You are on page 1of 24

c

a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
Bab 5
Bilangan dan Fungsi Kompleks
Pada BAB ini dibahas mengenai konsep-konsep bilangan dan variabel kom-
pleks serta penggunaannya dalam penyelesaian persoalan sika.
5.1 Bagian Real dan Imajiner
Bilangan kompleks terdiri dari dua bagian yaitu bagian real dan bagian ima-
jiner. Misalnya bilangan kompleks yang dinyatakan dengan 5+3i maka angka
5 merupakan bagian real sedangkan angka 3 disebut bagian imajiner dari bi-
langan kompleks tersebut. Dalam penulisan bilangan kompleks i =

1
atau i
2
= 1. Perlu diperhatikan bahwa bagian imajiner suatu bilangan
kompleks bukanlah imajiner.
Bilangan kompleks dapat dinyatakan sebagai pasangan antara bagian real
dan bagian imajinernya. Jadi misalnya 5 +3i dapat dituliskan sebagai (5,3).
5.2 Bidang Kompleks
Karena bilangan kompleks biasa dituliskan dalam bentuk pasangan bilang-
an sebagaimana pasangan titik dalam sistem koordinat xy, maka sebuah
bilangan kompleks dapat juga digambarkan sebagai titik dalam bidang kom-
pleks. Bidang kompleks sering disebut diagram Argand. Sumbu mendatar
(sumbu x) menggambarkan bagian real sedangkan sumbu tegak (sumbu y)
menggambarkan bagian imajiner sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar
5.1. Ini mirip dengan representasi titik dalam sistem koordinat kartesian.
Sebagaimana diketahui bahwa suatu titik dalam bidang xy juga dapat
dinyatakan dalam ungkapan polar, maka bilangan kompleks juga dapat di-
repesentasikan dalam bentuk polar yaitu (r, ). Hubungan antara x dan y
93
94 Bilangan dan Fungsi Kompleks
z = 5 + 3i
(5,3)
z = 8 6i
( 8, 6)
Gambar 5.1: Bidang kompleks.
dengan r dan adalah
x = r cos
y = r sin
Jadi suatu bilangan kompleks z dapat dinyatakan dalam representasi
z = x + iy = r(cos + i sin ) = re
i
(5.1)
r dinamakan modulus atau nilai mutlak dari z dan (dalam radian) disebut
sudut dari z.
5.3 Aljabar Kompleks
Menjadikan bentuk x + iy
Setiap bilangan kompleks dapat dinyatakan dalam bentuk x + iy.
Contoh 1
(1 + i)
2
= (1 + i)(1 + i) = 1 + 2i + i
2
= 1 + 2i 1 = 2i
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
5.3 Aljabar Kompleks 95
Contoh 2
2 + i
3 i
=
2 + i
3 i
2 + i
3 + i
=
6 + 5i + i
2
9 i
2
=
5 + 5i
10
=
1
2
+
1
2
i
Contoh 3
Nyatakan z =
1
2(cos 30

+ i sin 30

)
dalam bentuk x + iy.
Karena 30

= /6 rad maka
z =
1
2(cos 30

+ i sin 30

)
=
1
2
_
cos

6
+ i sin

6
_ =
1
2e
i/6
=
1
2
e
i/6
=
1
2
(cos /6 i sin /6) =
_

3
4
i
1
4
_
Konjugat kompleks (Complex conjugate)
Konjugat dari suatu bilangan kompleks z = x + iy dinyatakan dengan z =
xiy. Konjugat dari suatu bilangan kompleks diperoleh dengan mengalikan
bagian imajinernya dengan 1.
Contoh
z =
2 3i
i + 4
= z =
2 + 3i
i + 4
Nilai mutlak
Nilai mutlak (modulus) dari suatu bilangan kompleks z = x + iy meng-
gambarkan jarak titik yang direpresentasikan dengan (x, y) dengan pusat
koordinat di bidang kompleks. Dengan demikian dinyatakan dalam bentuk
|z| = r =
_
x
2
+ y
2
=

z z (5.2)
Persamaan Kompleks
Dua buah bilangan kompleks dikatakan sama jika bagian real bilangan kom-
pleks pertama sama dengan bagian real bilangan kompleks kedua dan bagian
imajiner bilangan kompleks pertama sama dengan bagian imajiner bilangan
kompleks kedua. Misalnya jika x+iy = 2+3i maka berarti x = 2 dan y = 3.
96 Bilangan dan Fungsi Kompleks
Contoh
Tentukan x dan y jika (x + iy)
2
= 2i
(x + iy)
2
= x
2
+ i2xy y
2
= 2i
Dengan demikian diperoleh hubungan
x
2
y
2
= 0 = y = x
2xy = 2
Selanjutnya diperoleh
2x
2
= 2 atau 2x
2
= 2
Karena x harus real maka x
2
tidak mungkin negatif, dengan demikian didapat
x
2
= 1 dan y = x. Sehingga solusi persamaan tersebut adalah x = y = 1
atau x = y = 1.
5.4 Fungsi Eksponensial dan Trigonometri
Karena z = x + iy, maka dapat dituliskan bentuk berikut
e
z
= e
x+iy
= e
x
e
iy
= e
x
(cos y + i sin y) (5.3)
Sedangkan telah ditunjukkan sebelumnya dalam persamaan 5.1 bahwa bi-
langan kompleks dapat direpresentasikan dalam bentuk eksponensial (yang
disebut sebagai rumus Euler) yaitu
e
i
= cos + i sin (5.4)
Dengan menggunakan rumus Euler tersebut dapat diperoleh bentuk
e
i
= cos i sin (5.5)
Bila persamaan 5.4 dan persamaan 5.5 dijumlahkan maka akan diperoleh
ungkapan untuk cos , sedangkan bila persamaan 5.4 dikurangi dengan per-
samaan 5.5 maka akan dapat diperoleh ungkapan untuk sin sebagai berikut
sin =
e
i
e
i
2i
cos =
e
i
+ e
i
2
(5.6)
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
5.5 Fungsi Hiperbolik 97
5.5 Fungsi Hiperbolik
Dengan menggunakan rumusan Euler, maka dapat pula diperoleh ungkapan
yang lebih umum untuk bilangan kompleks z, yaitu
sin z =
e
iz
e
iz
2i
cos z =
e
iz
+ e
iz
2
(5.7)
Tinjau suatu bilangan kompleks yang murni imajiner z = iy, maka dapat
dinyatakan
sin z =
e
i(iy)
e
i(iy)
2i
=
e
y
e
y
2i
= i
e
y
e
y
2
cos z =
e
i(iy)
+ e
i(iy)
2
=
e
y
+ e
y
2
=
e
y
+ e
y
2
(5.8)
Persamaan 5.8 memberikan denisi tentang fungsi sinus hiperbolik (sinh)
dan cosinus hiperbolik (cosh), yang secara umum dituliskan dalam bentuk
sinh z =
e
z
e
z
2
cosh z =
e
z
+ e
z
2
(5.9)
Beberapa fungsi hiperbolik lainnya dapat diperoleh sebagaimana fungsi tri-
gonometri biasa, yaitu
tanh z =
sinh z
cosh z
, coth z =
1
tanh z
sech z =
1
cosh z
, csch z =
1
sinh z
(5.10)
Dari persamaan 5.8 dapat juga dituliskan bahwa
sin iy = i sinh y
cos iy = cosh y
(5.11)
5.6 Logaritma
Misalkan suatu bilangan kompleks z dan w di mana hubungannya dinyatak-
an dengan z = e
w
yang berarti w = ln z. Kemudian jika z = re
i
, maka
diperoleh
w = ln z = ln(re
i
) = ln r + ln e
i
= ln r + i (5.12)
98 Bilangan dan Fungsi Kompleks
Contoh 1
Tentukanlah ln(1).
Dalam ungkapan koordinat polar sebagaimana yang telah dibahas sebelum-
nya, z = 1 dapat dinyatakan dengan bentuk eksponensial dengan r = 1
dan = , , 3, 3, . . . sehingga
ln(1) = ln(1) + i = 0 + i( 2n) = i, i, 3i, . . .
Contoh 2
Tentukan ln(1 + i).
Dengan menggunakan ungkapan dalam koordinat polar dapat diperoleh bah-
wa untuk z = 1 + i berarti r =

2 dan = /4 2n. Dengan demikian


ln(1 + i) = ln(

2) + i
_

4
2n
_
5.7 Penggunaan Bilangan Kompleks dalam Per-
soalan Fisika
Berikut ini diberikan beberapa contoh penggunaan bilangan kompleks dalam
persoalan sika.
Kinematika
Sebagaimana sistem koordinat kartesian dua dimensi, bidang kompleks da-
pat digunakan untuk mendeskripsikan gerak suatu benda. Jika z menyatakan
posisi suatu benda, maka jika posisinya berubah tiap saat maka dapat di-
nyatakan bahwa z(t).
Misalkan posisi benda tiap saat dinyatakan dengan z = 5e
it
di mana
suatu konstanta. Tentukan laju, besar percepatan dan deskripsi gerak benda
tersebut.
Laju gerak benda adalah
v =
dz
dt
=
d
dt
5e
it
= 5ie
it
= iz
Percepatan gerak benda adalah
a =
dv
dt
=
d
dt
(5ie
it
) = 5
2
e
it
=
2
z
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
5.7 Penggunaan Bilangan Kompleks dalam Persoalan Fisika 99
Gambar 5.2: Rangkaian seri RLC dengan sumber tegangan bolak-balik.
Terlihat dari percepatan gerak benda, bahwa percepatan gerak benda sama
dengan suatu konstanta dikalikan dengan posisi benda dan hal ini menya-
takan suatu gerak harmonik.
Rangkaian AC
Dalam rangkaian arus bolak-balik dengan komponen R (resistor), L (induk-
tor) dan C (kapasitor), sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 5.2, mi-
salnya arus total yang mengalir pada rangkaian dinyatakan dengan bentuk
fungsi harmonik I = I
0
sin t. Jika V
R
adalah beda tegangan pada kaki-kaki
resistor R dan I adalah kuat arus yang mengalir pada hambatan tersebut,
maka berdasarkan hukum Ohm dapat dinyatakan
V
R
= IR (5.13)
sedangkan hubungan antara tegangan pada induktor L dengan kuat arus
dinyatakan dengan
V
L
= L
dI
dt
(5.14)
dan tegangan pada kapasitor dinyatakan dengan
dV
C
dt
=
I
C
= V
C
=
1
C
_
I dt (5.15)
100 Bilangan dan Fungsi Kompleks
Bentuk arus setiap saat tersebut bila dinyatakan dengan bilangan kompleks
adalah I = I
0
sin t = I
0
e
it
, maka
V
R
= RI = RI
0
e
it
= RI (5.16)
V
L
= L
dI
dt
= L
d(I
0
e
it
)
dt
= iLI
0
e
it
= iLI (5.17)
V
C
=
1
C
_
I
0
e
it
dt =
1
iC
I
0
e
it
=
1
iC
I (5.18)
Tegangan total jika ketiga komponen tersusun seri adalah
V = V
R
+ V
L
+ V
C
= RI + iLI +
1
iC
I
=
_
R + i
_
L
1
C
__
I
= ZI
(5.19)
di mana Z = R + i
_
L
1
C
_
dinamakan sebagai impedansi (kompleks)
pada rangkaian RLC seri.
Hambatan efektif pada komponen induktor dinamakan reaktansi induktif
X
L
yaitu
X
L
=
V
L
I
= iL (5.20)
sedangkan hambatan efektif pada komponen kapasitor dinamakan reaktansi
kapasitif X
C
yaitu
X
C
=
V
C
I
=
1
iC
=
i
C
(5.21)
Pada rangkaian RLC seri, impedansi (kompleks) dapat diperoleh dengan
konsep yang sama dengan susunan seri tiga hambatan (resistor) yang masing-
masing dinyatakan dengan R
1
= R, R
2
= X
L
= iL dan R
3
= X
C
=
i/(C) sehingga hambatan total (yaitu impedansi total) diperoleh seba-
gaimana telah diungkapkan di atas yaitu
Z = R
1
+ R
2
+ R
3
= R + X
L
+ X
C
= R + iL i
1
C
= R + i
_
L
1
C
_
Selanjutnya dapat diperoleh besar impedansi sebagaimana nilai absolut dari
Z, yaitu
|Z|
seri
=
_
Z

Z =

R
2
+
_
L
1
C
_
2
(5.22)
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
5.7 Penggunaan Bilangan Kompleks dalam Persoalan Fisika 101
Suatu kondisi di mana Z sepenuhnya real (berarti bagian imajinernya sama
dengan nol) dinamakan kondisi resonansi.
Demikian pula halnya jika ketiga komponen (resistor, induktor dan kapa-
sitor) disusun paralel, maka impedansi totalnya dapat diperoleh sebagaima-
na susunan paralel tiga buah hambatan yaitu R
1
= R, R
2
= X
L
= iL dan
R
3
= X
C
= i/(C). Hambatan (impedansi) kompleks total pada susunan
paralel adalah
1
Z
=
1
R
1
+
1
R
2
+
1
R
3
=
1
R
+
1
X
L
+
1
X
C
=
1
R
+
1
iL
+
1
i/(C)
=
1
R
i
1
L
+ iC =
1
R
+ i
_

1
L
+ C
_
Z =
1
1
R
+ i
_

1
L
+ C
_
Sehingga diperoleh
|Z|
paralel
=
_
Z

Z =

_
1
_
1
R
_
2
+
_

1
L
+ C
_
2
(5.23)
Contoh
Pada rangkaian yang terdiri dari hambatan R yang tersusun seri dengan
induktor L kemudian keduanya diparalel dengan kapasitor C, sebagaimana
ditunjukkan dalam gambar 5.3, tentukanlah impedansi rangkaian tersebut.
Impedansi total rangkaian tersebut adalah
1
Z
total
=
1
Z
1
+
1
Z
2
=
Z
1
+ Z
2
Z
1
Z
2
= Z
total
=
Z
1
Z
2
Z
1
+ Z
2
102 Bilangan dan Fungsi Kompleks
Gambar 5.3: Gambar susunan komponen untuk contoh.
di mana Z
1
= R + iL dan Z
2
=
i
C
. Dengan demikian
Z
total
=
_
_
_
_
(R + iL)
_

i
C
_
R + i
_
L
1
C
_
_
_
_
_
=
_
_
_
_

iR
C
+
L
C
R + i
_
L
1
C
_
_
_
_
_
_
_
_
_
R i
_
L
1
C
_
R i
_
L
1
C
_
_
_
_
_
=
_
R

2
C
2
_
+ i
_

R
2
C


2
L
C
+
L
C
2
_
R
2
+
_
L
1
C
_
2
5.8 Fungsi Kompleks
Fungsi dengan variabel kompleks dinyatakan misalnya dalam bentuk f(z)
dengan z adalah bilangan kompleks. Secara umum fungsi dengan variabel
kompleks mempunyai bagian real dan imajiner yang juga merupakan fungsi.
Misalkan f(z) = z
2
, karena z = x + iy maka
z
2
= (x + iy)
2
= (x
2
y
2
) + i(2xy) (5.24)
Bagian real dan bagian imajiner suatu fungsi kompleks secara umum meru-
pakan fungsi dari variabel x dan y. Bagian real dinyatakan dengan u(x, y)
dan bagian imajiner dinyatakan dengan fungsi v(x, y). Jadi suatu fungsi
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
5.9 Fungsi Analitik 103
kompleks f(z) = u(x, y) + i v(x, y). Dengan demikian untuk fungsi kom-
pleks di atas yang dinyatakan dengan f(z) = z
2
, maka u(x, y) = x
2
y
2
dan
v(x, y) = 2xy.
Contoh
Tentukan bagian real dan bagian imajiner fungsi kompleks f(z) =
z
z
2
+ 1
dengan z = x + iy.
f(z) =
x + iy
(x + iy)
2
+ 1
=
x + iy
(x
2
y
2
+ 1) + i2xy
=
_
x + iy
(x
2
y
2
+ 1) + i2xy
__
(x
2
y
2
+ 1) i2xy
(x
2
y
2
+ 1) i2xy
_
=
x
3
y
3
+ x + 2xy
2
(x
2
y
2
+ 1)
2
4x
2
y
2
+ i
x
2
y y
3
+ y
(x
2
y
2
+ 1)
2
4x
2
y
2
Dengan demikian bagian real dan imajinernya adalah
u(x, y) =
x
3
y
3
+ x + 2xy
2
(x
2
y
2
+ 1)
2
4x
2
y
2
v(x, y) =
x
2
y y
3
+ y
(x
2
y
2
+ 1)
2
4x
2
y
2
5.9 Fungsi Analitik
Suatu fungsi f(z) dikatakan analitik dalam suatu daerah pada bidang kom-
pleks bila fungsi tersebut mempunyai turunan yang tunggal (unik) pada se-
tiap titik dalam daerah tersebut. Jika f(z) analitik di titik z = a berarti
bahwa f(z) mempunyai turunan pada setiap titik dalam lingkaran kecil di
sekitar z = a. Fungsi yang tidak memenuhi batasan tersebut disebut sebagai
fungsi non-analitik.
Beberapa denisi berkaitan dengan fungsi analitik:
Titik regular (regular point) dari fungsi f(z) adalah titik di mana f(z)
bersifat analitik
Titik singular (singular point atau singularity) dari fungsi f(z) adalah
titik di mana f(z) tak analitik
Beberapa teorema yang digunakan dalam analisa fungsi variabel kom-
pleks:
104 Bilangan dan Fungsi Kompleks
Teorema I
Jika suatu fungsi kompleks f(z) = u(x, y) +iv(x, y) merupakan suatu fungsi
analitik dalam suatu daerah, maka dalam daerah itu berlaku
u
x
=
v
y
, dan
v
x
=
u
y
(5.25)
Teorema ini disebut juga kondisi Cauchy-Riemann untuk menentukan apa-
kah suatu fungsi merupakan fungsi analitik atau bukan.
Contoh 1
Misalkan f(z) = y + ix. Apakah f(z) merupakan fungsi analitik?
Dalam hal ini u = y dan v = x, sehingga u/x = 0, v/y = 0, v/y = 1
dan u/y = 1. Karena tidak memenuhi kondisi Cauchy-Riemann, maka
fungsi f(z) tersebut bukanlah fungsi analitik.
Contoh 2
Misalkan f(z) = x + iy. Apakah f(z) merupakan fungsi analitik?
Karena
u
x
= 1 =
v
y
dan
v
x
= 0 =
u
y
maka berarti f(z) adalah fungsi analitik.
Teorema II
Jika u(x, y) dan v(x, y) dan turunan parsialnya terhadap x dan y kontinyu
serta memenuhi syarat Cauchy-Riemann dalam daerah tersebut maka f(z)
analitik pada semua titik dalam daerah tersebut.
Teorema III
Perhatikan gambar 5.4. Jika f(z) adalah fungsi analitik dalam daerah ter-
tentu (R) maka f(z) mempunyai turunan orde berapapun pada titik-titik
dalam daerah tersebut dan f(z) dapat diekspansikan sebagai deret Taylor di
sekitar titik z
0
dalam daerah tersebut. Deret pangkat tersebut konvergen di
dalam daerah berbentuk lingkaran C yang berpusat di z
0
hingga mencapai
titik singular terdekat (disebut sebagai daerah lingkaran konvergensi atau
disk of convergence).
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
5.9 Fungsi Analitik 105
z
0
titik singular
R
C
Gambar 5.4: Daerah untuk penjelasan Teorema III.
Contoh
Tentukanlah daerah lingkaran konvergensi (disk of convergence) dari fungsi
kompleks f(z) = ln(1 z).
Fungsi f(z) = ln(1 z) dapat diekspansikan dalam bentuk deret pangkat
di sekitar z = 0 (uraian Maclaurin), yaitu
ln(1 z) = z
z
2
2

z
3
3

z
4
4
. . .
Kemudian untuk memperoleh titik singular dari fungsi tersebut adalah titik
di mana fungsi f(z) tersebut tidak mempunyai turunan. Dalam hal ini titik
singular yang dimaksud adalah z = 1. Dengan demikian daerah lingkaran
konvergensi dari fungsi tersebut adalah lingkaran berpusat di pusat koordinat
dengan jari-jari 1.
Teorema IV
Jika f(z) = u + iv merupakan fungsi analitik dalam suatu daerah, maka u
dan v memenuhi persamaan Laplace (
2
u = 0 dan
2
v = 0) dalam daerah
tersebut (artinya u dan v merupakan fungsi harmonik). Fungsi sembarang
u (atau v) yang memenuhi persamaan Laplace dalam suatu daerah adalah
bagian real atau imajiner dari suatu fungsi analitik f(z).
Contoh
Suatu fungsi u(x, y) = x
2
y
2
adalah bagian real dari fungsi kompleks z. Ten-
tukan bentuk bagian imajiner fungsi kompleks tersebut agar bersifat analitik.
106 Bilangan dan Fungsi Kompleks
Karena

2
u =

2
u
x
2
+

2
u
y
2
= 2 2 = 0
maka berarti u(x, y) memenuhi persamaan Laplace atau dalam kata lain
u(x, y) adalah fungsi harmonik.
Kemudian dengan menggunakan persamaan Cauchy-Riemann dapat dipero-
leh
v
y
=
u
x
= 2x
Maka dengan mengintegralkan terhadap y dapat diperoleh bentuk fungsi
v(x, y), yaitu
v(x, y) =
_
2x dy = 2xy + g(x)
dengan g(x) adalah fungsi dalam x yang merupakan konstanta integrasi. Se-
lanjutnya dengan menggunakan kembali syarat Cauchy-Riemann maka dapat
diperoleh
v
x
=

x
(2xy + g(x)) = 2y + g

(x) =
u
y
= 2y
sehingga berarti g

(x) = 0 atau g = const.


Jadi diperoleh bentuk fungsi v(x, y) = 2xy + const. Dengan demikian dipe-
roleh bentuk fungsi kompleks z adalah
f(z) = u + iv = x
2
y
2
+ 2ixy + const = z
2
+ const
5.10 Integral Kontur
Selain keempat teorema yang berkaitan dengan pengertian dan batasan fung-
si analitik, terdapat pula beberapa teorema lainnya yang berkaitan dengan
penggunaan fungsi kompleks.
Teorema V: Teorema Cauchy
Misalkan C adalah suatu kurva tertutup sederhana dengan lengkungan yang
halus kecuali beberapa titik tertentu yang jumlahnya terbatas, maka jika f(z)
adalah fungsi analitik di dalam C dapat dinyatakan dengan
_
sekeliling C
f(z)dz = 0 (5.26)
Persamaan yang diungkapkan dalam integral garis (teorema Cauchy) terse-
but dinamakan integral kontur.
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
5.10 Integral Kontur 107
Teorema VI: Perumusan Integral Cauchy
Jika f(z) adalah fungsi analitik pada dan di dalam suatu kurva sederhana C,
maka nilai f(z) di suatu titik z = a yang berada di dalam kurva C adalah
f(a) =
1
2i
_
f(z)
z a
dz (5.27)
Contoh 1
Hitunglah integral
_
C
sin z
2z
dz,
dengan C adalah lingkaran pada bidang kompleks dengan |z| = 2
Integral tersebut dapat dituliskan menjadi
_
C
sin z
2z
dz =
1
2
_
C
sin z
z /2
dz
Kurva C yang digunakan adalah berbentuk lingkaran berjari-jari 2 dalam
bidang kompleks. Bentuk f(z) adalah f(z) = sin z, dengan a = /2. Karena
f(z) = sin z berarti f(z) bersifat analitik di dalam kurva C, sehingga dapat
digunakan Teorema VI. Maka diperoleh
1
2
_
C
sin z
z /2
dz = i sin(/2) = i
Contoh 2
Hitunglah integral
_
C
sin z
2z
dz,
dengan C adalah lingkaran pada bidang kompleks dengan |z| = 1
Integral tersebut dapat dituliskan menjadi
_
C
sin z
2z
dz =
1
2
_
C
sin z
z /2
dz
108 Bilangan dan Fungsi Kompleks
Karena C adalah lingkaran berjari-jari 1 dan menggunakan f(z) = sin z/(z
/2), maka berarti f(z) adalah fungsi analitik dalam kurva C, sehingga bila
menggunakan Teorema V (Teorema Cauchy) dapat dinyatakan:
1
2
_
C
sin z
z /2
dz = 0
Contoh 3
Hitung integral
_
C
e
3z
z ln 2
dz
jika C adalah bujur sangkar yang titik sudutnya pada (1, 0), (1, 0), (0, i)
dan (0, i)
Fungsi kompleks f(z) berbentuk f(z) =
e
3z
z ln 2
, titik singularnya adalah
pada z = ln2. Karena titik singular tersebut berada di dalam daerah yang
dibatasi oleh kurva C, maka dapat digunakan rumusan integral Cauchy
f(a) =
1
2i
_
C
f(z)
z a
dz =
_
C
f(z)
z a
dz = 2if(a)
Dengan demikian diperoleh
_
C
e
3z
z ln 2
dz = 2ie
3 ln 2
= 16i
Teorema VII: Teorema Laurent
Misalkan C
1
dan C
2
adalah dua buah lingkaran yang pusatnya pada titik
z
0
dan f(z) adalah suatu fungsi analitik dalam daerah R di antara kedua
lingkaran tersebut maka f(z) dapat diuraikan menjadi bentuk deret yang
konvergen dalam R, yaitu
f(z) = a
0
+ a
1
(z z
0
) + a
2
(z z
0
)
2
+ +
b
1
z z
0
+
b
2
(z z
0
)
2
+ . . . (5.28)
dengan koesien a
n
dan b
n
adalah
a
n
=
1
2i
_
C
f(z)dz
(z z
0
)
n+1
b
n
=
1
2i
_
C
f(z)dz
(z z
0
)
n+1
(5.29)
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
5.11 Teorema Residu dan Aplikasinya 109
dengan C adalah adalah sembarang kurva tertutup sederhana yang mengeli-
lingi z
0
dan terletak pada daerah R.
Beberapa pengertian yang terkait dengan teorema Laurent ini:
Jika semua koesien b sama dengan nol maka f(z) bersifat analitik
pada z = z
0
dan z
0
disebut sebagai titik regular.
Jika b
n
= 0 tapi kemudian nilai b setelah b
n
sama dengan 0 maka f(z)
dikatakan mempunyai kutub orde n pada z = z
0
. Jika n = 1 maka
f(z) mempunyai kutub sederhana (simple pole).
Jika terdapat takhingga banyaknya koesien b yang tidak sama dengan
nol maka f(z) dikatakan mempunyai essential singularity pada z = z
0
Koesien b
1
dari
1
(z z
0
)
dinamakan residu dari f(z) pada z = z
0
.
Contoh
Misalkan sebuah deret e
z
= 1 + z +
z
2
2!
+
z
3
3!
+ . . ..
Karena deret ini tidak mempunyai koesien b (semua b
n
= 0) maka deret
tersebut analitik pada z = 0. Karena b
1
= 0 maka berarti residu dari e
z
pada z = 0 adalah sama dengan 0.
Misalkan sebuah deret
e
z
z
3
=
1
z
3
+
1
z
2
+
z
2
2!z
+
1
3!
+
z
4!
+ . . ..
Bagian utama deret tersebut adalah
1
z
3
+
1
z
2
+
z
2
2!z
yang berarti b
1
= 1/2;
b
2
= 1; b
3
= 0 sedangkan b
n
untuk n > 3 sama dengan 0. Maka deret ter-
sebut mempunyai kutub orde 3 sedangkan residu dari
e
z
z
3
pada z = 0 adalah
1
2!
=
1
2
.
5.11 Teorema Residu dan Aplikasinya
Teorema residu sangat berguna untuk menghitung integral. Teorema residu
dinyatakan dalam bentuk
_
C
f(z)dz = 2i (jumlah residu dari f(z) di dalam C) (5.30)
Integral tersebut dihitung dengan arah berlawanan jarum jam pada kurva C.
110 Bilangan dan Fungsi Kompleks
Metode Penentuan Residu
Yang menjadi penting adalah bagaimana cara menemukan residu? Ada be-
berapa cara penentuan residu suatu fungsi kompleks sebagaimana yang akan
diuraikan berikut ini.
Deret Laurent
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, uraian deret Taylor da-
ri suatu fungsi dapat digunakan untuk menentukan nilai residu fungsi
tersebut di suatu titik z = z
0
.
Contoh
Suatu fungsi kompleks f(z) = e
z
/(z 1). Tentukan residu dari f(z) di
z = 1.
Bila fungsi e
z
diekspansikan dalam deret pangkat (z 1) maka di-
peroleh
e
z
z 1
=
e e
z1
z 1
=
e
z 1
_
1 + (z 1) +
(z 1)
2
2!
+ . . .
_
=
e
z 1
+ e + . . .
Karena residu pada z = 1 diperoleh dari koesien
1
z 1
maka berarti
R(1) = e.
Kutub tunggal (Simple Pole)
Jika fungsi kompleks f(z) mempunyai kutub sederhana pada z = z
0
maka residu pada titik tersebut dapat diperoleh dengan mengalikan
f(z) dengan (z z
0
) kemudian hitung nilainya pada z = z
0
.
Perumusannya secara umum dapat dituliskan sebagai berikut:
R(z
0
) = lim
zz
0
(z z
0
)f(z) (5.31)
Contoh
Hitunglah R(
1
2
) dan R(5) untuk fungsi kompleks yang dinyatakan de-
ngan f(z) =
z
(2z + 1)(5 z)
.
Untuk menghitung residu di titik z =
1
2
, maka fungsi f(z) tersebut
dikalikan dengan (z +
1
2
), diperoleh
_
z +
1
2
_
f(z) =
_
z +
1
2
_
z
(2z + 1)(5 z)
=
z
2(5 z)
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
5.11 Teorema Residu dan Aplikasinya 111
Kemudian hitung nilainya dengan mensubstitusi z =
1
2
, diperoleh
R(
1
2
) =

1
2
2(5 +
1
2
)
=
1
22
Cara yang sama juga dilakukan untuk menghitung residu di titik z = 5
(z 5)f(z) = (z 5)
z
(2z + 1)(5 z)
=
z
2z + 1
R(5) =
z
2z + 1

z=5
=
5
11
Kutub ganda (Multiple Poles)
Jika f(z) mempunyai kutub dengan orde n, maka dapat digunakan
langkah sebagai berikut untuk memperoleh nilai residu pada z = z
0
:
kalikan f(z) dengan (z z
0
)
m
, di mana m adalah bilangan bulat yang
lebih besar atau sama dengan orde n, kemudian dierensialkan hasil-
nya m1 kali, lalu dibagi dengan (m1)! dan hitung hasil akhirnya
dengan mensubstitusi z = z
0
.
Contoh
Tentukan residu dari f(z) = (z sin z)/(z )
3
di titik z = .
Gunakan m = 3 untuk mengeliminasi penyebut, artinya kalikan f(z)
dengan (z )
3
sehingga diperoleh
(z )
3
f(z) = (z )
3
z sin z
(z )
3
= z sin z
kemudian dierensialkan 2 kali dan selanjutnya dibagi dengan 2! se-
hingga diperoleh
R() =
1
2!
d
2
dz
2
(z sin z)

z=
=
1
2
[z sin z + 2 cos z]
z=
= 1
Teorema Residu untuk menghitung integral
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa teorema residu dapat digu-
nakan untuk menghitung integral tertentu. Berikut ini beberapa contohnya.
Contoh 1
Hitunglah integral
I =
_
2
0
d
5 + 4 cos
112 Bilangan dan Fungsi Kompleks
Jika digunakan variabel baru yaitu z = e
i
, maka dz = ie
i
d atau d =
1
iz
dz
dan cos =
e
i
+ e
i
2
=
z +
1
z
2
. Sedangkan batas integral dalam variabel
yaitu dari = 0 hingga = 2 akan berubah menjadi lingkaran satuan
dalam bidang kompleks dengan |z| = 1 dan arahnya berlawanan dengan arah
jarum jam. Dengan demikian integral tersebut dapat dinyatakan sebagai in-
tegral kontur.
Dengan variabel yang baru tersebut integral yang dimaksud dapat dituliskan
kembali dalam bentuk
I =
_
C
1
iz
dz
5 + 2(z + 1/z)
=
1
i
_
C
dz
5z + 2z
2
+ 2
=
1
i
_
C
dz
(2z + 1)(z + 2)
dengan C adalah kurva yang berupa lingkaran berjejari 1 dan berpusat di
titik pusat koordinat pada bidang kompleks. Terlihat bahwa integran (yaitu
fungsi yang diintegralkan) berbentuk f(z) =
1
(2z + 1)(z + 2)
yang berarti
mempunyai kutub pada z =
1
2
dan pada z = 2. Karena kurva C adalah
berupa lingkaran berjejari 1, maka berarti dari kedua kutub tersebut hanya
kutub z =
1
2
saja yang berada di dalam daerah yang dibatasi kurva C,
sedangkan kutub z = 2 berada di luar daerah yang dibatasi oleh kurva C.
Residu dari f(z) pada z =
1
2
dapat dihitung menggunakan metode kutub
sederhana (simple pole) yaitu
R(
1
2
) = lim
z
1
2
(z +
1
2
)
1
(2z + 1)(z + 2)

z=
1
2
=
1
3
Selanjutnya dengan menggunakan teorema residu dapat diperoleh bahwa
I =
1
i
2iR(
1
2
) = 2(
1
3
) =
2
3
Sehingga diperoleh
_
2
0
d
5 + 4 cos
=
2
3
Contoh 2
Hitungkah integral
I =
_
+

dx
1 + x
2
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
5.11 Teorema Residu dan Aplikasinya 113
Untuk menghitung integral I tersebut, tinjau integral kontur berbentuk
_
C
dz
1 + z
2
dengan C adalah kurva tertutup setengah lingkaran pada bidang kompleks
(kuadran 1 dan kuadran 2) dengan jejari sembarang > 1. Integran pada
integral kontur tersebut berbentuk f(z) =
1
1 + z
2
=
1
(z i)(z + i)
. Berarti
f(z) mempunyai kutub pada z = i dan pada z = i. Di antara kedua kutub
ini hanya kutub pada z = i saja yang berada dalam daerah yang dibatasi
oleh kurca tertutup C (ingat bahwa C berbentuk setengah lingkaran pada
kuadran 1 dan 2). Kemudian nilai residu f(z) pada z = i dapat diperoleh
menggunakan metode kutub sederhana (simple pole) yaitu
R(i) = lim
zi
(z 1)
1
(z i)(z + i)

z=i
=
1
2i
Dengan demikian dari teorema residu diperoleh
_
C
dz
1 + z
2
= 2iR(i) =
Integral kontur dengan lintasan berupa kurva C tersebut dapat dinyatakan
sebagai integral garis (integral lintasan) dengan lintasan pertama berupa ga-
ris lurus sepanjang sumbu datar (sumbu x) dari hingga + dan lintasan
kedua berupa lintasan setengah lingkaran yang dinyatakan dengan persama-
an z = e
i
dengan dari 0 hingga :
_
C
dz
1 + z
2
=
_
+

dx
1 + x
2
+
_

0
ie
i
d
1 +
2
e
2i
Telah dihitung sebelumnya bahwa integral kontur yang dimaksud hasilnya
adalah dan hasil ini tidak bergantung pada berapapun nilai yang digunak-
an. Perhatikan bahwa asalkan kurva C yang digunakan dalam penghitungan
integral kontur adalah setengah lingkaran pada kuadaran 1 dan 2, maka ber-
dasarkan teorema residu nilai integralnya tetap sama. Artinya bila diambil
, maka dapat dituliskan kembali
_
C
dz
1 + z
2
= = lim

__
+

dx
1 + x
2
+
_

0
ie
i
d
1 +
2
e
2i
_
=
_
+

dx
1 + x
2
+ 0
114 Bilangan dan Fungsi Kompleks
Maka diperoleh hasil integral yang dimaksud yaitu
I =
_
+

dx
1 + x
2
=
Contoh 3
Hitunglah integral
I =
_

0
cos x
1 + x
2
dx
Tinjau suatu integral kontur yang berbentuk
_
C
e
iz
dz
1 + z
2
dengan C adalah kurva tertutup setengah lingkaran pada bidang kompleks
(kuadran 1 dan kuadran 2) dengan jejari sembarang > 1 sebagaimana
pada Contoh 2. Integran pada integral kontur tersebut mempunyai bentuk
f(z) =
e
iz
1 + z
2
yang berarti terdapat dua kutub pada z = i dan z = i. Nilai
residu di dalam kurva C adalah
R(i) = lim
zi
(z 1)
e
iz
(z i)(z + i)

z=i
=
1
2ie
Selanjutnya dengan teorema residu dapat dihitung integral kontur yang di-
maksud yaitu
_
C
e
iz
dz
1 + z
2
= 2iR(i) =

e
Sedangkan integral kontur tersebut dapat dituliskan dalam dua integral lin-
tasan sesuai dengan kurva tertutup C yang digunakan (lihat kembali Contoh
2 di atas)
_
C
e
iz
dz
1 + z
2
=
_
+

e
ix
dx
1 + x
2
+
_
lintasan
dengan
z=e
i
e
iz
dz
1 + z
2
Dengan demikian diperoleh bahwa
_
+

e
ix
1 + x
2
dx =

e
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
5.11 Teorema Residu dan Aplikasinya 115
Kemudian bila diambil bagian real dari kedua ruas tersebut maka dapat
dinyatakan
Re
__
+

e
ix
1 + x
2
dx
_
= Re
_

e
_
_
+

cos x
1 + x
2
dx =

e
Selanjutnya karena fungsi
cos x
1 + x
2
adalah fungsi genap, maka integral dari
hingga + sama dengan dua kali integral dari 0 hingga +, sehingga
diperoleh
_
+
0
cos x
1 + x
2
dx =
1
2
_
+

cos x
1 + x
2
dx =

2e
116 Bilangan dan Fungsi Kompleks

You might also like