You are on page 1of 15

Resusitasi Neonatus Selvi Leasa 102009035 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jalan Arjuna Utara

No. 6 Jakarta Barat 11510 dulce_evita91@hotmail.com

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Praktik resusitasi bayi baru lahir mengalami perkembangan yang pesat dalam 40 tahun terakhir. Secara teoritis, fasilitas dan tenaga ahli resusitasi harus tersedia di tempat kelahiran bayi, baik di rumah sakit maupun di rumah. Resusitasi bayi baru lahir harus mengikuti pendekatan yang sistematis. Resusitasi dasar dilakukan dan diteruskan dengan resusitasi lanjutan hanya apabila bayi tidak membaik. Waktu adalah hal yang paling penting. Keterlambatan resusitasi akan membahayakan bayi. Bertindak dengan cepat, akurat dan lembut. Tindakan dianjurkan untuk setiap situasi spesifik.Setelah tindakan dilakukan, evaluasi ulang harus dilakukan dan tindakan selanjutnya dikerjakan sampai situasi stabil tercapai. Hal ini merupakan prinsip resusitasi yang sederhana dan sering diabaikan. Tiga parameter kunci yang perlu dievaluasi adalah frekuensi jantung, aktifitas pernapasan dan warna kulit.
1

1.2 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah antara lain: 1. Memenuhi tugas makalah mandiri blok 29 Emergency medicine 1 sesuai skenario yang telah ditentukan. 2. Membahas skor apgar, langkah-langkah resusitasi, indikasi resusitasi, factor resiko, penatalaksanaan pasca resusitasi.

1.3 Skenario Seorang bayi dilahirkan dari Ibu G1P0A0 36 minggu melalui emergency Sectio Caesaria karena mengalami abraptio placenta. Pada menit pertama, bayi tidak menangis, tampak pucat, kaki dan tangan lemah tidak bergerak. Saat dilakukan pembersihan jalan nafas, bayi tidak ada respon, denyut jantung 50x/menit.

1.4 Hipotesis Bayi dengan gejala asfiksia harus ditangani secara cepat dengan resusitasi.

1.5 Sasaran Belajar Mengetahui APGAR Score Mengetahui langkah-langkah resusitasi Mengetahui indikasi resusitasi Mengetahui factor resiko Mengetahui penatalaksanaan pasca resusitasi.

2. Isi 2.1 Skor APGAR APGAR Score merupakan system pengukuran sederhana dan handal untuk derajat stress intrapartum saat lahir. Kegunaan utama system skor ini adalah untuk memeriksa anak secara sistematis dan untuk mengevaluasi berbagai factor yang mungkin berkaitan dengan masalah pulmonal.
2

Ada 5 hal yang dinilai dalam APGAR score, yakni: 1. Appearance (Warna kulit) Hampir semua bayi berwarna biru saat lahir. Mereka berubah menjadi merah muda setelah tercapainya ventilasi yang efektif. Hampir semua bayi memiliki tubuh serta bibir yang berwarna merah muda, tetapi sianotik pada tangan serta kakinya 90 detik setelah lahir. Sianosis 90 detik terjadi pada curah jantung yang rendah, methemaglobinemia, polisitemia, penyakit jantung congenital jenis sianotik, perdarahan intracranial, penyakit membrane hialin, aspirasi darah atau mekonium, obstruksi jalan napas, paru-paru hipoplastik, hernia diafragmatika dan hipertensi pulmonal persisten. Kebanyakan bayi yang pucat saat lahir mengalami vasokonstriksi perifer. Vasokonstriksi biasanya disebabkan oleh asfiksia, hipovolemia, atau asidosis berat. Alkalosis respiratorik (missal, akibat ventilasi bantuan yang terlalu kuat), penghangatan berlebihan, hipermagnesemia, atau konsumsi alcohol akut pada ibu dapat menyebabkan vasodilatasi. 2. Pulse (denyut jantung) Frekuensi denyut jantung normal saat lahir antara 120-160 denyut per menit. Denyutan di bawah 100 kali per menit biasanya menunjukkan asfiksia dan penurunan curah jantung. 3. Grimace (Kepekaan reflex) Respon normal pada pemasukan kateter ke dalam faring posterior melalui lubang hidung adalah menyeringai, batuk atau bersin. 4. Activity (tonus otot) Semua bayi normal menggerak-gerakkan semua anggota tubuhnya secara aktif segera setelah lahir. Bayi yang tidak dapat melakukan hal tersebut atau bayi dengan tonus otot yang lemah biasanya asfiksia, mengalami depresi akibat obat atau menderita kerusakan SSP. 5. Respiration (upaya bernapas) Bayi normal akan mengap-megap saat lahir, menciptakan upaya bernapas dalam 30 detik dan mencapai pernapasan yang menetap pada frekuensi 30-60 kali per menit pada usia 2 sampai 3 menit. Apnea dan pernapasan yang lambat atau tidak teratur terjadi oleh berbagai sebab, termasuk asidosis berat, asfiksia, infeksi janin, kerusakan SSP, atau pemberian obat pada ibu (barbiturate, narkotik, dan trankuilizer).1

Skor Apgar ini biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan pengisapan lendir dengan sempurna. Skor apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor apgar perlu pula dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatal.2

Tabel 1. Sistem Skor APGAR Skor Appearance (warna kulit) Pulse (denyut jantung) Grimace (Kepekaan reflex) Activity (tonus otot) Respiration (upaya bernapas) Tidak ada Lemas Ekstremitas sedikit fleksi Lambat, tidak teratur Baik, menangis Tidak ada menyeringai Menyeringai & batuk atau bersin Gerakan aktif Tidak ada 0 Biru, pucat 1 Tubuh merah muda, ekstremitas biru < 100x/menit 2 Seluruh tubuh merah muda >100 x/menit

Hasil penilaian skor apgar: 7-10. Bayi sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa. 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung > 100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflex iritabilitas tidak ada. Terdapat pada keadaan asfiksia sedang. 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung < 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflex iritabilitas tidak ada. Terdapat pada keadaan asfiksia berat.2

2.2 Faktor resiko

Faktor antepartum Diabetes Maternal Hipertensi dalam kehamilan Hipertensi kronik Anemia / isoimunisasi Riwayat kematian janin / neonatus Hidrops fetalis Kehamilan lewat waktu Kehamilan ganda Berat janin tidak sesuai masa Perdarahan trimester 2 dan 3 Infeksi maternal Ibu dengan penyakit jantung, ginjal, paru, tiroid, atau kelainan neurologi Polihidramnion Oligohidramnion Ketuban Pecah Dini kehamilan Terapi obat seperti mg-karbonat; _blocker Ibu pengguna obat bius Malformasi janin & anomali Berkurangnya gerakan janin Usia <16 atau >35 tahun

Faktor intrapartum SC darurat Kelahiran dengan Ekstraksi Vakum Letak sungsang / presentasi abnormal Kelahiran kurang bulan Persalinan presipitatus Bradikardia janin persisten Penggunaan anestesi umum Hiperstimulasi uterus Penggunaan obat narkotik dalam _ 4 jam sebelum persalinan Korioamnionitis Ketuban pecah lama (>18 jam) Partus lama (>24 jam) Kala 2 lama Makrosomia Air ketuban hijau kental bercampur mekonium Prolaps tali pusat Solusio plasenta Plasenta previa Perdarahan intrapartum

Bayi prematur merupakan kelompok resiko tinggi, karena karakteristik bayi prematur berbeda dengan bayi aterm: Paru bayi premature kekurangan surfaktan sehingga sukar dikembangkan Kulit bayi premature lebih tipis dan permeable Lebih rentan terhadap infeksi

Abraptio Placenta / Solusio plasenta Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya, yakni sebelum anak lahir. Dengan keadaan plasenta tersebut mengakibatkan suplai nutrisi dan O2 ke janin terganggu, sehingga dapat berdampak asfiksia pada janin atau neonatus.3

2.3 Indikasi resusitasi Resusitasi Penilaian Bayi Baru Lahir Menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi: 1. Apakah bayi lahir cukup bulan? Prematur lebih memerlukan upaya resusitasi

2. Apakah cairan amnion bersih dari mekonium? Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion dan setelah lahir ternyata bayi tidak bugar, maka perlu penghisapan mekonium dari trakea sebelum melakukan langkah lain 3. Apakah bayi bernapas/menangis? Perhatikan dada bayi Tidak ada usaha napas perlu intervensi Megap-megap perlu intervensi Tonus otot baik : fleksi & bergerak aktif.4

4. Apakah tonus otot baik?

Segera setelah lahir, nilai 4 pertanyaan: Perawatan rutin Memberi kehangatan Membersihkan jalan napas Mengeringkan Menilai warna kulit

Air ketuban jernih? Cukup bulan? Bernapas / menangis? Tonus otot baik?

YA

Bila salah satu/lebih jawabannya tidak langkah awal resusitasi.5

Tindakan resusitasi diberikan untuk mencegah kematian akibat asfiksia. Dan bila pada bayi yang asfiksia berat yang tidak dilakukan tindakan resusitasu secara benar akan meninggal atau mengalami gangguan SSP, misalnya cerebral palsy, kelainan jantung, misalnya tidak menutupnya duktus arteriosus

Perlu dilakukan tindakan resusitasi apabila: Air ketuban bercampur mekonium Bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap Bayi lemas atau lunglai

Perlengkapan Pengisapan:6 Bulb Syringe / balon pengisap Alat pengisap lendir Kateter pengisap, ukuran 5, 6, 8, 10, 12, 14 Fr Pengisap mekanik, tabung, dan selangnya Pengisap mekonium/ konektor

Ventilasi Tekanan Positif (VTP)4,6 Jika tidak terdapat pernapasan atau bayi megap-megap, VTP diawali dengan menggunakan balon resusitasi dan sungkup, dengan frekuensi 40-60 kali/menit dengan irama: Pompa - - - Lepas - - - Lepas 1 --2 --3

Jika denyut jantung <100 kali/ menit, bahkan dengan pernapasan memadai, VTP harus dimulai dengan kecepatan 40-60 kali/menit. Intubasi endotrakea diperlukan jika bayi tidak berespons terhadap VTP dengan menggunakan balon dan sungkup. Lanjutkan VTP dan bersiaplah untuk memindahkan bayi ke Neonatal Intensive Care Unit (NICU).

Syarat Balon Resusitasi untuk Neonatus: Ukuran balon 200-750 ml Dapat memberikan oksigen kadar tinggi Mempunyai alat pengaman (katup pelepas tekanan) untuk mencegah tekanan yang terlalu tinggi Ukuran sungkup wajah harus tepat. Sungkup harus menutupi ujung dagu, mulut, dan hidung.

Sebelum melakukan VTP Pilih sungkup ukuran sesuai Pastikan jalan napas bersih dan terbuka Posisi kepala bayi sedikit tengadah Posisi penolong di sisi samping atau kepala bayi

Perlengkapan Ventilasi Balon dan Sungkup: Balon resusitasi neonatus dengan katup pelepas tekanan Reservoar oksigen untuk memberikan O2 90-100% Sungkup wajah dengan bantalan pinggir, ukuran untuk neonatus cukup bulan dan prematur Oksigen dengan pengukur aliran (flowmeter) dan pipa oksigen

Kompresi Dada4 Jika denyut jantung masih <60 kali/menit setelah 30 detik VTP yang memadai, kompresi dada harus dimulai. Kompresi dilakukan pada sternum di proksimal dari prosesus sifoideus, jangan menekan atau di atas sifoid. Kedua ibu jari petugas yang meresusitasi digunakan untuk menekan sternum, sementara jari-jari lain mengelilingi dada; atau jari tengah dan telunjuk dari satu tangan dapat digunakan untuk kompresi sementara tangan lain menahan punggung bayi. Sternum dikompresi sedalam 1/3 tebal antero-posterior dada. Kompresi dada diselingi ventilasi secara sinkron terkoordinasi dengan rasio 3:1. Kecepatan kombinasi kegiatan tersebut harus 120/menit (yaitu 90 kompresi dan 30
8

ventilasi). Setelah 30 detik, evaluasi respons. Jika denyut jantung > 60 denyut/menit, kompresi dada dapat dihentikan dan VTP dilanjutkan hingga denyut jantung mencapai 100 kali menit dan bayi bernapas efektif. Bila < 60/menit, berikan obat (epinefrin) melalui vena umbilical atau pipa endotrakea. VTP tetap dilanjutkan sampai > 100 kali/menit dan bayi bernapas spontan.

Obat-obatan / Bahan Epinefrin 1:10.000 Obat pengembang volume/plasma expander, satu/lebih dari: Salin normal Larutan Ringer laktat Darah utuh (whole blood) golongan darah O negatif Natrium bikarbonat 4,2% Dekstrosa 10% Nalokson Aqua steril Kateter umbilikal / pengganti kateter umbilical

2.4 Langkah-langkah resusitasi Prinsip dasar resusitasi: Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernafasann tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha pernafasan lemah. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.2

Cara resusitasi Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen, dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke ke otak dan curah jantung yang cukup dan alat-alat vital lainnya. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi A ( Airway ) Memastikan saluran napas terbuka yang meliputi: Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi : bahu diganjal Menghisap mulut , hidung dan kadang kadang trakea

B ( Breathing ) Mengusahakan timbulnya pernapasan yang meliputi: Melakukan rangsangan taktil untuk memulai pernapasan Melakukan ventilasi tekanan positif (VTP) dengan sungkup dan balon

C (Circulation) Mempertahankan sirkulasi darah meliputi kegiatan mempertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada.

Langkah awal resusitasi Langkah awal perlu dilakukan secara cepat (dalam waktu 30 detik). Secara umum, 6 langkah awal di bawah ini cukup untuk merangsang bayi baru lahit untuk bernapas spontan dan teratur. 1) Jaga bayi tetap hangat Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu atau dekat perineum. Selimuti bayi dengan kain tersebut Pindahkan bayi ke atas kain ke tempat resusitasi. Tempatkan bayi di bawah pemanas radian3 Bayi harus diusahakan dalam kondisi hangat karena jika dalam keadaan hipotermia, maka akan berkontribusi pada hipoglikemia, asidosis, dan bahkan mortalitas, khususnya pada bayi dengan berat lahir sangat rendah.5

10

2) Atur posisi bayi Letakkan bayi terlentang pada posisi setengah tengadah untuk membuka jalan napas. Sebuah gulungan handuk diletakkan di bawah bagu untuk membantu mencegah fleksi leher dan penyumbatan jalan napas. Jadi posisikan kepala setengah ekstensi. 3) Bersihkan jalan napas Isap lendir Bersihkan jalan napas dengan mengisap mulut terlebih dahulu kemudian hidung, dengan menggunakan bulb syringe, alat pengisap lendir atau kateter pengisap. Perhatikan untuk menjaga bayi dari kehilangan panas setiap saat. Pengisapan yang continue dibatasi 3-5 detik pada suatu pengisapan. Mulut diisap terlebih dahulu untuk mencegah aspirasi. Pengisapan lebih agresif hanya boleh dilakukan jika terdapat mekonium pada jalan napas (kondisi ini dapat mengarah ke bradikardia). Bila terdapat mekonium dan bayi tidak bugar, lakukan pengisapan dari trakea.

4) Keringkan dan rangsang taktil i. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lain dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat memulai pernapasan bayi atau bernapas lebih baik. ii. Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini: Menepuk atau menyentil telapak kaki. Menggosok perut, punggung, dada atau tungkai bayi dengan telapak tangan. Berbagai bentuk rangsangan taktil yang dulu pernah dilakukan, sebagian besar tidak dilakukan lagi karena membahayakan kondisi bayi baru lahir. (lihat tabel di bawah ini)

Tabel 2. Bentuk rangsangan taktil yang tidak boleh dilakukan Bentuk rangsangan taktil yang tidak boleh dilakukan Menepuk bokong Meremas rongga dada Bahaya / resiko Trauma dan luka Fraktur Pneumotoraks
11

Gawat nafas kematian Menekan kedua paha bayi ke perutnya Rupture hati atau limfa Perdarahan di dalam Mendilatasi sfingter ani Menempelkan kompres panas atau dingin atau menempatkan bayi di air panas atau dingin Sfingter ani robek Hipotermia Hipertermia Luka bakar Mengguncang bayi Meniup oksigen atau udara dingin ke tubuh bayi Kerusakan otak Hipotermia

Rangsangan yang kasar, keras atau terus-menerus, tidak akan banyak menolong dan malahan dapat membahayakan bayi.

5) Reposisi Dalam hal ini mengatur kembali posisi kepala dan selimuti bayi Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru (disiapkan) Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian muka dan dada agar pemantauan pernapasan bayi dapat diteruskan.

6) Penilaian apakah bayi menangis spontan dan teratur Tindakan yang dilakukan sejak bayi lahir sampai reposisi kepala dilakukan <30 detik. Jika bayi mulai bernapas secara teratur dan memadai, periksa denyut jantung. Jika denyut jantung >100x/menit dan bayi tidak mengalami sianosis, hentikan resusitasi. Akan tetapi, jika masih sianosis, berikan oksigen aliran bebas.3 Bila bayi tidak bernapas atau megap-megap; segera lakukan tindakan ventilasi.

12

Menilai bayi Tiga hal penting dalam resusitasi: Pernafasan Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya pernapasan selama 1 menit. Nafas tersengal-sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu tindakan. Jika pernapasan telah efektif yaitu pada bayi normal biasanya 50x/menit dan menangis, maka lakukan penilaian selanjutnya. Frekuensi denyut jantung Frekuensi denyut jantung harus > 100/menit. Cara yang termudah dan cepat adalah dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat. Meraba arteria mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi denyut jantung secara terus-menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10 = frekurensi denyut jantung selama 1 menit). Hasil penilaian: Apabila frekuensi > 100 x/menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit. Apabila frekuensi < 100x/menit, walaupun bayi bernafas spontan menjadi indikasi untuk melakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif). Warna kulit Setelah pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya kulit menjadi kemerahan. Jika masih ada sianosis sentral, oksigen tetap diberikan. Bila terdapat sianosis perifer, oksigen tidak perlu diberikan, disebabkan karena peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin.

2.5 Perawatan pasca resusitasi Perawatan lanjutan pasca resusitasi: Catat nilai Apgar untuk menit ke-1 dan ke-5 dalam rekap medic. Jika bayi memerlukan asuhan intensif, rujuk ke rumah sakit terdekat yang memiliki kemampuan memberikan dukungan ventilator, untuk memantau dan memberikan perawatan pada neonatus.

13

Jika bayi dalam keadaan stabil, pindahkan ke ruang neonatal untuk dipantau dan ditindaklanjuti.

Di ruang neonatal, ikuti panduan asuhan neonatal normal untuk pemeriksaan fisik dan tindakan profilaksis. Selain itu, monitor secara ketat tanda vital, sirkulasi, perfusi, status neurologik, dan jumlah urin, serta pemberian minum ditunda disesuaikan kondisi. Sebagai ganti pemberian minum secara oral, beriakan glukosa 10% intravena. Uji laboratorium, seperti analisis gas darah, glukosa, dan hematokrit, harus dilakukan.

Jika sudah tidak terdapat komplikasi selama 24 jam, neonatus dapat keluar dari unit neonatal. Informasikan kepada petugas dan orang tua/keluarga tentang tanda bahaya. Catatan: Tidak melakukan resusitasi dapat diterima pada kehamilan < 23 minggu atau berat lahir < 400 gram, anensefalus, terbukti trisomi 13 dan 18. Resusitasi dinyatakan gagal dan dihentikan bila bayi menunjukkan asistole selama 10 menit setelah dilakukan resusitasi yang ekstensif.3

3. Penutup Pada saat bayi lahir, perlu dilakukan penilaian skor apgar, yang meliputi warna kulit, kepekaan reflex, tonus otot, frekuensi denyut jantung dan pernapasannya. Penilaian ini dilakukan apada menit 1 dan menit ke 5. Selain itu ada pula penilaian yang lain, yakni apakah bayi tersebut lahir cukup bulan, air ketuban jernih, perhatikan apakah bayi menangis atau tidak, bagaimana tonus otonya. Jika terdapat 1 atau lebih yang menandakan tidak, maka perlu dilakukan resusitasi. Proses resusitasi dilakukan dengan 6 langkah awal, dan dilakukan selama 30 detik. Setelah 30 detik dilakukan resusitasim dinilai pernafasan, denyut jantung dan warna kulit. Jika belum memenuhi criteria normal, maka perlu dilakukan tindakan ventilasi tekanan positif (VTP). Hal ini juga dilakukan 30 detik. Jika dalam rentang waktu tersebut frekuensi denyut jantung belum memadai angka normal, dilakukan kompresi dada. Kompresi dada dan VTP dapat dilakukan secara kombinasi. Setelah itu dinilai pernafasan, frekuensi denyut jantung dan warna kulit. Perawatan pasca resusitasi juga penting untuk menjaga kestabilan dan bayi dapat survive dengan baik.

14

Daftar Pustaka 1. Wahab Samik, Sugiarto, Pendit B U. Buku Ajar Pediatri Rudolph, Edisi 20, Vol. 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006; 274-5. 2. Ilmu Kesehatan Anak, jilid 3. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007; 1000-10, 1073-77 3. Saifudin, Abdul Bari. Ilmu Kebidanan, Edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010; 503-7 4. American Heart Association and American Academy of Pediatrics. Textbook of Neonatal Resuscitation. J Kattwinkel, ed. 5th. 2006. 5. Lissauer Tom, Fanaroff A.A. At a glance neonatologi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2010; 34 6. Australia Resuscitation Council: Neonatal Guidelines. Februari 2006

15

You might also like