You are on page 1of 65
hejahiliyahan. Pelayan kamu adalah saudara kamu. Allah yang menjadikan mereka berada di bawah tangan kamu (yakni dibawah asuhan kamu). Sesiapa yang mempunyai saudara di bawah tangannya hendakiah ia memberi makan seperti yang dimakan sendiri dan memberi pakaian seperti yang dipakainya sendiri. Janganlah kamu membebani mereka dengan pekerjaan yang mereka tidak mampu melakukannya. Kalau kamu membebankan ‘mereka dengan pekerjaan tersebut kamu harus membantu mereka”’.! Hadis tersebut di atas mengajar kita pandangan. Islam mengenai kaum lemah yang bekerja sébagai pelayan atau pembantu rumah kita. Islam menyamakan kedudukan mereka dengan orang-orang yang hidup bersama mereka, tanpa diskriminasi, tanpa aniaya, tidak kedekut memberikan apa yang menjadi hak mereka, tidak boleh memaksa mereka melakukan pekerjaan yang berada di luar kesanggupannya, tidak boleh merendahkan mereka, bahkan mereka harus di pandang sebagai saudara dalam erti kata yang seluas-luasnya, penuh rasa persaudaraan dan kasih sayang. Siapakah yang menduga sebelumnya bahawa seorang budak Negro seperti Bilal bin- Rabbah Al-Habasyiy dapat mencapai martabat begitu tinggi di bawah naungan Islam? Sebelum Islam ia hidup mengalami penindasan jahiliyah, namun ia terpaksa rela. Setelah datang Risalah kenabian yang memancarkan cahaya kebajikan, martabat Bilal melangit setinggi kemantapan imannya, keiklasan pengorbanan dan sebanyak amal kebajikannya. Kelurusan pandangan Islam mengenai kedudukan mereka di dalam masyarakat Islam lebih diperjelaskan lagi oleh perintah Rasulullah (s. aw) kepada umatnya. aSeags No stiece Re Seo 2 Lipigae\ 1) Diriwayatkan oleh Bukhari 201 “Kamu hendaklah tetap patuh dan taat walau yang memimpin kamu itu seorang budak dari Habsyah yang kepalanya mirip sebuah kismis (buah anggur yang dikeringhan setelah diperah airnya)”.! Penerapan dan perlaksanaan prinsip persamaan darjat lebih diperjelaskan lagi dengan perilaku Khalifah ‘Umar. Ibnul- Khattab (r.a) yang antara lain diterangkan seperti berikut: Ketika ia meninggalkan Madinah berangkat ke Jerusalem (Baitul-Magdis) untuk berunding dengan panglima bala tentera Rumawi mengenai penyerahan kekuasaan ke atas kota itu hepadanya, setelah kota itu jatuh: ke tangan muslimin melalui satu pengepungan rapat di bawah pimpinan Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarrah - ia tidak mempunyai unta lebih dari seekor. Selama dalam perjalanan yang jauh itu ia dan pelayannya bergantian naik unta hingga tiba berdekatan dengan perbatasan hota Jerusalem. Ketika itu giliran naik unta tiba pada pelayannya. Kerana itu Khalifah ‘Umar turun, berjalan kaki di belakang pelayannya yang naik unta, padahal ia seorang Khalifah dan Amirul-Mu’minin! Kedua-duanya memasuki kota Jerusalem dalam headaan seperti itu sehingga semua orang yang melihat memberi penghormatan kepada pelayan Khalifah ‘Umar. Mereka menyangha orang yang naih unta itu adalah Amirul- Mu’minin. Akan tetapi pelayan Khalifah Umar memberi isyarat kepada mereka bahawa Amirul-Mu'minin ialah orang yang berjalan kaki di belakang unta”.2 Sesungguhnya ia merupakan peristiwa luar biasa. Belum dan tidak akan pernah dunia menyaksikan peristiwa seperti itu kecuali pada zaman kejayaan Islam! 1) Diriwayatkan oleh Bukhari 2) Diriwayatkan oleh Bukhari 202 Peristiwa lain lagi ialah ketika Khalifah ‘Umar berada di Makkah, ia melihat seorang budak sering berdiri, tidak makan bersama tuan-tuannya. Melihat kenyataan itu Khalifah ‘Umar marah lalu berkata kepada orang-orang yang sedang menikmati makanan: ‘‘Kenapa masih ada orang-orang yang hanya mementingkan diri sendiri dan tidak mengendahkan kepentingan pelayannya?l”. Budak yang sedang berdiri itu dipanggil lalu diajaknya makan bersama menghadapi satu hidangan.! Perbandingan Jika kita bandingkan prinsip persamaan darjat menurut Islam yang telah dilaksanakan sepenuhnya oleh kaum muslimin, dengan suara-suara ditengah masyarakat internasional yang meneriakkan prinsip tersebut, kita akan dapat mengetahui dengan pasti betapa agung agama kita, Islam. Bahkan kita dapat mengatakan, tidak ada segi-seginya yang dapat diperbandingkan dengan ajaran-ajaran yang lain. Dalam zaman kita dewasa ini banyak ahli fikir yang menyeru prinsip-prinsip kemanusiaan, dan persamaan darjat. Bahkan mereka menyerukan perlunya ada suatu dunia yang bahagia di bawah kibaran bendera keadilan, kebebasan dan ketenteraman. Apakah seruan yang dikumandangkan berpuluh-puluh tahun itu pernah terwujud dalam kenyataan? Apakah perbincangan-perbincangan dan seminar-seminar yang diselenggarakan di pelbagai penjuru dunia dapat mencapai pemecahan atau mencapai hasil yang konkrit dapat dilaksanakan? Apakah Persatuan Bangsa-Bangsa Bersatu dapat menjamin wujudnya persamaan hak dan hewajiban didalam satu bangsa atau didalam satu tanahair? Usahlah berbicara tentang “dunia bahagia”! Piagam Pernyataan Hak-Hak Asasi Manusia sahaja hingga sekarang masih merupakan tinta di atas kertas. Apakah Persatuan Bangsa-Bangsa Bersatu dapat menjadikan sebuah negara, seperti Amerika Syarikat atau Afrika Selatan meninggalkan politik diskriminasi rasial? (Ras dan Kasta). 1) ‘Ali’ Abdullah Al-Wahid Wafi: “Huqul-Insan Fil-Islam” 203

You might also like