You are on page 1of 15

LAPORAN KASUS SEROTINUS

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat kelulusan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Obstetric dan Gynecologi di RSUD Tugurejo Semarang

Diajukan kepada: dr. Muhammad Irsam, Sp. OG

Disusun oleh: Dadan fakhrurijal H2A008009

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2013

LAPORAN KASUS MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRIC DAN GYNECOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG PENYUSUN LAPORAN Nama NIM : Dadan fakhrurijal : H2A008009 PENGESAHAN Nama Dosen :dr. Muhammad Irsam.Sp. OG Tanda tangan :

Tanda tangan : ..........

BAB I PENDAHULUAN

Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan aterm adalah usia kandungan antara 38-42 minggu dan ini merupakan periode terjadinya persalinan normal. Namun, sekitar 3,4 -14 % atau ratarata 10% kehamilan berlangsung sampai 42 minggu atau lebih. Angka ini bervariasi dari bebearpa penelitian bergantung pada kriteria yang dipakai.1,2 Kehamilan postterm terutama berpengaruh terhadap janin, meskipun hal ini masih banyak diperdebatkan dan sampai sekarang masih belum ada persesuaian paham. Dalam kenyataannya kehamilan postterm mempunyai pengaruh terhadap perkembangan janin sampai kematian janin. Ada janin yang dalam masa kehamilan 42 minggu atau lebih berat badannya meningkat terus, ada yang tidak bertambah, ada yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya, atau meninggal dalam kandungan karena kekurangan zat makanan dan oksigen. Kehamilan postterm mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal, atau makrosomia. Sementara itu, risiko bagi ibu dengan kehamilan postterm dapat berupa perdarahan pascapersalinan ataupun tindakan obstetrik yang meningkat. Berbeda dengan angka kematian ibu yang cenderung menurun, kematian perinatal tampaknya masih menunjukkan angka yang cukup tinggi, sehingga pemahaman dan penatalaksanaan yang tepat terhadap kehamilan postterm akan memberikan sumbangan besar dalam upaya menurunkan angka kematian, terutama kematian perinatal.

BAB II KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Agama Alamat Pekerjaan pendidikan suku bangsa Status No RM Nama Suami Umur Jenis kelamin Agama Alamat Pekerjaan pendidikan suku bangsa Tgl masuk RS Tgl keluar RS : Ny. Purwati : 39 th : Perempuan : Islam : Kuwansanrejo III Blok A/20 Semarang : Ibu rumah tangga : SMA : jawa : Menikah : 22 90 64 : Tn. Rahmat : 43 th : Laki laki : islam : Kuwansanrejo III Blok A/20 Semarang : karyawan swasta :SMA :jawa : 25-02-2013 : 27-02-2013

II. ANAMNESA Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis tanggal 25-02-2013 jam 10.00 WIB Keluhan utama : Kencang kencang sering Riwayat Penyakit Sekarang / Kronologis : Pasien mengeluh kencang kencang sering 1 minggu, kencang-kencang tidak menjalar, air ngopyok (-), lendir darah (-), gerak janin masih dirasa. Pasien memeriksakan ke poli RSUD tugurejo dan masuk ke ruang VK karena bayi serotinus dan curiga bayi besar.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit asma Riwayat penyakit hipertensi Riwayat penyakit diabetes melitus Riwayat penyakit jantung Riwayat alergi Riwayat operasi : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga lainnya yang menderita seperti pasien.

Riwayat Pribadi Riwayat Haid : Menarch lama siklus Hpht Hpl : 12 tahun :7 : 28 hari, teratur : 2 05 2012 : 9 02 2013

Riwayat pernikahan : Menikah 1 kali dengan suami sekarang yang pertama Selama 10 tahun yang lalu Riwayat Obstetri : G3P1A1 I. II. III. Laki-laki, spontan VE, RS, BBL 2800 KPD, 10 tahun, sehat Abortus, usia kehamilan 5 bulan, kuret di RS Hamil ini Imunisasi TT : 2 x

Riwayat ANC : > 4x dibidan,

Riwayat KB : menggunakan pil,, lepas 2 tahun ini

Riwayat Sosial Ekonomi Kesan ekonomi : cukup baik, jaminan kesehatan menggunakan jampersal.

III. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan tgl 25 02 2013 Jam 10.10 WIB Keadaan Umum : Baik Kesadaran GCS Vital Sign TD Nadi RR T BB TB Status Generalis Kepala Mata : mesocepal : Cpa -/- , SI -/-, reflek cahaya +/+, edem palpebra -/-, pupil isokor 2,5mm/2,5mm Hidung Telinga Mulut Leher Thorax Cor I P P A Pulmo I P P A Abdomen I : membuncit membujur : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : nafas cuping (-), deformitas (-), secret (-) : serumen (-), nyeri mastoid (-), nyeri tragus (-) : lembab (-), sianosis (-) : tidak ada kelainan : 150/90 mmHg : 100 x/menit isi dan tegangan cukup : 20 x/menit regular : afebris : : : compos mentis : E4V5M6 : 15

Extremitas Akral dingin Oedem Sianosis Gerak Reflek fisiologis Reflek patologis Status obtetric tinggi fundus uteri taksiran berat janin leopold i iv : 35 cm : 3565 gram : janin 1 hidup intrauterin presentasi kepala, punggung kanan, Superior (-) (-) (-) Normal (+) (-) Inferior (-) (-) (-) Normal (+) (-)

sudah masuk pintu atas panggul denyut jantung janin his ibu pdv : 12-12-12 : (+) jarang : belum ada pembukaaan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Lab : Hb : 12,10 g/dl Ht : 37,19 % Leukosit : 9,43 mm3 Trombosit : 287 mm3 HbsAg: -

V. DIAGNOSIS KERJA G3P1A1, 39 tahun, Hamil 42 minggu 2 hari, janin I hidup intrauterine presentasi kepala, sudah masuk pintu atas panggul, punggung kiri, belum inpartu dengan serotinus, usia tua dan riwayat obstetri jelek.

VI. PENATALAKSANAAN diberikan mesoprostol 1/8 tablet dan dievaluasi 6 jam dilihat dari bishop score dan Pemberian induksi dengan oksitosin drips 5 satuan dalam 500 cc dekstrosa 5 % atau RL dimulai dengan 8 tetes per menit setiap 10-15 menit sampai 20 tetes per menit Dikarenakan induksi gagal maka dilakukan tindakan section caesaria
7

Persalinan pada tgl 26 2 2012 jam 10.15 WIB Partus , lahir bayi, Jenis kelamin Berat badan lahir Panjang badan Lingkar kepala Lingkar badan Apgar Score Keadaan Ibu post SC S : O: (-) Ku Tensi Nadi Nafas Suhu Mata Thorax Abdomen Ekstrimitas : baik, compos mentis : 140/80 mmHg : 80 x/menit : 20 x/menit : 37.5c : conjungtiva palpebra, anemis : -/: cor, pulmo : tak ada kelainan : TFU : 2 jari dibawah pusar : udem -/: perempuan : 3300 gr : 49 cm : 33 cm : 32 cm : 8 9 10

ASI(-), BAK (+), PPV (+) lochea, BAB (-)

A : serotinus P : persalinan : persalinan dengan tindakan SC Terapi post SC : infus RL/D5/RL/D5/NaCL 0,9% 20 tpm. Injeksi cefotaxime 2x1 gr IV Injeksi ketorolac 3x30 mg Injeksi kalnex 3x500 mg Injeksi metargin 2x1 amp Mobilitas bertahap DC dan balance cairan Diet lunak ASI eksklusif Tidur bantal tinggi 24 jam Pengawasan KU, TV, PPV, ASI, BAK, BAB

BAB III PEMBAHASAN Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/ pos datisme atau pascamaturitas, adalah : kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari (WHO 1977, FIGO 1986).2 Dalam laporan kasus ini berikut diajukan suatu kasus seorang wanita umur 39 th dengan G3P1A1 datang ke polo RS Tugurejo dengan keluhan kencang-kencang dan kehamilan lewat bulan. Sebelumnya pasien sudah mengeluh kenceng kenceng (+), keluar lendir darah (-), gerak janin (+) masih dirasakan, dan keluar cairan rembes banyak dari jalan lahir (-).Hpht : 2 05 2012 Hpl: 9 02 2013 tagal pemeriksaan yaitu: 25-2-2013. Tidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis kehamilan postterm karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan terhadap kondisi kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan postterm merupakan kesalahan dalam menentukan umur kehamilan. Kasus kehamilan postterm yang tidak dapat ditegakkan secara pasti diperkirakan sebesar 22%. Dalam menentukan diagnosis kehamilan postterm di samping dari riwayat haid, sebaiknya dilihat pula hasil pemeriksaan antenatal. Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai berikut :1,2 Pengaruh Progesteron Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesterone. Teori Oksitosin Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu

10

hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan postterm. Teori Kortisol / ACTH janin Dalam teori ini diajukan bahwa pemberi tanda untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan. Saraf uterus Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm. Herediter Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm. Pengelolaan dari kehamilan serotinus pada kasus ini dilakukan bedah sesar hal ini dikarenakan proses induksi gagal dan usia kehamilan sudah lebih dari 42 minggu, secara rinci pengelolaan kehamilan serotinus sebagai berikut: Kehamilan postterm merupakan masalah yang banyak dijumpai dan sampai saat ini pengelolaannya masih belum memuaskan dan masih banyak perbedaan pendapat. Perlu ditetapkan terlebih dahulu bahwa pada setiap kehamilan postterm dengan komplikasi spesifik seperti diabetes mellitus, kelainan faktor Rhesus atau isoimunisasi preeklampsia/eklampsia, dan hipertensi kronis yang meningkatkan risiko lain seperti primitua, infertilitas, riwayat obstetrik yang jelek. Tidak ada ketentuan atau aturan yang pasti dan perlu dipertimbangkan masing-masing kasus dalam pengelolaan kehamilan postterm antara lain sebagai berikut :

11

Pada beberapa penderita, umur kehamilan tidak selalu dapat ditentukan

dengan tepat, sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang diperkirakan. Sukar menentukan apakah janin akan mati, berlangsung terus, atau mengalami

morbiditas serius bila tetap dalam rahim. Sebagian besar janin tetap dalam keadaan baik dan tumbuh terus sesuai

dengan tambahnya umur kehamilan dan tumbuh semakin besar. Pada saat kehamilan mencapai 42 minggu, pada bebarapa penderita

didapatkan sekitar 70% serviks belum matang (unfavourable) dengan nilai Bishop rendah sehingga induksi tidak selalu berhasil. Persalinan yang berlarut-larut akan sangat merugikan bayi posmatur. Pada postterm sering terjadi disproporsi kepala panggul dan distosia bahu (8%

pada kehamilan genap bulan, 14% pada postterm). Jenis postterm lebih peka terhadap obat penenang dan narkose, sehingga perlu

penetapan jenis narkose yang sesuai bila dilakukan bedah sesar (risiko bedah sesar 0,7% pada genap bulan dan 1,3% pada postterm). Pemecahan selaput ketuban harus dengan pertimbangan matang. Pada

oligohidramnion pemecahan selaput ketuban akan meningkatkan risiko kompresi tali pusat akan tetapi sebaliknya dengan pemecahan selaput ketuban akan dapat diketahui adanya mekonium dalam cairan amnion.2,3 Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat dalam pengelolaan kehamilan postterm. Beberapa kontroversi dalam pengelolaan kehamilan postterm, antara lain adalah : Apakah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan induksi setelah ditegakkan diagnosis postterm ataukah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara ekspektatif / menunggu. Bila dilakukan pengelolaan aktif, apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu.2 Pengelolaan aktif : yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin. Pengelolaan pasif / menunggu / ekspektatif ; didasarkan pandangan bahwa persalinan anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar postterm mempunyai risiko / komplikasi cukup besar terutama risiko persalinan operatif sehingga menganjurkan untuk dilakukan pengawasan terus-menerus tehadap kesejahteraan janin, baik secara biofisik
12

maupun biokimia sampai persalinan berlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan. Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kehamilan postterm adalah sebagai berikut : Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan

(postterm) atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan kepada dua variasi dari postterm ini. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.

- Pemeriksaan kardiotokografi seperti nonstress test (NST) dan Contraction Stress Test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap gerak janin atau kontraksi uterus. Bila didapat hasil reaktif, maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin baik. Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan besar janin, denyut jantung janin, gangguan pertumbuhan janin, keadaan dan derajat kematangan plasenta, jumlah (indeks cairan amnion) dan kualitas air ketuban. - Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti pemeriksaan kadar Estriol. - Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/ 20 menit) atau secara objektif dengan tokografi (nomal 10 kali/ 20 menit). - Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya, air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami risiko 33% asfiksi.1,2 - Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postterm. Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat segera dilaksanakan pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana serviks telah matang.1,2,7 Pada mulanya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan mencapai 41 minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan bertambahnya umur kehamilan, maka dapat terjadi keadaan yang kurang menguntungkan, seperti janin tumbuh makin besar atau sebaliknya, terjadi kemunduran fungsi plasenta dan oligohidramnion.2,5,8,9 Kematian janin neonatus meningkat 5-7% pada persalinan 42 minggu atau lebih. Bila serviks telah matang (dengan nilai Bishop > 5) dilakukan induksi

persalinan dan dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya persalinan dan

13

keadaan janin. Induksi pada serviks telah matang akan menurunkan risiko kegagalan ataupun persalinan tindakan.9 Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut

apabila kehamilan tidak diakhiri: NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal,

kehamilan dapat dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu dua kali. Bila ditemukan oligohidramnion ( < 2 cm pada kantong yang vertikal

atau indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variabel pada NST, maka dilakukan induksi persalinan. Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada

kontraksi (CST) harus dilakukan. Bila hasil CST positif, terjadi deselerasi lambat berulang, variabilitas abnormal (<5/20 menit) menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin, mendorong agar janin segera dilahirkan dengan mempertimbangkan bedah sesar. Sementara itu, bila CST negatif kehamilan dapat dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian. Keadaan serviks (skor Bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien dan kehamilan dapat diakhiri bila serviks matang.1,2 Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.

14

DAFTAR PUSTAKA 1. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Cetakan kedua. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta 2. Obstetrics Williams / F.Gary Cunningham[et.al]; alih bahasa, Andry Hartono, Y. Joko Suyono, Brahm U, Pendit; editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto [et.al]. 2005. Williams Obstetrics ed.21. Jakarta : EGC

3. Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi,Obstetri Patologi, Edisi 2. Jakarta:
EGC

4. 5.

Standar pelayanan medik Obstetri dan Ginekologi. POGI, 2006 Vorherr H. Plasental insufficiency in relation to postterm pregnancy and fetal maturity. Am J Obstet Gynecol 1972; 112-8

6.

Saifuddin AB, Adriaanz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D, eds. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2001

7.

Drife J, Magowan BA. Ed. Clinical obstetrics and gynaecology : Prolonged pregnancy. Saunders, London 2004: 317-8

15

You might also like