You are on page 1of 13

Endorectal Pull-Through Walaupun Soave memperkenalkan tekniknya pada tahun 1964, teknik ini baru diperkenalkan pada tahun

1952.374 Teknik ini dilakukan pada dua orang dewasa yang menderita hirschprung. Teknik ini sedikit mirip dengan teknik open Endorectal Pull-Through yang terkini, namun pada awal tekniknya, tidak disukai oleh para ahli bedah anak. Pada awal teknik dilakukan pemindahan mukosa dan submukosa rektum yang aganglionik dan memasukkan mukosa dan submukosa rectum ganglionic ke tunika muskularis. Prosedur ini di modifikasi oleh Boley, dengan anastomosis primer rectum dan modifikasi kembali oleh, Coran dan Weintrub, dengan mengeversikan bagian ukosa dan sub mukosa ke perineum, untuk meningkatkan performa anastomosis. 36 Dengan mempertahankan tunika muskularis pada daerah aganglionic, dapat mempertahankan sensibiltas daerah tersebut dan kemampuan m. spincter ani interna. Secara teori, dengan dipertahankan tunika muskularis ini, akan dapat menyebabkan konstipasi berulang, namun hal ini tidak terjadi pada penemuan klinisnya. 60 Prosedur ini biasanya dapat dipakai pada neonatus dengan Endorectal Pull-Through primer yang satu tahap operasi tanpa pembuatan kolostomi lebih dahulu. 51,56,300 Perbandingan komprehensif membuktikan prosedur satu tahap dan dua tahap memiliki komplikasi dengan kemungkinan yang sama. Diseksi endorektal lebih mudah dilakukan pada neonates daripada orang dewasa. 117,254,327 Dalam beberapa decade terakhir ini, Endorectal Pull-Through mengalami perkembangan, dari transabdominal berkembang menjadi trans anal. Berbagai teknik transisi yang mencolok, dibuktikan berbagai pendekatan bedah yang inovatif. Pendekatan operasi secara transanal pada anak hirsprung dilaporkan oleh Rintala dan Lidahl dan kombinasi secara transanal dan laparotomy untuk memobilisasi segmen usus yang aganglionik. 274 Georgeson et al melaporkan dengan bantuan laporoskopi untuk memobilisasi kolon aganglionik dan desesksi mukosa dan submukosa secara transanal.105 Pada kasus panjang segmen aganglionik dapat dikonfirmasi lewat transanal, Torre Mondragon dan Ortega melaporkan diseksi dan mobilisasi trasanal pada kasus ini. 66 Banyak laporan yang menunjukkan cara transanal sama baiknya dengan transabdominal. Namun tidak ada laporan yang menunjukkan kelainan buang air besar pada kedua cara ini. 5,79,118,134,183 Yang didapatkan laporan bahwa konsistensi feses dan kekuatan spincter ani sama antara transanal dengan transabdominal. Persiapan preoperasi Walaupun dalam periode neonates, washout (10ml/kgBB) dan dilatasi secara digital harus dilakukan sebelum tindakan operasi Endorectal Pull-Through dimulai. Neomisin 1% dapat dicampur pada larutan washout yang terakhir. Antibiotic intravena dapat diberikan sejam sebelum operasi dan ditambah 2-3 dosis setelah operasi. Tehnik bedah Pendekatan Open Pendekatan Endorectal Pull-Through terbuka sudah sangat jelas dibahas pada bab ini, terutama pada gambar 99-21 memperlihatkan komponen utama untuk melakukan Endorectal Pull-Through secara

terbuka. Elemen kunci pada operasi Pull-Through adalah memposisikan neonates pada saat operasi tersebut. Biasanya,bokong bayi diletakkan pada ujung meja operasi, dan kaki diberikan padding sehingga membentuk wooden skis atau pada leg support. Lalu dilakukan insisi pada kuadran kiri bawah, hingga segmen yang aganglionik terekspos secara inspeksi, lalu diambil secara hati-hati bagian seromuskular untuk dilakukan pemeriksaan fresh frozen section. Karena Pull-Through dapat menyebabkan tertutupnya bagian zona transisi sehinggga menyebabkan hasil yang kurang baik, sehingga lebih baik dilakukan pull through pada minimal 5 cm proksimal pada daerah yang memiliki ganglion normal. Pada reseksi endorectal dilakukan diseksi pada 2 cm di bawah peritoneum, dengan melakukan insisi tajam ataupun dengan cauter. Diseksi dilakukan hingga 0,5 cm linea dentate pada neonates secara pendekatan abdominal. Cara yang paling mudah adalah cukup panjangnya usus yang ganglionic sehingga bias ditarik dari pubis hingga lipatan anal. Bila dibutuhkan bagian proksimal di mobilisasi ked an melintasi ligament lienocolic. Bila panjang usus yang ditarik masih kurang dapat dilakukan ligase arteri mesenterika inferior didaerah dekat dengan daerah aganglionik, sehingga tetap mempertahan arteri marginal untuk memperdarahi dinding usus. Perhatikan langsung daerah peritoneum. Ahli bedah melakukan eversi tabung mukosa dan submukosa, lalu dilakukan insisi setengah lingkaran di anterior, 0,5 cm proksimal linea dentate. Klamp Kelly dimasukkan ke dalam kedalam tabung ini, lalu segmen ganglionic ditarik ke bawah dengan cara menjepit dan dipertahankan dengan dua jahitan. Jahitan lebih dengan berbeda warna benang, untuk memudahkan orientasi. Dengan cara seperti ini, akan menurunkan resiko terpuntirnya usus yang di manipulasi. Pada akhirnya anastomosis ini di jahit secara interrupted dengan jahitan yang absorpble. Perbaikan muskulus spincter interna tetap diperlukan, bila ditemukan gejala obstruktif. Ahli bedah biasanya melakukan insisi hingga distal dan lebih posterior m. spincter interna selama defintif Endorectal Pull-Through. 334 Cara seperti ini akan menurunkan resiko konstipasi. 224,350

Pendekatan terbuka. A.diawali dengan diseksi endorectal dengan membebaskan sekeliling lapisan muscular dari submukosa. B.disesksi diawali dari 1,5 cm dari anal. C. lapisan submukosa-mukosa di eversi ke perineum.D. usus yang ganglionic ditarik kebawah setelah submukosa-mukosa di eversikan, lalu diseksi 1 cm di depan linea dentate.E. Anastomosis antara submukosa-mukosa dengan tube yang ditarik. F. gambaran akhir anastomosis.

Pedekatan laparoskopik Dasar pendekatan operasi secara open dan laparoskopik pada dasarnya adalah sama. Letakkan trocar seperti pada gambar,dengan inisial trocar pada kuadran kanan atas, lalu di letakkan lagi pada epigastric, kuadran kiri atas, dan daerah suprapubic. Diseksi dan penentuan level segmen aganglion dilakukan secara operasi terbuka. Perdarahan diatasi dengan ligase dan kauterisasi. Bila mobilisasi telah terlaksana, ahli bedah pindah posisi ke daerah anal pasien untuk melakukan diseksi dan anastomosis.

Pendekatan laparoskopik. A. trocar ditempatkan untuk laporoskopic penuntun pull-through. B. diseksi pembuluh darah intestine dengan bantuan laporoskopik Pendekatan transanal Elemen kunci dari teknik ini adalah meletakkan retractor dan menjahit retractor ke lipatan anal. Insisi dilakukan pada 0,5 cm diatas linea dentate, dengan cauterisasi dan dengan sayatan melingkar. Jahitan traksi dengan menyambung antara mukosa dan submukosa, lalu dilakukan diseksi kea rah proksimal, secara primer dengan teknik tumpul. Diseksi dilakukan memanjang dari proksimal ke arah peritoneum, lapisan muscular dimasukkan, dan disesksi dilakukan di semua lapisan usus. Elemen lain yang harus diperhatikan adalah tertarik lapisan muskularis ke arah bawah menuju spinter ani interna di posterior midline, tarikan pada lapisan muskularis ini dapat menyebabkan obstruksi relative. Walaupun disesksi pembuluh darah mesenteric lebih mudah dengan laparoscopic, namun pada hirschprung daerah rectal

banyak pembuluh darah yang dapat di ligase secara trans anal. Biopsy dilakukan pada level ganlionik dan anastomosis dilakukan.

Pendekatan Transanal. A. gambaran diseksi endorectal lewat transanal. Penggunaan refraktor. B. diseksi endorectal dengan kauter, lalu retraksi pembukaan anal dengan jahitan multiple. C. diseksi pada bagian yang dekat peritoneum, bagian rectum masuk.D.sebelum diturunkan kolon yang proksimal, lapisan muskularis posterior rectum di kauter.E. anastomose dengan benang jahitan yang absorble.

Operasi teknik Duhamel Sejarah Teknik Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956.71,72 Prosedur ini dilakukan diseksi retrorectal, dengan level yang jelas anatara rectum aganglionik dengan bagian kolon proksimal yang ganglionic, lalu di lakukan anastomosis didaerah tersebut. Keuntungan dari teknik ini adalah mudah, menurun resiko striktur, mempertahan sensibilitas daerah rectal dan nervus daerah tersebut.73,74 Awal operasi dilakukan crush-clamping antara daerah aganglion dengan daerah ganglion. Duhamel merupakan modifikasi dari teknik rectosigmoidektomi swensson, dan sering dilakukan pada neonates. Pada laporan teknik ini dapat menurunkan kematian, inkontinesia, kejadian diare-konstipasi berulang, striktur pada anastomosis, dan obstruksi intestinal bila dibandingkan dengan teknik swensson. 73,74 Modifikasi Duhamel cukup banyak , termasuk dengan meletakkan anastomosis di atas spincter ani interna yang dapat mencegah inkontinensia. 113 Modifikasi selanjutnya penyambungna ini dilakukan dengan mekanisme stappled. 139,303,318 Modifikasi terbaru adalah eliminasi kantong rectal pada daerah aganglionik yang dapat menjadi daera restorasi feses. Martin et al melaporkan bila dilakukan secara hati-hati untuk mengeliminasi kantong rectal dengan alat stappled colorectal untuk anastomosis. 203,204 Laporan terbaru teknik Duhamel dengan menggunakan laporoskopi dapat menunjukkan hasil yang memuaskan. 62 Pull Through definitive Prosedur ini pada mulanya diperuntukkan untuk neonates berumur 9-12 bulan, namun pada kenyataan neonates tersebut memiliki riwayat pernah melaksanakan prosedur Duhamel pada usia yang lebih muda. 194,221,334 Pada akhir-akhir ini, prosedur ini menggunakan stapler endoGIA, yang digunakan sebagai alat untuk anastomese usus. Awalnya usus dibersihkan untuk memastikan dalam keadaan bersih. Bila ditemukan kolostomi, kolostomi tersebut dimobilisasi., dengan menggeser peritoneum pada kolostomi di perut kiri bawah ke daerah midline. Potong beku dilakukan pada daerah yang ganglionic bila tidak ditemukan riwayat kolostomi. Proksimal kolon dimobilisasi untuk memastikan tension free pull through. Kolon bagian distal yang aganglionik dimobilisasi ke bawah lipatan peritoneum, secara hati-hati karena takut mencederai ureter. Kolon di stapled melewati lipatan peritoneum dan dilakukan jahitan traksi disepanjang garis stapled. Secara gentle, dilakukan disesksi tumpul pada ruang presakrum retrorectal. Biasanya tindakan ini menggunakan jari-jarri tangan operator atau menggunakan sendok diseksi yang kecil. Proksimal kolon dijahit pada sis kanan dan kiri untuk menghindari puntiran waktu melakukan pull through. Lalu operator pindah ke daerah perineum pasien, dengan menggunakan introducer secara gentle anal pasien dilakukan dilatasi dan disempitkan kembali hingga dinding posterior rectal yang terdiri linea dentate dan columna mergagni terlihat jelas. Dengan mengunakan elektrokauterisasi, dilakukan diseksi memanjang dan melingkar antara jam 3 hingga jam 9, hingga 1 cm diatas linea dentate. Maneuver ini

akan menghubungkan rectum yang aganglionik dengan ruangan rektorektal yang telah dibuat sebelumnya. Jahitan traksi semua lapisan pada kedua sisi insisi dengan benang yang absorble. Setelah terowongan presacral telah cukup lebar, kolon yang ganglion diletakan ke tempat ini, hati-hati dengan orientasi dan dituntun dengan tindakan sebelumnya, lalu lumen terbuka. Proksimal kolon terbuka lalu anastomosis dengan benang yang absorble. Kemudian dengan surgical stapler, GIA 80 mm atau endoGIA stapler pada pasien yang lebih muda. Yang terpenting, stapler 4.8 mm, digunakan untuk menyambung semua lapisan ini. Sebelum menggunakan ini, harus dipastikan benar orientasi antara perineum dengan abdomen. Sepanjang garis stapled superior rectum, insisi kolostomi dilakukan. Dengan benang yang absorble, kedua sisi dinding disatukan. Stapled GIA dilanjutkan hingga kolon distal, hingga masing-masing lumen dan dibantu dengan tuntunan jari operator yang masuk ke dalam rectum. Setelah stapled selesai semua, dilakukan pemeriksaan digital rektal.

a.cara yang digunakan untuk disesksi tumpul. B. insisi semua lapisan dinding rectal dari jam 3 sampai jam 9,1 cm diatas linea dentate.C. kolon proksimal ganglion,dengan orientas mesenteric posterior, dengan tuntunan ruangan rectorectal dinsisi rectum posterior yang lama.

d.

se

d.setelah menjahit batan anokutan dengna dinding posterior yang baru, dari jam 3 ke jam 9, tangan yang satu memegang stapler GIA, ke dalam rectum yang lama, dan tangan yang satu lagi dimasukkan ke dalam rectum yang baru.E. setelah posisi stepler dikonfirmasi dengan meraba pelvis, stapler dijalankan, dan anastomosis ujung dengan ujung selesai.F. setelah dilakukan tindakan, stapler dikeluarkan dari rektal proksimal hingga rectal distal, jaringan sisa juga dikeluarkan, dan kolostomi ditutup. Prosedur Swensson Meskipun telah digunakan, prosedur swensson jarang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir ini. Dengan keahlian yang baik, prosedur ini dapat dibandingkan dengan prosedur Duhamel dan endorectal pull through. Padahal dengan teknik ini, dapat menyebabkan cedera neurovascular,dan pada prosedur swensson tidak ditemukan.324,357,358

Prosedur Swensson. A. menempatkan dengan traksi bagian rektosigmoid dengan jaringan rectal, dinding rectum langsung diseksi.B. rectum disesksi keluar spincter ani intrna, diseksi hingga bagian anterior. C. setelah mendilatasi anal, klamp panjang dimasukkan ke dalam rectum, dan jepit ujung dari anal. D.rectum ditarik kea rah peritoneum, lalu diseksi, lalu diseksi diagonal.E.rektum dieversikan ke level predeterminan, klamp di tarik ke arah pelvis, dan diinsersi rectum yang eversi. F.muskulus anterior selesai dianastomosis,dengan tarikan jam 3 dan jam 6 dijahit, posterior kiri selesai di anastomosis Dengan cara yang sama posterior kanan di anastomosis. G. setelah lapisan muscular dianastomosis, ujung pull through di insisi hingga beberapa millimeter dari jahitan.H. mukosa rectum dan mukosa sigmoid sekarang sudah dianastomose Pendekatan operatif pada kasus hirschprung yang tidak khas

Hirschprung sisi kanan Bila dengan prosedur pull through dilakukan pada kasus Hirschprung yang luas, ini akan menyebakan kesulitan dalam menentukan orientasi dan dapat menyebabkan torsio ketika dilakukan tarikan. Keadaan ini dapat dipecahkan oleh Duhamel dengan merotasikan kolon kanan yang berlawanan arah dengan jarum jam. Karena usus halus tetap ada terutama pada sisi kiri,perlu dilakukan pembebasan dari ligamentum treitz.

Pendekatan anak dengan kolon proksimal aganglion. A. rotasi usus searah jarum jam. B.Hasilnya ileum dapat didekatkan dengan kolon di sisi kanan, bila sulit dapat terlebih dahulu membebaskan ligamentum treitz. C alternative untuk rotasi kolon anterior Penyakit Hirschprung kolon total Banyak prosedur pedekatan bedah penyakit hirsprung total. Yang pertama diperkenalkan oleh Sangedarg,1950, yang berhasil dengan prosedur pull through untuk hirschprung kolon total.282 Lalu modifikasi Duhamel pull through oleh martin, yang mempertahankan dari segmen panjang aganglionik dari kolon dan rectum untuk mempertahankan absorbs elektrolit dan cairan.202 Teknik banyak dipakai oleh dokter bedah. Dengan dipertahankannya segmen panjang ini akan meningkatkan resiko efek samping seperti gangguan defekasi dan enterokolitis post operasi.76 Cara lain dikenalkan oleh kimura dengan menggunakan cecal patch, yang berfungsi menggantikan segmen panjang.160 Kebanyakkan dokter bedah menggunakan standard pull through ataupun Duhamel dalam menangani kasus ini. Hasil yang dihasilkan oleh kedua prosedur ini hampir sama, walaupun Duhamel dengan modifikasi martin kurang menunjukkan hasil yang bagus. 160,164,194

Cara kimura dan Stringel dengan menempelkan usus halus yang ganglionic dengan ileum terminal dan kolon bagian kanan yang aganglionik. Tahap kedua, kolon kanan dibagi, dan memasukan usus yang divaskularisasi olehmesenterium usus halus yang di pull through Penyakit Hirschprung dengan perluasan ke usus kecil Pasien dengan perluasan ke usus kecil sangat tinggi angka mortalitas, pada pasien ini membutuhkan nutrisi parenteral dalam jangka waktu yang lama.159,160 Pendekatan bedah pada kasus ini juga sangat kompleks karena harus memperhitungkan daerah ganglionic usus halus dan operator harus memperhitungkan derajat sindroma usus pendek. Untuk penyakit jejunoilio, beberapa operator menggunakan ileo patch atau pacth kolon kanan.170 Pada kasus ini hal pertama yang dilakukan adalah ileostomy, lalu anastomose kolon kanan dengan stoma proksimal. Setelah beberapa minggu, dapat dilakukan penyambungan ujung-ujung usus, dengan mempertahankan perdarahan dari usus, dapat dengan cara soave ataupun swensson. Sebagian besar usus yang aganglionic di eksisi karena dapat menyebakan sepsis bila dipertahankan. Untuk neonates dengan segmen kurang dari 40 cm, perluasan miotomi atau myomectomy merupakan pendekatan yang terbaik. Dilaporkan oleh Ziegler,myomectomy dilakukan dari daerah trannsisional usus halus ganglionic dengan yang agangilonic. 381,382 Dilakukan dua insisi antimesenteric yang parallel dengan aksis longitudinal usus. Kedalaman insisi dari superficial ke submukosa, mencapai 1 cm hingga lapisan seromuscular yang digunakan untuk perpanjangan. Perpanjangan ini secara normal akan membatasi peristalsis usus untuk mengantarkan isi lumen ke distal. Pada akhirnya segmen yang optimal adalah 50-70 cm dibawah ligamentum treitz, disini tempat ideal untuk stoma akhir. Pada akhirnya, bila cara diatas dianggap gagal untuk mobilisasi isi lumen maka jalan terakhir adalah transplastasi usus atau transplantasi hati-usus. Dari beberapa laporan, tindakan ini cukup berhasil.294,376

Perpanjangan myotomi dan myomectomy pada zona transisi dan perpanjangan tersebut akan hanya meninggalkan bagian usus yang normal pendek. Kesulitan defekasi persisten Evaluasi anak pasca operasi pull through yang utama adalah pola defekasi, beberapa hal yang dievaluasi adalah riwayat penyakit, pemeriksaan fisis, danpenegakkan diagnosis. Biasanya kesulitan dalam defekasi akibat ketidakteraturan pola defekasi akibat gangguan pada system ganglion usus, dan tidak memerlukan tindakan bedah. Keadaan ini berlangsung singkat dan membaik dengan berjalannya waktu. Dari pemeriksaan fisis dapat menyingkirkan adanya striktura. Dengan barium enema dapat ditemukan puntiran usus pasca dilakukan prosedur Duhamel. Tindakan untuk menegakkan diagnosis yang paling tepat adalah dengan biopsy rektal. Dari berbagai laporan 16 anak dari 178 anak denganhirschprung ditemukan konstipasi selama 4 tahun pasca tindakan. Dari penelitian yang lebih rumit, ditemukan kelainan 13 anak dari 16 anak hirsprung, yaitu 4 anak dengan kembalinya usus yang aganglionik dan 9 orang yang neuro dysplasia. Anal manometrik dapat menunjukkan spastisitas dari spincter interna sehingga pemeriksaan cukup baik untuk memprediksi penyebab konstipasi.

You might also like