You are on page 1of 5

1

Strategi Komunikasi dalam Pemasyarakatan


Perpustakaan dan Minat Baca
Disampaikan dalam acara Sosialisasi Undang-Undang No. 47 Tentang
Perpustakaan, di Pangkal Pinang, Prov. Bangka Belitung,
15 Desember 2008

oleh Agus Rusmana, Drs., M.A.


Dosen Jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan Fikom Unpad
agsrsmana@yahoo.co.id

a. Minat Baca dan Minat Kunjung

Perpustakaan dan minat baca adalah dua rangkaian yang tidak pernah
terpisahkan. Satu dengan yang lainnya selalu saling tergantung. Minat baca
mendorong orang untuk memanfaatkan koleksi pustaka yang ada di
perpustakaan, dan perpustakaan adalah komponen utama yang dapat
melahirkan minat baca. Oleh karena ini tindakan untuk membuat orang
berminat baca dan berminat kunjung perpustakaan harus dilakukan dalam
sebuah satuan (compact component).
Banyak strategi yang sebenarmya dapat digunakan untuk dapat menarik
minat orang untuk membaca dan berkunjung ke perpustakaan, mulai dari
iming-iming hadiah sampai janji masuk surga! Namun cara ini terbukti tidak
pernah menumbuhkan minat yang sebenarnya melainkan minat yang hanya
muncul temporer ketika masih ada kepercayaan dan keyakinan bahwa iming-
iming itu benar adanya. Setelah itu minat akan hilang kembali seperti
sediakala. Minat baca dan minat kunjung perpustakaan bukanlah sesuatu yang
bisa dipaksakan kemunculannya. Minat adalah sebuah dorongan dari dalam
seseorang ketika ia menyadari bahwa tindakan itu menumbuhkan kesenangan
dan kepuasan.
Kesadaran bahwa tindakan membaca dan berkunjung ke perpustakaan
adalah sebuah tindakan yang menumbuhkan kesenangan dan kepuasan
ternyata juga tidak lahir begitu saja dalam diri seseorang, baik anak maupun
dewasa. Harus ada sesuatu dari luar dirinya yang membantu lahirnya
kesadaran itu. Sesuatu itu adalah para pengelola perpustakaan! Dan strategi
yang dapat dipilih untuk melahirkan kesadaran itu adalah strategi komunikasi.

Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi - layaknya sebuah strategi perang - merupakan
kumpulan dari metode, pelaku, sasaran, dan capaian akhir (effect) yang
ditentukan sesuai tujuan dari penggunaan strategi komunikasi. Karena tujuan
dari strategi komunikasi yang ingin dicapai adalah lahirnya minat baca dan
minat kunjung ke perpustakaan, maka seluruh komponen strategi dipusatkan
untuk dapat menghasilkan capaian akhir dalam bentuk lahitnya minat.

Metode Komunikasi
Dalam teori komunikasi terdapat tiga metode utama komunikasi yang
dapat mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk merubah sikap,
2

pendapat atau perilaku sesuai keinginan pengguna metode. Metode tersebut


adalah metode informatif, persuasi, dan koersi.

a. Informatif
Metode informatif adalah metode yang digunakan untuk mendorong
perubahan pada diri orang lain dengan cara memberi informasi agar orang
tersebut memiliki pengetahuan sehingga akhirnya terdorong untuk memiliki
pendapat yang sama. Seorang pengelola perpustakaan dapat memberikan
informasi mengenai penting dan manfaatnya membaca dan mengunjungi
perpustakaan sehingga mendorong seorang individu atau sekelompok orang
membaca dan berkunjung ke perpustakaan karena mereka memiliki
pengetahuan tentang itu. Informasi ini dapat dikemas dalam berbagai bentuk,
seperti poster, leaflet, atau tulisan pada majalah populer yang disajikan secara
gencar sehingga dapat masuk dalam ingatan pembacanya dan kuat tertanam
sehingga menjadi salah satu bagian pengendali perilaku.

b. Persuasi
Metode ini paling banyak digunakan untuk membujuk (to persuade)
orang sehingga secara tidak sadar mengikuti keinginan komunikator yang
menyampaikan bujukan. Dengan metode persuasi, seseorang atau
sekelompok orang tidak merasa bahwa perubahan dalam dirinya adalah akibat
pengaruh dari luar. Dia yakin bahwa dorongan merubah sikap, pendapat atau
perilakunya memang sudah lama ada dalam dirinya. Untuk itu seorang
pustakawan yang akan menggunakan metode ini harus sangat cermat
mengemas pesan sehingga tidak muncul sama sekali kesan atau ‘rasa’ disuruh
atau diperintah atau bahkan diajak. Metode ini yang akan dibahas lebih lanjut
karena dari pengalaman para ahli pemasaran dan perubah perilaku, persuasi
adalah metode yang terbukti paling ampuh dalam mendorong perubahan dan
mempertahankan perubahan itu dalam jangka yang sangat lama.

c. Koersi
Metode koersi diurutkan sebagai metode terakhir karena umumnya
digunakan ketika informasi dan persuasi tidak lagi ampuh. Koersi adalah cara
mendorong (bahkan memaksa) orang lain mengubah perilakunya dengan
menumbuhkan rasa takut para orang itu jika dia tidak melakukan apa yang
diperintahkan. Misalnya seorang pustakawan menyampaikan pesan bahwa
orang yang tidak pernah membaca akan berumur sangat pendek dan mudah
terkena penyakit lupa ingatan. Atau pesan bahwa orang yang tidak pernah ke
perpustakaan adalah orang-orang berdosa. Kemudian pesan ini ditambahi
gambar yang menakutkan!

Persuasi Sebagai Sebuah Strategi Komunikasi


Persuasi sebagai sebuah metode yang dipilih sebagai strategi
komunikasi karena tujuan dari komunikasi yang dilakukan oleh pustakawan
adalah lahirnya minat baca dan minat kunjung perpustakaan. Minat (interest)
dalam pengertian umum adalah kecenderungan perilaku yang berasal dari
dalam diri individi yang dapat menggambarkan sikap dan pendapat seseorang
terhadap sebuah objek sebagai sebuah awal sebelum akhirnya menjadi
sebuah tindakan. Dengan pengertian lain bahwa minat selalu muncul dari
3

dalam diri seseorang yang bangkit atau dibangkitkan karena ketertarikan pada
sesuatu di luar dirinya.
Untuk dapat menjalankan metode persuasi diperlukan beberapa
komponen komunikasi yang harus terlibat secara utuh dan berkaitan satu sama
lain dengan erat. Berikut akan diuraikan masing komponennya:

1. Komunikator
Komunikator adalah orang yang menyampaikan pesan komunikasi
sehingga dapat sampai dan dimengarti oleh penerimanya. Untuk dapat
menggunakan metode persuasi secara efisien, seorang pustakawan yang
bertindak sebagai komunikator haruslah orang yang memiliki kredibilitas tinggi
(diukur dari kecakapan berkomunikasi lisan dan tulisan, penampilan yang
menyenangkan, sikap yang meyakinkan, percaya diri yang tinggi) sehingga
menumbuhkan kepercayaan bagi mereka yang menerima pesan. Apabila di
perpustakaan belum terdapat orang dengan kriteria itu, bisa juga meminta
bantuan (menyewa) orang yang sudah ahli sebagai konsultan atau pelaku
langsung.
Disamping kredibilitas, komunikator juga dituntut untuk menilai positif
(positiveness) dan mendukung (supportiveness) tujuan komunikasi.
Komunikator juga harus terbuka dan jujur. Penerima pesan tidak boleh melihat
ada kesan ketidak jujuran pada diri komunikator. Untuk dapat mengetahui apa
yang sebenarnya diinginkan dan disukai oleh sasaran komunikasi, seorang
komunikator harus memiliki empati atau kepekaan pada apa yang dirasakan
oleh sasaran sehingga dia merasa diperhatikan. Orang sangat suka
diperhatikan, dan itulah yang seharusnya diberikan oleh seorang komunikator.

2. Pesan Komunikasi
Setelah komunikator terpilih, komponen kedua yang juga harus
diperlakukan dengan sangat hati-hati adalah pesan komunikasi. Berbeda
dengan pesan informatif yang sangat kuat dalam memberikan instruksi atau
saran tindakan, atau dengan pesan koersi yang terasa dan jelas sekali kesan
ancaman yang disampaikan, pesan persuasi harus sangat halus dan hampir
tidak kentara “paksaannya.” Pesan tidak boleh terasa diarahkan pada sasaran,
tetapi justru berkesan bahwa pesan adalah untuk orang lain. Tidak ada
instruksi di dalamnya melainkan contoh hasil tindakan orang lain.
Melalui kemasan pesan seperti ini maka yang akan muncul pada
individu atau kelompok sasaran adalah keinginan meniru orang lain yang
dicontohkan, bukan karena merasa disuruh atau dipaksa berbuat. Perhatikan
contoh pesan berikut (konsep ini juga digunakan oleh banyak iklan):

“Bacalah buku dan kunjungi perpustakaan, maka anda akan menjadi orang
yang cerdas dan mendunia”
Perhatikan pesan kedua:
“Tantowi Yahya tidak pernah lupa membaca setiap hari. Seminggu dua kali ia
kunjungi perpustakaan. Itu yang membuatnya nampak cerdas dalam
mengantarkan acara Who wants to be a millionaire.”

Pada pesan pertama kesan ‘perintah’ sangat terasa (BACALAH) walaupun


niatnya adalah menghimbau, bukan memaksa. Sedangkan pada pesan kedua,
4

pembaca tidak pernah diminta berbuat apapun, hanya ditunjukkan sebuah


contoh.
Untuk dapat menyusun pesan persuasi yang baik dan kuat, seorang
pustakawan harus rajin membaca dan mengkaji pesan-pesan dalam iklan,
kemudian memilih yang dinilai paling efisien untuk kemudian menjadikannya
sebagai dasar gagasan (bukan menjiplak!) dalam membuat pesan persuasi
tentang apa yang akan terjadi pada seseorang jika membaca dan berkunjung
ke perpustakaan.

3. Media Komunikasi
Dalam metode persuasi, media merupakan komponen yang cukup
penting karena jika terpilih dengan tepat akan mampu menyampaikan pesan
persuasi dan menjangkau sasaran dengan tepat. Maka seorang pustakawan
harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang karakter umum setiap jenis dn
bentuk media komunikasi (bukan kajian ilmiahnya).
Bentuk media komunikasi secara umum terdiri atas media personal (untuk
sasaran perorangan), media kelompok (menjangkau sasaran kelompok pada
sebuah tempat tertentu), dan media massa (menjangkau sasaran yang besar
dan berbeda tempat). Sedangkan jenis media adalah cetak dan elektronik. Jadi
jika digabungkan terdapat kelompok media personal elektronik (telefon, e-mail),
media personal cetak (surat, kartu ucapan), media kelompok elektronik (millist,
facebook, bulletin board), media kelompok cetak (poster, terbitan internal), dan
media massa elektronik (televisi, radio), media massa cetak (koran, majalah).
Pemilihan media dilakukan setelah pustakawan mengetahui media yang
paling sering diakses oleh sasaran (dengan alasan mudah diperoleh, dimiliki
dan digunakan oleh sasaran). Dengan pengetahuan ini maka tingkat jaminan
bahwa pesan akan ‘terbaca’ (accessed/ reached) oleh sasaran menjadi cukup
tinggi. Pustakawan tidak boleh menggunakan media karena dia suka dan
hanya bisa menggunakan media tertentu saja.
Setelah media ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah
pengemasan pesan yang disesuaikan dengan sifat media terpilih. Misalnya
media massa elektronik memiliki sifat ‘selintas dan tak terulang’, maka pesan
yang disampaikan harus sangat pendek dan mudah diingat atau sangat
berkesan. Adegan seorang Agnes Monica sedang membaca buku di meja baca
perpustakaan UPH lebih mengesankan dan mudah diingat dibandingkan
sekumpulan teks tentang guna dan manfaat membaca di perpustakaan. Tetapi
dalam sebuah Blog pustakawan, orang lebih ‘berminat’ membaca pengalaman
sang pustakawan bertemu presiden RI setelah menang lomba menulis cerita
yang bahannya dia ambil dari Perpustakaan Umum Kota Bangka (atau
peristiwanya dikarang layaknya sebuah iklan!).
Di samping isi, pesan juga harus dikemas dengan daya tarik tinggi.
Kembali lagi, dasar kemasan adalah karakter sasaran komunikasi. Sasaran
remaja harus mendapat pesan persuasif dalam kemasan yang bergaya muda,
baik pilihan kata, jenis huruf, warna dan ilustrasi yang ditempelkannya. Begitu
pula bagi sasaran anak-anak atau orang dewasa.

Pelaku Strategi Komunikasi


Seperti telah diuraikan terdahulu bahwa metode persuasi adalah satu
strategi komunikasi yang harus dilakukan dengan hati-hati agar mendapatkan
hasil yang sesuai harapan yaitu tingginya minat baca dan tingginya kunjungan
5

ke perpustakaan untuk membaca. Oleh karena itu pelaku strategi komunikasi


tidak bisa sembarang orang (sesuaikan juga dengan karakter komunikator).
Jika ternyata di perpustakaan tidak (atau belum) ada pustakawan yang
berkompetensi untuk melakukan tugas menjalankan strategi seperti
mengidentifikasi sasaran, memilih dan mengemas pesan, memilih dan
menggunakan media komunikasi, maka gunakan tenaga dari luar
perpustakaan yang memang kompeten. Pustakawan berperan sebagai
penggagas awal yang memiliki konsep besar dasarnya.
Yang paling utama dari semua tindakan penyampaian komunikasi untuk
membujuk orang dan kelompok untuk berminat baca dan berminat kunjungi
perpustakaan adalah dukungan semua komponen dalam perpustakaan. Pada
saat pustakawan sedang menyusun strategi komunikasi, pimpinan lembaga
penaung harus memberikan perhatian dan dukungan (moril dan finansial!)
sehingga akan menyemangati pustakawan dalam menjalankan perannya.
Sebaliknya juga ketika pimpinan lembaga menyampaikan keinginan agar
masyarakat berminat mengunjungi perpustakaan dan berminat membaca
koleksi yang ada, pustakawan harus dengan positif mendukung keinginan
tersebut.

Penutup
Minat membaca dan minat berkunjung ke perpustakaan sebagai pusat
pengetahuan harus didahului oleh minat baca dan minat menggunakan koleksi
dalam diri pustakawan. Tanpa minat baca dan minat mengeksplorasi bahan
pustakanya sendiri, tidak akan pernah ada minat yang lahir dari orang lain.
Untuk itu kesadaran bahwa membaca itu berguna dan bermanfaat sudah harus
tertanam dalam setiap diri mereka yang mengaku diri pustakawan!

Mulailah semuanya dari diri sendiri


Bandung, Desember 2008

You might also like