You are on page 1of 12

BAB I PENDAHULUAN Cairan amnion mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan janin.

Kelainan jumlah amnion dapat terjadi dan sering kali merupakan pertanda yang paling awal terlihat pada janin yang mengalami gangguan. Di pihak lain, kelainan jumlah cairan amnion dapat menimbulkan gangguan pada janin, seperti hipoplasia paru, deformitas janin, kompresi tali pusat, prematuritas, kelainan letak, dan kematian janin. Oleh sebab itu, kelainan jumlah cairan amnion yang terjadi oleh sebab apapun akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal.1

Gambar. 1. 1.

Air ketuban berwarna putih keruh, berbau amis, dan berasa manis. Reaksinya agak alkalis atau netral, dengan berat jenis 1,008. Komposisinya terdiri atas air 98%, sisanya albumin, urea, asam urik, kreatinin, sel-sel epitel, verniks kaseosa dan garam organik. Kadar protein kira-kira 2,6 % g/liter, terutama albumin.2 Dijumpainya lesitin dan sfingomielin dalam air ketuban amat berguna untuk mengetahui apakah paru-paru janin sudah matang, sebab peningkatan kadar lesitin merupakan tanda bahwa permukaan paru-paru diliputi oleh zat surfaktan. Ini merupakan syarat bagi paru-paru untuk berkembang dan bernapas. 2 Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan kira-kira 1000-1500 cc. Jika jumlah air ketuban < liter maka disebut dengan oligohidramnion. Jika jumlah cairan > 2 liter disebut dengan hidramnion.2,3

Fungsi dari cairan ketuban: a. Untuk proteksi janin : memberikan bantalan kepada janin untuk menahan kemungkinan cedera. b. Mencegah pelekatan janin dengan amnion c. Mobilisasi : Agar janin dapat bergerak dengan bebas d. Homeostasis : Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu e. Mungkin untuk menambah suplai cairan janin dengan cara ditelan atau diminum yang kemudian dikeluarkan melalui kencing janin f. Mekanik : Meratakan tekanan intrauterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuban pecah g. Peredaran air ketuban dengan darah ibu cukup lancar dan perputarannya cepat, kira-kira 350-500 cc.2,3

Gambar. 1. 2.

Asal air ketuban : a. Kencing janin (fetal urine) b. Transudasi dari darah ibu c. Sekresi dari epitel amnion d. Asal campuran (mixed origin)2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hidramnion atau poli hidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban (amnion) melebihi batas normal. Biasanya melebihi 2 liter (4-5 liter). 4

Gambar. 2. 1.

Etiologi Etiologi hidramnion ini belum jelas. Secara teori hidramnion bisa terjadi karena : a. Produksi air tuban bertambah Yang diduga menghasilkan air tuban ialah epitel amnion, tetapi air tuban dapat juga bertambah karena cairan lain masuk ke dalam ruangan amnion misalnya air kencing anak atau cairan otak pada anencephalus.1,5,6 b. Pengaliran air tuban terganggu Air tuban yang telah dibuat dialirkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu jalan pengaliran ialah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus dan dialirkan ke placenta, akhirnya masuk kedalam peredaran darah ibu. Jalan ini kurang terbuka kalau anak tidak menelan seperti pada atresia aesophagei, anencephalus atau tumor-tumor placenta. 1,5,6

Kelainan kongenital yang sering menimbulkan polihidramnion adalah


1. Defek tabung neural 2. Obstruksi traktus gastrointestinal bagian atas 3. Hidrops fetalis (jenis imun dan nonimun) 4. Displasia skelet 5. Kelainan ginjal unilateral 6. Kelainan kromosom (trisomi 21, 18, dan 13)1

Epidemiologi Kasusnya berkisar 0.5 - 1 % dari kehamilan. Multigravida (hamil >1) lebih sering daripada primigravida (hamil pertama).1 Klasifikasi Hidramnion berdasarkan onset nya : 1. Hidramnion kronis Pertambahan air ketuban terjadi secara perlahan-lahan dalam beberapa minggu atau bulan dan biasanya terjadi pada kehamilan yang lanjut.4,5,7 2. Hidramnion akut Terjadi pertambahan air ketuban yang sangat tiba-tiba dan cepat dalam waktu beberapa hari saja. Biasanya terdapat pada kehamilan yang agak muda, bulan ke 5 dan ke 6. 4,5,7

Gambar. 2. 2.

Berdasarkan berat ringannya hidramnion dibagi menjadi : 1. Hidramnion ringan Didefinisikan sebagai kantung-kantung yang berukuran vertikal 8-11 cm, terdapat pada 80% kasus dengan cairan berlebihan. 1,4 2. Hidramnion sedang Didefinisikan sebagai kantung-kantung yang hanya mengandung bagianbagian kecil dan berukuran kedalaman 12-15cm, dijumpai pada 15 % kasus. 1,4 3. Hidramnion berat Didefinisikan adanya janin mengambang bebas dalam kantung cairan yang berukuran 16 cm atau lebih, terjadi hanya pada 5 % kasus. 1,4 Patogenesis Pada awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh cairan yang komposisinya sangat mirip dengan cairan ekstrsel. Selama paruh pertama kehamilan, pemindahan air dan molekul kecil lainnya berlangsung tidak saja melalui amnion tetapi juga menembus kulit janin. Selama trimester kedua, janin mulai berkemih, menelan, dan menghirup cairan amnion (Abramovich dkk. 1979; Duenhoelter dan Pritchard, 1976). Prosesproses ini hampir pasti secara bermakna mengatur pengendalian volume cairan. Walaupun pada kasus hidramnion epitel amnion sering dianggap sebagai sumber utama cairan amnion belum pernah ditemukan adanya perubahan histologik pada amnion atau perubahan kimiawi pada cairan amnion. 1 Karena dalam keadaan normal janin menelan cairan amnion, diperkirakan bahwa mekanisme ini adalah salah satu cara pengaturan volume cairan ketuban. Teori ini dibenarkan dengan kenyataan bahwa hidramnion hampir selalu terjadi apabila janin tidak dapat menelan, seperti pada kasus atresia esophagus. Proses ini jelas bukan satusatunya mekanisme untuk mencegah hidramnion. Pritchard (1966) dan Abramovich (1970) mengukur hal ini dan menemukan bahwa pada beberapa kasus hidramnion berat, janin menelan cairan amnion dalam jumlah yang cukup banyak. Pada kasus anensefalus dan spina bifida, factor etiologinya mungkin adalah meningkatnya transudasi cairan dari meningen yang terpajan ke dalam rongga 5

amnion. Penjelasan lain yang mungkin pada anensefalus, apabila tidak terjadi gangguan menelan, adalah peningkatan berkemih akibat stimulasi pusat-pusat di serebrospinal yang tidak terlindungi atau berkurangnya efek antidiuretik akibat gangguan sekresi arginin vasopresin. Hal yang sebaliknya telah dijelaskan, bahwa kelainan janin yang menyebabkan anuria hampir selalu menyebabkan oligohidramnion. 1 Pada hidramnion yang terjadi pada kahamilan monozigot, diajurkan hipotesis bahwa salah satu janin merampas sebagian besar sirkulasi bersama dan mengalami hipertrofi jantung, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan keluaran urin. Naeye dan Blanc (1972) menemukan pelebaran tubulus ginjal, pembesaran kandung kemih, dan peningkatan keluaran urin pada masa neonatus dini, yang mengisyaratkan bahwa hidramnion disebabkan oleh peningkatan produksi urin janin. Sebaliknya, donor dari pasangan transfuse transplsenta parabiotik mengalami penciutan tubulus ginjal disertai oligohidramnion. 1 Hidramnion yang sering terjadi pada diabetes ibu selama hamil trimester ketiga masih belum dapat diterangakan. Salah satu penjelasannaya adalah bahwa hiperglikemia ibu menyebabkan hiperglikemia janin yang menimbulkan diuresis osmotik. Barhava dkk (1994) membuktikan bahwa volume air ketuban trimester ketiga pada 399 diabetes gestasional mencerminkan status glikenik terakhir. Yasuhi dkk. (1994) melaporkan peningkatan produksi urin janin pada wanita diabetic yang puasa dibandingkan dengan control nondiabetik. Yang menarik, produksi urin janin meningkat pada wanita nondiabetik setelah makan, tetapi hal ini tidak dijumpai pada wanita diabetic. 1

Manifestasi Klinis Tanda dan gejala polihidramnion adalah sebagai berikut : 1. Pembesaran uterus, lingkar abdomen, dan tinggi fundus uteri jauh melebihi ukuran yang diperkirakan untuk usia kehamilan. 2. Dinding uterus tegang sehingga pada auskultasi bunyi detak jantung janin sulit atau tidak terdengar dan pada palpasi bagian kecil dan besar tubuh janin sulit ditemukan.

3. Pada hidramnion berat akan timbul dispnea, edema pada vulva dan ekstremitas bawah, nyeri tekan pada punggung abdomen, dan paha, nyeri ulu hati, mual dan muntah. 4. Letak janin sering berubah (letak janin tidak stabil).6

Diagnosis Banding Bila seorang ibu dengan perut yang lebih besar dari kehamilan yang seharusnya kemungkinan: 5 1. Gemeli 2. Asites 3. Kista Ovarii

Diagnosis a. Anamnesis Perut lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa Pada yang ringan keluhan-keluhan subyektif tidak banyak Pada yang akut dan pada pembesaran uterus yang cepat, maka terdapat keluhan-keluhan yang disebabkan karena tekanan pada organ, terutama pada diafragma, seperti sesak, nyeri ulu hati, dan sianosis Nyeri perut karena tegangnya uterus, mual dan muntah Edema pada tungkai, vulva, dinding perut Pada proses akut dan perut besar sekali, bisa syok, berkeringat dingin dan sesak.1,5,6 b. Inspeksi Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut berkilat, retakretak kulit jelas dan kadang-kadang umbilikus mendatar. Kalau akut si ibu terlihat sesak dan sianosis, serta terlihat payah membawa kandungannya. 5 c. Palpasi

Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi edema pada dinding perut, vulva dan tungkai. Fundus uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilan sesungguhnya. Bagian-bagian janin sukar dikenali karena banyaknya cairan. Kalau pada letak kepala, kepala janin bisa diraba, maka ballotement jelas sekali. Karena bebasnya janin bergerak dan kepala tidak terfiksir, maka dapat terjadi kesalahan-kesalahan letak janin. 5

d. Auskultasi Denyut jantung janin sukar didengar atau kalau terdengar halus sekali. 5

e. Pemeriksaan Ultrasonografi untuk memastikan diagnosis dan untuk mengetahui derajat berat ringannya hidramnion dengan melihat jumlah AFI (amniotic fluids index). 6 f. Rontgen foto abdomen Nampak bayangan berselubung kabur karena banyaknya cairan, kadang-kadang bayangan janin tidak jelas. Foto rontgen pada hidramnion berguna untuk diagnostik dan untuk menentukan etiologi, seperti anomali kongenital (anensefali atau gemeli). 5 g. Pemeriksaan dalam Selaput ketuban teraba tegang dan menonjol walaupun di luar his. 5

Tatalaksana Terapi hidramnion dibagi dalam 3 fase: a. Waktu hamil Hidramnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi dan diberikan terapi simtomatis

Pada hidramnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus dirawat di rumah sakit untuk istirahat sempurna. Berikan diet rendah garam. Obatobatan yang dipakai adalah sedativa dan obat diuresis. Bila sesak hebat sekali disertai sianosis dan perut tegang, lakukan pungsi abdominal pada kanan bawah umbilikus.4,5,7 Tujuan utama amniosintesis adalah untuk meredakan penderitaan ibu. Untuk mengeluarkan cairan amnion, masukkan sebuah kateter plastik yang secara erat menutupi sebuah jarum berukuran 18 melalui dinding abdomen yang telah dianastesi local ke dalam kantung amnion, jarum ditarik dan set infus intravena disambungkan ke kateter. Ujung selang yang berlawanan diturunkan kedalam sebuah silinder berskala yang diletakkan setinggi lantai, da kecepatan aliran air ketuban dikendalikan dengan klem putar sehingga dikeluarkan sekitar 500 ml/jam. Setelah sekitar 1500-2000 ml dikeluarkan, ukuran uterus biasanya telah cukup berkurang sehingga kateter dapat dikeluarkan dari kantung amnion. Pada saat yang sama, ibu mengalami kelegaan dramatic dan bahaya terlepasnya plasenta akibat dekompresi sangat kecil. Dengan menggunakan teknik aseptik ketat, tindakan ini dapat diulang secara bertahap sesuai kebutuhan agar ibu merasa nyaman. 1 b. Waktu partus Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita menunggu Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis, maka lakukan pungsi transvaginal melalui serviks bila sudah ada pembukaan. Bila sewaktu pemeriksaan dalam ketuban tiba-tiba pecah maka untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar dengan deras, masukkanlah tinju kedalam vagina sebagai tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan. 4,5,7 c. Waktu postpartum Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan postpartum, jadi sebaiknya lakukan pemeriksaan golongan dan transfusi darah atau donor serta sediakan obat uterotonika.

Untuk berjaga-jaga pasanglah infus untuk pertolongan perdarahan postpartum Kalau perdarahan banyak dan keadaan ibu setelah partus lemah, maka untuk menghindari infeksi berikan antibiotik yang cukup. 4,5,7

Komplikasi Komplikasi yang bisa tejadi adalah 1. Pre-eklampsia 2. KPD 3. Persalinan kurang bulan preterm 4. Perdarahan pra-persalinan 5. Malpresentasi janin 6. Ketuban pecah 7. Prolaps tali pusat 8. Gangguan pernafasan pada ibu6

Prognosis Pada janin, prognosisnya agak buruk (mortalitas 50 %) terutama karena : 1. Kongenital anomali 2. Prematurritas 3. Komplikasi karna keselamatan anak yaitu pada letak lintang atau tali pusat menumbung 4. Eritroblastosis 5. Diabetes melitus 6. Solusio plasenta kalau ketuban pecah tiba-tiba5 Pada ibu: 1. Solusio plasenta 2. Atonia uteri 3. Perdarahan post partum 4. Retensio plasenta 5. Syok 6. Kesalahan-kesalahan letak janin menyebabkan partus jadi lama dan sukar. 5

10

BAB III KESIMPULAN

Hidramnion atau poli hidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban (amnion) melebihi dari batas normal. Biasanya melebihi 2 liter (4-5 liter). Kasusnya berkisar 0.5 - 1 % dari kehamilan. Hidramnion berdasarkan berat-ringannya ada 3 yaitu: 1. Hidramnion ringan 2. Hidramnion sedang 3. Hidramnion berat Penegakkan diagnosa hidramnion berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (USG dan Rontgen). Tatalaksana hidramnion ini tergantung dari berat ringannya gejala.

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, dkk. Gangguan volume cairan amnion dalam buku Obsetri Williams edisi 21. Jakarta 2005, EGC. Hal 909-915 2. Mochtar Rustam. Anatomi dan fisiologi alat-alat kandungan, janin dan wanita hamil dalam buku Sinopsis Obstetri Jilid 1 edisi 2. Jakarta 1998, EGC. Hal 24-26 3. Benson Ralph. Penyesuaian fisiologi ibu terhadap kehamilan dalam buku saku Obstetri dan ginekologi edisi 9. Jakarta 2008, EGC. Hal 86 4. Sinclair Constance. Komplikasi kehamilan dan penatalaksanaannya dalam buku saku kebidanan. Jakarta 2009, EGC. Hal 103-104 5. Mochtar Rustam. Komplikasi akibat langsung kehamilan dalam buku Sinopsis Obstetri Jilid 1 edisi 2. Jakarta 1998, EGC. Hal 251-255 6. Varney Helen, Kriebs M Jan. penapisan dan penatalaksanaan kolaboratif komplikasi antepartum dalam buku ajar asuhan kebidanan edisi 4 volume 1. Jakarta 2006, EGC. Hal 634 7. Llewellyn Derek. Penyakit plasenta dan membran dalam buku dasar-dasar obsetri dan ginekologi edisi 6. Jakarta 2001, Hipokrates. Hal 137.

12

You might also like