You are on page 1of 7

1.

Kanker serviks termasuk dalam salah saatu sasaran pencapaian MDGs karena kanker serviks merupakan salah satu dari lima aspek prioritas dari kesehatan reproduksi dan seksual yang berpengaruh terhadap kesehatan ibu yang merupakan salah satu dari sasaran pencapaian MDGs. Dimana lima aspek prioritas dari kesehatan reproduksi dan seksual adalah Meningkatkan antenatal, persalinan, postpartum dan Keselamatan bayi lahir Memberikan layanan berkualitas terhadap perencanaan keluarga (KB) termasuk pelayanan infertilitas(ketidak suburan) Menurunkan aborsi Memerangi IMS, termasuk HIV, infeksi saluran reproduksi, kanker serviks dan morbiditas ginekologi lainnya Mempromosikan kesehatan seksual. (United Nations Population Fund,2010) pencapaian MDGs 2007

Kasus penyakit kanker yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar 24.204 kasus lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2008 sebanyak 27.125 kasus, terdiri dari Ca. servik 9.113 kasus (37,65%), Ca. mamae12.281 kasus (50,74%), Ca. hepar 2.026 (8,37%), dan Ca. paru 784 kasus (3,24%). Prevalensi kanker di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 adalahsebagaii kanker serviks sebesar 0,028% dan tertinggi di Kota Semarang sebesar kanker payudara sebesar 0,037% dan tertinggi di Kota Surakarta sebesar kanker hati sebesar 0,006% dan tertinggi di Kota Surakarta sebesar kanker paru 0,002% dan tertinggi di Kota Surakarta sebesar 0,027% berikut : 0,382%; 0,637%; 0,034%;

Gambar 3.30 Prevalensi Penyakit Kanker Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2009

http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/profil/2009/Profil_2009br.pdf Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang tercatat lebih dari 100 per 1.000.000 jiwa kasus kanker serviks atau sekitar 180.000 kasus kanker serviks setiap tahunnya ( Sahil, 2003. Mustari, 2006 ) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29126/5/Chapter%20I.pdf 2. Faktor-faktor yang menyebabkan kanker serviks menjadi penyebab kematian kedua pada wanita Indonesia adalah : Pada umumnya para penderita datang dalam kondisi penyakit yang sudah stadium 6lanjut. Itu sangatlah beralasan karena mengingat pada tahap awalnya penyakit sering tidak menampakkan gejala khusus. Ketidaktahuan kaum wanita terhadap penanggulangan kanker serviks tentunya berhubungan dengan keterlambatan untuk memeriksakan kesehatan dirinya terutama kesehatan reproduksi dan minimnya pengetahuan kaum wanita terhadap faktor-faktor penyebab kanker serviks. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29126/5/Chapter%20I.pdf 3. Faktor-faktor yang menyebabkan masih rendahnya perilaku deteksi dini kanker servix a. Pengetahuan dan sikap masyarakat terjadap kanker servix sangat berpengaruh terhadap rendahnya cakupan perilaku deteksi dini kanker serviks. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Octavia, hanya 5,5% kelompok ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang deteksi dini kanker serviks(pemeriksaan pap smear), dan terdapat 31,8% memiliki pengetahuan yang buruk(Octavia,2009). Rendahnya pengetahuan masyarakat ini disebabkan oleh kurangnya informasi yang didapat . Pengetahuan dan sikap masyarakat sangat mempengaruhi perilaku (tindakan) dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan, menyatakan bahwa pengetahuan dan sikap merupakan factor-faktor yang berhubungan erat terhadap perilaku wanita dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Bila masyarakat mendapat pengetahuan yang cukup diharapkan perilaku mereka (sikap dan tindakan mereka ) akan menjadi lebih baik dalam hal ini wanita mau dan mampu melakukan deteksi dini kanker serviks (pemeriksaan pap smear). Jadi sangat penting meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pap smear untuk memperoleh peningkatan wanita untuk melakukan deteksi dini kanker serviks (pemeriksaan pap smear) dengan cara

memberikan informasi sebanyak-banyaknya. Sumber informasi disini bisa dari teman sebaya, teman kerja, media cetak dan media elektronika(Ratna Puspita, 2008). b. dukungan social (dalam hal ini keluarga), dimana anggota keluarga siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga ini dapat berupa dukungan social keluarga internal, seperti dukungan dari suami atau dukungan dari saudara kandung suami/istri atau dukungan keluarga eksternal (Friedman,1998). Kepala rumah tangga yaitu suami dapat berperan serta dalam kesehatan reproduksi dari si istri. Bentuk peran tersebut dapat berupa pemberian dukungan terhadap kesehatan reproduksi.Beberapa penelitian membuktikan hal tersebut yaitu antara lain: penelitian yang dilakukan Amatya dkk(1994), di Bangladesh menunjukkan bahwa konseling terhadap suami tentang penerimaan alat kontrasepsi norplant menunjukkan efek positif dengan tingkat drop out hanya 10 %. Dukungan keluarga yang merupakan bagian dari dukungan social juga berkontribusi dalam meningkatkan kesadaran dalam pemeriksaan papsmear. Dukungan keluarga disini bukan hanya terbatas pada keluarga inti saja melainkan keluarga secara luas (extended family) yaitu suami, mertua, orangtua, saudara suami, saudara kandung (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33835/4/Chapter%20I.pdf) Tindakan pap smear pada seorang ibu dipengaruhi berbagai faktor yaitu faktor dari dalam dirinya sendiri (perilaku ibu) dan dukungan dari lingkungan (dukungan keluarga ). Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari : (1) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatanya (behavior intention), (2) Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support), (3) Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (acesssebility of information), (4) Otonom pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy), (5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation). Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan dalam hal ini, perilaku wanita usia subur ditentukan oleh niat orang terhadap pemeriksaan pap smear, ada atau tidaknya dukungan dari masyarakat sekitarnya dalam hal ini dukungan keluarga , ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan dari wanita usia subur untuk mengambil keputusan dalam tindakan pemeriksaan papsmear dan situasi yang memungkinkan ia berperilaku/bertindak terhadap perilaku deteksi dini kanker serviks (pemeriksaan pap smear) atau tidak berperilaku/tidak bertindak terhadap perilaku deteksi dini kanker serviks (pemeriksaan pap smear) Teori Bloom Benyamin Bloom, seorang ahli psikologii pendidikan membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain/ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu: 1. pengetahuan (knowledge) 2. sikap 3. praktek atau tindakan

(http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/122651-S-5344-Pegetahuan%20danLiteratur.pdf) Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibanding perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan. 1. Awareness (kesadaran), orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu 2. Interest, orang mulai tertarik kepada stimulus. 3. Evaluation, menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya 4. Trial, mulai mencoba perilaku baru. 5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu : 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkatan pengetahuan yang rendah. 2. Memahami (Comprehension) Memahai diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajarinya. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseo rang terhadap stimulus atau objek Sikap terdiri dari 4 tingkatan yakni : 1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek) 2. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Tindakan (Practice) Tingkat tindakan diantaranya : 1. Persepsi (Perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama. 2. Respon Terpimpin (Guided respons) Melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh merupakan indicator tindakan tingkat dua. 3. Mekanisme (Mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai tindakan tingkat tiga. 4. Adaptasi (Adaptation) Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Pada kasus ini, faktor yang menyebabkan rendahnya deteksi dini kanker servix pada wanita Indonesia karena kurangnya pengetahuan dan sikap masyarakat terutama wanita mengenai kanker servix. Saya mencoba menganalisa faktor penyebab rendahnya deteksi dini kenker servix Menurut teori Bloom, pada perilaku manusia terdapat 3 domain yang kemudian dimodifikasi. Pengetahuan dan sikap masyarakat terutama ibu kurang karena : Dari segi pengetahuan Pada tingkatan pengetahuan, saya menganalisa pada sebagian besar wanita Indonesia : baru melewati tingkatan awareness (sadar) dan interest, jadi sebagian besar wanita Indonesia sudah banyak yang tahu mengenai bahaya kanker servix akan tetapi mereka tidak perduli dan menganggap remeh hal tersebut sehingga mereka hanya sampai tertarik tapi tidak sampai mengevaluasi atau bahkan mencoba untuk melakukan deteksi dini sehingga cakupan deteksi dini kanker serviks masih rendah. Dalam hal ini yang cukup berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang adalah dari segi pendidikan dan ekonomi. Wanita Indonesia dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah akan berkorelasi dengan tingkat pengetahuan masing-masing individu. Sebagai negara berkembang masih banyak rakyat miskin dengan pendidikan yang rendah, sehingga tingkat pengetahuannya juga rendah.

Dari segi sikap Pada sebagian besar wanita Indonesia banyak yang hanya sampai ke tingkatan merespon karena sebagian besar kesadaran Indonesia masih belum tumbuh, sehingga mereka belum bisa mneghargai makna dari deteksi dini pada kanker serviks. Dari segi praktek Dari yang sudah saya sebutkan sebelumnya bahwa tindakan seseorang bergantung pada pengetahuan mereka, dari tingkat pengetahuan yang tidak tinggi akan berdampak pada tindakan. Sebagai negara yang berkembang dengan pendidikan dan ekonomi yang rendah, sebagian besar tindakan wanita baru mencapai tingkatan pertama yaitu tingkatan persepsi, dan beberapa lainnya sampai ke tingkat terpimpin. Akan tetapi ada juga yang sudah sampai ke tahap adaptasi, mayoritas pada wanita dengan pendidikan dan ekonomi yang tinggi. Masalah rendahnya cakupan perilaku deteksi dini di Indonesia dikarenakan Indonesia sebagai negara yang berkembang, masih banyak rakyatnya yang hidup dengan ekonomi dan pendidikan rendah, dengan kesadaran mengenai kesehatan yang masih rendah, padahal dari pelayanan kesehatan sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi untuk keberhasilan suatu negara dibidang kesehatan harus ada kerjasama antara pemerintah, pelayanan kesehatan, dan juga masyarakat itu sendiri supaya dapat terwujud Indonesia Sehat.

4. Plan of Action Kegiatan Penyuluhan deteksi dini kanker serviks Tujuan melakukan penyuluhan mengenai penyakit kanker serviks , bahaya, pencegahan dan deteksi dini kanker serviks Sasaran Semua murid perempuan di SMA di wilayah Pandaran. Waktu Senin-sabtu, 22-27 April 2013, pukul 09.00selesai`` Pelaksana Dokter Puskesmas Pandanara n Tempat Seluruh SMA di wilayah Pandanaran baik negeri maupun swasta. biaya Rp. 200.000 (bantuan dari dinas kesehatan) Metode Diskusi tanya jawab Tolak ukur >80% menghadiri kegiatan penyuluhan , >30% mengikuti diskusi tanya jawab >50% mampu menjawab pertanyaan dari pengisi

Bekerjasama dengan beberapa sektor terkait : kepala puskesmas, sekolah-sekolah SMA di wilayah Pandanaran.

You might also like