You are on page 1of 22

Presentasi Kasus

SEORANG ANAK PEREMPUAN 10 TAHUN DENGAN CEREBRAL PALSY DAN SUSPEK MENINGITIS

Oleh : Andhika Arie P G0003047

Pembimbing : Dr. dr. Hj. Noer Rachma, Sp.RM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2009
1

STATUS PENDERITA I. ANAMNESIS A. Identitas Pasien Nama Umur Jenis kelamin Agama Alamat Tanggal masuk Tanggal periksa No CM B. Keluhan Utama Kejang C. Riwayat Penyakit Sekarang (alloanamnesis) Penderita datang dengan keluhan kejang. Keluhan ini dirasakan kurang lebih tiga jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang berlangsung kurang dari 1 menit. Saat kejang otot lengan penderita kaku dengan posisi lengan menekuk. Tidak didapatkan busa yang keluar dari mulutnya. Saat kejang pasien tidak sadar. Keluhan ini disertai dengan badan panas sejak kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Setelah kejang, penderita dibawa ke RSUD Karanganyar. Di RSUD pasien mendapatkan infus dan obat suntik. Karena keterbatasan fasilitas, penderita dirujuk ke RS Dr Moewardi. Saat menjalani perawatan di RSDM, penderita kadang mengalami kejang. Kejang berlangsung kurang dari 1 menit. Saat kejang otot lengan penderita kaku dengan posisi lengan menekuk. Penderita merasakan panas yang naik turun tetapi tidak pernah sampai normal. Sejak kurang lebih umur 3 bulan, pasien kadang mengalami kejang. kejang belangsung beberapa menit, saat kejang otot tangan sangat kaku dengan posisi lengan : An NS : 10 tahun : Perempuan : Islam : Kr Kidul 6/2, Pulosari, Kb Kramat, Kra : 5 September 2009 : 7 September 2009 : 779197

menekuk. Pasien selama ini mondok berulang kali di RSDM didiagnosa dengan cerebral palsy. D. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat trauma Riwayat alergi obat/makanan Riwayat asma Riwayat mondok : disangkal : disangkal : disangkal : (+) di RSDM dan PKU karanganyar Dengan diagnosa cerebral palsy E. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat sakit jantung Riwayat sakit kencing manis Riwayat sakit serupa Riwayat sakit asma : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

F. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Riwayat sakit infeksi saat hamil Riwayat keguguran : disangkal : disangkal

Persalinan : normal dg BB kurang lebih 3 kg G. Riwayat Gizi Penderita biasa makan dengan roti, nasi tanpasayur dan kadang-kadang tidak disertai lauk. Nafsu makan rendah. Pasien tidak dapat makan sendiri. H. Riwayat Sosial Ekonomi Penderita adalah anak tunggal. Ibu seorang buruh pabrik dan ayahnya seorang buruh bangunan. Penderita menggunakan pembayaran biaya rumah sakit dengan jamkesmas.

II.

PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalis Keadaan umum sedang, sopor koma, E2VxM1, gizi kesan kurang B. Tanda Vital Tensi Nadi Respirasi Suhu C. Kulit Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-),venectasi (-), spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-) D. Kepala Bentuk mesochepal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-) E. Mata Conjunctiva pucat (-/-), skelra ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak langsung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-), strabismus (-/-) F. Hidung Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-), sekret (-) G. Telinga Deformitas (-), darah (-), sekret (-) H. Mulut Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah tremor (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-) I. Leher Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-) J. Thoraks a. Retraksi (-) b. Jantung : 100/60 mmHg : 120 x/ menit, isi cukup, irama teratur : 32 x/ menit, irama teratur : 37,8 0C per aksiler

Inspeksi: Ictus Cordis tidak tampak Palpasi Perkusi Auskultasi c. Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi K. Trunk Inspeksi Palpasi Perkusi L. Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi M. Ekstremitas oedem N. Status Psikiatri Tidak dilakukan pemeriksaan O. Status Neurologis Kesadaran Fungsi luhur Fungsi vegetatif Fungsi sensorik Rasa eksteroeptik Rasa propioseptik : tidak dilakukan : tidak dilakukan
5

: Ictus Cordis tidak kuat angkat : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler, bising (-) : pengembangan dada kanan = kiri : fremitus raba kanan = kiri : sonor seluruh lapang paru : suara dasar (vesikuler / vesikuler), suara tambahan (-/-) : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-) : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-) : nyeri ketok kostovertebra (-) : dinding perut lebih tinggi daripada dinding dada : peristaltik (+) normal : tympani : supel, nyeri tekan, hepar lien tidak teraba Akral dingin -

: GCS E2VxM1 : sulit dievaluasi : dipasang NGT, O2, IV line

Rasa kortikal Fungsi motorik dan reflek Lengan kekuatan tonus Reflek fisiologis Reflek biseps Reflek triseps Reflek patologis Reflek hofman Reflek tromner Tungkai kekuatan Tonus Klonus Lutut Kaki Reflek fisiologis Reflek patella Reflek achilles Reflek patologis Reflek babinsky Reflek chaddok Reflek oppenheim Reflek schaeffer Reflek rosolimo Atas

: tidak dilakukan Tengah Ka/ki sde meningkat Bawah Ka/ki Sde Meningkat

Ka/ki sde meningkat +2 +2

-/-/Atas Ka/ki Sde Meningkat Tengah Ka/ki Sde Meningkat -/-/+2 +2 -/-/-/-/-/Bawah Ka/ki Sde Meningkat

Nervus craniales : sulit dievaluasi P. Range of Motion NECK Fleksi Ekstensi Lateral bending kanan Lateral bending kiri Rotasi kanan Rotasi kiri Ekstremitas superior ROM PASIF 0-700 0-400 0-600 0-600 0-700 0-700 ROM pasif ROM AKTIF Sde Sde Sde Sde Sde sde ROM aktif
6

Shoulder

Fleksi Ekstensi Abduksi Adduksi External rotasi Internal rotasi Fleksi Ekstensi Pronasi Supinasi Fleksi Ekstensi Ulnar deviasi Radius deviasi MCP I fleksi MCPII-IV fleksi DIP II-V fleksi PIP II-V fleksi MCP I ekstensi

Dextra 0-900 0-300 0-1800 0-450 0-550 0-550 0-800 5-00 0-900 900-0 0-900 0-700 0-300 0-200 0-500 0-900 0-900 0-1000 0-00 ROM pasif Dextra 0-1200 0-300 0-450 0-300 0-450 0-350 0-1350 0-00 0-200 0-500 0-50 0-50

Sinistra 0-900 0-300 0-1800 0-450` 0-550 0-550 0-800 5-00 0-900 900-0 0-900 0-700 0-300 0-200 0-500 0-900 0-900 0-1000 0-00

Dextra Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde sde ROM aktif Dextra Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde

Sinistra Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde sde

Elbow

Wrist

Finger

Ekstremitas inferior Hip Fleksi Ekstensi Abduksi Adduksi Eksorotasi Endorotasi Fleksi Ekstensi Dorsofleksi Plantarfleksi Eversi Inversi

Knee Ankle

Sinistra 0-1200 0-300 0-450 0-300 0-450 0-350 0-1350 0-00 0-200 0-500 0-50 0-50

Sinistra Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde

Q. Manual Muscle Testing Ekstremitas superior Shoulder Fleksor Ekstensor M deltoideus anterior M biseps M deltoideus anterior M teres mayor Dextra Sde Sde Sde Sde Sinistra Sde Sde Sde Sde
7

Abduktor Aduktor Internal rotasi Eksternal Elbow rotasi Fleksor Ekstensor supinator Pronator fleksor Ekstensor abduktor adduktor Fleksor ekstensor

M deltoideus M biseps M latissimus dorsi M pectoralis mayor M latissimus dorsi M pectoralis mayor M teres mayor M infrasupinatus M biseps M brachialis M triseps M supinator M pronator teres M flexor carpi radialis M ekstensor digitorum M ekstensor carpi radialis M ekstensor carpi ulnaris M fleksor digitorum M ekstensor digitorum

Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde

Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde Sde

Wrist

Finger

III.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium darah Hb Hct AE Al AT Gol darah GDS Na K Cl 12,0 38,1 4,96 28,1 532 B 144 158 4,1 127

IV.

ASSESMENT Cerebral pasty dengan suspek meningitis

V.

DAFTAR MASALAH Masalah medis : cerebral palsy Suspek meningitis

Problem Rehabilitasi Medik 1. Fisioterapi 2. Speech Terapi 3. Ocupasi Terapi 4. Sosiomedik 5. Ortesa-protesa 6. Psikologi : Kaku otot lengan karena sering kejang, kesulitan berjalan, : Gangguan bicara : Gangguan dalam melakukan aktifitas sehari-hari : tidak ada : tidak ada : Motivasi kedua orang tua

VI.

PENATALAKSANAAN Terapi medikamentosa O2 nasal2 lpm Diet sonde 1200 kkal/hari IVFD D NS 20 tom ma Inj Ampicillin 700 mg/6 jam Inj Chloramphenicol 400 mg/ 6 jam Inj Dexametason 6 mg/6 jam Inj antrain 250mg/6 jam Inj diazepam 10 mg IV k/p Inj phenobarbital 2,5 mg/kgBB/12 jam IM

Rehabilitasi medik Fisioterapi : o General exercise otot-otot lengan o Latihan stabilisasi otot leher dan kepala o Sitting balance o Standing balance o Mobility bertahap Speech terapi : komunikasi verbal dan nonverbal Okupasi terapi : polapergerakan dasar untuk aktivitas sehari-hari Sosiomedik : tidak ada
9

Orthesa prothesa : tidak ada Psikologi : terapi suportif pada orang tua

VII. PLANNING Planning diagnostik : lumbal pungsi Planning terapi : Fisioterapi. Target : mampu meregangkan otot yang tegang danmencegah deformitas Speech terapi. Target : penderita mampu berkomunikasi dengan baik Okupasi terapi. Target : pasien mampu melakukan aktivitas sedethana.

Planning edukasi : Penjelasan penyakit kepada keluarga Penjelasan tujuan pemeriksaan dan terapi yang dilakukan

Planning monitoring : evaluasi hasil terapi VIII. TUJUAN 1. Mencegah kecacatan dan komplikasi muskuloskeletal 2. Memperbaiki kemampuan motoriksehingga dapat melakukan pergerakan dasar ADL 3. Memperbaiki kemampuan berkomunikasi dengan sekitar IX. PROGNOSIS ad vitam ad sanam : dubia : dubia

ad fungsionam : dubia

10

CEREBRAL PALSY PENDAHULUAN Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tandatanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral. Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis. Walaupun sulit, etiologi cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan. Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multi disiplin dalam penanganan penderita cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah Iuar biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat. ANGKA KEJADIAN Dengan meningkatnya pelayanan obstetrik dan perinatologi dan rendahnya angka kelahiran di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat angka kejadian cerebral palsy akan menurun. Narnun di negara-negara berkembang, kemajuan tektiologi kedokteran selain menurunkan angka kematian bayi risiko tinggi, juga meningkatkan jumlah anak-anak dengan gangguan perkembangan. Adanya variasi angka kejadian di berbagai negara karena pasien cerebal palsy datang ke berbagai klinik seperti klinik saraf, anak, klinik bedah tulang, klinik rehabilitasi medik dan sebagainya. Di samping itu juga karena para klinikus tidak konsisten menggunakan definisi dan terminologi cerebral palsy.

11

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insidensi penyakit ini yaitu: populasi yang diambil, cara diagnosis dan ketelitian nya. Misalnya insidensi cerebral palsy di Eropa (1950) sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Skandinavia sebanyak 1,2 - 1,5 per 1000 kelahiran hidup. Gilroy memperoleh 5 dan 1000 anak memperlihatkan defisit motorik yang sesuai dengan cerebral palsy; 50% kasus termasuk ringan sedangkan 10% termasuk berat. Yang dimaksud ringan ialah penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan yang tergolong berat ialah penderita yang memerlukan perawatan khusus; 25% mempunyai intelegensi rata-rata (normal), sedangkan 30% kasus menunjukkan IQ di bawah 70; 35% disertai kejang, sedangkan 50% menunjukkan adanya gangguan bicara. Laki-laki lebih banyak daripada wanita (1,4:1,0). Insiden relatif cerebral palsy yang digolongkan berdasarkan keluhan motorik adalah sebagai berikut: spastik 65%, atetosis 25%, dan rigid, tremor, ataktik I0%. ETIOLOGI Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu: 1) Pranatal : a) Malformasi kongenital. b) Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin (misalnya; rubela, toksoplamosis, sifihis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya). c) Radiasi. d) Tok gravidarum. e) Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal). 2) Natal : a) Anoksialhipoksia. b) Perdarahan intra kranial. c) Trauma lahir. d) Prematuritas. 3) Postnatal : a) Trauma kapitis. b) Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis. c) Kern icterus.

12

Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih berperan daripada faktor pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) (dikutip dari 13) menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemi prenatal, faktor genetik, malformasi kongenital, toksin, infeksi intrauterin merupakan faktor penyebab cerebral palsy. Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir, sedangkan faktor perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan. Sedang faktor pasca natal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun (Hagberg dkk 1975), atau sampai 5 tahun kehidupan (Blair dan Stanley, 1982), atau sampai 16 tahun (Perlstein, Hod, 1964). GAMBARAN KLINIK Gambaran klinik cerebral palsy tergantung dari bagian dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan. 1) Paralisis Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran. 2) Gerakan involunter Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran. 3) Ataksia Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni), dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung. 4) Kejang Dapat bersifat umum atau fokal. 5) Gangguan perkembangan mental Retarlasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan
13

dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif. 6) Mungkin didapat juga gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia, strabismus, atau kelainan refraksi), gangguan bicara, gangguari snsibilitas. 7) Problem emosional terutama pada saat remaja. KLASIFIKASI Banyak klasifikasi yang diajukan oleh para ahli, tetapi pada kesempatan ini akan diajukan klasifikasi berdasarkan gambaran klinis dan derajat kemampuan fungsionil. Berdasarkan gejala klinis maka pembagian cerebral palsy adalah sebagai berikut: 1) Tipe spastis atau piramidal. Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah : a) Hipertoni (fenomena pisau lipat). b) Hiperrefleksi yang djsertai klonus. c) Kecenderungan timbul kontraktur. d) Refleks patologis. Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai berikut: a) Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama. b) Spastik diplegia. Mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak bawah lebih berat. c) Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit lebih berat. d) Monoplegi, bila hanya satu anggota gerak. e) Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak bawah, biasanya merupakan varian dan kuadriplegi. 2) Tipe ekstrapiramidal Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis, distonia, ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retardasi mental. Di samping itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperrefleksi ringan, jarang sampai timbul klonus. Pada tipe ini kontraktur jarang ditemukan, apabila mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang asimetnis dan disantni. 3) Tipe campuran Gejala-gejalanya merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya hiperrefleksi dan hipertoni disertai gerakan khorea.
14

Berdasarkan derajat kemampuan fungsional. 1) Ringan: Penderita masih bisa melakukan pekerjaanlaktifitas sehari- hari sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus. 2) Sedang: Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik. 3) Berat: Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan sangat Sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus. Rumah perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi mental berat, atau yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya maupun lingkungannya. PATOGENESIS Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada minggu ke 5 6 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya. Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 2 4. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali. Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 3 5. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sd berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan migrasi secara tangensial sd berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum. Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan

15

metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin. Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventnkuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum. Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan subependim Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis. Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa menyebabkan cerebral palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakiba tkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel. rauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsi . DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan, perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya cerebral palsy. Juga pemeriksaan fisik lengkap dengan memperhatikan perkembangan motorik dan mental dan adanya refleks neonatus yang masih menetap. Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksa an berulang kali, karena gejaladapat berubah, terutama pada bayi yang dengan hipotoni, yang menandakan perkembangan yang terlambat; hampir semua cerebral palsy melalui fase hipotoni. Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto polos kepala, pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada pendenita yang memperlihatkan gejala motorik, seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena sering sertam kejang. Pemeriksaan ultrasonografi kepala atau CT Scan kepala dilakukan untuk mencoba mencani etiologi. Pemeniksaan psikologi untuk menentukan tingkat kemampuan intelektual yang akan menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa
16

. PENATALAKSANAAN Tidak ada terapi spesifik terhadap cerebral palsy. Terapi bersifat simtomatik, yang diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien. Terapi yang sangat dini akan dapat mencegah atau mengurangi gejala-gejala neurologik. Untuk menentukan jenis terapi atau latihan yang diberikan dan untuk menentukan keberhasilannya maka perlu diperhatikan penggolongan cerebral palsy berdasarkan derajat kemampuan fungsionil yaitu derajat ringan, sedang dan berat. Tujuan terapi pasien cerebral palsy adalah membantu pasien dan keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas serta penyesuaian emosional dan pendidikan sehingga pendenta sedikit mungkin memerlukan pertolongan orang lain, diharapkan penderita bisa mandiri. Obat-obatan yang diberikan tergantung pada gejala-gejala yang muncul. Misalnya untuk kejang bisa diberikan anti kejang. Untuk spastisitas bisa diberikan baclofen dan diazepam. Bila gejala berupa nigiditas bisa diberikan levodopa. Mungkin diperlukan terapi bedah ortopedi maupun bedah saraf untuk merekonstruksi terhadap deformitas yang terjadi. Fisioterapi dini dan intensif untuk mencegah kecacatan, juga penanganan psikolog atau psikiater untuk mengatasi perubahan tingkah laku pada anak yang lebih besar. Yang tidak boleh dilupakan adalah masalah pendidikan yang harus sesuai dengan tingkat kecerdasan penderita. Occupational therapy ditujukan untuk meningkatkan kemampuan untuk menolong diri sendiri, memperbaiki kemampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa mengenakan pakaian, makan, minum dan keterampilan lainnya. Speech therapy diberikan pada anak dengan gangguan wicara bahasa, yang ditangani seorang ahli. PROGNOSIS Prognosis tergantung pada gejala dan tipe cerebral palsy. Di Inggris dan Skandinavia 20 25% pasien dengan cerebral palsy mampu bekerja sebagai buruh penuh; sebanyak 30 35% dari semua pasien cerebral palsy dengan retardasi mental memerlukan perawatan khusus. Prognosis paling baik pada derajat fungsionil yang ringan. Prognosis bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran.

17

Pengamatan jangka panjang yang dilakukan oleh Cooper dkk seperti dikutip oleh Suwirno T menyebutkan ada tendensi perbaikan fungsi koordinasi dan fungsi motorik dengan bertambahnya umur pasien cerebral palsy yang mendapatkan rehabilitasi yang baik.

MENINGITIS DEFINISI Meningitis adalah infeksi cairan otakdan disertai proses peradangan yang mengenai piameter, araknoid dan dapat meluas ke permukaan jarinag otak dan medula spinalis yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa yang terdapat secara akut dan kronis. Meningitis dibagi menjadi dua : 1. Meningitis purulenta Yaitu infeksi selaput otak yang disebabkan oleh bakteri non spesifik yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau reaksi purulen pada cairan otak. Penyebabnya adalah pneumonia, hemofilus influensa, E. Coli. 2. Meningitis tuberkulosa Yaitu radang selaput otak dengan eksudasi yang bersifat serosa yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis, lues, virus, riketsia. Berdasarkan lapisan selaput otak yang mengalami radang meningitis dibagi menjadi : 1. Pakimeningitis, yamg mengalami adalah durameter 2. Leptomeningitis, yang mengalami adalah araknoid dan piameter. ETIOLOGI H. influenza ( type B ) Streptokokus pneumonie Neisseria meningitides ( meningococus) Hemolytic streptococcus Stapilococus aureus Escherecia coli TANDA DAN GEJALA Pada meningitis purulenta ditemukan tanda dan gejala :
18

1. Gejala infeksi akut atau sub akut yang ditandai dengan keadaan lesu, mudah terkena rangsang, demam, muntah penurunan nafsu makan, nyeri kepala. 2. Gejala peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan muntah, nyeri kepala, penurunan kesadaran ( somnolen sampai koma ), kejang, mata juling, paresis atau paralisis. 3. Gejala rangsang meningeal yang ditandai dengan rasa nyeri pada leher dan punggung, kaku kuduk, tanda brudsinky I dan II positif dan tanda kerning positif. Tanda kerning yaitu bila paha ditekuk 90ke depan, tuungkai dapat diluruskan pada sendi lutut. Tanda brudzinky I positif adalah bila kepal di fleksi atau tunduk ke depan, maka tungkai akan bergerak fleksi di sudut sendi lutut. Tanda brodzinky II positif adalah bila satu tungkai ditekuk dari sendi lutut ruang paha, ditekankan ke perut penderita, maka tungkai lainnya bergerak fleksi dalam sendi lutut. Pada meningitis tuberkulosas didapatkan gejala dalam stadium-stadium yaitu : 1. Stadium prodomal ditandai dengan gejala yang tidak khas dan terjadi perlahan-lahan yaitu demam ringan atau kadang-kadang tidak demam, nafsu makan menurun, nyeri kepala, muntah, apatis, berlangsung 1-3 minggu, bila tuberkulosis pecah langsung ke ruang subaraknoid, maka stadium prodomal berlangsung cepat dan langsung masuk ke stadium terminal. 2. Stadium transisi ditandai dengan gejala kejang, rangsang meningeal yaitu kaku kuduk, tanda brudzinky I dan II positif, mata juling, kelumpuhan dan gangguan kesadaran. 3. Stadium terminal ditandai dengan keadaan yang berat yaitu kesadaran menurun sampai koma, kelumpuhan, pernapasan tidak teratur, panas tinggi dan akhirnya meninggal. PATOFISIOLOGI Kuman atau organisme dapat mencapai meningen ( selaput otak ) dan ruangan subaraknoid melalui cara sebagai berikut : 1. Implantasi langsung setelah luka terbuka di kepala 2. Perluasan langsung dari proses infeksi di telingga tengah sinus paranasalis, kulit. 3. Kepala, pada muka dan peradangan di selaput otak/ skitarnya seperti mastoiditis 4. Sinusitis, otitis media 5. Melalui aliran darah waktu terjadi septikemia 6. Perluasan dari tromboplebitis kortek 7. Perluasan dari abses ekstra dural, sudural atau otak 8. Komplikasi bedah otak
19

9. Penyebaran dari radang. Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis paru primer, yaitu : 1. secara hematogen, melalui kumanmencapai susunan saraf kemudian pecah dan bakteri masuk ke ruang subaraknoid melalui aliran darah. 2. Cara lain yaitu dengan perluasan langsung dari mastoiditis atau spondilitis tuberkulosis PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan cairan otak melalui pungsi lumbal, didapatkan : a. Tekanan b. Warna cairan otak: pada keadaan normal cairan otak tidakberwarna. Pada menigitis purulenta berwarna keruh sampai kekuning-kuningangan. Sedangkan pada meningitis tuberkulosis cairan otak berwarna jernih. c. Protein ( 0,2-0,4 Kg ) pada miningitis meninggi d. Glukosa dan klorida 2. None pandi 3. Pemeriksaan darah 4. Uji tuberkulin positif dari kurasan lambung untuk meningitis tuberkulosis 5. Pemeriksaan radiologi a. CT Scan b. Rotgen kepala c. Rotgen thorak 6. Elektroensefalografi ( EEG ), akan menunjukkan perlambatan yang menyeluruh di kedua hemisfer dan derajatnya sebanding dengan radang. MANAGEMEN TERAPI Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif suporatif untuk membantu pasien melaluimasa kritis : 1. Penderita dirawat di rumah sakit 2. Pemberian cairan intravena 3. Bila gelisah berikan sedatif/penenang 4. Jika panas berikan kompres hangat, kolaborasi antipiretik 5. Sementara menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa diberikan :
20

a. Kombinasi amphisilin 12-18 gram, klorampenikol 4 gram, intravena 4x sehari b. Dapat dicampurkan trimetropan 80 mg, sulfa 400 mg c. Dapat pula ditambahkan ceftriaxon 4-6 gram intra vena 6. Pada waktu kejang : a. Melonggarkan pakaian b. Menghisap lendir c. Puasa untuk menghindari aspirasi dan muntah d. Menghindarkan pasien jatuh 7. Jika penderita tidak sadar lama : a. Diit TKTP melalui sonde b. Mencegah dekubitus dan pneumonia ostostatikdengna merubah posisi setiap dua jam c. Mencegah kekeringan kornea dengan borwater atau salep antibiotik 8. Jika terjadi inkontinensia pasang kateter 9. Pemantauan ketat terhadap tanda-tanda vital 10. Kolaborasi fisioterapi dan terapi bicara 11. Konsultasi THT ( jika ada kelainan telinga, seperti tuli ) 12. Konsultasi mata ( kalau ada kelainan mata, seperti buta ) 13. Konsultasi bedah ( jika ada hidrosefalus ) KOMPLIKASI a. Ketidaksesuaian sekresi ADH b. Pengumpulan cairan subdural c. Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian badan d. Hidrocepalus yang berat dan retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi nervus II ( optikus ) e. Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka di mulut, konjungtivitis. f. Epilepsi g. Pneumonia karena aspirasi h. Efusi subdural, emfisema subdural i. Keterlambatan bicaraj. Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (okulomotor), nervus IV (toklearis ), nervus VI (abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur gerakan bola mata. Diagnosa yang muncul :
21

1. Gangguan perfusi jaringan serebral 2. Nyeri akut 3. Resiko infeksi 4. Kurang pengetahuan

22

You might also like