Manaah wa Thalab an-Nushrah, hlm. 3-8). Sungguh, upaya ini memang tidak mudah. Penolakan demi penolakan datang beruntun silih berganti. Namun, Rasulullah saw. tidak mengubah cara ini dengan cara lain dan terus memegang teguh cara ini dengan gigih walaupun sering menghadapi kegagalan dan penolakan. Ini merupakan qarinah (indikasi) yang jazim (tegas) bahwa thalabun-nushrah yang dilakukan Rasulullah saw. adalah suatu kewajiban dan perintah syari, yakni perintah dari Allah SWT, bukan inisiatif Rasulullah saw. sendiri atau sekadar tuntutan keadaan. Alhamdulillah, akhirnya Rasulullah saw. berhasil mendapatkan nushrah dari kaum Anshar pada tahun ke-12 kenabian yang menyerahkan kekuasaan mereka di Madinah kepada beliau (Atha bin Khalil, Taysir al-Wushul ila al-Ushul, hlm. 21; Ahmad al-Mahmud, Ad-Dawah ila al-Islam, hlm. 35; M. Muhsin Radhi, Hizb at-Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu, hlm. 311). Jelaslah, satu-satunya metode yang sahih untuk mendapatkan kekuasaan dan mendirikan Khilafah adalah thalabun-nushrah; bukan dengan cara-cara lain semisal mendirikan masjid, rumah sakit, sekolah; atau menolong kaum fakir-miskin dan mengajak pada akhlaqul karimah. Ini semua amal salih, tetapi bukan metode menegakkan Khilafah. Metodenya bukan pula dengan mengangkat senjata memerangi penguasa, atau dengan

terjun ke politik praktis dengan masuk parlemen atau pemerintahan sekular, atau dengan pengerahan massa (people power) untuk menggulingkan kekuasaan. Semua cara ini adalah penyimpangan (mukhalafah) dari teladan thalabun-nushrah yang dicontohkan Rasulullah saw. untuk menegakkan Daulah Islamiyah (Ahmad alMahmud, Ad-Dawah ila al-Islam, hlm. 37). Thalabun nushrah-tidaklah identik dengan kudeta militer (al-inqilab al-askari). Thalabun-nushrah adalah aktivitas politik, bukan aktivitas militer. Jadi keliru kalau ada yang berpendapat thalabun-nushrah sama saja dengan kudeta militer. Yang benar, kudeta militer hanyalah salah satu cara (uslub)bukan satu-satunya cara yang dapat dilaksanakan oleh Ahlun Nushrah. Sebagai metode, thalabun-nushrah adalah langkah prinsipil yang tunggal dan tetap yang dilakukan oleh jamaah/harakah dakwah kepada Ahlun Nushrah demi peralihan kekuasaan. Adapun teknis peralihan kekuasaannya bergantung sepenuhnya kepada Ahlun Nushrah; boleh jadi dengan kudeta militer atau dengan cara lain yang damai, tergantung situasi yang ada. Bahkan dulu kaum Anshar memberikan kekuasaan kepada Rasulullah saw. dengan cara damai, karena memang saat itu kaum Anshar sendirilah yang sedang memegang kekuasaan (Hazim Ied Badar, Thariqah Hizb at-Tahrir fi at-Taghyir, hlm.18). Seputar Ahlun Nushrah Ahlun Nushrah atau disebut juga Ahlul Quwwah artinya adalah al-qadirun ala itha al-hukm, yaitu orangorang yang berkemampuan untuk memberikan kekuasaan. Mereka bisa jadi adalah orang-orang yang sedang memegang kekuasaan, misalnya presiden atau panglima militer, atau bisa jadi tidak sedang memegang kekuasaan, namun memiliki pengaruh yang kuat kepada masyarakat, misalnya kepala kabilah, pimpinan partai politik, dsb (Abu Al-Harits, Thalab an-Nushrah, hlm. 1; M. Muhsin Radhi, Hizb at-Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu, hlm. 312). Berdasarkan Sirah Nabi saw., dapat disimpulkan beberapa poin penting terkait Ahlun Nushrah. Pertama: Ahlun Nushrah haruslah sebuah kelompok (jamaah), bukan individu. Sebab, Rasulullah saw. hanya meminta nushrah dari kelompok, bukan dari individu-individu, kecuali individu itu adalah representasi dari sebuah kelompok. Dulu Rasulullah saw. mendatangi kabilah Tsaqif di Thaif, yang kedudukan kabilah itu setara dengan negara. Beliau juga mendatangi kabilah Kalb sebagai kelompok yang kuat dalam sebuah negara. Beliau juga mendatangi Bani Amir bin Shashaah sebagai individu-individu yang merepresentasikan sebuah negara (M. Muhsin Radhi, Hizb at-Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu, hlm. 311-313). Kedua: Ahlun Nushrah haruslah kelompok yang kuat, yakni berkemampuan menyerahkan kekuasaan, termasuk mampu mempertahan-kan Khilafah kalau sudah berdiri. Jadi thalabun-nushrah tak boleh berasal dari kelompok yang lemah. Dulu Rasulullah saw. pernah meminta nushrah dari kabilah Bakar bin Wail. Namun, Rasulullah saw. kemudian membatalkannya setelah tahu kabilah itu tidak berkemampuan. Rasulullah saw. bertanya kepada kabilah Bakar bin Wail, Berapa jumlah kalian? Mereka menjawab, Banyak, seperti butiran tanah. Rasulullah saw. bertanya lagi, Bagaimana kekuatan kalian? Mereka menjawab, Tak ada kekuatan ( laa manaah). Kami bertetangga dengan Persia, tetapi kami tak mampu melindungi kami dari mereka Akhirnya Rasulullah saw. hanya mengajak mereka ingat kepada Allah dan mengabarkan kerasulan beliau (M. Abdullah Al-Masari, Al-Manaah wa Thalab an-Nushrah, hlm. 4; M. Khair Haikal, Al-Jihad wa al-Qital, I/411). Ketiga: Ahlun Nushrah wajib orang-orang Muslim, tak boleh non-Muslim. Hal ini tampak jelas dari aktivitas Rasulullah saw. dalam thalabun-nushrah kepada berbagai kabilah. Beliau meminta mereka beriman lebih dulu, setelah itu baru meminta mereka memberikan perlindungan kepada Rasulullah saw. Ini jika nushrah yang diminta berupa dukungan untuk memperoleh kekuasaan. Adapun jika untuk kepentingan perlindungan pribadi (himayah syakhshiyah), boleh berasal dari non-Muslim, seperti halnya Rasulullah saw. yang mendapat perlindungan dari paman beliau Abu Thalib yang non-Muslim (M. Khair Haikal, Al-Jihad wa al-Qital, I/408).

Keempat: Ahlun Nushrah haruslah orang-orang yang mendukung syariah dan Khilafah, bukan orang yang memusuhi Islam seperti kaum sekular, liberal, dsb. Dulu Rasulullah saw. mendapatkan nushrah dari kabilah Aus dan Khazraj setelah kedua kabilah itu mendapatkan pengajaran agama Islam dari Mushab bin Umair ra. di Madinah. Jadi, Ahlun Nushrah wajib mengikuti pembinaan lebih dulu sebagai pelajar ( daris) dalam halqah untuk mempelajari Islam dalam partai politik yang melakukan thalabun-nushrah, meski tidak disyaratkan harus menjadi anggota partai politik itu (M. Muhsin Radhi, Hizb at-Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu, hlm. 315). Kelima: Ahlun Nushrah harus berada sepenuhnya di bawah kendali partai politik yang mereka dukung, bukan menjadi kekuatan terpisah di luar kontrol. Ini dapat dilihat dari bagaimana Rasulullah saw. mengendalikan sepenuhnya kabilah Aus dan Khazraj yang memberikan nushrah. Misalnya, Rasulullah saw. meminta kabilah Aus dan Khazraj untuk memilih 12 orang dari mereka sebagai wakil mereka untuk bermusyawarah dengan Rasulullah saw. Rasulullah saw. juga melarang kabilah Aus dan Khazraj untuk memerangi penduduk Mina. Ini menunjukkan semua urusan Ahlun Nushrah berada sepenuhnya di bawah kendali Rasulullah saw. (M. Muhsin Radhi, Hizb at-Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu, hlm. 315). Keenam: Ahlun Nushrah tidak dibenarkan meminta kompensasi atau konsesi tertentu sebagai imbalan melakukan thalabun-nushrah, misalnya meminta jabatan tertentu setelah Khilafah berdiri. Ini tampak jelas dari penolakan Rasulullah saw. terhadap permintaan kabilah Bani Amir bin Shashaah yang mensyaratkan agar setelah Rasululah saw. meninggal kekuasaan diserahkan kepada mereka (M. Khair Haikal, Al-Jihad wa alQital, I/411). Ketujuh: Ahlun Nushrah disyaratkan tidak terikat dengan perjanjian internasional yang bertentangan dengan dakwah, sementara mereka pun tak mampu melepaskan diri dari perjanjian internasional itu. Jadi, tak diterima, misalnya, Ahlun Nushrah yang masih terikat dengan perjanjian Camp David dengan AS untuk melindungi Israel. Hal ini karena Rasulullah saw. dulu tidak jadi meminta nushrah dari kabilah Bani Syaiban, karena mereka masih terikat perjanjian dengan Kerajaan Persia untuk tidak saling menyerang, sedang mereka pun tidak mampu melepaskan diri dari perjanjian itu (M. Khair Haikal, Al-Jihad wa al-Qital, I/414) Langkah Praktis Thalabun Nushrah Thalabun-nushrah adalah aktivitas yang berat sekaligus berisiko. Tidak setiap anggota partai politik mampu memikul tugas mulia ini. Maka dari itu, thalabun-nushrah tak menjadi kewajiban umum untuk setiap anggota partai politik, namun hanya menjadi kewajiban sebagian anggotanya saja. Bisa jadi hanya diperlukan satu delegasi, atau bahkan satu orang, untuk melakukan thalabun-nushrah kepada seorang presiden, atau seorang jenderal pimpinan militer, atau seorang ketua partai politik, atau seorang pimpinan kelompok besar yang berpengaruh. Jadi, thalabun-nushrah adalah aktivitas yang khusus dan rahasia. Sebab, tabiat thalabun-nushrah memang hanya menghendaki keterlibatan sejumlah kecil orang saja, bukan banyak orang (M. Muhsin Radhi, Hizb atTahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu, hlm. 312). Aktivitas itu tentu berbeda dengan aktivitas umum yang menjadi kewajiban umum yang mampu dijalankan oleh setiap aktivis partai politik, seperti pembinaan dan pengkaderan dalam halqah murakkazah (intensif), atau aktivitas pembinaan umum seperti seminar, tablig akbar, masirah, dan sebagainya. Aktivitas umum dan thalabun-nushrah ini akan saling melengkapi dan membutuhkan. Sebab, thalabun-nushrah yang berhasil membutuhkan suasana yang kondusif, yaitu terwujudnya opini umum berlandaskan kesadaran umum yang mendukung Syariah dan Khilafah (M. Husain Abdullah, Ath-Thariqah asy-Syariyah li Istinaf alHayah al-Islamiyah, hlm. 90). Wallahu alam. []

Bagan Perjalananan Dakwah Rosulullah SAW Tahapan Aksi Target Tantangan metode Pembinaan dan - melakukan rekrutmen1. Membentuk kelompok yang1. proses kaderisasi yang Pengkaderan secara individual dan terorganisir (hizb-as- siyasi)masih awal dan bergerak mengumpulkan mereka yang siap mengemban dakwahagak lambat dalam kelompok terorganisir yang politis dan ideologis - melakukan pembinaan2. Membentuk kader yang memiliki intensif terhadap sahabat- pola pikir dan pola tindak Islam sahabat sahabat sebagai keder awal 2. Interaksi dan 1. Menyampaikan dakwah1. Membentuk kesadaran umum dan1. Perlawanan dan Perjuangan secara terbuka dalam opini umum di tengah penindasan dari dari Politik rangka pembinaan umat masyarakat tentang Islam dan penguasa-penguasa 2. menyerang ide-ide kerusakan sistem jahiliyah Makkah: penganiyaan, (keyakinan, teradisi,2. Penerimaan masyarakat terhadap propaganda di dalam hukum-hukum) yang ide-ide Islam dan penolakan dan di luar Mekkah, rusak di tengah mereka terhadap ide-ide pemboikotan total masyarakat Makkah jahiliyah. 2. Masyarakat Mekkah yang 3. Membongkar kepalsuan3. Gerakan massal berupa dukungan masih belum bisa para penguasa Makkah dan tuntutan penerapan Islam. menerima ide-ide 4. Mendatangi elit-elit4. Mengambil alih kekuasaan dari perubahan Rosulullah politik yang berpangaruh penguasa status quo (jahiliyah) dan masih mendukung di masyarakat rezim penguasa jahiliyah 3. Penerimaan 1. Rosulullah mendirikanBerdirinya Daulah Islam yang1. Daulah yang masih awal Kekuasaan dan negara Islam dandidasarkan pada aqidah Islam dan sehingga mendapat Penerapan membangun masyarakatmenerapkan hukum-hukum Islam ganggunan stabilitas hukum oleh Islam yang kuat baik dari dalam ataupun Negara 2. Menerapkan hukumdari luar hukum Islam secara 2. Koalisi musuh-musuh kaffah daulah baik dalam opini 3. Menyebarkan dakwah maupun perang fisik Islam ke seluruh penjuru alam 4. Konsolidasi dan pengembangan daulah hingga menjadi adi-daya
Daftar Bacaan 1. Abdullah, Muhammad Husain, Ath-Thariqah asy-Syariyah li Istinaf al-Hayah al-Islamiyah (Beirut: Dar Al-Bayariq), t.t. 2. Al-Masari, Muhammad Abdullah, Al-Manaah wa Thalab an-Nushrah (London: Lajnah al-Difa an al-Huquq sySyariyah), 2002. 3. Al-Syuwaiki, Muhammad, Ath-Thariq ila Dawlah Al-Khilafah (Baitul Maqdis: t.p.), 1411 H. 4. Badar, Hazim Ied, Thariqah Hizb at-Tahrir fi at-Taghyir Thariqah Hashriyah La Yujad Ghayruha La Syaran wa La Waqian, www.shamela.ws. 5. Haikal, Muhammad Khair, Al-Jihad wa al-Qital fi as-Siyasah asy-Syariyah (Beirut: Dar Al-Bayariq), 1992. 6. Hasan, Mahmud Abdul Karim, At-Taghyir Hatmiyah ad-Dawlah al-Islamiyah (t.tp.: t.p.), Cet. II, 2004. 7. Radhi, Muhammad Muhsin, Hizb at-Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu fi Iqamah Dawlah al-Khilafah al-Islamiyah (Baghdad: t.p.), 2006.

You might also like