You are on page 1of 21

Haemocytometer adalah perangkat awalnya dirancang untuk penghitungan sel darah .

Sekarang juga digunakan untuk menghitung jenis sel serta partikel mikroskopis lainnya. Hemositometer ini ditemukan oleh Louis-Charles Malassez dan terdiri dari tebal kaca slide mikroskop dengan lekukan persegi panjang yang menciptakan sebuah kamar. ruang ini diukir dengan laser-terukir grid garis tegak lurus. Perangkat ini dibuat dengan hati-hati sehingga daerah yang dibatasi oleh garis diketahui, dan kedalaman ruang ini juga diketahui. Oleh karena itu mungkin untuk menghitung jumlah sel atau partikel dalam volume tertentu cairan, dan dengan demikian menghitung konsentrasi sel dalam cairan secara keseluruhan.(Wiki, 2011). Mikroba berukuran sangat kecil dan untuk mengetahuinya digunakan mikrometer. Mikrometer merupakan kaca berskala dan dikenal 2 jenis micrometer yaitu mikrometer okuler dan mikrometer objektif. Mikrometer okuler dipasang pada lensa okuler mikroskop, sedangkan micrometer objektif berbentuk slide yang ditempatkan pada meja preparat mikroskop. Jarak antar garis skala pada mikrometer okuler tergantung pada perbesaran lensa objektif yang digunakan yang menentukan lapang pandang mikroskop. Jarak ini dapat ditentukan dengan mengkalibrasi antara mikrometer okuler dan objektif. Mikrometer objektif memiliki skala yangtelah diketahui, menjadi tolak ukur untuk menentukan ukuran skala micrometer okuler. 1 skala micrometer objektif = 0,01 mm / 10 m. Kalibrasi dilakukan dengan menghimpitkan skala mikrometer objektif dan okuler pada perbesaran yang diinginkan. Skala ke nol (garis pertama) kedua mikrometer disimpulkan menjadi 1 garis kemudian dilihat pada skala ke berapa kedua jenis mikrometer tersebut bertemu/berhimpit kembali. Dari hasil tersebut dapat diketahui satu satuan panjang pada skala mikrometer okuler itu berdasarkan beberapa jumlah skala kecil mikrometer objektif yang berada di antara garis yang berhimpit tadi. (Muslim, 2011) Muslim, Ahmadi. 2011. Menghitung jumlah bakteri. file:///G:/menghitung-perhitungan-jumlahbakteri_26.html. diakses pada tanggal 8 mei 2011. Purnomo, Bambang Ir MP. 2011. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Bengkulu: lab ilmu hama dan penyakit tanaman. Universitas Bengkulu. Wiki. 2011. Hemocytometer. http://en.wikipedia.org/wiki/Hemocytometer. diakses pada tanggal 8 mei 2011. Mikrobiologi adalah sebuah cabang dari ilmu biologi yang mempelajari mikroorganisme (organism hidup yang ukurannya terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan mata biasa) atau mikroba. Oleh karena itu objek kajiannya biasanya adalah alga miskroskopik, protozoa, archaea dan virus. Virus dimasukkan dalam obyek kajian walaupun sebenarnya ia tidak sepenuhnya dapat dianggap sebagai mahluk hidup. Mikroorganisme adalah mikroba atau organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat pembesar. Mikroorganisme seringkali bersel tunggal meskipun beberapa protista bersel tunggal masih dapat terlihat oleh mata telanjang dan ada beberapa spesies multisel yang tidak dapat terlihat oleh mata telanjang.

Mikroorganisme biasanya dianggap mencakup semua prokariota, protista dan alga renik. Fungi terutama yang berukuran kecil dan tidak membentuk hifa, dapat pula dianggap sebagai bagiannya meskipun banyak yang tidak menyepakatinya.

PENGGULAAN
BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang Pengolahan dan pengawetan pangan merupakan dua proses yang sulit dipisahkan. Dalam praktik sehari-hari, sering kali keduanya memiliki tujuan yang terkesan mirip, walaupun masing-masing sebenarnya memiliki tujuan utama yang berbeda. Contoh kasus, ketika kita akan mengawetkan buah-buahan yang cepat rusak bila lama-lama disimpan pada suhu kamar dengan cara dibuat menjadi manisan buah, maka secara otomatis kita pun telah melakukan pengolahan buah menjadi bentuk yang berbeda dengan bahan bakunya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kita telah melakukan upaya pengawetan buah dengan mengolahnya menjadi bentuk lain dengan cara pengeringan dan pemberian bumbu-bumbu. Tujuan utama pengolahan pangan adalah membuat produk baru (bisa bersifat mengawetkan). Contohnya adalah pembuatan manisa atau jam dari nanas yang tujuannya adalah membuat produk baru, tetapi sekaligus menjadikan nanas lebih awet. Secara alamiah di dalam bahan makanan banyak ditemukan mikroorganisme pembusuk yang dapat memperpendek masa simpan bahan makanan tersebut. Di samping itu, dapat juga ditemukan mikroorganisme patogen yang berbahaya bagi manusia karena penanganan yang tidak higienis. Tujuan utama pengawetan pangan adalah memperpanjang masa simpan. Pengawetan tidak dapat meningkatkan mutu, artinya bahan yang sudah terlanjur busuk, tidak akan menjadi segar kembali. Hanya dari bahan bermutu tinggi pula (dengan tetap mengingat proses pengolahannya, bagus atau tidak). Masing-masing cara pengawetan hanya efektif selama mekanisme pengawetannya masih bekerja. Ada banyak cara untuk mengawetkan makanan, yakni : 1. Menyimpan makanan pada suhu rendah (pada lemari es atau lemari beku) dapat mengurangi kerusakan makanan dan memperlambat proses pelayuan. Suhu dingin juga membatasi tumbuhnya bakteri yang merugikan. 2. Penyimpanan dengan atmosfer terkendali (dengan kadar karbondioksida 1%-3%) dapat memperlambat respirasi serta pembusukkannya dengan mengurangi tingkat oksigen dalam udara. 3. Mensterilkan dengan pemanasan akan menunda pembusukan.

BAB II PENGAWETAN MAKANAN A. Pengertian Pengawetan Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan. Dalam mengawetkan makanan harus diperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan makanan. Teknologi pengawetan makanan yang dikembangkan dalam skala industri masa kini berbasis pada cara-cara tradisional yang dikembangkan untuk memperpanjang masa konsumsi bahan makanan.

B. Tujuan Pengawetan Sejak manusia dapat berbudidaya tanaman dan hewan, hasil produksi panen menjadi berlimpah. Namun bahan-bahan tersebut ada yang cepat busuk, makanan yang disimpan dapat menjadi rusak, misalnya karena oksidasi atau benturan. Contohnya lemak menjadi tengik karena mengalami reaksi oksidasi radikal bebas. Untuk menangani hal tersebut, manusia melakukan pengawetan pangan, sehingga bahan makanan dapat dikonsumsi kapan saja dan dimana saja, namun dengan batas kadaluarsa, dan kandungan kimia dan bahan makanan dapat dipertahankan. Selain itu, pengawetan makanan juga dapat membuat bahan-bahan yang tidak dikehendaki seperti racun alami dan sebagainya dinetralkan atau disingkirkan dari bahan makanan. C. Cara Pengawetan Cara pengawetan bahan makanan dapat disesuaikan dengan keadaan bahan makanan, komposisi bahan makanan, dan tujuan dari pengawetan. Secara garis besar ada dua cara dalam mengawetkan makanan, yaitu fisik serta biologi dan kimia.

a. Fisik Pengawetan makanan secara fisik merupakan yang paling bervariasi jenisnya, contohnya adalah: Pemanasan. Teknik ini dilakukan untuk bahan padat, namun tidak efektif untuk bahan yang mengandung gugus fungsional, seperti vitamin dan protein. Pendinginan. Dilakukan dengan memasukkan ke lemari pendingin, dapat diterapkan untuk daging dan susu. Kering dingin. Pengasapan. Perpaduan teknik pengasinan dan pengeringan, untuk pengawetan jangka panjang, biasa diterapkan pada daging. Pengalengan. Perpaduan kimia (penambahan bahan pengawet) dan fisika (ruang hampa dalam kaleng). Pembuatan acar. Sering dilakukan pada sayur ataupun buah. Pengentalan dapat dilakukan untuk mengawetkan bahan cair Pengeringan, mencegah pembusukan makanan akibat mikroorganisme, biasanya dilakukan untuk bahan padat yang mengandung protein dan karbohidrat Pembuatan tepung. Teknik ini sangat banyak diterapkan pada bahan karbohidrat Irradiasi, untuk menghancurkan mikroorganisme dan menghambat perubahan biokimia b. Biologi dan kimia Pengawetan makanan secara biologi dan kimia secara umum ditempuh dengan penambahan senyawa pengawet, seperti :

Penambahan enzim, seperti papain dan bromelin Penambahan bahan kimia, misalnya asam sitrat, garam, gula. Pengasinan, menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk makanan Pemanisan, menaruh dalam larutan dengan kadar gula yang cukup tinggi untuk mencengah kerusakan makanan Pemberian bahan pengawet, biasanya diterapkan pada bahan yang cair atau mengandung minyak. Bahan pengawet makanan ada yang bersifat racun dan karsinogenik. Bahan pengawet tradisional yang tidak berbahaya adalah garam seperti pada ikan asin dan telur asin, dan sirup karena larutan gula kental dapat mencegah pertumbuhan mikroba. Kalsium propionat atau natrium propionat digunakan untuk menghambat pertumbuhan kapang, asam sorbat menghambat pertumbuhan kapang dalam keju, sirup dan buah kering. D. Prinsip Pengawetan Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu: Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan hama Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial. Bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet juga diharapkan dapat mengganggu kondisi optimal pertumbuhan mikroba. Ditinjau secara kimiawi, pertumbuhan mikroba yang paling rawan adalah keseimbangan elektrolit pada sistem metabolismenya. Karena itu bahan kimia yang digunakan untuk antimikroba yang efektif biasanya digunakan asam-asam organik. Cara yang dapat ditempuh untuk mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial adalah : 1. Mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis) 2. Mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi 3. Menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia 4. Membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi BAB III DASAR DASAR PENGAWETAN PENGGULAAN A. Pendahuluan Gula biasanya digunakan sebagai bahan pembuatan beraneka ragam produk makanan seperti selai, jeli, marmalad, sirup, buah-buahan bergula, dan sebagainya. Penambahan gula selain untuk memberikan rasa manis, juga berfungsi dan terlibat dalam pengawetan. Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40% padatan terlarut), maka sebagian air yang ada terikat oleh gula sehingga menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari bahan pangan berkurang. Padahal

mikroorganisme memiliki kebutuhan aw minimum untuk pertumbuhannya. Kemampuan gula untuk mengikat air itulah yang menyebabkan gula dapat berfungsi sebagai pengawet. Perlu diketahui bahwa aktivitas air berbeda dengan kadar air. Bahan dengan kadar air yang tinggi belum tentu memiliki kadar air yang tinggi pula. Sebagai contoh sirup, yang memiliki kandungan air yang tinggi, tetapi aw-nya rendah karena sebagian air yang ada terikat oleh gula. B. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan buah pada produk penggulaan Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan buah untuk membuat produk penggulaan antara lain : a. Kandungan pektin buah Pektin adalah sejenis gula yang terdapat dalam sayuran dan buah -buahan. Pektin merupakan suatu koloid yang reversibel dan dapat larut dalam air, diendapkan, dipisahkan dan dikeringkan. Pektin berasal dari perubahan protopektin selama proses pemasakan buah, kadar pektin kurang dari 1 % cukup untuk membentuk struktur yang memuaskan. Penambahan gula akan mempengaruhi keseimbangan pektin air yang ada dan meniadakan kemantapan pektin. Pektin akan menggumpal dan membentuk suatu serabut halus, sruktur itu mampu menahan cairan. Makin tinggi kadar pektin makin padat struktur serabut tersebut. Makin tinggi gula makin berkurang air yang ditahan oleh sruktur. Dalam buah-buahan kandungan pektin biasanya terdapat di bawah kulit buah, di sekitar hati buah (core), dan di sekitar biji buah. Tiap jenis buah mempunyai kandungan pektin yang berbeda. Stroberi, aprikot, peach, ceri, pir, anggur, nanas tergolong buah-buahan berkadar pektin rendah. Buah-buahan ini perlu dikombinasikan dengan buah-buahan berkadar pektin tinggi atau dibubuhi pektin komersial. Apel, plum, dan currant merah tergolong buah berkadar pektin tinggi dan tidak memerlukan tambahan pektin. Pektin komersial dibedakan atas dua macam, yang berbentuk bubuk berwarna putih dan cairan. Pektin bubuk untuk sari buah yang ditambahkan dalam keadaan dingin, sedangkan pektin cairan ditambahkan dalam sari buah atau campuran gula yang mendidih. Pektin komersial biasanya dibuat dari buah apel pilihan, kulit jeruk, kulit dan hati apel sisa (dari limbah pengalengan apel). Dengan pemanasan pektin yang terkandung dalam buah akan terekstrak keluar. Pemanasan tidak boleh berlebih akan menyebabkan pektin menjadi rusak b. Tingkat keasaman buah Tingkat keasaman buah juga penting karena asam akan menarik sari pektin dari buah. Keasaman yang rendah menghasilkan pembentukan jel yang lemah dan mudah hancur. Buah yang kurang asam perlu ditambah dengan air jeruk lemon atau asam sitrun pada saat akan mulai dimasak. Namun, penambahan asam yang terlalu banyak akan menyebabkan keluarnya air dari jel yang terbentuk. Perpaduan gula,

asam, dan pektin inilah yang karena dipanaskan membentuk jalinan (matriks) sehingga jeli, selai, dan produk olahan buah yang lain menjadi kental atau pekat.

C. Faktor- faktor yang mempengaruhi ketahanan produk penggulaan Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan selai dan produk-produk sejenisnya (jeli, marmalade, dan lain-lain) terhadap mikroorganisme adalah: 1. Kadar gula yang tinggi sekitar 65-73% padatan terlarut. 2. PH rendah, sekitar 3,1-3,5 tergantung pada tipe pektin dan konsentrasi. 3. Aw, berkisar antara 0,75-0,83. 4. Suhu tinggi selama pendidihan atau pemasakan (105-106 oC), kecuali jika diuapkan secara vakum dan dikemas pada suhu rendah. 5. Tegangan oksigen rendah selama penyimpanan (misalnya jika diisikan ke dalam wadah-wadah hermetik dalam keadaan panas). D. Macam-macam pengawetan dengan proses penggulaan a. Selai Selai atau jam adalah produk makanan yang kental atau setengah padat yang dibuat dari campuran 45 bagian berat buah dan 55 bagian berat gula. Selai termasuk dalam golongan makanan semi basah berkadar air sekitar 15 40% dengan tekstur yang lunak dan plastis. Pengertian yang lain adalah produk makanan yang terbuat dari lumatan daging buah-buahan dicampur dengan gula dengan perbandingan 3 : 4. Campuran ini kemudian dipanaskan dengan suhu tertentu hingga mencapai kekentalan tertentu. Kadar kekentalan atau padatan terlarut (soluble solid) diukur dengan refraktometer. Untuk selai yang terbuat dari buah anggur, jeuk, nanas, stroberi dan sejenisnya, kadar kekentalannya tidak kurang dari 68% dan untuk selai dari apel tidak kurang dari 65%. Gula yang ditambahkan berfungsi selain sebagai penambah cita rasa, juga berfungsi sebagai pengawet. Perbandingan gula dengan buah harus tepat. Jika terlalu sedikit gula, buah-buahan tidak akan matang sempurna dan akibatnya selai menjadi mudah berfermentasi dan tidak tahan lama. Sebaliknya jika terlalu banyak gula, selai akan menjadi terlalu kental dan membentuk kristal. Tujuan utama pembuatan selai adalah memanfaatkan buah-buahan segar semusim yang berlimpah hingga tetap dapat dinikmati setiap saat. Jenis buah untuk pembuatan selai adalah buah yang mengandung pektin dan asam yang cukup untuk menghasilkan selai berkualitas baik. Buah yang dapat digunakan antara lain sirsak, nanas, srikaya, stroberi, pepaya, tomat, durian, dan mangga. Untuk memperoleh selai dengan aroma baik sebaiknya digunakan buah dengan tingkat kematangan yang tinggi (benar-benar matang). Pengolahan selai buah dapat juga menggunakan campuran buah setengah matang

dengan buah yang benar-benar matang. Buah setengah matang akan memberi pektin dan asam yang cukup yang dapat memperbaiki konsistensi selai yang dihasilkan, sedangkan buah yang matang penuh akan memberikan aroma yang diinginkan. Untuk mengetahui kandungan pektin pada buah-buahan dapat dilakukan dengan tes alkohol. Buah yang akan diuji diperas air buahnya, selanjutnya ditambah 3 4 sendok alkohol ke dalam 1 sendok sari buah. Jika pada campuran banyak terdapat gumpalan kental maka kandungan pektin pada buah tersebut tinggi. Jika gumpalan yang terbentuk sedikit atau agak cair berarti kandungan pektinnya sedikit. Hal lain yang harus diperhatikan dalam pembuatan jam adalah waktu pemasakan jangan terlalu lama, selai atau jam yang dihasilkan akan keras dan terbentuk kristal gula (kadar gula terlalu tinggi > 68 %). Sedangkan bila waktu pemasakan terlalu singkat selai atau jam masih encer sehingga jam tidak dapat dioleskan. Selain buah, dapat juga digunakan kacang tanah sebagai bahan baku selai. Kacang tanah yang digunakan adalah kacang tanah berkualitas, tidak busuk, memiliki rasa dan bau yang khas, serta bersih dari kotoran. Sebelum diolah menjadi selai, kacang tanah disangrai dan kulitnya dikupas terlebih dahulu. Selai yang bermutu baik mempunyai ciri-ciri tertentu, yakni konsisten, warna cemerlang, distribusi buah merata, tekstur lembut, flavor buah alami, tidak mengalami sineresis (keluarnya air dari gel) dan kristalisasi selama penyimpanan. b. Jelly Jelly adalah produk yang hampir sama dengan selai. Kadar padatan terlarutnya tidak kurang dari 65%. Kadar gula optimum yang dapat ditambahkan setelah dipanaskan adalah 65-68 %. Jika lebih dari itu hasil yang akan diperoleh terbentuk kristal sedangkan bila kadar gula terlalu rendah konsistensi jelly menjadi lemah. Karena terbuat dari sari buah-buahan, jeli bersifat jernih, transparan, bebas dari serat dan bahan lain. Jika dikeluarkan dari kemasan tampak seperti agar-agar, lembut, kukuh, dan dapat dengan mudah dikerat dengan pisau. Kandungan pektin sangat penting terutama dalam pembuatan jeli. Untuk itu banyak digunakan pektin komersial. Pendidihan atau pengentalan merupakan tahap penting dalam pembuatan jelly. Pengentalan yang terlalu lama dapat menyebabkan pektin terhidrolisis, penguapan asam dan kehilangan cita rasa serta warna. Pengentalan dihentikan dengan cara identifikasi menggunakan alat refraktometer. Cara lain adalah dengan mencelupkan garpu kedalam cairan yang dimasak kemudian diangkat, cairan tersebut padat dan tidak jatuh. c. Marmalade Marmalade adalah produk buah-buahan dengan menjadikannya bubur buah ditambah gula dan asam dengan konsentrasi tertentu dan diberi irisan kulit jeruk/potongan buah yang menjadi ciri khas produk ini dan mengalami pengentalan dengan pemanasan. Seperti pada pembuatan selai dan jeli, faktor pektin, kadar

gula, dan asam juga harus diperhatikan sehingga dapat dihasilkan marmalade bermutu baik. Untuk buah yang terlalu banyak seratnya, sebagian bubur disaring untuk mendapatkan sari buah dan dicampur dengan setengah bagian bubur buah lainnya. d. Manisan Buah Manisan buah adalah produk buah-buahan yang diolah dengan menambahkan gula dalam konsentrasi tinggi sehingga dapat mengawetkan buah-buahan tersebut. Manisan buah ada dua jenis, yaitu: 1. Manisan buah basah Manisan buah basah adalah manisan buah yang masih mengandung air gula. Untuk membuat manisan buah basah, setelah dikupas buah direndam dalam larutan garam kemudian dimasukkan ke dalam larutan gula dan ditiriskan. 2. Manisan buah kering Manisan buah kering tidak mengandung air gula lagi. Untuk membuat manisan kering, setelah buah direndam dalam larutan gula selama semalam, buah ditiriskan lalu ditaburi gula pasir dan dikeringkan dengan cara dijemur di bawah terik matahari. Lamanya menjemur biasanya 3 hari dan tiap hari ditaburi kembali dengan gula pasir. Daya awet manisan buah kering lebih lama dibandingkan manisan buah basah karena manisan buah kering lebih rendah kadar airnya dan lebih tinggi kandungan gulanya. Perendaman dalam larutan kapur beberapa saat dilakukan untuk membuat manisan tetap renyah. Hal ini disebabkan oleh kalsium yang masuk ke dalam jaringan buah. Buah setelah dikupas akan berubah warna menjadi coklat atau kehitaman. Hal ini disebabkan oleh reaksi kimia dari asam pada buah dengan udara yang dikenal dengan reaksi pencoklatan (browning enzimatis). Untuk menghindari hal tersebut, buah yang sudah dikupas sesegera mungkin direndam dengan air garam yang dapat melindungi buah dari reaksinya dengan udara. Reaksi pencoklatan lebih lanjut dari buah yang sudah direndam dalam larutan gula biasanya dilakukan proses sulfuring. Proses ini bertujuan untuk mempertahankan warna dan cita rasa, asam askorbat (vitamin C) dan vitamin A. Selain itu sebagai bahan pengawet kimia untuk menurunkan atau menghindari kerusakan oleh jasad renik sehingga dapat mempertahankan mutu manisan selama penyimpanan. Senyawa-senyawa kimia yang dapat digunakan dalam proses sulfuring adalah sulfur dioksida, senyawa-senyawa sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Proses sulfuring dilakukan sebelum buah dibuat manisan dengan uap sulfur dioksida atau dengan cara perendaman dalam larutan sulfur dioksida atau sulfit. Batas maksimum penggunaan sulfur dioksida dalam makanan yang dikeringkan adalah 2000 sampai 3000 mg setiap kg manisan buah. Manisan buah termasuk jenis makanan yang awet karena larutan gula pekat memiliki tekanan osmotik tinggi. Konsentrasi gula yang dibutuhkan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme bervariasi, tergantung

dari jenis jasad renik dan kandungan zat-zat yang terdapat dalam makanan. Pada umumnya larutan gula 70% akan menghentikan pertumbuhan seluruh jasad renik dalam makanan. Buah yang dibuat untuk manisan sebaiknya yang masih muda atau mengkal karena tidak banyak mengandung gula sehingga akan menghasilkan manisan yang baik kecuali untuk buah salak dan buah atap. Untuk kedua jenis buah ini lebih baik dalam keadaan matang. e. Buah dalam sirup Buah dalam sirup adalah suatu produk olahan buah-buahan yang dibuat melalui proses blansir, dimasukkan ke dalam wadah steril ditambah larutan gula 40%, diexhausting, ditutup rapat, disterilisasi, dan dilewatkan di air dingin. Produk ini dapat disimpan lebih lama karena telah melalui proses sedemikian rupa. Cara mensterilkan tempat/wadah/ kaleng adalah dengan memanaskan atau merebus wadah selama 30 menit pada suhu 100- 121oC. Proses blansir dilakukan dengan mencelupkan buah dalam air panas/merendam dalam larutan kimia dengan maksud menghilangkan udara dari jaringan buah yang akan diolah dan mengurangi terbentuknya endapan. Tujuan lain adalah mengurangi jumlah mikroorganisme, mempermudah pengisian dalam wadah, serta menonaktifkan enzim yang menyebabkan perubahan warna menjadi coklat. Setelah diblansir, buah disusun rapi dalam wadah lalu dituang sirup gula sampai batas 1-2 cm dari bawah tutup wadah. Sebelum ditutup dilakukan exhausting dengan cara memanaskan kaleng dan isinya dengan merebus sampai suhu bagian tengah kaleng mencapai 80oC selama 5 menit. Exhausting adalah kegiatan untuk mengurangi tekanan dalam wadah yang disebabkan karena pengembangan pada waktu proses pemanasan. Tanpa proses exhausting, buah yang dikalengkan akan hancur setelah pemanasan akibat tekanan yang terlalu tinggi. Setelah exhausting, wadah langsung ditutup rapat dan dilanjutkan sterilisasi kira-kira 30 menit pada suhu 100oC. Setelah sterilisasi, wadah segera didinginkan dengan air mengalir. Buah dalam sirup yang dikalengkan dapat disimpan sampai satu tahun. Jenis buahbuahan yang sering dikalengkan adalah rambutan, leci, pisang, jambu biji, nanas, apel, pir, dan mangga. Kadang-kadang dalam satu kaleng bisa ditemukan campuran buah. Selain buah, juga terdapat larutan gula sebagai media, umumnya berkadar 40%. Dalam pembuatan sirup gula ditambahkan sedikit asam sitrat untuk menambah rasa. f. Sirup Sirup adalah sejenis minuman ringan berupa larutan gula kental dengan cita rasa beraneka ragam. Berbeda dengan sari buah, penggunaan sirup tidak langsung diminum tetapi harus diencerkan dulu karena kandungan gula dalam sirup tinggi, sekitar 65%. Untuk menambah rasa dan aroma, sering ditambah rasa, pewarna, asam sitrat, atau asam tartarat.

Berdasarkan bahan baku utamanya, sirup dibedakan menjadi: 1. Sirup essence adalah sirup yang cita rasanya ditentukan oleh essence yang ditambahkan, misalnya essence jeruk, mangga, nanas, dan sebagainya. 2. Sirup glukosa, hanya mempunyai rasa manis saja, sering disebut gula encer. Sirup ini biasanya tidak langsung dikonsumsi, tapi lebih merupakan bahan baku industri minuman, sari buah, dan lain-lain. Sirup glukosa dapat dibuat dari tepung kentang, tepung jagung, tepung beras, dan lain-lain. 3. Sirup buah adalah sirup yang cita rasanya ditentukan oleh bahan dasarnya yaitu buah segar, misalnya jambu biji, markisa, nanas, dan sebagainya. g. Produk Lainnya 1. Conserves Conserves adalah produk yang dibuat dari campuran buah-buahan termasuk buah jeruk dan seringkali ditambahkan kacang dan kismis hingga menjadi lebih padat dari selai. 2. Preserves Preserves merupakan buah kecilkecil yang utuh atau potonganpotongan buah yang besar yang dimasak dengan sirup hingga jernih lalu ditambahkan sirup atau sari buah yang kental. 3. Mentega buah (fruit butter) Mentega buah terbuat dari daging buah, dimasak hingga menjadi sangat halus dan lunak lalu dibubuhi bumbu-bumbu. Mentega buah ini paling sedikit mengandung gula dibandingkan produk lainnya. 4. Madu buah (fruit honey) Madu buah sekilas tampak seperti madu. Madu buah dibuat dari pekatan sari buah yang dimasak hingga mencapai kekentalan seperti madu.

DAFTAR PUSTAKA Sri R. Dwiari, dkk. Teknologi Hasil Pangan. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2008. http://www.wikipedia.com/pengawetan-pangan.

Diposkan oleh liza light'z di 23.45


Mikroorganisme adalah makhluk yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat dibawah mikroskop. Salah satu jenis mikroorganisme adalah bakteri. Bakteri merupakan organisme uniselular yang tumbuh dengan cara pembelahan biner yaitu satu sel membelah secara simetris. Untuk mempermudah penghitungan koloni diperlukan pengetahuan mengenai morfologi bakteri tersebut sehingga media pertumbuhan yang akan digunakan sesuai dengan sifat bakteri tersebut. Kehadiran mikrobia pada makanan dapat bersifat menguntungkan atau merugikan. Ada hasil metabolisme spesies mikrobia tertentu pada makanan dibutuhkan dan digemari oleh manusia. Akan tetapi ada beberapa species yang dapat merusak makanan dengan pembusukan atau menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia. Setiap produk yang dihasilkan oleh mikrobia tergantung jumlah mikrobia yang terkandung dalam suatu bahan atau lingkungan. Analisis kuantitatif mikrobiologi pada bahan pangan penting dilakukan untuk mengetahui mutu bahan pangan, dan proses yang akan diterapkan pada bahan pangan tersebut. Ada beberapa cara untuk mengukur atau menghitung mikrobia yaitu dengan perhitungan jumlah sel, perhitungan massa sel secara langsung, dan pendugaan massa sel secara tak langsung. Perhitungan jumlah sel dapat dilakukan dengan 3 metode yaitu dengan hitungan mikroskopik, MPN (Most Probable Number), dan hitungan cawan (Fardiaz, 1989). Dari ketiga metode tersebut metode hitungan cawan paling banyak dan mudah digunakan. Oleh karena itulah, pada acara praktikum mikrobiologi dasar untuk perhitungan koloni kali ini menggunakan metode hitungan cawan. B. Tujuan Menghitung jumlah koloni bakteri menggunakan metode hitungan cawan. II. TINJAUAN PUSTAKA Perhitungan jumlah suatu bakteri dapat melalui berbagai macam uji seperti uji kualitatif koliform yang secara lengkap terdiri dari tiga tahap yaitu uji penduga (uji kuantitatif, bisa dengan metode MPN), uji penguat dan uji pelengkap. Waktu, mutu sampel, biaya, tujuan analisis merupakan beberapa faktor penentu dalam uji kualitatif koliform. Bakteri koliform dapat dihitung dengan menggunakan metode cawan petri (metode perhitungan secara tidak langsung yang didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni yang merupakan suatu indeks bagi jumlah organisme yang dapat hidup yang terdapat pada sampel) (Penn, 1991).

Fardiaz (1989) menyatakan ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghitung atau mengukur jumlah jasad renik di dalam suatu suspensi atau bahan, yang dapat dibedakan atas beberapa kelompok yaitu : A. Perhitungan jumlah sel 1. Hitungan mikroskopik 2. Hitungan cawan 3. MPN (Most Probable Number) B. Perhitungan massa sel secara langsung 1. Volumetrik 2. Gravimetrik 3. Kekeruhan (turbidimetri) C. Perhitungan massa sel secara tidak langsung 1. Analisis komponen sel 2. Analisis produk katabolisme 3. Analisis konsumsi nutrien Dari metode-metode tersebut, metode hitungan cawan paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan metode hitungan cawan merupakan cara yang paling sensitif untuk menghitung jumlah mikroba karena: 1. Hanya sel yang masih hidup yang dihitung 2. Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus 3. Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari satu sel dengan penampakan pertumbuhan yang spesifik. Prinsip dari metode hitungan cawan adalah menumbuhkan sel mikrobia yang masih hidup pada metode agar, sehingga sel mikrobia tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop (Fardiaz, 1993). Metode hitungan cawan dapat dibedakan atas dua cara yaitu : 1. Metode tuang (pour plate) 2. Metode permukaan (surface / spread plate) Pada perhitungan menggunakan metode cawan, diperlukan suatu pengenceran agar jumlah koloni mikrobia yang ada pada cawan dapat dihitung dan sesuai standar, yaitu berjumlah 30 300 per cawan. Pengenceran dilakukan secara decimal yntuk memudahkan perhitungan. Perhitungan metode cawan menggunakan rumus sebagai berikut : Faktor pengenceran = pengenceran x jumlah yamg ditumbuhkan Jumlah koloni (SPC) = jumlah koloni x Untuk melaporkan suatu analisis mikrobiologi digunakan suatu standar yang disebut Standard Plate Count yang menjelaskan cara menghitung koloni pada cawan serta cara memilih data yang ada untuk menghitung jumlah koloni dalan suatu contoh. Cara menghitung koloni pada cawan adalah sebagai berikut : 1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni

antara 30 sampai 300. 2. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan, dapat dihitung sebagai satu koloni. 3. suatu deretan (rantai) kolini yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai satu koloni. Sedangkan data yang dilaporkan sebagai SPC harus mengikuti peraturan sebagai berikut : 1. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama dibelakang koma dan angkan kedua dibelakang koma. Jika angka ketiga sama dengan atau lebih besar dari 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka kedua. 2. Jika semua pengenceran yang dibuat untuk menanam menghasilkan angka kurang dari 30 pada cawan petri, hanya jumlah koloni pada pengenceran yang terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan. 3. Jika semua pengenceran yang dibuat untuk menanam menghasilkan angka lebih besar dari 300 pada cawan petri, hanya jumlah koloni pada pengenceran yang tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan. 4. Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan jumlah antara 30 dan 300, dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil atau sama dengan 2, yang digunakan adalaha rata-ratanya. Jika perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih besar dari 2, yang dilaporkan hanya hasil terkecil. 5. Jika digunakan dua cawan Petri (duplo) per pengenceran, data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut, meskipun salah satunya tidak memenuhi syarat diantara 30 dan 300. Koloni adalah kumpulan dari mikrobia yang memilki kesamaan sifat-sifat seperti bentuk, susunan, permukaan, dan sebagainya. Sifat-sifat yang perlu diperhatikan pada koloni yang tumbuh di permukaan medium adalah (Dwidjoseputro, 1978) : 1. Besar kecilnya koloni. Ada koloni yang hanya serupa suatu titik, namun ada pula yang melebar sampai menutup permukaan medium. 2. Bentuk. Ada koloni yang bulat, ada yang memanjang. Ada yang tepinya rata, ada yang tidak rata. 3. Kenaikan permukaan. Ada koloni yang rata saja dengan permukaan medium, ada pula yang timbul yaitu menjulang tebal di atas permukaan medium. 4. Halus kasarnya permukaan. Ada koloni yang permukaannya halus, ada yang permukaannya kasar dan tidak rata.

5. Wajah permukaan. Ada koloni yang permukaannya mengkilat, ada yang permukaannya suram. 6. Warna. Kebanyakan koloni bakteri berwarna keputihan atau kekuningan. 7. Kepekatan. Ada koloni yang lunak seperti lendir, ada yang keras dan kering. Pada praktikum ini, bakteri yang akan dihitung koloninya adalah Escherichia Coli yang merupakan bakteri gram negative berbentuk batang, bersifat anaerobic fakultatif. Ukurannya berkisar pada 0,6 x 2,0-3,0 m (Pelczar, 1986). E. Coli secara normal terdapat didalam usus besar dan termasuk bakteri kolform. Bakteri koliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri koliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain dengan kata lain merupakan bakteri indikator sebagai tanda bahwa adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan koliform fecal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Keuntungan mendeteksi koliform adalah jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain (Hadioetomo, 1993). Koliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya pencemaran dan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu dan produk-produk susu. Ada beberapa jenis E. Coli yang bersifat invasif atau meracuni makanan, Contoh E. Coli ini yaitu E. Coli enteropatogenik (EPEC), EIEC (enteroinvasif E. Coli), dan ETEC (enterotoksigenik E. Coli). Selain itu bakteri yang akan dihitung koloninya adalah Lactobacillus acid. Pada saat perhitungan koloni, apabila jumlah koloni yang di temukan kurang dari standart yang telah di tetapkan, maka suatu sample bisa di katakan murni (Dilliello, 2002). Terkadang untuk menghitung kuantitas mikroorganisme pada sample dapat di uji dengan cara menghitung jumlah koloni pada agar. Agar lempengan yang telah ditetapkan, disingkat jumlah penjumlahan pada lempengan (Standart plate count) (Dwisaputro, 2002). Standart plate count (perhitunngan jumlah pada lempengan) sangat berguna dalam hal mengetahui kuantitas mikroorganisme pada suatu tempat atau sampel sehingga bisa di ketahui apakah sampel tersebut murni atau tidak murni (Stanier, 2001). Perhitungan koloni: Pour plate : 1 koloni Faktor pengencer Spread plate : 1 10 koloni Faktor pengencer Standart plate count : 30 300 koloni Syarat : Jika kurang dari 2 : Dipakai pengencer terbesar Jika lebih dari 2 : Dipakai rata-rata Perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran dilakukan secara decimal. Semakin tinggi jumlah mikroba yang terdapat di

dalam sample, semakin tinggi pengenceran yang harus dilakukan (Fardius, 1992). Kisaran hitung Seperti yang sampai saat ini diketahui bahwa kisaran yang paling tepat dalam menghitung koloni pada cawan adalah 30-300 koloni/cawan atau 25-250 koloni/cawan. Permulaan penentuan kisaran ini berawal dari seorang mikrobiologiwan bernama Nersser (1895) yang menyimpulkan bahwa hitungan cawan yang paling baik adalah cawan yang memiliki 10.000 koloni/cawan yang perhitungannya dilakukan dengan mikroskop pada perbesaran rendah. Tiga tahun kemudian muncul pernyataan bahwa cawan yang mempunyai koloni lebih dari 100 koloni/cawan sebaiknya diabaikan. Selanjutnya pada tahun 1897, Hill menyarankan untuk tidak menghitung cawan yang terlalu banyak jumlah koloninya (overcrowded) karena tidak memberikan hasil yang sesuai dengan kenyataan. Kemudian tahun 1908, orang yang sama menyimpulkan tentang kisaran hitung 40-200 koloni/cawan yang digunakan sebagai landasan pelaporan. Kisaran ini diterima pada Comitee Standard Method of Bacteriology Water Analysis (1915) dan diubah menjadi 30-200 koloni/cawan. Pencetus kisaran hitung 25-250 koloni/cawan dikemukakan oleh Breed dan Dotterrer pada tahun 1916 yang mempublikasikan dalam seminarnya mengenai topik ini. Mereka menentukan kisaran ini berdasarkan alasan supaya hasil perhitungannya tidak menimbulkan kesalahan statistik yang serius. Mereka juga mencatat bahwa jenis bakteri dapat mempengaruhi ukuran koloni dan jumlah koloni yang tumbuh pada cawan. Selain itu komposisi nutrisi dan jarak antar koloni juga mempengaruhi jumlah koloni per cawan karena koloni tetangga mungkin dapat menghambat pertumbuhan atau menstimulus koloni didekatnya (seperti B. bulgaricus yang distimulus oleh adanya molds). Breed dan Dotterrer memakai tiga kali plating tiap pengenceran (triplicate plating) dalam percobaanya dan memilih cawan yang masuk kisaran dari tiap pengenceran. Pada analisa ini cawan yang memiliki jumlah koloni 400 dianggap tidak memenuhi syarat, sedangkan cawan yang memenuhi syarat itu sendiri berjumlah antara 50 dan 200 koloni/cawan. Pencetus lainnya adalah Tomasiewicz (1980) yang menyimpulkan bahwa kisaran hitung untuk plate count dengan ulangan 3 kali (triplicate) yaitu 25-250 koloni/cawan. Kesimpulan ini didapat dari data analisa susu (raw milk) pada tiga eksperimen yang berbeda. USP (United States Pharmacopoeial) merekomendasikan untuk menggunakan kisaran hitung antara 25 dan 250 koloni/cawan untuk bakteri pada umumnya dan Candida albicans. Sedangkan kisaran yang disarankan jika menganalisa jumlah Aspergillus niger adalah 8-80 koloni/cawan. ASTM (American Standard Testing and Methods) menyarankan untuk menggunakan kisaran hitung 20-80 koloni/membran jika menggunakan teknik filtrasi membran, 20-200 koloni/cawan untuk spread plate dan 30-300 koloni/cawan untuk pour plate. FDA BAM (Food and Drug Administration, Bacteriological Analytical Manual)

merekomendasikan 25-250 koloni/cawan sebagai kisaran hitung secara keseluruhan. Batas atas kisaran hitung. Istilah untuk menggambarkan jumlah koloni yang melebihi batas atas kisaran hitung adalah TNTC (Too Numerous To Count). ASTM menyarankan untuk melaporkan TNTC sebagai lebih besar dari batas atas, misalnya >200 CFU pada cawan dari pengenceran 1/10, maka pelaporannya adalah >2000 CFU/ml(g). III. BAHAN DAN ALAT A. Bahan 1. Kultur bakteri dalam medium cair 2. Larutan 0,85% NaCl 3. Medium NA B. Alat 1. Tabung reaksi 2. Cawan petri 3. Pipet ukur 1 ml IV. PROSEDURE KERJA IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil pengamatan Perhitungan Koloni Bakteri (Kelompok 5) No. Pengenceran Jumlah Koloni E_Colli Lactobacillus Asidopillus 1. 10 - 2. 10 - 3. 10 241 464 4. 104 171 447 5. 105 152 292 Perhitungan : E.Colli = Pengenceran 10 241 x = 241.000 Pengenceran 104 171 x = 1.710.000 Pengenceran 105 152 x = 15.200.000 Lactobacillus Acid = Pengenceran 10 464 x = 464.000 Pengenceran 104 447 x = 4.470.000 Pengenceran 105 292 x = 29.200.000 Jumlah koloni (SPC) : Rata2 jumlah bakteri E_Colli pada pengenceran 10104 dan 105= 241+171+152 3 = 188 Jumlah koloni (SPC) E_Colli = 462,67 x 1/10104105 = 188 x 1012 Rata2 jumlah bakteri Lactobacillus Acid pada pengenceran 10104 dan 105

= 464+ 447+292 = 401 3 Jumlah koloni (SPC) E_Colli = 401 x 1/10104105 = 401 x 1012 B. Pembahasan Metode hitungan cawan dilaksanakan dengan mengencerkan sampel suspensi bakteri Escherichia Coli dan Lactobacillus Acid kedalam larutan garam fisiologi (NaCl) 0,85 %. Pengenceran dilakukan agar setelah inkubasi, koloni yang terbentuk pada cawan tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung. Dimana jumlah terbaik adalah antara 30 sampai 300 sel mikrobia per ml, per gr, atau per cm permukaan (Fardiaz, 1993). Prinsip pengenceran adalah menurunkan jumlah sehingga semakin banyak jumlah pengenceran yang dilakukan, makin sedikit sedikit jumlah meikrobia, dimana suatu saat didapat hanya satu mikrobia pada satu tabung (Waluyo, 2004). Larutan yang digunakan untuk pengenceran harus memilki sifat osmotik yang sama dengan keadaan lingkungan asal mikrobia untuk menghindari rusaknya sel, selain itu juga harus dijaga agar tidak terjadi perbanyakan sel selama pengenceran. Selain menggunakan larutan garam fisiologi (NaCl) 0,85 %, pengenceran juga dapat dilakukan dengan menggunakan larutan fosfat buffer, larutan Ringer, atau akuades. Namun penggunaan akuades sebaiknya dihindari karena dapat mengakibatkan rusaknya sel akibat perbedaan tekanan osmotik, karenanya pelaksanaan pengencerannya harus cepat. Kedalam larutan pengencer juga dapat ditambahkan butir-butir gelas (glass beads) atau pasir putih yang disterilisasi bersama dengan larutan tersebut untuk melarutkan bahan yang sukar larut. Pengenceran yang dilakukan dalam percobaan ini adalah pengenceran desimal yaitu 10-1, 10-2, 10-3, 10-4 dan 10-5. Dan yang diplating dan diamati adalah pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5. Hal ini karena diperkirakan koloni yang terbentuk oleh Escherichia Coli berada pada jumlah yang dapat dihitung pada pengenceran tersebut. Selain itu, perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran dilakukan secara desimal. Selanjutnya dari masing-masing tabung pengenceran diambil 1 ml untuk dilakukan penanaman atau plating pada media NA secara aseptik. Plating atau penanaman bakteri adalah proses pemindahan bakteri dari medium lama ke medium baru (Dwidjoseputro, 1978). Pada penanaman bakteri dibutuhkan kondisi aseptis atau steril, baik pada alat maupun proses, untuk menghindari kontaminasi, yaitu masuknya mikrobia yang tidak diinginkan. (Fardiaz, 1993). Media NA digunakan karena merupakan media yang paling cocok untuk kultur bakteri. Selanjutnya cawan petri diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 37 C dalam keadaan terbalik. Cawan petri diinkubasi dalam keadaan terbalik untuk menghindari kontaminasi dari air yang mengembun diatas cawan petri yang mungkin menetes jika cawan petri diletakan pada posisi normal. Inkubasi dilakukan selama 2 x 24 jam karena jumlah mikrobia maksimal yang dapat

dihitung, optimal setelah masa tersebut yaitu akhir inkubasi. Selama masa inkubasi, sel yang masih hidup akan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung oleh mata. Prinsip perhitungan koloni bakteri adalah semakin tinggi tingkat pengenceran semakin rendah jumlah koloni bakteri. Dengan kata lain tingkat pengenceran berbanding terbalik dengan jumlah koloni bakteri. Berdasarkan hasil pengamatan perhitungan koloni bakteri Escherichia Coli dari kelompok 5 hasil perhitungannya menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengenceran semakin sedikit jumlah bakteri. Namun pada perhitungan koloni bakteri Lactobacillus Acid kelompok 5 mengalami kegagalan, karena jumlah bakteri berbanding lurus dengan tingkat pengenceran. Hal ini disebabkan terjadinya kontaminan yang berasal dari alat yang digunakan, praktikan ataupun udara. Selain itu bisa juga disebabkan oleh kurangnya kecermatan dan ketelitian praktikan baik dalam proses praktikum ataupun perhitungan. Dari hasil didapat bahwa jumlah koloni bakteri yang terdapat dalam 1 ml kultur E. Coli sampel adalah 188 x 1012 koloni. Menurut Dwidjoseputro (1978), Escherichia Coli mengadakan divisio atau pembelahan biner sel setiap 20 menit. Berdasarkan hal itu, maka dapat diperkirakan jumlah E. Coli setelah 2 hari adalah 2 x 272. Sedangkan jumlah koloni bakteri Lactobacillus Acid dari hasil perhitungan adalah 401 x 1012. Metode hitungan cawan juga mempunyai kelemahan, yaitu (Fardiaz, 1993) : 1. Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni. 2. Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan niali yang berbeda 3. Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar 4. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung. VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengenceran merupakan salah satu faktor yang penting dalam penghitungan koloni. B. Saran Sebaiknya proses praktikum dilakukan dengan lebih aseptis untuk mengurangi kontaminan agar data yang didapat lebih akurat. VII. DAFTAR PUSTAKA Dwidjoseputro, D. 1978. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan; Jakarta. Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada; Jakarta. .1989. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB; Bogor. Schlegel, H., G. 1994. Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press; Yogyakarta.

Suriawiria, Unus. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Penerbit Angkasa; Bandung. Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press; Malang. Penanggung Jawab : Cindy Faulin .S A1M008027

Tinggalkan Balasan

Halaman

About

Januari 2010 S S Jun 1 4 11 18 25


S 2 9 16 23 30

M 3 10 17 24 31

5 12 19 26

6 13 20 27

7 14 21 28

8 15 22 29

Tulisan Terkini
Hitam itu kiNi seMakin Pekat Hitam itu kiNi seMakin Pekat Gizi Kurang puna ceeVa perhitungan koloni bakteri puna ceeva geLatinisasi pati puna ceeva

Komentar Terakhir
ceeva on Reaksi maiLLard puna ceev
Blog pada WordPress.com. Tema: Albeo oleh Design Disease.

Ikuti

Follow Ceeva's Blog


Get every new post delivered to your Inbox.
Sign me up

Powered by WordPress.com

III.I

Gula

Gula terdapat dalam berbagai bentuk: sukrosa, glukosa, fruktosa dandekstrosa. Sukrosa adalah gula yang dikenal sehari-hari sebagai gula pasir danbanyak digunakan dalam industri makanan, baik dalam bentuk Kristal halus ataukasar maupun dalam bentuk cair. 3 Gula merupakan salah satu bahan pemanisyang sangat penting karena hampir setiap produk mempergunakan gula. Fungsigula, sebagai bahan penambah rasa, sebagai bahan perubah warna dansebagai bahan untuk memperbaiki susunan dalam jaringan. Sukrosa memilikitingkat kemanisan 3 kali dari kemanisan dekstrosa. Sukrosa bisa dikombinasikandengan madu dalam pengolahan mentega kacang. Gula di dalam madumerupakan gula invert yaitu campuran antara dekstrosa dan fruktosa. Gula inilebih manis daripada sukrosa. Kandungan gula di dalam madu memberikan

pengaruh lebih terhadap karakteristik aroma mentega kacang daripadakomponen-komponen lain yang terkandung dalam madu.Sukrosa (gala pasir) adalah pemanis yang umum digunakan dalampembuatan es krim. Fungsi utamanya adalah untuk meningkatkan penerimaan,sukrosa juga dapat memperkuat cita rasa, meningkatkan kekentalan danmemperbaiki tekstur, sukrosa yang berlebihan akan menutupi cita rasa yangdikehendaki, sedangkan kekurangan sukrosa akan menyebabkan rasa yanghambar. Tujuan penambahan gula dalam pembuatan selai adalah untukmemperoleh tekstur, penampakan, dan flavor yang ideal dan berpengaruhterhadap kekentalan gel. Sifat ini disebabkan karena gula dapat menerap air. Akibatnya pengembangan pati menjadi lebih lambat sehingga suhu gelatinasilebih tinggi. 1 pada pembuatan selai terjadi inversi atau pemecahan sukrosamenjadi glukosa dan fruktosa akibat pengaruh panas dan asam, yang akanmeningkatkan kelarutan sukrosa. Konsentrasi gula yang tinggi pada selai tanpaterjadi kristalisasi adalah hasil dari inversi tersebut. Tetapi jika berlangsungterlalu lama, molekul glukosa yang relatif kurang larut dapat mengkristal. 8 Penggulaan adalah proses pengolahan dengan menambahkan gula pada bahandalam jumlah relatif tinggi. Ketika gula diberikan ke produk makanan dalamkonsentrasi tinggi, minimal 40% zat terlarut, maka bagian airnya menjadi tidakmemungkinkan bagi mikroorganisme untuk berkembang biak dan aktifitas airnya juga akan turun. 14 Selain itu, gula dapat pula berfungsi sebagai pengawet. Pada konsistensitinggi( paling sedikit 40% padatan terlarut), larutan gula dapat mencegahpertumbuhan bakteri, ragi dan kapang. Mekanismenya, gula menyebabkandehidrasi sel mikroba sehingga sel mikroba mengalami plasmolisis danmenghambat siklus perkembangbiakannya. Dalam pembuatan selai, teknikpengawetan dikombinasikan pula dengan tingkat keasaman rendah,pasteurisasi, dan penambahan bahan kimia seperti asam benzoat. Kadar gulamemainkan peran yang besar dalam besarnya viskositas dan efeknya terhadaptemperatur viskositasnya. Viskositas pada selai digunakan dalam pengukurankualitas selama proses pemasakan.

You might also like