You are on page 1of 15

II. TINJAUAN PUSTAKA Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi.

Proses itu ada yang lambat dan ada yang cepat. Contohnya bensin terbakar lebih cepat dibandingkan dengan minyak tanah. Ada reaksi yang berlangsung sangat cepat, seperti membakar dinamit yang menghasilkan ledakan, dan yang sangat lambat adalah seperti proses berkaratnya besi. Pembahasan tentang kecepatan (laju) reaksi disebut kinetika kimia. Dalam kinetika kimia ini dikemukakan cara menentukan laju reaksi dan faktor apa yang mempengaruhinya (Syukri,1999). Kinetika reaksi merupakan cabang ilmu kimia yang membahas tentang laju reaksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Laju (kecepatan) reaksi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi terhadap satuan waktu. Laju rekasi suatu reaksi kimia dapat dinyatakan dengan persamaan laju reaksi. Untuk reaksi berikut: A + B AB Persamaan laju reaksi secara umum ditulis sebagai berikut: R = k [A]m [B]n K sebagai konstanta laju reaksi, m dan n orde parsial masing-masing pereaksi(Petrucci, 1987). Pengetahuan tentang faktor yang mempengaruhi laju reaksi berguna dalam mengontrol kecepatan reaksi berlangsung cepat, seperti pembuatan amoniak dari nitrogen dan hidrogen, atau dalam pabrik menghasilkan zat tertentu. Akan tetapi kadangkala kita ingin memperlambat laju reaksi, seperti mengatasi berkaratnya besi, memperlambat pembusukan makanan oleh bakteri, dan sebagainya (Syukri, 1999). Besarnya laju reaksi dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: a. Sifat dan ukuran pereaksi. Semakin reaktif dari sifat pereaksi laju reaksi akan semakin bertambah atau reaksi berlangsung semakin cepat. Semakin luas permukaan zat pereaksi laju reaksi akan semakin bertambah, hal ini dapat dijelaskan dengan semakin luas permukaan zat yang bereaksi maka daerah interaksi zat pereaksi semakin luas juga. Permukaan zat pereaksi dapat diperluas dengan memperkecil ukuran pereaksi. Jadi untuk meningkatkan laju reaksi, pada zat pereaksi dalam bentuk serbuk lebih baik bila dibandingkan dalam bentuk bongkahan (Petrucci, 1987). b. Konsentrasi. Dari persamaan umum laju reaksi, besarnya laju reaksi sebanding dengan konsentrasi pereaksi. Jika natrium tiosulfat dicampur dengan asam kuat encer maka akan timbul endapan putih. Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Na2S2O3 + 2H+ 2Na+ + H2S2O3 (cepat) H2S2O3 H2SO3 + S (lambat) + + Na2S2O3 + 2H 2Na + H2S2O3 + S Reaksi ini terdiri dari dua buah reaksi yang konsekutif (sambung menyambung). Pada reaksi demikian, reaksi yang berlangsung lambat menentukan laju reaksi keseluruhan. Dalam hal ini reaksi yang paling lambat ialah penguraian H2S2O3(Petrucci, 1987). Berhasil atau gagalnya suatu proses komersial untuk menghasilkan suatu senyawa sering tergantung pada penggunaan katalis yang cocok. Selang suhu dan tekanan yang dapat digunakan dalam proses industri tidak mungkin berlangsung dalam reaksi biokimia. Tersedianya katalis yang cocok untuk reaksi-reaksi ini mutlak bagi makhluk hidup (Hiskia, 1992). c. Suhu Reaksi. Hampir semua reaksi menjadi lebih cepat bila suhu dinaikkan karena kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi. Akibatnya jumlah dan energi tumbukan bertambah besar. Pengaruh perubahan suhu terhadap laju reaksi secara kuantitatif dijelaskan dengan hukum Arrhenius yang dinyatakan dengan persamaan sebagi berikut: k = Ae-Ea/RT atau ln k = -Ea + ln A RT

Dengan R = konstanta gas ideal, A = konstanta yang khas untuk reaksi (faktor frekuensi) dan Ea = energi aktivasi yang bersangkutan (Petrucci, 1987). d. Katalis adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi untuk memepercepat jalannya reaksi. Katalis biasanya ikut bereaksi sementara dan kemudian terbentuk kembali sebagai zat bebas. Suatu reaksi yang menggunakan katalis disebut reaksi katalis dan prosesnya disebut katalisme. Katalis suatu reaksi biasanya dituliskan diatas tanda panah (Petrucci, 1987). Orde reaksi berkaitan dengan pangkat dalam hukum laju reaksi, reaksi yang berlangsung dengan konstan, tidak bergantung pada konsentrasi pereaksi disebut orde reaksi nol. Reaksi orde pertama lebih sering menampakkan konsentrasi tunggal dalam hukum laju, dan konsentrasi tersebut berpangkat satu. Rumusan yang paling umum dari hukum laju reaksi orde dua adalah konsentrasi tunggal berpangkat dua atau dua konsentrasi masing-masing berpangkat satu. Salah satu metode penentuan orde reaksi memerlukan pengukuran laju reaksi awal dari sederet percobaan. Metode kedua membutuhkan pemetaan yang tepat dari fungsi konsentrasi pereaksi terhadap waktu. Untuk mendapatkan grafik garis lurus (Hiskia, 1992). III. ALAT DAN BAHAN A. Alat Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, erlenmayer, stopwatch, termometer, penangas air, pipet dan gelas beaker. B. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah HCl 0,1 N; Na2S2O3 0,1 N; H2C2O4 0,1 N; KMnO4 0,1 N; dan aquades. IV. PROSEDUR PERCOBAAN A. Penentuan Pengaruh Konsentrasi Terhadap Laju Reaksi 1. Pengaruh Konsentrasi HCl - Disiapkan 6 buah tabung reaksi dengan komposisi sebagai berikut : Tabung reaksi keNo. 1 2 3 Pereaksi Na2S2O3 0,1 N HCl 0,1 N HCl 0,05 N 1 5 mL 2 5 mL 3 5 mL 4 5 mL 5 5 mL 6 -

4 HCl 0,01 N 5 mL - Dituangkan tabung 2 ke tabung 1, dengan cepat dituangkan kembali ke tabung 2 - Dituangkan tabung 4 ke tabung 3, dengan cepat dituangkan kembali ke tabung 4 - Dituangkan tabung 6 ke tabung 5, dengan cepat dituangkan kembali ke tabung 6 - Perubahan warna dan waktu yang diperlukan reaksi yaitu sampai tepat mulai terjadi kekeruhan dicatat 2. Pengaruh konsentrasi Na2S2O3 - Dengan menggunakan pereaksi di bawah ini, dikerjakan seperti pada prosedur 1. Tabung reaksi keNo 1 2 3 4 Pereaksi HCl 0,1 N Na2S2O3 0,1 N Na2S2O3 0,05 N Na2S2O3 0,01 N 1 5 mL 2 5 mL 3 5 mL 4 5 mL 5 5 mL 6 5 mL

B. Menentukan Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Reaksi.

1. Disiapkan 6 tabung reaksi, diisi dengan pereaksi sesuai tabel berikut Tabung Reaksi Ke. No Pereaksi 1 2 3 4 5 6

HCl 0,1 N

5 ml

5 ml

5 ml

2 Na2S2O3 0,1 N 3 Suhu

5 ml

5 ml

5 ml

Kamar

50oC 100oC 2. Diatur temperatur dari tabung reaksi sesuai tabel, ditempatkan tabung reaksi dalam penangas air. 3. Dicampurkan tabung 1 dan 2, tabung 3 dan 4 serta tabung 5 dan 6. 4. Dicatat perubahan warna yang terjadi dan waktu yang diperlukan reaksi tersebut. C. Menentukan orde reaksi 1. Diisi buret dengan larutan KMnO 0,1 N. 2. Disiapkan 5 buah Erlenmeyer, mengisinya dengan H2C2O4 0,1 N dan akuades (komposisi setiap Erlenmeyer sesuai table di bawah). 3. Ditambahkan KMnO4 ke dalam setiap Erlenmeyer dari dalam buret dengan jumlah sesuai dengan table berikut: Erlenmeyer

No

Pereaksi

1 H2C2O4 0,1 N 2 KMnO4 0,1 N 3 Akuades

5 ml

10 ml

15 ml

10 ml

2 ml

2 ml

2 ml

4 ml

13 ml

8 ml

3 ml

6 ml

4. Dicatat waktu yang diperlukan mulai dari KMnO4 ditambahkan sampai warna ungu tepat hilang V. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil a. Menentukan Pengaruh Konsentrasi Reaktan Terhadap Laju Reaksi Pengaruh Konsentrasi HCl Langkah Percobaan Hasil Pengamatan

Disiapkan 6 buah tabung reaksi dengan komposisi masing-masing tabung sesuai dengan

tabel. Dituangkan : Tabung 2 ke tabung 1, lalu dituang kembali ke tabung 2. Tabung 4 ke tabung 3, lalu dituang kembali ke tabung 4. Tabung 6 ke tabung 5, lalu dituang kembali ke tabung 6.

Mulai terjadi reaksi pada masing-masing tabung dan mulai terjadi kekeruhan. Reaksi tabung 2 dan 1 : 32,30 detik. Reaksi tabung 4 dan 3 : 37,00 detik. Reaksi tabung 6 dan 5 : 1,02 detik

Dicatat waktu yang diperlukan mulai dari isi kedua tabung dicampurkan hingga tepat terjadi kekeruhan. Pengaruh Konsentrasi Na2S2O3 Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

Disiapkan 6 buah tabung reaksi dengan komposisi masing-masing tabung sesuai dengan tabel. Dituangkan : Tabung 2 ke tabung 1, lalu dituang kembali ke tabung 2. Tabung 4 ke tabung 3, lalu dituang kembali ke tabung 4. Tabung 6 ke tabung 5, lalu dituang kembali ke tabung 6.

Mulai terjadi reaksi pada masing-masing tabung dan mulai terjadi kekeruhan. Reaksi tabung 2 dan 1 : 37,00 detik. Reaksi tabung 4 dan 3 : 42,80 detik. Reaksi tabung 6 dan 5 : 35,00 detik.

Dicatat waktu yang diperlukan mulai dari isi kedua tabung dicampurkan hingga tepat terjadi kekeruhan. b. Menentukan Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Reaksi Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

Disiapkan 6 buah tabung reaksi dengan komposisi masing-masing tabung sesuai dengan tabel. Diatur temperatur dari tabung reaksi sesuai tabel 1, dimana tabung reaksi ditempatkan di dalam penangas air. Dicampurkan : tabung 1 dan 2, tabung 3 dan 4 serta tabung 5 dn 6.

Tabung 1 dan 2 : Pada suhu kamar. Tabung 3 dan 4 : Pada suhu 50oC. Tabung 5 dan 6 : Pada suhu 100oC.

Mulai terjadi reaksi pada masing-masing tabung. Reaksi tabung 1 dan 2 : 47,11 detik. Reaksi tabung 3 dan 4 : 11,54 detik.

Dicatat waktu yang diperlukan mulai dari isi kedua tabung dicampurkan hingga tepat terjadi perubahan

warna.

Reaksi tabung 5 dan 6 : 4,37 detik.

c. Menentukan Orde Reaksi Percobaan Hasil Pengamatan

Buret diisi dengan larutan KMnO4 0,1 N. Disiapkan 5 buah erlenmeyer yang diisi dengan H2C2O4 0,1 N dan akuades. Ditambahkan KMnO4 ke dalam setiap erlenmeyer dari dalam buret dengan jumlah sesuai tabel -

Mulai terjadi reaksi pada masing-masing erlenmeyer. Pada erlenmeyer 1 : 28,40 detik Pada erlenmeyer 2 : 18,05 detik Pada erlenmeyer 3 : 11,08 detik Pada erlenmeyer 4 : 26,40 detik Pada erlenmeyer 5 : 18,18 detik

Dicatat waktu yang diperlukan mulai dari KMnO4 ditambahkan hingga warna ungu tepat hilang. 2. Perhitungan a Pengaruh Konsentrasi Reaktan Terhadap Laju Reaksi Pengaruh Konsentrasi HCl - Tabung 2 dituangkan ke tabung 1, kemudian dituangkan kembali ke tabung 2sampai mulai terjadi kekeruhan akan memerlukan waktu 32,30 detik. - Tabung 4 dituangkan ke tabung 3, kemudian dituangkan kembali ke tabung 4 sampai mulai terjadi kekeruhan maka akan memerlukan waktu 37,00 detik. - Tabung 6 dituangkan ke tabung 5, kemudian dituangkan kembali ke tabung 6 sampai mulai terjadi kekeruhan maka akan memerlukan waktu 1,02 detik. Pengaruh Konsentrasi Na2S2O3 - Tabung 2 dituangkan ke tabung 1, kemudian dituangkan kembali ke tabung 2sampai mulai terjadi kekeruhan akan memerlukan waktu 37,00 detik. - Tabung 4 dituangkan ke tabung 3, kemudian dituangkan kembali ke tabung 4 sampai mulai terjadi kekeruhan maka akan memerlukan waktu 42,80 detik. - Tabung 6 dituangkan ke tabung 5, kemudian dituangkan kembali ke tabung 6 sampai mulai terjadi kekeruhan maka akan memerlukan waktu 35,00 detik.

b Pengaruh temperatur terhadap laju reaksi - Tabung 1 dicampurkan dengan tabung 2 memerlukan waktu 47, 11 sampai terjadi perubahan warna pada suhu kamar. - Tabung 3 dicampurkan dengan tabung 4 memerlukan waktu 11,54 detik sampai terjadi perubahan warna pada suhu 50oC. - Tabung 5 dicampurkan dengan tabung 6 memerlukan waktu 4,37 detik sampai terjadi perubahan warna pada suhu 100oC.

c Menentukan Oerde Reaksi Diketahui : Komposisi (volume) H2C2O4 0,1 N, KMnO4 0,1 N dan akuadesberdasarkan tabel 2. Ditanyakan : Membuat 6 buah grafik, yaitu : [H2C2O4] vs 1/t, [H2C2O4]2 vs 1/t, [H2C2O4]3 vs 1/t, [KMnO4] vs 1/t, [KMnO4]2 vs 1/t, dan [KMnO4]3 vs 1/t. - Menentukan harga koefisien relasi (r) dari masing-masing grafik tersebut. - Menentukan orde reaksi terhadap asam oksalat, permanganat, dan orde reaksi total, berdasarkan harga r tersebut. Penyelesaian : [H2C2O4] = (V.N)oksalat / Vtotal larutan Pada erlenmeyer 1 : [H2C2O4] = (5 mL0,1 N) / 20 mL = 0,025 N Pada erlenmeyer 2 : [H2C2O4] = (10 mL0,1 N) / 20 mL = 0,05 N Pada erlenmeyer 3 : [H2C2O4] = (15 mL0,1 N) / 20 mL = 0,075 N Pada erlenmeyer 4 : [H2C2O4] = (10 mL0,1 N) / 20 mL = 0,05 N Pada erlenmeyer 5 : [H2C2O4] = (10 mL0,1 N) / 20 mL = 0,05 N [KMnO4] = (V.N)permanganat / Vtotal larutan Pada erlenmeyer 1 : [KMnO4] = (2 mL0,1 N) / 20 mL = 0,01 N Pada erlenmeyer 2 : [KMnO4] = (2 mL0,1 N) / 20 mL = 0,01 N Pada erlenmeyer 3 : [KMnO4] = (2 mL0,1 N) / 20 mL = 0,01 N Pada erlenmeyer 4 : [KMnO4] = (3 mL0,1 N) / 20 mL = 0,015 N Pada erlenmeyer 5 : [KMnO4] = (4 mL0,1 N) / 20 mL = 0,02 N Tabel Hasil Data Percobaan :

Erlenmeyer

t (detik)

28,40

18,05

11,08

26,40

18,18

0,025 [H2C2O4] [H2C2O4]2 [H2C2O4]3 6,2510-4 1,562510-5 0,01 [KMnO4] [KMnO4]2 110-4

0,05

0,075

0,05

0,05

2,510-3 1,2510-4 0,01

5,62510-3 4,2187510-4 0,01

2,510-3 1,2510-4 0,015

2,510-3 1,2510-4 0,02

110-4

110-4

2,25 10-4

410-4

[KMnO4]3 110-6 110-6 110-6 3,375 10-6 810-6 Berdasarkan data pada tabel di atas, maka dapat dibuat grafik dari konsentrasi oksalat dan permanganat dengan 1/waktu.

VI. PEMBAHASAN a. Pengaruh Konsentrasi Reaktan Terhadap Laju Reaksi Percobaan pertama ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi suatu pereaktan terhadap laju reaksi, yang dalam hal ini pereaktan adalah HCl dan Na2S2O3. Percobaan ini dilakukan dengan menyiapkan 6 buah tabung reaksi yang diisi sesuai dengan komposisi yang telah ditetapkan, maka kemudian dicampurkan antara tabung 212, antara tabung 434, dan

antara tabung 656. Setelah dilakukan pencampuran kemudian mencatat perubahan warna dan waktu yang diperlukan reaksi yaitu sampai tepat mulai terjadi kekeruhan. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi HCl terhadap laju reaksi, dimana tabung 1 berisi dengan 5 mL Na2S2O3 0,1 N dan tabung 2 berisi dengan 5 mL HCl 0,1 N kemudian dilakukan pencampuran antara tabung 212 memerlukan waktu 32,3 detik sampai terjadi kekeruhan. Untuk laju reaksi antara tabung 434 sampai terjadi kekeruhan, memerlukan waktu 37 detik. Sedangkan laju reaksi antara tabung 656 sampai terjadi kekeruhan memerlukan waktu yang sangat cepat dibandingkan dengan tabung 212 dan tabung 434 yaitu selama 1,02 detik. Hal ini disebabkan oleh HCl yang merupakan pereaksi yang ada pada tabung 4 ukuran pereaksinya lebih kecil dibandingkan pada tabung lainnya. Dari hasil percobaan terlihat adanya pengaruh besar konsentrasi terhadap kecepatan reaksi. Semakin besar konsentrasi suatu pereaksi, maka kecepatan reaksinya juga semakin besar (reaksi berlangsung lebih cepat). Dengan perlakuan yang sama, 5 mL HCl yang konsentrasinya 0,1 N direaksikan dengan 5 mL Na2S2O3, yang memiliki konsentrasi bervariasi, yaitu 0,1 N; 0,05 N; dan 0,01 N. Reaksi antara HCl dan Na2S2O3 0,01 N berjalan sangat cepat yaitu 35 detik. Perubahan warna yang terjadi juga sangat kecil sehingga sangat sulit untuk diamati. Reaksi dengan Na2S2O3 0,05 N berlangsung paling lambat yaitu 42,80 detikdan reaksi dengan Na2S2O3 0,1 N memerlukan 37 detik. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi pereaksi yang besar yang mempercepat laju reaksi. Sesuai dengan pernyataan umum bahwa sebagian besar laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaktan, sehingga dengan konsentrasi pereaksi yang lebih besar reaksi juga akan berlangsung lebih cepat. b. Menentukan Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Reaksi Suhu yang tinggi akan mempengaruhi kalor yang berperan dalam penambahan energi kinetik partikel pereaksi karena jumlah dan energi tumbukan bertambah besar sehingga dapat mempengaruhi reaksi kimia yang terjadi yaitu khususnya pada kecepatan belangsungnya reaksi. Untuk percobaan kali ini kita bertujuan membuktikan apakah pernyataan tersebut diatas sesuai dengan hasil percobaan yang dilakukan. Pada tabung pertama, ketiga dan kelima yang berisikan HCl 0,1 N, dicampurkan dengan tabung kedua, keempat dan keenam yang berisikan Na2S2O30,1 N secara berurutan. Hasil percobaan yang ditunjukkan yaitu perubahan warna dari bening menjadi keruh dengan waktu selang waktu yang berbeda-beda. Pada percobaan pertama tabung kesatu dicampur dengan tabung kedua pada suhu kamar dan waktu yang diperlukan untuk merubah warna bening menjadi warna keruh adalah selama 47,11 detik. Percobaan kedua tabung ketiga dicampur dengan tabung keempat pada suhu 50o C waktunya adalah 11,54 detik. Sedangkan pada percobaan ketiga dengan mencampurkan antara tabung kelima dengan tabung keenam pada suhu 100o C waktunya adalah 4,37 detik. Menurut dari pernyataan atau teori yang ada bahwa suhu sangat mempengaruhi kecepatan berlangsungnya suatu reaksi atau laju reaksi yang dapat dilihat dari waktu yang diperlukan untuk terjadinya perubahan. Dari hasil percobaan ini kita dapat melihat bahwa reaksi yang paling cepat berlangsung adalah pada suhu yang tertinggi yaitu 100oC yaitu, sedangkan pada suhu yang paling rendah yaitu pada suhu kamar reaksi lambat. c. Menentukan Orde Reaksi Percobaan ini dilakukan dengan langkah pertama yaitu menyiapkan alat yang diperlukan yaitu 5 buah erlenmeyer dan bahan seperti asam oksalat, aquades dan kalium permanganat. Asam oksalat terlebih dahulu dicampur dengan aquades hingga homogen sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pencampuran ketika

penambahan kalium permanganat. Ketika larutan yang sudah homogen tadi dicampurkan dengan kalium permanganat warna berubah menjadi ungu setelah itu erlenmayer digoyang-goyangkan agar terjadi perubahan dan tidak terjadinya endapan. Setelah beberapa lama terjadi perubahan warna dari ungu menjadi kuning dan lama kelamaan berubah menjadi bening. Percobaan ini dilakukan sebanyak 5 kali dengan volume yang berbeda-beda, sedangkan waktu yang diperlukan pada erlenmayer yang pertama yaitu selama 28,4 detik; untuk tabung kedua waktu yang diperlukan adalah 18,05 detik; untuk tabung ketiga waktu yang diperlukan adalah 11,08 detik; tabung keempat waktu yang diperlukan adalah 26,4 detik; dan tabung kelima waktu yang diperlukan adalah 18,18 detik. MnO4- dan KMnO4 bersifat katalis sehingga sebagai katalis warna campuran bening atau kuning. MnO4- merupakan oksidator yang digunakan untuk bereaksi dengan reduktor H2C2O4 dalam suasana asam. Reaksi antara KMnO4dengan asam oksalat dapat dikatakan sebagai autokatalisator karena ion Mn2+ yang terbentuk sebagai katalis. Kemudian reaksi ini tidak perlu indicator secara khusus untuk menentukan titik ekuivalen karena laju ditentukan dari perubahan warna proses tersebut. Adapun reaksi antara H2C2O4 dan MnO4- yaitu: H2C2O4 + 2MnO4- 6CO2 + 3H2O + MnO Berdasarkan hasil perhitungan orde yang diperoleh pada percobaan ini adalah -0,6.Hal ini menunjukkan bahwa reaksi yang berlangsung adalah konstan karena nilai orde yang diperoleh mendekati nilai nol dimana reaksi ini tidak bergantung pada pereaksi konsentrasi. Dan kemungkinan orde reaksinya adalah orde tingkat 1. Sehingga diperoleh orde totalnya (1+1) = 2. Berdasarkan gambaran grafik yang diperoleh adalah nilai R2 untuk [H2C2O4] adalah sebesar 0,7864; [H2C2O4]2 adalah sebesar 0,8718; dan [H2C2O4]3 adalah sebesar 0,8964. Sehingga orde reaksi terhadap oksalat adalah tingkat orde reaksi 3 (tingkat orde reaksi adalah nilai R2 yang paling mendekati 1). Sedangkan nilai R2 untuk [KMnO4] adalah sebesar 0,0434; [KMnO4]2 adalah sebesar 0,0309; dan [KMnO4]3 adalah sebesar 0,0316. Sehingga orde reaksi terhadap permanganat adalah tingkat orde reaksi 1. Dari data tersebut, maka didapatkan orde reaksi totalnya, yaitu (3+1) = 4. V. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut: 1. Reaksi antara HCl dan Na2S2O3 0,01 N berlangsung 35 detik; Na2S2O3 0,05 N berlangsung 42,80 detik; danNa2S2O3 0,1 N berlangsung 37 detik. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi pereaksi yang besar yang mempercepat laju reaksi. 2. Reaksi berlangsung sangat cepat pada suhu 100oC (suhu tertinggi), dan reaksi berlangsung lambat pada suhu kamar (yang paling rendah). 3. Orde reaksi oksalat adalah tingkat orde reaksi 3, dan orde reaksi permanganat adalah tingkat orde reaksi 1. Maka didapatkan orde reaksi totalnya, yaitu (3+1) = 4.
DAFTAR PUSTAKA Hiskia, A dan Tupamalu. 1992. Elektrokimia dan Kinetika Kimia. ITB, Bandung. hal 141-142. Petrucci, Ralph H.1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2. Erlangga, Jakarta. hal 246-248. Syukri S, 1999. Kimia Dasar 2. ITB, Bandung. hal 71-83. <![if mso & !supportInlineShapes & supportFields]> SHAPE \* MERGEFORMAT <![endif]>

VII. Pembahasan Nama : Toni NIM :121431027 Praktikum kali ini yaitu mengetahui pengaruh suhu terhadap energy aktivasi sehingga dapat menentukan energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan Arrhenius dari data yang dihasilkan .Prisnsip dari percobaan kali ini yaitu dengan mereaksikan 2 buah tabung reaksi yang didalamnya terdapat : Tabung 1 : 5 ml larutan natrium persulfat (Na2S2O8) + 5 ml H2O Tabung 2 : 1 ml larutan Na2S2O3 + kanji 1 % Kedua tabung tersebut di reaksikan ke dalam gelas kimia yang didalamnya sudah terdapat magnetik stirrer yang akan mengaduknya hingga terbentuk larutan berwarna biru,pada saat itu juga di pasang stopwatch yang akan menghitung berapa waktu yang di perlukan larutan untuk berubah warna dari tak berwarna menjadi biru.Karena tujuan praktikum ini untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap energy aktivasi maka dilakukan percobaan dengan beberapa variasi suhu yaitu 200C, 250C, 270C, 320C, dan 370C. Dalam percobaan ini,larutan kalium persulfat berfungsi sebagai oksidator, yaitu mengubah I- menjadi I2. I- kemudian bereaksi dengan Na2S2O3 yang berfungsi sebagai reduktor, I2 berubah kembali menjadi I-.Sedangakn natrium tiosulfat pada larutan 2 berfungsi sebagai penangkap iod-iod berlebih, lalu bereaksi positif indikator amilum. Amilum hanya larut dalam air panas sehingga pembuatannya harus sambil di panaskan.Warna biru yang terbentuk ketika 2 campuran di campurkan berasal dari I2 yang bereaksi dengan amilum membentuk I2amilum kompleks. I2 akan bereaksi dengan amilum setelah Na2S2O3 pada campuran habis bereaksi dan hal tersebut dijadikan sebagai waktu akhir reaksi, waktu dimana muncul warna biru pertama kali (waktu awal reaksi saat kedua tabung dicampur). Reaksi yang terjadi:

S2O8- + 2I- 2SO42- + I2 I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62I2 + I- I3I3- + amilum warna biru Berdasarkan hasil percobaan didapatkan waktu berjalannya reaksi pada suhu 20C = 20.10 detik, 25C = 19,79 detik, suhu 27C = 16,80 detik, suhu 32C = 12,53 detik, dan suhu 37C= 10,73 detik .Dari data tersebut dapat diketahui bahwa semakin suhunya naik maka waktu yang diperlukan untuk bereaksi adalah semakin sedikit atau suhu berbanding terbalik dengan waktu. Perubahan suhu umumnya mempengaruhi harga tetapan laju k. Jika suhu dinaikan maka harga k akan meningkat dan sebaliknya. Dari harga k tersebut maka akan dapat dihitung energi aktivasi. Berdasarkan grafik Ln k terhadap 1/T diperoleh Ea = 0,001424 kJ/mol dengan nilai A =. 0.107765 Dari hasil data diatas dapat disimpulkan bahwa energi aktivasi dengan laju reaksi adalah berbanding terbalik sehingga semakin besar energi aktivasi maka laju reaksinya semakin lambat karena energi minimum untuk terjadi reaksi semakin besar.Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu suhu, faktor frekuensi dan katalis. Jika melihat data yang dihasilkan diatas maka Semakin kecil harga Ln k maka harga 1/T ratarata semakin besar. Ini membuktikan bahwa semakin tinggi temperatur maka energi aktivasinya akan semakin kecil begitupun sebaliknya.Dengan demikian dapat disimpulkan pula bahwa energi aktivasi berbanding terbalik dengan laju reaksi.
DAFTAR PUSTAKA Anderton, J. D. 1997. Foundations of Chemistry. Edisi kedua. Melbourne: Longman Anonim, 2010. www.strompages.com/aboutchemistry. Atkins, P. W. 1999. Kimia Fisika Jilid 2. Erlangga: Jakarta Suroso, A. Y. 2002. Ensiklopedia Sains dan Kehidupan. Tarity Samudra Berlian: Jakarta Ryan, Lawrie. 2001. Chemistry For You. Nelson Thornes: London

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Operasi pemisahan fasa liquidliquid ada beberapa macam yaitu distilasi, ekstrasi dan absorbsi. Seperti halnya pemisahan komponenkomponen campuran etanolair yang dilakukan dengan proses distilasi. Distilasi adalah proses yang digunakan untuk memisahkan campuran fluida berdasarkan titik didih yang diikuti oleh kondensasi. Data yang diperlukan dalam penyelesaian persoalan distilasi adalah data kesetimbangan antara fase liquid dan fase gas. Bentuk dan sumber data ksetimbangan antara fase liquid dan fase gas diantaranya dapat digambarkan dalam bentuk kurva kesetimbangan biner ataupun diperoleh dengan cara eksperimen. Kesetimbangan uap cair dapat ditentukan ketika ada variabel yang tetap (konstan) pada suatu waktu tertentu. Saat tercapainya kesetimbangan, kecepatan antara molekul-molekul campuran yang membentuk fase uap sama dengan kecepatan molekul-molekulnya membentuk cairan kembali. Data kesetimbangan uap cair merupakan data termodinamika yang diperlukan dalam perancangan dan pengoperasian kolom-kolom distilasi. Adapun hal hal yang berpengaruh dalam sistem ksetimbangannya yaitu : Tekanan (P), Suhu (T), Konsentrasi komponen A dalam fase liquid (x) dan Konsentrasi komponen A dalam fase uap (y). 1.2 Tujuan

Untuk menentukan sifat larutan biner, menentukan nilai Po (tekanan uap etanol dan air), serta menentukan fraksi mol etanol dan air. 1.3 Rumusan Masalah

Pada praktikum ini menggunakan prinsip distilasi dimana campuran fluida dipisahkan berdasarkan titik didih yang diikuti oleh kondensasi. Varibel yang digunakan adalah larutan etanol dan air dengan berbagai macam perbandingan. Etanol dan air ditentukan berat jenisnya menggunakan pignometer. Selanjutnya campuran tersebut di distilasi selama 10 menit dan dicatat suhu titik didih kesetimbangan larutan tersebut. Setelah didapat residu dan distilat, dicatat dan ditimbang volumenya. Ini dilakukan untuk masing-masing perbandingan. Variasi variabel yang dilakukan dalam praktikum ini untuk menentukan sifat-sifat campuran tersebut, yaitu tekanan uap dan fraksi molnya. 1.4 Hipotesa Semakin banyak komposisi etanol maka fraksi molnya akan semakin besar dan suhunya akan semakin turun hal ini dikarenakan titik didih etanol lebih rendah dari pada titik didih air. Jika suhu kesetimbangannya turun maka tekanan uapnya akan semakin besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Distilasi

Proses distilasi digunakan untuk memisahkan komponen dari suatu campuran berdasarkan perbedaan titik didih komponennya. Pada proses ini distilat mempunyai komposisi dan karakter berbeda dari campurannya. Klasifikasi distilasi berdasarkan jumlah komponen dalam campurannya, yaitu : 1. Distilasi Biner : Bila campuran yang akan didistilasi mempunyai dua komponen. 2. Distilasi Multi Komponen : Bila campuran yang akan didistilasi mempunyai lebih dari dua komponen.

Gambar 2.1 Alat Distilasi Sederhana Gambar di atas merupakan alat distilasi atau yang disebut distilator. Yang terdiri dari termometer, labu didih, steel head, pemanas, kondensor (pendingin) dan labu penampung distilat. Termometer biasanya digunakan untuk mengukur suhu uap zat cair yang didistilasi selama proses distilasi berlangsung. Labu didih berfungsi sebagai tempat suatu campuran zat cair yang akan didistilasi.Steel head berfungsi sebagai penyalur uap atau gas yang akan masuk ke alat pendingin ( kondensor ) dan biasanya labu distilasi dengan leher yang berfungsi sebagai steel head. Kondensor memiliki 2 celah, yaitu celah masuk dan celah keluar yang berfungsi untuk aliran uap hasil reaksi dan untuk aliran air keran. Pendingin yang digunakan biasanya adalah air yang dialirkan dari dasar pipa, tujuannya adalah agar bagian dari dalam pipa lebih lama mengalami kontak dengan air sehingga pendinginan lebih sempurna dan hasil yang diperoleh lebih sempurna. Penampung

distilat bisa berupa erlenmeyer, labu, ataupun tabung reaksi tergantung pemakaiannya. Pemanasnya juga dapat menggunakan penangas ataupun mantel listrik yang biasanya sudah terpasang pada destilator. Dalam proses distilasi terdapat dua tahap proses yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan dengan tahap pengembunan kembali uap menjadi cair atau padatan. Atas dasar ini maka perangkat peralatan distilasi menggunakan alat pemanas dan alat pendingin seperti pada Gambar 2.1. Proses distilasi diawali dengan pemanasan, sehingga zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak menuju kondensor yaitu pendingin (Gambar 2.1), proses pendinginan terjadi karena dialirkannya air kedalam dinding (bagian luar kondensor), sehingga uap yang dihasilkan akan kembali cair. Proses ini berjalan terus menerus dan akhirnya dapat dipisahkan seluruh senyawa-senyawa yang ada dalam campuran homogen tersebut. 2.2 Kurva Kesetimbangan Salah satu cara untuk membuat kurva kesetimbangan yaitu dengan menggunakan Hukum Roult. Berdasarkan Hukum Roult untuk larutan ideal dan biner. PA = X1.P0A PA = Tekanan Parsial Komponen A dalam uap X1 = Mol fraksi Komponen A dalam liquid P0A 2.3 = Tekanan Uap murni komponen A pada suhu yang sama. Larutan Ideal dan non Ideal

(2-1)Dimana :

Gas ideal tidak memiliki gaya intermolekul dalam gas tersebut. Larutan ideal berarti semua gaya intermolekul baik gaya intermolekul pada molekul - molekul sejenis (misal pelarutpelarut) atau pada molekul yang tidak sejenis (misal pelarut - zat terlarut) adalah sama. Salah satu sifat larutan yang penting adalah tekanan uap suatu komponen yang terdapat dalam larutan tersebut pada permukaan larutan. Mengetahui besarnya kecenderungan suatu komponen untuk menguap yang berarti keluar dari larutan dapat diduga gaya - gaya intermolekul apa yang bekerja di dalam larutan. Mempelajari kecenderungan untuk menguap atau tekanan uap parsial sebagai fungsi dari suhu dan konsentrasi (Bird, 1993:179). Pada gambar 2.2 terlihat pada kurva bagian atas menunjukkan kurva untuk titik embun (dew point), sedangkan kurva dibagian bawah, merupakan kurva titik gelembung (bubble point). Ruang diatas kurva titik embun, larutan berada pada fase uap. Sedangkan ruang

1. 2. 3.

dibawah kurva titik gelembung, larutan berada pada fase cair. Diantara kedua kurva tersebut, larutan berada pada fase campuran. Gambar 2.2 Larutan Ideal Syarat dari larutan ideal adalah sebagai berikut : Homogen pada seluruh sistem mulai dari mol fraksi 0 - 1. Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen-komponen dicampur membentuk larutan ( H pencampuran = 0 ). Tidak ada beda volume pencampuran, artinya volume larutan sama dengan jumlah komponen yang dicampurkan ( V pencampuran = 0 ). Memenuhi Hukum Roult : P1 = X1.P0 (2-2) Dimana : P1 = tekanan uap larutan X1 = mol fraksi larutan Po = tekanan uap solven murni Pada kenyataannya tidak ada larutan yang benar-benar ideal dan campuran yang sebenar benarnya mendekati ideal. Larutan non ideal dibagi dua golongan, yaitu : Larutan non ideal deviasi positif yang mempunyai volume ekspansi, dimana akan menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem aseton - karbon disulfide dan sistem HClair. Larutan non ideal deviasi negatif yang mempunyai volume kontraksi, dimana akan menghasilkan titik didih minimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem benzene-etanol dan asetonkloroform. (Tim Penyusun, 2011:5). 2.4 Azeotrop Azeotrop (constant boiling mixtures) adalah campuran dengan komposisi yang konstan pada tekanan tertentu. Jika tekanan total diubah, baik titik didih maupun komposisi azeotrop juga akan berubah. Azeotrop bukan merupakan suatu senyawa pasti yang komposisinya konstan pada seluruh range temperatur dan tekanan, tetapi merupakan suatu campuran yang dihasilkan dari interaksi gaya intermolekuler dalam larutan. Kondisi ini terjadi karena ketika azeotrop di didihkan, uap yang dihasilkan juga memiliki perbandingan konsentrasi yang sama dengan larutannya semula akibat ikatan antar molekul pada kedua larutannya. (Maron, 1974)

4.

1.

2.

2.5

Sifat Kimia dari Etanol

1. 2. 3. 4. 5.

Sifat kimia dari etanol diantaranya : Merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik. Mudah menguap dan mudah terbakar. Bila direaksikan dengan asam halida akan membentuk alkil halida dan air. CH3CH2OH + HC=CH CH3CH2OCH=CH2 Bila direaksikan dengan asam karboksilat akan membentuk ester dan air. CH3CH2OH + CH3COOH CH3COOCH2CH3 + H2O Dehidrogenasi etanol menghasilkan asetaldehid

6. Mudah terbakar diudara sehingga menghasilkan lidah api (flame) yang berwarna biru muda dan transparan, dan membentuk H2O dan CO2. Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18288/3/Chapter%20II.pdf 2.6 Sifat Kimia dari Air Sifat kimia dari air diantaranya : Molekul air berbentuk seperti huruf V disebabkan karena: Struktur geometrinya yang tetrahedral (109,50). Keberadaan pasangan elektron bebas pada atom oksigen. Bersifat polar karena adanya perbedaan muatan. Sebagai pelarut yang baik karena kepolarannya. Bersifat netral (pH=7) dalam keadaan murni.

1. 2. 3. 4.

You might also like