You are on page 1of 9

Faktor Predisposisi Lokal Penyakit Periodontal 1.

Faktor Iatrogenik Ada beberapa prosedur, teknik dan bahan yang dipakai dalam kedokteran gigi yang secara tidak langsung, dan kadang-kadang secara langsung, ikut andil dalam memulai perkembangan penyakit periodontal. a. Prosedur Operatif Sebagian besar cedera pada gingival yang terjadi selama prosedur kedokteran gigi restorative bersifat ringan dan dapat pulih kembali dengan cepat tanpa adanya perubahan bentuk atau gangguan fungsi jaringan periodontal. Sekalipun demikian, ada beberapa pengecualian yang perlu diobservasi. Sebagai contoh, jika cukup banyak bagian papilla interdental yang rusak akibat pemakaian baji yang kurang hatihati selama penstabilan matriks, kemungkinan besar papilla interdental tidak akan kembali ke bentuk semula. Benang retraksi, tabung impresi, bur intan dan tambalan sementara dapat menyebabkan kerusakan jaringan periodontal yang irreversible bila ada hal-hal sebagai berikut: 1. Hanya terdapat sedikit gingival cekat ditempat tindakan operatif. Gingival dapat terlepas, mengakibatkan hilangnya seluruh gingival cekat. Prosedur operatif yang dilakukan pada keadaan ini dapat mengakibatkan kehilangan jaringan jika frenulum melekat pada pertemuan mukogingival.

2. Gingiva terlepas dari gigi karena penggunaan restorasi sementara yang terlalu panjang atau tertekannya bahan penyemen diantara gigi dan gingival yang dibiarkan. Pada kondisi ini, epitel ini akan menutup jaringan yang tercabik saat restorasi sementara (semen) akhirnya dilepas, sudah terbentuk poket berlapis epitel yang lebih dalam. Semakin lama suatu bahan dibiarkan terletak diantara gigi dan jaringan lunak, semakin besar kemungkinan terjadinya kerusakan gingival cekat yang menetap.

b. Bahan restoratif dan restorasi. Kecuali akrilik yang melepaskan kelebihan monomer bebas, sekarang ini tidak ada bahan restorative dalam kedokteran gigi yang dapat menyebabkan inflamasi. Restorasi dapat memainkan peran sama dengan kalkulus yang kasar jika tepinya mengemper (overhanging) atau permukaannya kasar. Tepi yang mengemper dan permukaan yang tidak mulus menyediakan tempat untuk pembentukan dan perlekatan plak. Adanya kedua hal ini menyebabkan pembersihan plak sulit dilakukan dan menjadi tempat berkembangbiaknya mikroorganisme dan pelepasan zat toksiknya.

c. Geligi tiruan sebagian lepasan. Kerusakan jaringan periodontal secara langsung akan terjadi bila sebuah protesa terdesain sedemikian rupa sehingga menekan jaringan lunak atau menyebabkan tekanan torque. Kondisi diperburuk dengan adanya plak bakteri, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan struktur periodontal yang cepat dan parah. Gigi Tiruan Sebagian Lepasan mempermudah penumpukan plak, terutama apabila desainnya menutup gingiva. Gigi tiruan yang terus dipakai sepanjang siang dan malam akan menginduksi lebih banyak pembentukan plak dibandingkan gigi tiruan yang hanya digunakan pada siang hari saja. Oleh karena itu, pemeliharaan kebersihan mulut bagi pengguna gigi tiruan sangat penting untuk menghindari terjadinya gangguan terhadap gigi yang masih ada serta jaringan periodonsiumnya.

d. Geligi tiruan sebagian cekat. Selain bentuk tepi yang baik pada gigi penyangga, desain geligi tiruan sebagian cekat juga harus memudahkan pasien untuk membersihkan semua permukaan restorasi. Untuk ini, syaratnya adalah embrasure interproksimal yang terbuka dan permukaan protesa yang secara umum berbentuk cembung, sehingga mudah untuk dibersihkan.

Prinsip ini sangat diperlukan dalam mendesain sebuah pontik. Bila pasien tidak dapat diintruksikan untuk membersihkan geligi tiruan sebagian cekat dengan cara dan teknik yang benar, maka ini akan merupakan langkah awal terjadinya kerusakan jaringan periodontal.

e. Eksodonsia. Jika sebuah gigi dicabut, maka perangkat pendukung gigi pada gigi disebelahnya akan mengalami kerusakan didekat atau pada daerah pertemuan dentogingiva. Kerusakan ini biasanya ireversibel. Sebagai contoh, jaringan lunak dan tulang pendukung pada gigi disebelahnya akan rusak bila secara ceroboh digunakan sebagai fulkrum elevator bedah. Desain flap yang tidak baik, dan pelekatan serta fiksasi tepi flap yang buruk selama proses penyembuhan, akan menciptakan kontur jaringan yang kondusif bagi retensi plak dan makanan. Jika kalkulus dipermukaan gigi yang berdekatan dengan daerah ekstraksi tidak diambil, tidak akan terjadi eliminasi poket dan regenerasi perangkat pendukung gigi yang masih ada. Kesalahan ini secara tidak langsung meningkatkan perkembangan penyakit periodontal. Pencabutan gigi yang tidak disetai penggantian dengan gigi tiruan dapat menimbulkan serangkaian perubahan yang menimbulkan dampak bagi periodonsium. Apabila gigi molar pertama dicabut, perubahan awal yang terjadi adalah drifting (bergesernya) dan tilting (miring) gigi molar kedua dan ketiga mandibula, dan ekstrusinya molar pertama maksila.Tilting gigi posterior juga menyebabkan berkurangnya dimensi vertikal dan bertambahnya overbite anterior. Gigi anterior mandibula meluncur pada gingival sepanjang permukaan oral gigi anterior maksila dengan akibat posisi mandibula bergeser ke distal. Selain itu, terjadi impaksi makanan dan pembentukan saku pada gigi anterior. Drifting premolar kedua mandibulake distal menyebabkan terjadinya impaksi makanan.

f. Ortodonsia.

Perawatan ortodonti bisa berperan dalam menimbulkan penyakit atau kelainan pada periodonsuim dengan berabagai cara : Retensi plak Piranti ortodonti tidak saja cenderung mempermudah penumpukan plak dental dan debris makanan yang mangakibatkan timbulnya gingivitis, tetapi bisa pula memodofikasi ekosistem gingiva. Dilaporkan bahwa setelah pemasanagn cincin ortodonti terjadi peningkatan proporsi Prevotella melaninogenica, Prevotela intermedia, dan Actinomyces odontolyticus, dan pengurangan flora anaerob/fakultatif di dalam sulkus gingiva. Iritasi dari cincin ortodonti Pemasangan cincin ortodonti yang dipaksakan terlalu jauh ke daerah subgingiva bisa menyebabkan terpisahnya gingiva akibat dari migrasi epitel penyatu ke arah apikal sehingga timbul resesi gingiva. Tekanan dari piranti ortodonti Tekanan ortodonti yang normal dapat diadaptasi periodonsuim berupa remodeling. Tekanan yang berlebihan bisa menimbulkan nekrose jaringan periodontal dan tulang alveolar, yang pada umumnya bisa mengalami perbaikan apabila tekanan dikurangi. Namun demikian, apabila kerusakan melibatkan ligamen periodontal yang berada pada krista tulang alveolar, kerusakannya adalah ireversibel. Tekanan ortodonti yang terlalu berlebihan dapat pula menyebabkan resopsi pada apeks akar gigi.

2. Pembentukan kalkulus. Kalkulus adalah plak yang terkalsifikasi. Kalkulus bukanlah penyebab langsung terjadinya inflamasi, tetapi berperan penting dalam perkembangan penyakit, bertindak sebagai permukaan kasar tempat mikroorganisme berkembang biak dan melepaskan produk toksiknya. Permukaan kalkulus yang kasar mempersulit pasien untuk

membersihkan plak bakteri. Telah terbukti bahwa pembersihan kalkulus secara tuntas sangatlah penting untuk kesembuhan poket periodontal. Kalkulus secara langsung tidak berpengaruh terhadap terjadinya penyakit periodontal, akan tetapi karena kalkulus terbentuk dari plak gigi yang termineralisasi karena pengaruh komponen saliva, maka secara tidak langsung kalkulus juga dianggap sebagai penyebab keradangan gusi (gingivitis). Regio kalkulus dan plak gigi yang telah dibersihkan dan dipoles permukaannya ternyata tidak menimbulkan keradangan gusi dibandingkan dengan regio kalkulus yang tidak dipoles. Banyak faktor yang merupakan predisposisi terbentuknya plak gigi. Plak gigi dan kalkulus mempunyai hubungan yang erat dengan keradangan gusi, bila keradangan gusi ini tidak dirawat, akan berkembang menjadi periodontitis atau keradangan tulang penyangga gigi, akibatnya gigi menjadi goyang atau tanggal.

3. Faktor trauma Trauma terhadap jaringan periodontal dapat menyebabkan hilangnya perangkat pendukung gigi dan berperan dalam memicu perkembangan penyakit periodontal. Misalnya : a. Abrasi karena penyikatan gigi . Abrasi ini dapat merusak daerah gingival cekat yang sempit dan menyebabakan resesi yang luas. Abrasi karena penyikatan gigi merupakan satu dari dua faktor yang paling umum menyebabkan resesi. Penyikatan yang terlalu agresif, baik dengan gerak horizontal atau rotasi, bisa mencederai gingival secara langsung. Akibat buruk tersebut akan lebih parah apabila digunakan pula pasta gigi yang terlalu abrasive yang dapat meyebabkan : - Perubahan Akut Gingiva, yaitu terkelupasnya epitel gingival, pembentukan vesikel, atau eritema yang difus.

- Perubahan Kronis Gingival berupa resesi gingival disertai tersingkapnya akar gigi dan tepi gingival sedikit menggembung.

b. Penyakit kebiasaan (kebiasaan yang disengaja dan tidak wajar). (1) Bernafas dari mulut Gingivitis sering dikaitkan dengan kebiasaan bernapas dari mulut . Dampaknya terhadap gingival adalah berupa dehidrasi permukaan. Ada hubungan antara kebiasaan bernapas dari mulut dengan gingivitis : 1. Bernapas dari mulut tidak mempengaruhi prevalensi dan perluasan gingivitis kecuali pada pasien yang ada kalkulusnya. 2. Gingivitis pada orang yang bernapas dari mulut lebih parah daripada orang yang bernapas normal meskipun skor plaknya sama. 3. Terjadi sedikit peningkatan prevalensinya

(2) Mendorong-dorong lidah Yaitu menekankan lidah kuat-kuat ke gigi, terutama ke gigi anterior,secara tetap. Pada waktu mengunyah dimana seharusnya bagian dorsal lidah menekan ke palatum dan ujung lidah berada di belakang gigi-gigi maksila, lidahnya justru ditekankan ke gigi anterior. Kebiasaan ini menyebabkan : - Miringnya gigi-geligi anterior , disertai gigitan terbuka (open bite) pada daerah anterior,posterior, dan premolar. - Berubahnya inklinasi gigi anterior maksila menyebabkan perubahan arah tekanan fungsional, sehingga tekanan lateral terhadap mahkota gigi meningkat. - Bergeraknya gigi lebih jauh ke labial dan timbulnya tekanan rotasi dalam arah labiolingual.

- Beradunya tekanan yang mendorong gigi ke labial dengan tekanan bibir kea rah rongga mulut akan menyebabkan gigi menjadi goyang. - Perubahan inklinasi gigi yang terjadi menyebabkan terganggu ekskursi makanan sehingga mempermudah penumpukan debris makanan pada tepi gingival. - Hilangnya kontak proksimal karena berseraknya gigi dapat menjurus ke terjadinya impaksi makanan. (3) Kadang-kadang, ada pasien yang memiliki kebiasaan mencungkil atau menggaruk gingival dengan kuku jarinya (penyakit kebiasaan). Perilaku ini mengakibatkan terbukanya akar yang cukup luas dan inflamasi terbatas didaerah tersebut. Kasus yang langka ini menimbulkan masalah diagnostik yang sulit. Kapanpun ditemukan daerah resesi terbatas dan dari evaluasi menyeluruh tidak teridentifikasi faktor etiologi yang pasti, harus dipertimbangkan kemungkinan pasien tersebut menderita penyakit kebiasaan.

4. Impaksi makanan. Impaksi makanan adalah salah satu faktor lokal yang lebih sering berperan dalam memicu perkembangan penyakit periodontal inflamatif. Kontak terbuka, linger (ridge) tepi yang tidak rata, letak gigi yang tidak teratur, serta kontur gigi dan tambalan yang tidak sesuai dengan bentuk fisiologis, dapat menyebabkan impaksi makanan pada gingival dan sulkus gingival. Beberapa peneliti meyakini bahwa impaksi makanan merupakan faktor penting pada terjadinya resorpsi tulang vertikal. Belum dipahami dengan jelas, apa yang menyebabkan kerusakan awal di daerah impaksi atau retensi makanan. Diduga karena adanya desakan yang kuat dari makanan terhadap jaringan gingival yang menyebabkan inflamasi akibat trauma fisik, selain menyobek perlekatan epitel. Bagaimanapun juga, cedera awal kemungkinan besar terjadi karena penguraian makanan dan iritasi kimiawi, atau karena impaksi dan retensi makanan memberikan tempat bertumbuh atau berkembang biaknya bakteri yang mengawali proses penyakit.

Impaksi makanan dapat diartikan juga terdesaknya makanan secara paksa ke jaringan periodonsium. Hubungan kontak proksimal yang utuh dan ketat mencegah terdesaknya makanan secara paksa ke daerah interproksimal. Lokasi kontak proksimal yang optimal dalam arah serviko oklusal adalah para diameter mesio distal terbesar dari gigi, dekat ke krista marginal ridge. Tidak adanya kontak atau kontak proksimal yang tidak baik menagkibatkan terjadinya impaksi makanan. Kontur permukaan oklusal yang dibentuk oleh marginal ridge dan developmental groove secara normal akan mendeflesikan makanan menjauhi ruang interproksimal. Apabila gigi menjadi aus dan permukaan oklusalnya menjadi datar, maka efek mendesak dari tonjol(cusp) gigi antagonis ke ruang interproksimal akan bertambah hebat dengan akibat terjadinya impaksi makanan. Efek tonjol pendorong bisa timbul karena keausan gigi, atau karena perubahan posisi gigi karena tidak digantinya gigi yang hilang. Overbite anterior yang berlebihan merupakan salah satu penyebab umum impaksi makanan di region anterior, dimana makanan akan terdesak ke gingival pada permukaan vestibular gigi anterior mandibula atau permukaan oral gigi anterior maksila. Hirschfeld mengemukakan beberapa faktor yang menjurus ke terjadinya impaksi makanan yaitu: 1. Keausan permukaan oklusal yang tidak sama rata 2. Terbukanya titik kontak sebagai akibat hilangnya dukungan proksimal atau karena estruksi 3. Abnormalitas morfologis congenital 4. Restorasi yang tidak baik konstruksinya Ada juga impaksi makanan lateral dimana sumber tekanan yang mendesak makanan adalah tekanan lateral dari pipi, lidah dan bibir. Impaksi lateral lebih mudah terjadi apabila embrasure gingival menjadi besar karena kerusakan jaringan akibat penyakit periodontal atau resesi. Dampak impaksi makanan akan menimbulkan penyakit gingival, periodontal, dan memperhebat keparahan penyakit yang telah ada.

5. Cedera Kimiawi Penggunaan tablet aspirin secara topikal dan tidak sesuai aturan, obat kumur yang keras dan berbagai obat-obatan escharotic dapat menyebabkan ulserasi gingival. Selain itu, akibat kecerobohan dokter gigi dalam menggunakan bahan pemutih gigi yang keras atau garam-garam logam berat sperti perak nitrat, sehingga amengenai jaringan. Cedera ini biasanya bersifat sementara, tetapi dapat berperan serta dalam proses desktruksi jaringan periodontal.

6. Efek radiasi Khususnya dijumpai pada penderita kanker rongga mulut atau disekitar kepala dan leher yang mendapat perawatan dengan radiasi. Radiasi bisa menyebabkan pembentukan eritema dan deskuamasi mukosa termasuk gingiva. Apabila radiasinya berlangsung lama bisa menyebabkan atrofi epitel, jaringan ikat menjadi fibrous dengan pembuluh darah yang berkurang jumlahnya. Pada tulang alveolar bisa terjadi degenerasi dan berkurangnya osteoklas dan osteoblast. Akibat perubahan tersebut tulang menjadi tempat masuknya infeksi dengan akibat terjadinya osteoradionekrosis. Radiasi juga menyebabkan atrofi kelenjar saliva sehingga terjadi xerostomia dengan akibat perubahan flora oral yang menjurus ke pembentukan karies

You might also like