You are on page 1of 16

Subiyanto (406107057) BAB I PENDAHULUAN

Displasia bronkopulmoner (bronchopulmoner dysplasia, BPD) merupakan diagnosis klinis yang ditentukan berdasarkan ketergantungan oksigen dalam periode waktu tertentu setelah lahir, dan disertai gambaran radiologis tertentu sesuai dengan kelainan anatomi.1,2 Gambaran BPD terus berkembang sesuai dengan semakin banyaknya pemberian steroid antenatal dan surfaktan pascanatal. Tatalaksana tersebut dapat menurunkan insiden dan derajat sindrom distres pernapasan, serta meningkatkan angka keberhasilan bayi hidup yang sangat kecil dan imatur (usia gestasi <30 minggu atau berat lahir <1250 gr).3,4 Faktor resiko terjadinya BPD adalah multifaktorial. Hal ini berhubungan langsung dengan derajat penyakit paru yang mendasarinya sebagian besar sindrom distres pernapasan), lama pemakaian ventilator, dan lama pemberian oksigen. 3,4 Insiden BPD tampaknya akan terus berkembang dalam hubungannya dengan peningkatan kelangsungan hidup pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah yang dirawat dan sembuh dari sindrom distres pernapasan.5,6 Tujuan utama dari pencegahan BPD adalah untuk menghindari atau meminimalkan perluasan penyakit yang dapat menghasilkan konsekuensi seumur hidup termasuk kelainan paru persisten. Tatalaksana BPD saat ini untuk mengurangi derajat keparahannya.7

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012

Subiyanto (406107057) BAB II BRONKOPULMONER DISPLASIA

II.1

Definisi Displasia bronkopulmoner (bronchopulmoner dysplasia, BPD) merupakan

diagnosis klinis yang ditentukan berdasarkan ketergantungan oksigen dalam periode waktu tertentu setelah lahir, dan disertai gambaran radiologis tertentu sesuai dengan kelainan anatomi. Sejauh ini belum ditemukan definisi fisiologis yang tepat. Dengan berkembangnya gejala klinis BPD selama 30 tahun terakhir, maka berkembang pula definisi BPD. Displasia bronkopulmoner pertama kali di laporkan oleh Northway dkk. Pada tahun 1967 berdasarkan perubahan radiologis pada bayi prematur yang menderita sindrom distres perapasan setelah bayi lahir, mendapatkan terapi ventilator dan ketergantungan oksigen. Meskipun penyakit respiratorik akut membaik, tetapi kebutuhan oksigen meningkat setelah 7-10 hari, bahkan menetap hingga 28 hari setelah lahir.1.2 Definisi BPD menurut Northway telah dimodifikasi. Bancalari menyatakan bayi prematur dengan sindrom pernapasan yang tidak berat yang membutuhkan ventilator jangka pendek, tetapi gejala respiratorik menetap dan membutuhkan oksigen minimal selama 28 hari setelah lahir, disertai kelainan radiologis. Gambaran BPD terus berkembang sesuai dengan semakin banyaknya pemberian steroid antenatal dan surfaktan pascanatal. Tatalaksana tersebut dapat menurunkan insiden dan derajat sindrom distres pernapasan, serta meningkatkan angka keberhasilan bayi hidup yang sangat kecil dan imatur (usia gestasi <30 minggu atau berat lahir <1250 gr). Bayi bayi tersebut mempunyai penyakit paru kronik yang lebih ringan. Shennan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012

Subiyanto (406107057) mengatakan morbiditas paru yang didapatkan mudah diprediksi dengan melihat kebutuhan oksigen minimal pada usia 36 minggu pasca konsepsi (postconseptual age,PCA). Shenna merekomendasikan bahwa ketergantungan oksigen selama 36 minggu PCA, termasuk 28 minggu setelah lahir, digunakan sebagai definisi BPD karena lebih relevan secara klinis.1,2,3 Beberapa bayi dengan berat badan sangat rendah (BBLSR), bayi prematur yang lahir antara 23-28 minggu gestasi dan berat badan lahir <1250gr, membutuhkan oksigen lebih tinggi selama 1-2 minggu setelah lahir, mekipun sebelumnya tidak terdapat penyakit paru dan juga tidak mendapat ventilator atau terapi oksigen. Tipe BPD tersebut dikenal sebagai tipe BPD atipikal. Hingga saat ini definisi BPD hanya berdasarkan kebutuhan oksigen dalam waktu tertentu, tanpa memerhatikan terapi adjuvan seperti pemberian diuretik, retriksi cairan, bronkodilator, atau steroid yang mempengaruhi oksigen. Masalah yang ditimbulkan adalah kesulitan penentuan insidens dan prevalens yang akurat dari BPD, dan kesulitan membandingkan terapi atau keluaran diantara pusat rumah sakit yang berbeda.2.3 Usia Gestasional < 32 Minggu 32 Minggu Waktu penentuan 36 minggu pascakonsepsi Usia > 28 hari tetapi < 56 diagnostic atau saat diizinkan pulang, hari, atau saat diizinkan bergantung pada yang pulang

mana yang lebih dulu Terapi oksigen > 21% BPD ringan untuk minimal 28 hari Bernapas dengan udara Bernapas ruangan minggu pada pasca usia dengan udara

36 ruangan pada usia 56 hari

konsepsi atau saat diizinkan pulang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012

Subiyanto (406107057) atau saat diizinkan pulang Kebutuhan oksigen < 30% Kebutuhan oksigen < 30% pada usia 36 minggu pasca pada usia 56 hari, atau saat konsepsi BPD berat atau saat diizinkan pulang

BPD sedang

diizinkan pulang Kebutuhan oksigen 30% Kebutuhan oksigen 30% dan/ udara tekanan positif dan/ udara tekanan positif (PPV atau NCPAP) pada (PPV atau NCPAP) pada 36 minggu PMA atau saat usia 56 hari atau saat diizinkan pulang diizinkan pulang

II.2 Epidemiologi Faktor resiko terjadinya BPD adalah multifaktorial. Hal ini berhubungan langsung dengan derajat penyakit paru yang mendasarinya sebagian besar sindrom distres pernapasan), lama pemakaian ventilator, dan lama pemberian oksigen. Displasia bronkopulmoner terjadi pada 26% bayi hampir aterm yang menderita penyakit paru yang berat (misalnya sindrom distres pernapasan, aspirasi mekonium, pneumonia, sepsis dan 50% pada bayi yang menderita hipoplasia pulmoner.3,4 Insidens BPD bergantung pada definisi yang digunakan. Terdapat kurang dari 50% bayi prematur yang membutuhkan suplementasi oksigen pada 28 hari setelah bayi lahir yang tetap bergantung pada oksigen pada 36 minggu PCA. Pada populasi neonatus dengan BBLSR (<1500gr), insidens ketergantungan oksigen pada 28 hari setelah lahir adalah sekitar 30% hingga 50%, pada 36 minggu PCA insidens ketergantungan oksigen pada bayi yang sama menurun menjadi 4-30%. Sekitar 60% bayi dengan BBLSR membutuhkan ventilator dan surfaktan, dan bergantung pada Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012

Subiyanto (406107057) oksigen hingga 28 hari, dan 30% dari bayi dengan BBLSR tetap bergantung pada oksigen pada 36 minggu PCA. Di Amerka Serikat, insiden BPD bervariasi antara 1757%.4 Beberapa studi menunjukkan bahwa sepertiga bayi dengan BBLSR mengalami bentuk ringan dari BPD atipikal. Insidens BPD berbanding terbalik dengan usia saat bayi dilahirkan dan berat badan lahir. Oleh karena itu, insidens BPD lebih tinggi pada bayi bayi prematur dan berat badan rendah. Semakin banyak bayi prematur yang bertahan hidup, maka jumlah total anak anak yang menderita BPD juga meningkat, meskipun secara klinis derajatnya lebih ringan.1

II.3 Etiologi Displasia bronkopulmoner terjadi pada bayi yang mendapat ventilator dan terapi oksigen konsentrasi tinggi dalam jangka panjang. Pemberian terapi oksigen konsentrasi tinggi ini sebenarnya bertujuan untuk mengobati sindrom gawat pernafasan pada bayi baru lahir. Cedera paru-paru ini bisa disebabkan oleh meningkatnya tekanan dalam paru-paru karena ventilator mekanik atau karena keracunan oksigen yang terjadi akibat paparan oksigen dalam konsentrasi tinggi dan jangka panjang.4,5

II.4. Faktor resiko Prematuritas Infeksi saluran pernafasan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012

Subiyanto (406107057) Penyakit jantung bawaan Penyakit berat lainnya pada bayi baru lahir yang memerlukan terapi oksigen atau ventilator.4,6

II.5 Patogenesis Pada awalnya, BPD dipercaya sebagai akibat trauma langsung dari ventilator, dan toksisitas oksigen. Akan tetapi dalam perkembangan nya, dengan adanya perubahan gejala klinis dan adanya ketergantungan oksigen pada bayi tanpa sindrom distres pernapasan, atau pada bayi yang awalnya tidak diberi oksigen, akhirnya diketahui bahwa inflamasi merupakan penyebab utama BPD. Bukti bahwa respons inflamasi menyertai sindrom distres pernapasan adalah ditemukan nya sel sel inflamasi yang teraktivasi, mediator inflamasi dan sitokin stokin pada bayi yang menderita BPD. Faktor faktor seperti macrophage protein-1 dan interleukin 8 (IL-8) yang ditemukan disaluran respiratorik, dan penurunan sitokin counter regulatory seperti IL-10 menyebabkan inflamasi persisten. Sel sel inflamasi banyak ditemukan diruang antar sel maupun rongga udara, selain itu sel epitel paru juga mensintesis mediator mediatr inflamasi. Produksi radikal bebas oleh karena besi bebas pada rongga udara menyebabkan terbentuknya TGF- dan fibrosis.3,7 Barotrauma dan volutrauma akibat repirator dapat merusak jalan napas dan parenkim paru secara langsung ataupun tidak langsung, intubasi menyebaban kerusakan permukaan saluran respiratorik lokal, mengganggu aktivitas silier, dan sebagai jalan masuk langsung bakteri patogen dan gas eksogen pada saluran respiratorik. Kebocoran udara, misalnya pada emfisema intertsisial paru, semakin merusak jaringan paru. Paparan oksigen menyebabkan timbulnya radikal bebas toksik Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012

Subiyanto (406107057) yang dapat menyebabkan kerusakan akut pada jaringan, dan menghambat perbaikan dan perkembangan paru.7,8 Bayi dengan paru yang masih imatur dapat mudah mengalami kerusakan dan lebih sulit mengalami perbaikan. Dari hasil autopsi ditemukan abnormalitas perkembangan dan morfologi paru pada bayi yang menderita BPD, dengan penurunan pembentukan alveoli dan septum. Diketahui juga bahwa alveoli terus berkembang hingga usia 5 tahun, sehingga sebagian besar bayi dengan BPD membaik secara klinis meskipun patologis dan radiologis biasa nya menetap hingga dewasa.8

II.6 Gejala klinis Gejala klinis BPD meliputi takipnea, retraksi, mengi, dan ronki. Resiko terjadinya infeksi juga meningkat pada akhir minggu pertama setelah lahir, lalu

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012

Subiyanto (406107057) menetap pada awal minggu ketiga. Eksaserbasi terjadi berhubungan dengan edeme paru, infeksi, atau gagal jantung.5 Northway menggambarkan empat stadium radiologis BPD sebagai berikut: 1. Sindrom distres pernapasan. 2. Diffusely hazy 3. Diffusely bubbly, pola intersisial 4. Hiperaerasi, hiperlusen fokal

Stadium tersebut sesuai dengan progesivitas patologi, dari sindrom distres pernapasan akut hingga edema paru, inflamasi, metaplasia sel skuamosa, dan akhirnya Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012

Subiyanto (406107057) emfisema, fibrosis, atelektaksis, dan penebalan otot polos peribronkial dan perivaaskular. Akan tetapi, lesi pada pasien BPD tergambarkan lenih baik pada CTscan dari pada rontgen. Pada CT-scan dapat ditemukan area hiperaerasi multifokal, beberapa opasitas linier subpleura, dan menyingkirkan bronkiektasis jika didapatkan gambaran sekuele dari BPD.6,7 Displasia bronkopulmoner sering disertai dengan bronkospasme, episode sianosis, dan hipoksemia kronik. Abnormalitas fungsi paru pada bayi BPD meliputi penurunan komplians paru, ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, serta peningkatan volume paru, tahanan saluran repiratorik, dan air trapping. Perbaikan klinis BPD dinyatakan dengan perkembangan somatik yang membaik.7 Abnormalitas uji fungsi paru menetap pada anak usia sekolah dengan riwayat BPD. Abnormalitas tersebut mencakup penurunan kapasitas vital paru, volume ekspirasi paksa (forced expiratory volume, FEV), aliran ekspirasi biasa, dan peningkatan volume residu. Uji fungsi paru biasanya membaik pada usia 7-11 tahun. Sekitar 50% anak anak dengan riwayat BPD mempunyai hiperreaktifitas bronkus meskioun tidak terdapat riwayat mengi. Suatu studi kohort menyatakan bahwa BBLSR yang menderita BPD memiliki kelemahan motorik dan berisiko lebih tinggi terhadap retardasi mental.5,6 II.7 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan:

Roentgen dada Gas darah arteri CT scan thorak oksimetri.4

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012

Subiyanto (406107057)

II.8

Tatalaksana Tujuan tatalaksana BPD adalah mengurangi keluhan repiratorik, memperbaiki

fungsi paru, meminimalkan jejas paru dan inflamasi, memberikan oksigenasi adekuat, dan memfasilitasi perkembangan paru. Meskipun pemberian diuretik dapat mengurangi edema paru dan kebutuhan oksigen, tetapi dapat juga menurukan elektrolit, memicu bone loss, dan nefrokalsinosis. Kortikosteroid sistemik dosis tinggi memfasilitasi ekstubasi dan menurunkan bantuan pernapasan dan paparan oksigen. Akan tetapi, keuntungan jangka pendek tersebut menyebabkan komplikasi yang serius seperti hiperglikemi, hipertensi, perforasi usus halus, infeksi, menghambat pertumbuhan otak dan somatik, serta menghambat perkembangan neuromotor (cerebral palsy,CP). Kortikosteroid pascanatal tidak menunjukkan keuntungan jangka panjang. Hingga saat ini belum diketahui hubungan antara efek steroid sistemik tersebut dan jenis steroid, dosis yang digunakan atau durasi pengobatan. Penggunaan steroid aerosol menunjukkan komplikasi yang lebih sedikit, tetapi efek terapi nya kurang efektif. Karena efek samping jangka pendek maupun jangka panjang steroid itulah maka direkomendasikan bahwa penggunaan steroid pascanatal hanya pada keadaan klinis khusus seperti gagal napas berat dengan oksigen maksimal. Kemungkinan pengobatan yang digunakan untuk menurunkan ketergantungan oksigen lebih merusak dari pada oksigen itu sendiri.6,9 Banyak bayi prematur terpapar dengan peningkatan konsentrasi oksigen, sedangkan enzim antioksidan endogen relatif kurang saat lahir. Pemberian recombinant human superoxide dismutase (rhSOD) dapat mengurangi jejas paru baik pada kultur sel maupun pada binatang percobaan. Pada suatu studi, rhSOD Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012

10

Subiyanto (406107057) diinstilasikan pada trakea setelah pemberian dosis awal surfaktan eksogen dan di lanjutkan hingga 28 hari atau selama penggunaan ventilator. Dari studi tersebut didapatkan hubungan antara pemakaian rhSOD, penurunan derajat perdarahan

intravaskular, dan leukomalasia periventrikular. Akan tetapi, pemberian antioksidan untuk pencegahan dan terapi masih perlu dievaluasi lebih lanjut.9 Perkembangan paru terjadi akibat keseimbangan antara pengaruh stimulan dan inhibitor, yaitu glukokortikoid dan TGF-. Glukokortikoid mendorong pematangan struktur parenkim, meningkatkan surfaktan dan komplians paru, meningkatkan klirens air pada paru, menurunkan permeabilitas vaskular. Hasil akhirnya adalah perbaikan fungsi paru, respons yang lebih baik terhadapt surfaktan, dan peningkatan harapan hidup. Sebaliknya, TGF- menghambat perkembangan paru.7,8 Studi yang dilakukan oleh Cole pada tahun 1999 menyatakan bahwa pemberian inhalasi beklometason tidak mencegah terjadinya BPD, tetapi berhubungan dengan penurunan glukokortikoid sistemik dan ventilator. Deksametason diberikan dengan dosis 0,2-0,5 mg/kgBB po/iv dan dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,1 mg/kgBB po/iv selama 6-8 jam. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan dosis dan cara pemberian glukokortikoid pada pasien BPD.9 Nitric oxide (NO) merupakan regulator penting pada tonus vaskular paru, dan NO sintase dapat di temukan pada endotel vaskular dan epitel bronkus. Inhalasi NO dapat meningkatkan aliran darah paru, menurunkan tahanan vaskular paru, dan memperbaiki oksigenasi.9

NUTRISI

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012

11

Subiyanto (406107057) Nutrisi yang optimal, termasuk energi yang cukup dan vitamin, sangat penting untuk perkembangan dan perbaikan paru. Malnutrisi dapat menurunkan fungsi maupun ukuran paru. Anak yang menderita BPD biasanya mengalami gangguan pertumbuhan karena kebutuhan nutrisi dan kalori meningkat, sementara asupan nutrisi kurang optimal. Intoleransi makanan, refluks gastroesofagus, kesulitan makan (oral aversion), restriksi cairan, hipoksemia, dan infeksi berulang menyulitkan pemenuhan kebutuhan nutrisi dan berperan pada gagal tumbuh. Terapi di fokuskan pada pembatasan katabolisme, peningkatan status anabolik, serta pemberian kalori dan nutrisi tambahan untuk memperbaiki jaringan dan pertumbuhan. Setelah pulang, anak yang menderita BPD tetap membutuhkan kalori dan nutrisi tambahan. Pemenuhan nutri tambahan dibutuhkan anak minimal selama satu tahun PSA.9 Nutrisi yang penting untuk mencegah atau mengobati BPD adalah inositol, asam lemak, karnitin, sistein, serta vitamin A, C, dan E. Hingga saat ini hanya vitamin A parentral yang diberikan setelah lahir . Vitamin A, C dan E adalah nutrisi antioksidan yang bisa mencegah peroksidase lipid dan menjaga integritas dinding sel. Akan tetapi, vitamin E dalam neonatus preterm tidak dapat mencegah BPD. Neonatus preterm mungkin kekurangan vitamin A dan banyak penelitian tetntang penambahan vitamin A dapat mencegah BPD dalam neonatus preterm. Memberikan energi dan nutrisi yang cukup secepat mungkin sangat penting. Mengawali nutrisi parentral dengan protein, lemak, karbihidrat, vitamin, dan mineral dalam 24-48 jam setelah lahir dapat mencegah kehilangan protein, meminimalkan katabolisme, mencegah defisiensi asam lemak esensial, dan menyediakan vitamin dan mineral.9 Air susu ibu (ASI) membantu memberikan keuntungan imunologis spesifik pada bayi yang menderita BPD. Di dalam kandungan ASI terdapat inositol yang Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012

12

Subiyanto (406107057) merupakan suplemen nutrisi yang penting untuk pertumbuhn dan perkembangan komponen surfaktan. Selain itu, ASI juga dibutuhkan untuk memperoleh proteinyang adekuat, kalori, dan mineral pada semua bayi dengan berat badan lahir <1500gr. Susu formula dapat digunakan sebagai alternatif jika ASI tidak tersedia. Baik ASI maupun susu formula dapat menjaga keseimbangan nutrisi, dimana kalori dapat ditingkatkan hingga 30kkal/onz jika dibutuhkan retriksi cairan untuk menurunkan edema paru. Pengukuran parameter pertumbuhan seperti berat badan, lingkar lengan, dan lingkar kepala dilakukan sesering mungkin untuk menetukan kebutuhan nutrisi.6 II.9. Pencegahan Terapi steroid prenatal dan surfaktan postnatal telah dibuktikan meingkatkan kelangsungan hidup pada bronkopulmoner diplasia. Pencegahan kehamilan prematur dan korioamnionitis dapat menurunkan insiden bronkopulmoner displasia. Dari segi pemakaian ventilator ( ekstubasi dini, pemakaian CPAP) dan pengaturan cairan mungkin menurunkan insiden dan keparahan dari bronkopulmoner displasia. Memaksimalkan nutrisi , memonitor pemasukkan cairan, pemakaian diuretik untuk perbaikan paru.10

II.10. Komplikasi infeksi post natal atau sepsis gangguan pendengaran retinopathy of prematurity yang berat10

II.11 Prognosis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012

13

Subiyanto (406107057) Sebagian bayi dengan BPD dapat bertahan hidup, tetap terdapat peningkaan resiko infeksi, hiperreaktifitas saluran respiratorik, disfungsi jantung, dan kelainan neurologis. Dua puluh empat persen dari bayi dengan BPD klasik akan mempunyai keluhan respiratorik hingga dewasa. Meskipun BPD ringan berhubungan dengan hasil yang lebih baik, tetapi anak yang menderita BPD mempunyai reesiko dua kali lebi besar untuk menderita mengi asma, atau infeksi saluran respiratorik bawah, dibandingkan dengan anak-anak tanpa BPD. Pada beberapa laporan, 50% dari seluruh bayi BBLSR dengan riwayat BPD kembali masuk rumah sakit pada 12-24 bulan pertama setelah lahir, dan 50% mempunyai riwayat mengi atau asma pada masa anakanak. Resiko kejadian akut yang mengancam jjiwa (20%) atau kematian mendadak (3%) kebih tinggi pada bayi BBLSR dengan BPD. 8

BAB III KESIMPULAN Displasia bronkopulmoner (bronchopulmoner dysplasia, BPD) merupakan diagnosis klinis yang ditentukan berdasarkan ketergantungan oksigen dalam periode waktu tertentu setelah lahir, dan disertai gambaran radiologis tertentu sesuai dengan kelainan anatomi. Insidens BPD berbanding terbalik dengan usia saat bayi dilahirkan dan berat badan lahir. Oleh karena itu, insidens BPD lebih tinggi pada bayi bayi prematur dan berat badan rendah. Semakin banyak bayi prematur yang bertahan hidup, maka Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012

14

Subiyanto (406107057) jumlah total anak anak yang menderita BPD juga meningkat, meskipun secara klinis derajatnya lebih ringan. Displasia bronkopulmoner terjadi pada bayi yang mendapat ventilator dan terapi oksigen konsentrasi tinggi dalam jangka panjang. Cedera paru-paru ini bisa disebabkan oleh meningkatnya tekanan dalam paru-paru karena ventilator mekanik atau karena keracunan oksigen yang terjadi akibat paparan oksigen dalam konsentrasi tinggi dan jangka panjang. Gejala klinis BPD meliputi takipnea, retraksi, mengi, dan ronki. Resiko terjadinya infeksi juga meningkat pada akhir minggu pertama setelah lahir, lalu menetap pada awal minggu ketiga. Eksaserbasi terjadi berhubungan dengan edeme paru, infeksi, atau gagal jantung. Tujuan tatalaksana BPD adalah mengurangi keluhan repiratorik, memperbaiki fungsi paru, meminimalkan jejas paru dan inflamasi, memberikan oksigenasi adekuat, dan memfasilitasi perkembangan paru.

DAFTAR PUSTAKA

1. Greenhough A, Premkumar M, Patel D. Ventilatory strategies for the extremely premature infant. Paediatric Anaesthesia 2008;18(5)371-377. 2. Baraldi E, Fillipone M. Chronic lung disease after premature birth. N Engl J Med 2007;357(19):1946-1955. 3. Ramanathan R. Optimal ventilatory strategies and surfactant to protect the preterm lungs. Neonatology 2008;93(4):302-308.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012

15

Subiyanto (406107057) 4. Walsh MC, Yao Q, Gettner P, Hale E, Collins M, Hensman A, et al. Impact of a physiologic definition on bronchopulmonary dysplasia rates. Pediatrics

2004;114(5)1305-1311. 5. Tin W, Wiswell TE. Adjunctive therapies in chronic lung disease: examining the evidence. Semin Fetal Neonatal Med 2008;13(1)44-52. 6. Ambalavanan N, Carlo W. Ventilatory strategies in the prevention and management of bronchopulmonary dysplasia. Semin Perinatol 2006;30(4):192-199. 7. Kinsella J, Greenough A, Abman SA. Bronchopulmonary dysplasia. Lancet 2006;367(9520):1421-1431. 8. Bhandari A, Panitch HB. Pulmonary outcomes in bronchopulmonary dysplasia. Semin Perinatol 2006;30(4)219-226. 9. Cerny L, Torda JS, Rehan VK. Prevention and treatment of bronchopulmonary dysplasia: contemporary status and future outlook. Lung 2008;186(2):75-89. 10. Driscoll, W. Bronchopulmonary Dysplasia. 2007. Available from:

www.emedicine.com. Accessed July 17th,2012.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 21 Mei 2012 28 Juli 2012

16

You might also like