You are on page 1of 66

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Dinamika perkembangan ekonomi Indonesia dipengaruhi oleh dinamika
perkembangan ekonomi global dan kawasan. Semakin tingginya jumlah penduduk
berakibat pada sempitnya lapangan pekerjaan yang bisa menimbulkan banyaknya
pengangguran. Hal ini mendorong dilakukannya upaya untuk menciptakan
lapangan kerja baru yang berpotensi. Salah satu caranya yaitu dengan
mengembangkan usaha berbasis pertanian yaitu agribisnis dan agroindustri.
Menurut data BPS (2009), laju pertumbuhan PDB sektor pertanian mencapai 4,1
persen, pertumbuhan sektor pertanian menunjukkan penyerapan tenaga kerja
sebesar 37,83 persen (43,03 juta orang), dengan total angkatan kerja 113,74 juta
orang dan jumlah pengangguran terbuka yang dapat ditekan sebesar 8,14 persen
(9,26 juta orang).
Peranan agroindustri bagi Indonesia dalam menghadapi masalah pertanian
menurut Simatupang dan Purwoto (1990) sangat besar, antara lain:
1. Menciptakan nilai tambah hasil pertanian di dalam negeri.
2. Menciptakan lapangan pekerjaan, khususnya dapat menarik tenaga kerja dari
sektor pertanian ke sektor industri hasil pertanian (agroindustri).
3. Meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil
agroindustri.
4. Memperbaiki pembagian pendapatan.
5. Menarik pembangunan sektor pertanian.
Peranan agroindustri tersebut dapat mendorong adanya pengembangan usaha
untuk meningkatkan kesejahteraan petani pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya.
Bagi petani, ketersediaan sarana produksi pertanian merupakan hal yang
sangat penting dalam meningkatkan produktivitas lahan. Salah satu sarana
produksi pertanian tersebut adalah pupuk. Sebagian besar petani sudah sangat
tergantung pada pupuk buatan, karena penggunaannya praktis, reaksinya cepat,
jumlah yang digunakan jauh lebih sedikit dari pupuk organik, harganya pun relatif
murah karena disubsidi oleh pemerintah dan mudah diperoleh. Ketika terjadi
1
2

kelangkaan pupuk dan harga pupuk semakin meningkat karena subsidinya
dicabut, maka petani mulai kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pupuk dan
mencari alternatif lain agar kebutuhannya tercukupi. Petani mulai sadar akan
dampak negatif penggunaan pupuk buatan, sehingga membuat mereka beralih dari
pertanian konvensional ke pertanian organik. Pertanian organik ini mengandalkan
kebutuhan hara melalui pupuk organik dan masukan-masukan alami lainnya.
Adanya agroindustri pupuk organik mempunyai peranan penting dalam
memajukan pertanian, karena dapat membantu menyediakan salah satu sarana
produksi pertanian yaitu pupuk kepada para petani, sehingga kelangkaan pupuk
dapat dihindari. Oleh karena itu, perhatian dari pemerintah sangat dibutuhkan
dalam pengembangan usaha ini. Pengembangan produk unggulan agroindustri
memerlukan upaya peningkatan nilai tambah dan daya saing. Untuk itu diperlukan
manajemen pengelolaan profesional pada seluruh komponen sistem mulai dari
pengolahan, transportasi atau distribusi dan pemasaran. Karena keterbatasan
sumberdaya yang dimiliki, maka diperlukan adanya skala prioritas dalam
pengembangan agroindustri sehingga diperoleh hasil yang optimum dari setiap
penggunaan sumberdaya.
CV. Sumber Alam merupakan satu-satunya agroindustri lokal yang
memperoleh ijin dari Departemen Pertanian untuk memproduksi pupuk organik di
Kabupaten Sumenep. Produk pupuk organik yang dihasilkan yaitu pupuk organik
SAA (Sumber Alam Abadi) yang merupakan pupuk bokashi berbahan dasar
kotoran sapi, kotoran ayam, dan arang sekam. Suplai bahan baku tersebut
diperoleh dari sekitar wilayah agroindustri dan kemudian diproses fermentasi
hingga menjadi produk yang siap dipasarkan. Sementara ini, wilayah pemasaran
pupuk organik SAA hanya di wilayah Kabupaten Sumenep saja.
J umlah agroindustri pupuk organik di Kabupaten Sumenep yang semakin
banyak dapat menimbulkan persaingan pasar. Produk pupuk organik lain yang
merupakan pesaing dari agroindustri pupuk organik SAA adalah pupuk organik
yang diproduksi oleh industri besar swasta maupun milik negara yang berskala
nasional. Selain itu, petani-petani sudah bisa memproduksi pupuk organik sendiri
setelah adanya penyuluhan dari Dinas Pertanian melalui program pembuatan
pupuk organik. Hal ini menyebabkan jumlah penjualan produk pupuk organik
3

SAA relatif tetap dan terkadang mengalami penurunan. Oleh karena itu,
dibutuhkan strategi dan manajemen yang baik oleh agroindustri ini dalam
melakukan kegiatan usahanya.
Melalui agroindustri pupuk organik SAA, diharapkan dapat meningkatkan
pendapatan pengusaha itu sendiri dan masyarakat sekitarnya yang terdiri dari para
pegawai (pekerja), peternak sapi dan ayam sebagai penyedia bahan baku produksi.
Selain itu, dengan adanya pupuk organik SAA dapat meningkatkan produktivitas
lahan usahatani baik jangka pendek maupun jangka panjang yang sangat
menguntungkan petani. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari rujukan Peraturan
Daerah Provinsi J awa Timur Nomor 3 Tahun 2011 tentang tata kelola bahan
pupuk organik. Tujuan dari pengembangan tata kelola bahan pupuk organik pada
akhirnya adalah untuk meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal
dan mengembalikan tingkat kesuburan tanah melalui pemanfaatan bahan organik
yang diproses menjadi bahan pupuk organik, memberdayakan petani miskin untuk
meningkatkan kesejahteraanya, serta untuk mengantisipasi adanya kegagalan
panen dan gejolak harga komoditas pertanian, sehingga hasil peternakan
diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan alternatif dan juga untuk
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani (Dinas Pertanian, 2012).
Sasaran dari integrasi ternak dengan areal pertanian diharapkan dapat
meningkatkan produksi bahan pupuk organik, meningkatkan pemanfaatan pupuk
organik, serta meningkatkan efisiensi penggunaan lahan. Konsep integrasi ini
diharapkan dapat menciptakan peluang pasar yang beragam, sehingga dapat
mengurangi kegagalan dengan memanfaatkan sumberdaya alam secara lebih
efisien dan usaha tani berkelanjutan. Di samping itu, pemanfaatan dari integrasi
ternak dan pertanian dapat meningkatkan pendapatan dari hasil penjualan ternak,
dapat memanfaatkan pupuk organik untuk memupuk tanaman sendiri,
pengurangan penggunaan pupuk anorganik, sehingga mengurangi biaya produksi
dan akhirnya berdampak positif terhadap kesuburan tanah dan ketersediaan air
dalam tanah serta dapat memanfaatkan sumberdaya alam secara rasional.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penelitian tentang strategi pengembangan
agroindustri pupuk organik SAA di CV. Sumber Alam, Kabupaten Sumenep ini
penting untuk dilakukan.
4

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan data Dinas Peternakan Kabupaten Sumenep, angka populasi
ternak sapi tahun 2010 mencapai 249,073 ekor yang tersebar di 27 Kecamatan di
wilayah Kabupaten Sumenep (Sutrisno, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa
potensi wilayah untuk menyediakan bahan baku pembuatan pupuk organik SAA
sangat memadai. Kerjasama antara pihak peternak dengan pihak perusahaan dapat
saling menguntungkan. Pihak perusahaan membeli kotoran sapi sebagai bahan
baku utama pembuatan pupuk organik untuk meningkatkan nilai tambah,
sedangkan pihak peternak menerima pendapatan tambahan dari hasil penjualan
kotoran ternaknya.
Selain potensi wilayah dalam ketersediaan bahan baku pupuk organik,
potensi pasar untuk produk pupuk organik SAA khususnya di Kabupaten
Sumenep dan sekitarnya juga sangat besar. Hal ini ditinjau dari luasnya lahan
pertanian yang tersedia, sehingga dapat mendorong perusahaan untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas pupuk organik yang diproduksi agar dapat
memenuhi permintaan pasar dan sesuai dengan harapan para petani.
Namun pemasaran produk pupuk organik SAA selama ini masih dalam
cakupan wilayah Kabupaten Sumenep saja. Perusahaan mempunyai keinginan
untuk memperluas area pemasaran mulai dari luar kota yang ada di Pulau Madura
dan di Pulau J awa, namun masih terkendala masalah faktor produksi dan
kurangnya relasi. Kendala selanjutnya adalah keberadaan pesaing yang skala
usahanya lebih besar dan adanya program penyuluhan bagi kelompok tani untuk
bisa memproduksi pupuk organik sendiri, juga ikut menjadi ancaman bagi
agroindustri pupuk organik SAA. Ancaman tersebut dapat berupa penurunan
jumlah pembelian produk pupuk organik SAA. Oleh karena itu, pengembangan
baik pada aspek produksi, distribusi, dan promosi harus lebih intensif agar tujuan
perusahaan dapat tercapai.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan, diantaranya:
1. Apakah kegiatan usaha agroindustri pupuk organik SAA ini sudah layak atau
belum, ditinjau dari segi perhitungan keuangan dan nilai tambahnya?
5

2. Sejauh mana faktor-faktor internal dan eksternal dari agroindustri pupuk
organik SAA masih dapat ditingkatkan agar perusahaan dapat berkembang?
3. Apakah manajemen perusahaan selama ini sudah tepat sehingga dapat menjadi
acuan untuk penentuan strategi pengembangan selanjutnya?

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah meliputi hal-
hal sebagai berikut :
1. Mengetahui dan menganalisis tingkat biaya, penerimaan, keuntungan,
kelayakan, nilai tambah, serta pendapat konsumen produk pupuk organik
SAA.
2. Menganalisis faktor internal dan eksternal usaha agroindustri produk pupuk
organik SAA serta penetapan alternatif strategi untuk pengembangan
usahanya.

1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Sebagai bahan pertimbangan dalam membuat rekomendasi alternatif kebijakan
pemasaran perusahaan mengenai produk pupuk organik yang dipasarkan.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam mengembangkan
usahanya.
3. Memberikan informasi tambahan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan
dengan strategi pengembangan usaha.








6

III. KERANGKA TEORITIS

3.1. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan potensi-potensi daerah
pedesaan yang mempunyai prospek bagus untuk dikembangkan. Potensi wilayah
Sumenep sangat mendukung dalam penyediaan bahan baku pupuk organik SAA
karena jumlah peternak dan petani yang ada di dalam wilayah maupun di luar
wilayah Kabupaten Sumenep yang relatif sangat banyak. Baharsjah (1992),
mengemukakan bahwa agar pengembangan industri dapat meraih manfaat yang
optimal maka dalam pengembangannya perlu didasarkan atas keunggulan
komparatif yang dimiliki karena ini akan menjamin pasar untuk produk yang
dihasilkan. Salah satu keunggulan komparatif adalah potensi wilayah dalam
penyediaan bahan baku. Potensi penyediaan bahan baku baik secara kualitas
maupun kuantitas akan berpengaruh terhadap kontinuitas produksi agar
memberikan hasil yang optimal.
Selain potensi penyediaan bahan baku dan potensi pasar, wilayah
Kabupaten Sumenep juga memiliki potensi dalam penyediaan tenaga kerja. Hal
ini diakibatkan oleh banyaknya jumlah pengangguran dan jumlah pendapatan
yang kurang memadai sehingga mendorong penduduk untuk mencari pekerjaan
sampingan. Oleh sebab itu, agroindustri pupuk organik SAA ini perlu
mengembangkan skala usahanya agar dapat meningkatkan pendapatan bagi
pengusaha agroindustri dan penduduk setempat.
Dalam upaya pengembangan skala usaha, agroindustri pupuk organik
SAA ini memiliki kendala yakni wilayah pemasaran produk masih belum luas
yaitu hanya menjangkau sebagian wilayah daratan Kabupaten Sumenep dan hanya
Pulau Talango yang merupakan Pulau terdekat dari wilayah daratan Kabupaten
Sumenep. Salah satu penyebab keterbatasan wilayah pemasaran ini adalah
kapasitas tempat produksi pupuk organik SAA yang masih relatif kurang
mencukupi jika akan menjangkau wilayah pemasaran yang lebih luas. Selain itu,
kegiatan promosi masih belum gencar dan adanya perusahaan pesaing sejenis
yang skala usahanya lebih besar.
6
7

Perusahaan ini belum mencatat administrasi keuangan dalam usahanya,
padahal kondisi keuangan sering dianggap sebagai ukuran tunggal terbaik dari
posisi bersaing perusahaan dan daya tarik bagi investor. Laporan keuangan
merupakan media informasi yang merangkum semua aktivitas perusahaan dan
sangat berguna dalam proses pengambilan keputusan pelaksanaan kegiatan usaha.
Sistem keuangan harus dikelola dengan baik, sehingga seluruh dana dapat
dialokasikan ke semua bagian kegiatan. Kelebihan atau kekurangan dana
menandakan kurang tepatnya pengelolaan sistem keuangan (David, 2009).
Menurut David (2009), semua organisasi mempunyai kekuatan dan
kelemahan dalam berbagai bidang fungsional bisnis. Analisis internal
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang menjadi landasan bagi strategi
perusahaan. Kekuatan perusahaan adalah sumberdaya, keterampilan atau
keunggulan relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani oleh
perusahaan. Kelemahan perusahaan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam
sumberdaya, keterampilan dan kapabilitas yang serius menghambat kinerja efektif
perusahaan. Faktor-faktor yang termasuk dalam faktor internal perusahaan
meliputi faktor manajemen, faktor pemasaran dan distribusi, faktor keuangan dan
akuntansi, faktor produksi, faktor penelitian dan pengembangan, dan sistem
informasi.
Faktor keuangan dalam agroindustri ini belum tercatat sehingga perlu
dianalisis besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, R/C Ratio, BEP, ROI, dan
analisis nilai tambahnya. Dari hasil analisis tersebut, diharapkan memberikan
pandangan bagi perusahaan dalam mengatur kinerja keuangan.
Faktor produksi dari suatu usaha terdiri dari semua aktivitas yang
mengubah masukkan menjadi barang dan jasa. Manajemen produksi menangani
masukan, pengubahan dan keluaran yang bervariasi antara industri dan pasar.
Aktivitas dalam memproduksi merupakan bagian terbesar dari aset manusia dan
modal. Faktor produksi terdiri dari proses, kapasitas, persediaan, tenaga kerja dan
mutu. Kekuatan dan kelemahan dalam faktor produksi akan menentukan sukses
atau gagalnya perusahaan.
Selain itu, untuk menentukan alternatif strategi pengembangan usaha
pupuk organik SAA yang obyektif dibutuhkan keterlibatan dari pihak eksternal
8

perusahaan yaitu mengenai penilaian konsumen (petani pengguna) terhadap
pupuk organik SAA. Hal ini dapat dijadikan sebagai acuan atau faktor pendukung
atau bahan pertimbangan bagi pembuatan alternatif strategi perusahaan agar lebih
mengembangkan usahanya.
Analisis terhadap lingkungan eksternal menekankan kepada evaluasi
pengaruh dari luar perusahaan yaitu kebijakan pemerintah, tingkat penghasilan
konsumen sebagai target pasar, perkembangan teknologi serta informasi, adanya
pesaing dan ancaman produk pengganti. Strategi yang dijalankan oleh perusahaan
dapat berhasil hanya jika perusahaan tersebut memberikan keunggulan kompetitif
dibandingkan dengan strategi yang dijalankan oleh perusahaan pesaing (David,
2009).
Dengan mengetahui faktor internal dan eksternal dari agroindustri pupuk
organik SAA ini, kita dapat membuat suatu rancangan strategi pengembangan
yang sesuai dengan kondisi perusahaan dengan menggunakan analisis SWOT.
Analisis SWOT dapat menghasilkan rumusan strategi yang baik dan tepat karena
dapat mengidentifikasi berbagai faktor eksternal dan internal dari Agroindustri
Pupuk Organik SAA secara sistematis dan menyeluruh dengan mendasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang
(Oppurtunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(Weakness) dan ancaman (Threat). Analisis SWOT yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi analisis matrik IFAS, matrik EFAS, dan matrik SWOT.
Setelah dilakukan analisis dari ketiga matrik tersebut, maka dapat dibuat
rekomendasi strategi pengembangan yang sesuai dengan kondisi riil agroindustri
pupuk organik SAA ini, sehingga diharapkan perusahaan dapat meningkatkan
skala usahanya yang berakibat pada peningkatan pendapatan pengusaha itu
sendiri, petani sebagai pengguna produk pupuk organik SAA, peternak sebagai
suppliers bahan baku produksi, dan masyarakat setempat yang ikut berperan
dalam kegiatan pengembangan usaha.
Skema alur kerangka pemikiran Analisis Strategi Pengembangan
Agroindustri Pupuk Organik SAA dapat dilihat pada gambar berikut ini:


9





































Keterangan: =Alur pemikiran
=Alat analisis

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Analisis Strategi Pengembangan Agroindustri
Pupuk Organik SAA
Potensi:
1. Penyediaan bahan baku (kotoran
sapi, kotoran ayam, dan arang
sekam)
2. Pasar (lahan pertanian luas)
3. Penyediaan tenaga kerja
Pengembangan Agroindustri Pupuk Organik SAA
Matrik SWOT
Rekomendasi Strategi Pengembangan
Kendala atau Permasalahan:
1. Wilayah pemasaran belum luas
2. Keterbatasan kapasitas faktor produksi
3. Promosi belumgencar
4. Keberadaan pesaing dalamskala usaha
yang lebih besar.
Analisis Biaya, Penerimaan, Keuntungan,
R/C Ratio, BEP, ROI, dan Analisis Nilai Tambah
Analisis Faktor Strategi Internal
1. Mempunyai nilai tambah yang tinggi dan
menguntungkan
2. Pasokan bahan baku secara kontinu,
dengan harga relatif murah dan mudah
diperoleh
3. Lokasi perusahaan yang mudah dijangkau
4. Satu-satunya unit usaha produk organik
lokal yang mempunyai ijin dari Deptan
5. Kadar hara telah teruji
6. Memiliki label produk
7. Harga produk yang dipasarkan murah
(terjangkau petani)
8. Kualitas dan tampilan kemasan (sak) baik
9. Administrasi keuangan tidak tercatat
10. Struktur organisasi belumlengkap
11. Kapasitas tempat produksi terbatas
12. Penggunaan teknologi kurang maksimal

Analisis Faktor Strategi Eksternal
1. Dukungan PERDA Nomor 3
Tahun 2011 tentang tata kelola
bahan pupuk organik.
2. Dapat memperluas pasar
3. Permintaan pasar yang semakin
bertambah
4. Adanya kesadaran masyarakat
untuk mendukung gerakan Go
Organik
5. Antusiasme pemasok bahan baku
(peternak/ suppliers)
6. Memungkinkan adanya inovasi
produk
7. Adanya pesaing sehingga
menimbulkan produk substitusi
8. Promosi yang belumefektif
9. Perubahan cuaca mempengaruhi
kualitas bahan baku
Matrik IFAS Matrik EFAS
Hasil yang Diharapkan:
1. Meningkatkan skala usaha agroindustri pupuk organik SAA.
2. Meningkatkan pendapatan pengusaha, petani, peternak, dan masyarakat.
Analisis
Konsumen
10

3.2. Hipotesis Penelitian
1. Diduga kegiatan usaha agroindustri pupuk organik SAA ini sudah layak,
ditinjau dari segi perhitungan kelayakan usaha dan nilai tambahnya.
2. Diduga faktor-faktor internal dan eksternal dari agroindustri pupuk organik
SAA berpengaruh pada pengembangan perusahaan.
3. Manajemen perusahaan selama ini sudah tepat tetapi kurang maksimal sehingga
masih perlu dikembangkan lagi agar memenangkan persaingan pasar, sehingga
dibutuhkan strategi pengembangan yang sesuai dengan kondisi perusahaan.

3.3. Batasan Masalah
1. Penelitian ini dibatasi pada agroindustri pupuk organik Sumber Alam Abadi
(SAA) yang terletak di Desa Gunggung, Kecamatan Batuan, Kabupaten
Sumenep.
2. Penentuan strategi pengembangan dalam penelitian ini menggunakan analisis
SWOT yang ditunjang oleh data perhitungan analisis biaya, penerimaan,
keuntungan, efisiensi usaha (R/C Ratio, BEP, ROI), analisis nilai tambah,
analisis konsumen, analisis faktor-faktor internal dan eksternal agroindustri
pupuk organik SAA (Sumber Alam Abadi).

3.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Agroindustri adalah aktivitas industri yang berhubungan dengan proses
produksi, pengolahan, transportasi atau pengangkutan, penyimpanan,
keuangan, pemasaran, dan penyaluran produk-produk pertanian spesifik.
2. Pupuk organik adalah pupuk yang berbahan dasar kotoran hewan (sapi dan
ayam) serta arang sekam.
3. Bokashi adalah hasil fermentasi bahan-bahan organik seperti sekam, serbuk
gergaji, jerami, kotoran hewan dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut
difermentasikan dengan bantuan mikroorganisme aktivator yang
mempercepat proses fermentasi.
4. Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya
dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi
11

sumber daya. Sedangkan formulasi strategi adalah proses penyusunan jangka
panjang.
5. Produksi adalah proses pengolahan dari bahan baku berupa kotoran ayam,
kotoran sapi, dan arang sekam menjadi pupuk organik SAA.
6. Kapasitas produksi adalah jumlah produk yang dihasilkan dalam satu kali
proses produksi (Kg).
7. Harga produk pupuk organik SAA per sak adalah harga jual di tingkat
produsen (Rp/sak).
8. Penerimaan adalah sejumlah uang yang berasal dari penjualan produk dengan
mengalikan harga dan jumlah kuantitasnya setiap kali produksi (Rp).
9. Keuntungan adalah selisih antara jumlah total penerimaan dikurangi jumlah
total biaya (Rp).
10. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap, tidak tergantung oleh
perubahan tingkat kegiatan yang ada (Rp).
11. Biaya variabel adalah semua biaya yang sifatnya dapat berubah sesuai dengan
perubahan tingkat produksi yang ada (Rp).
12. Nilai tambah adalah selisih total biaya yang dipergunakan untuk membeli
bahan baku dan biaya input lain per unit bahan baku dalam satu kali proses
produksi (Rp/ kg bahan baku).
13. R/C ratio adalah perhitungan rasio antara penerimaan dengan biaya per tahun.
14. Return On Investment (ROI) adalah pembagian antara keuntungan dengan
total biaya dikali seratus persen untuk menghitung pengembalian atas modal
sendiri tiap kali proses produksi.
15. Break Even Point (BEP) adalah pembagian total biaya produksi per produksi
dengan harga jual per unit pupuk organik SAA untuk menentukan titik impas
tiap proses produksi (unit).
16. Wilayah pemasaran adalah daerah jangkauan pasar pupuk organik SAA.
17. Pelabelan adalah pemberian identitas resmi terhadap produk pupuk organik
SAA.
18. Sumber daya manusia adalah tenaga kerja yang dimiliki perusahaan yang
mempunyai keterampilan dalam proses produksi pupuk organik SAA.
12

19. Analisis SWOT adalah analisis yang mencakup tentang kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman yang dihadapi oleh agroindustri.
20. Lingkungan internal adalah lingkungan yang langsung berkaitan dengan
perusahaan yang mempengaruhi kemampuannya untuk melayani pasar.
21. Lingkungan eksternal adalah lingkungan dari luar perusahaan yang
mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi kinerja agroindustri berupa
peluang dan ancaman bagi pengembangannya.
22. Matrik SWOT adalah matrik yang digunakan untuk menyusun berbagai
alternatif strategi berdasarkan kondisi kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman yang ada di lingkungan agroindustri.
23. Pesaing adalah produsen pupuk organik di luar daerah penelitian.





















13

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan di CV. Sumber Alam, Desa Gunggung,
Kecamatan Batuan, Kabupaten Sumenep. Produk dari perusahaan ini berupa
pupuk organik SAA (Sumber Alam Abadi). Pemilihan lokasi penelitian dilakukan
secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa agroindustri pupuk organik SAA
merupakan salah satu unit usaha yang bergerak dalam bidang produksi, penjualan,
penyaluran atau distribusi pupuk organik kepada petani maupun kelompok tani.
Agroindustri ini merupakan satu-satunya produsen pupuk organik lokal yang
memiliki izin dari Departemen Pertanian. Karena usaha ini memiliki potensi dan
hasil produksinya bermutu sehingga perlu untuk dikembangkan. Selain itu
pertimbangan lain berupa adanya ketersediaan data yang dibutuhkan dan
kesediaan pihak perusahaan untuk diteliti menjadikan perusahaan tersebut sebagai
lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan kurang lebih dua bulan yaitu bulan
Maret hingga April 2012.

4.2. Metode Penentuan Responden
Penentuan responden dilakukan secara sengaja (purposive). Menurut
David (2006), dalam analisis untuk menentukan responden tidak ada jumlah
minimal yang diperlukan, sepanjang responden yang dipilih merupakan ahli di
bidangnya. Responden adalah orang-orang yang mengenal dinamika dan keadaan
bisnis yang dijalani. Responden dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, key
informan yang berasal dari internal yaitu manajer lapang CV. Sumber Alam dan
responden dari eksternal yaitu petani lokal yang sudah relatif lama menggunakan
pupuk organik SAA pada lahan usaha taninya. J umlah petani pengguna pupuk
organik SAA tidak diketahui maka pengambilan jumlah responden dalam
penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling (Rianse, 2009).
Pengambilan jumlah responden eksternal dalam penelitian ini sejumlah 30 orang
dengan pertimbangan bahwa jumlah tersebut sudah dapat mewakili pendapat
konsumen secara keseluruhan. Adanya keterlibatan pihak eksternal dalam
penelitian ini diharapkan menghasilkan alternatif strategi yang lebih objektif.
13
14

4.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data
sekunder. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut:
1. Data primer
Data primer diperoleh secara langsung dari perusahaan (CV. Sumber
Alam) baik dari hasil wawancara dan dari hasil observasi langsung yaitu dengan
melihat dan mengamati situasi perusahaan, mengumpulkan dan mencatat data
total biaya produksi, penjualan pupuk organik SAA. Data primer berupa faktor-
faktor strategis internal dan eksternal diperoleh dengan cara wawancara
menggunakan responden sebagai narasumber.
Narasumber dalam pengambilan informasi tentang faktor-faktor internal
dipilih dari pihak perusahaan. Tujuan dari pemilihan responden tersebut adalah
dengan anggapan bahwa pihak perusahaan akan lebih mengetahui faktor-faktor
internal dan eksternal apa saja yang dapat mempengaruhi perusahaan. Wawancara
juga dilakukan terhadap petani lokal yang menggunakan pupuk organik SAA
untuk mengetahui penilaian konsumen sebagai pihak eksternal.
2. Data Sekunder
Data sekunder dapat diperoleh dari beberapa buku yang terkait dengan
penelitian, studi pustaka, literatur dari instansi yang terkait seperti Badan Pusat
Statistik (BPS), Dinas Pertanian setempat, jurnal dan artikel. Data sekunder
berupa pendukung penelitian melalui penelitian-penelitian sebelumnya dapat
diperoleh dari skripsi sebelumnya dan browsing internet guna mencari data yang
mendukung penelitian.

4.4. Metode Analisis Data
4.4.1. Analisis Biaya, Penerimaan, dan Keuntungan
Menurut Soekartawi (1995), Penerimaan dan pendapatan kotor
didefinisikan sebagai nilai produk total dalam jangka waktu. Sedangkan
pendapatan bersih adalah selisih antara penerimaan dan total biaya selama proses
produksi. Sedangkan keuntungan atau pendapatan merupakan selisih antara total
penerimaan usaha dengan total biaya yang dikeluarkan. Secara matematis
penerimaan dan keuntungan dapat dinotasikan sebagai berikut:
15

TC =TFC +TVC
TR =P x Q
= TR TC
Dimana:
P =Harga jual/unitnya (Rp)
Q =J umlah barang yang diproduksi (kwintal)
TFC =Total Biaya Tetap (Rp)
TVC =Total Biaya Variabel (Rp)
=Keuntungan (Rp)
TR =Total penerimaan (Rp)
TC =Total biaya (Rp)

4.4.2. Analisis Kelayakan Usaha
1. Analisis Revenue Per Cost Ratio (R/C Rasio )
Soekartawi (1995) menyebutkan bahwa R/C Rasio adalah perbandingan
(nisbah) antara penerimaan dan biaya produksi. Berikut ini adalah rumus R/C
Rasio:
RC Rotio =
IR
IC

Ketentuan:
Bila R/C Rasio >1, maka usaha tersebut layak dan menguntungkan.
Bila R/C Rasio =1, maka usaha tersebut impas atau tidak untung dan tidak rugi.
Bila R/C Rasio <1, maka usaha tersebut layak dan tidak menguntungkan.
2. Analisis Break Even Point (BEP)
Menurut Rahardi (1998), BEP merupakan bentuk analisis yang
memperlihatkan hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan, dan
volume penjualan minimal yang harus dipertahankan agar tidak mengalami
kerugian. Nilai Break even point (BEP) dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
BEP (Rupio) =
FC
1
IC
S

16

BEP (unit) =
FC
P I

Dimana:
FC =Biaya tetap (Rp)
VC =Biaya variabel (Rp)
S =Penjualan bersih (Rp)
P =Harga per satuan produk (Rp)
V =Biaya Variabel per unit (Rp/ unit)
Indikator BEP:
Nilai BEP (Rupiah) = J umlah nominal uang yang harus dihasilkan agar
perusahaan tidak untung dan tidak rugi.
Nilai BEP (Unit) = J umlah unit produk yang harus dihasilkan perusahaan
agar perusahaan tidak untung dan tidak rugi.
3. Analisis Return on Investment (ROI)
Rahardi (1998) menyebutkan bahwa suatu usaha juga dikatakan efisien jika
nilai ROI usahanya tinggi. ROI merupakan nilai yang diperoleh pengusaha dari
setiap uang yang diinvestasikan pada usahanya dalam periode waktu tertentu.
Return on Investment (ROI) atau analisis tingkat pengembalian modal yang telah
digunakan untuk mengetahui keuntungan usaha yang berkaitan dengan modal
yang telah dikeluarkan. Perhitungan ROI dapat dikakuan dengan menggunakan
rumus berikut:
R0I =
Np
I

Dimana:
ROI =Return on Investment
Np =Keuntungan bersih (nett profit)
I =Investasi / modal
Indikator: Semakin besar persentase ROI maka semakin baik ROInya.

4.4.3. Analisis Nilai Tambah
Analisis ini digunakan untuk menghitung besarnya nilai tambah yang
diperoleh perusahaan dengan pengurangan bahan baku dan input lainnya terhadap
17

nilai produk yang dihasilkan tidak termasuk tenaga kerja. Analisis nilai tambah
dalam penelitian ini menggunakan metode Hayami. Menurut Hayami (1990)
dalamSudiyono (2002), ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai
tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Prosedur
perhitungan nilai tambah menurut metode Hayami dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 1. Format Nilai Tambah Agroindustri Pupuk Organik SAA
No. Unsur Perhitungan Rumus Perhitungan
1. Hasil produksi (kg/proses produksi) a
2. Bahan baku (kg/proses produksi) b
3. Tenaga kerja c
4. Faktor konversi a/b=h
5. Koefisien tenaga kerja c/b=i
6. Harga produk (Rp/kg) d
7. Upah rata-rata (Rp/HOK) e
8. Harga bahan baku (Rp/kg) f
9. Input lain (Rp/kg) g
10. Nilai produksi (Rp/kg) h x d =j
11. a. Nilai tambah (Rp/kg)
b. Rasio nilai tambah (%)
j f g =k
k/j
12. a. Imbalan tenaga kerja (Rp)
b. Bagian tenaga kerja (%)
i x e =m
m/k
13. a. Keuntungan (Rp/kg)
b. Tingkat keuntungan
k m =o
o/k
14. Marjin pengolahan j f =q
Dengan kriteria pengujian:
1) Rasio nilai tambah rendah apabila <15 %
2) Rasio nilai tambah sedang apabila 15 % - 40 %
3) Rasio nilai tambah tinggi apabila >40 %

4.4.4. Analisis SWOT
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif.
Tujuan metode deskriptif adalah untuk memberikan gambaran secara sistematis,
aktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara
fenomena yang diteliti. Analisis dan pengolahan data dilakukan secara kualitatif
melalui pendekatan konsep manajemen strategis. Analisis kualitatif digunakan
untuk mengetahui lingkungan perusahaan terkait dengan kekuatan, kelemahan,
18

peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan yaitu menggunakan analisis
SWOT dalam penentuan alternatif strategi. Berikut adalah beberapa tahap dari
analisis SWOT:
1. Identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal
Berdasarkan analisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan maka
dapat diformulasikan alternatif strategi yang dapat dilaksanakan. Formulasi
alternatif strategi dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT yaitu
menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman,. Untuk menentukan
faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dilakukan
wawancara interaktif dengan pihak perusahaan. Pada proses awal wawancara
peneliti berusaha mencari informasi keadaan internal diantaranya mengenai
manajemen, pemasaran dan distribusi, keuangan dan akuntansi, pengadaan bahan
baku, produksi dan sumberdaya manusia. Setelah informasi tersebut terkumpul
kemudian peneliti membuat daftar faktor kekuatan dan kelemahan perusahaan
yang kemudian dikonfirmasikan kembali dengan pihak perusahaan dengan tujuan
memastikan bahwa daftar kekuatan dan kelemahan yang dibuat tersebut sudah
menggambarkan kondisi internal perusahaan. Selain itu, peneliti juga melakukan
wawancara untuk mendapatkan informasi tentang faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi perusahaan berdasarkan lingkungan eksternal dan lingkungan
industri.
Pada tahapan ini peneliti memberikan panduan secara umum tentang faktor-
faktor yang ada di dalam lingkungan jauh dan lingkungan industri. Kemudian
pihak perusahaan memberikan penjelasan tentang pengaruh faktor-faktor tersebut
terhadap perusahaan. Dari hasil penjelasan yang didapat, peneliti membuat daftar
peluang dan ancaman yang kemudian dikonfirmasikan kembali dengan pihak
perusahaan. Peneliti juga melakukan wawancara terhadap pihak petani yang
menggunakan pupuk organik SAA maupun tidak menggunakannya, sehingga
diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam analisis SWOT.



19

2. Penentuan bobot, rating dan skor dari analisis faktor internal (IFAS) dan faktor
eksternal (EFAS)
Kriteria pembobotan berdasarkan pada seberapa besar kontribusi yang
diberikan oleh masing-masing faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman yang berpengaruh terhadap pengembangan agroindustri. Besarnya
bobot tergantung pada jumlah faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan
eksternal (peluang dan ancaman). Berikut adalah cara memberikan bobot:
=
1
o

Dimana:
Y =Nilai rata-rata dari faktor internal / eksternal
a = J umlah faktor internal dan eksternal
Ada 3 kriteria dalam pemberian bobot yaitu:
a. Bila faktor-faktor tersebut kurang berpengaruh bagi perkembangan agroindustri
maka diberi bobot <Y.
b. Bila faktor-faktor tersebut berpengaruh bagi perkembangan agroindustri maka
diberi bobot =Y.
c. Bila faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh bagi perkembangan agroindustri
maka diberi bobot >Y.
Kriteria pemberian rating pada faktor-faktor internal dan eksternal yang
digunakan tergantung pada kondisi sesungguhnya dan pengaruhnya terhadap
agroindustri. Pemberian rating tersebut adalah sebagai berikut:
a. Penentuan rating pada faktor internal
1 =memiliki kekuatan yang sangat kecil atau kelemahan yang sangat besar.
2 =memiliki kekuatan yang kecil atau kelemahan yang besar.
3 =memiliki kekuatan yang besar atau kelemahan yang kecil.
4 =memiliki kekuatan yang sangat besar atau kelemahan yang sangat kecil.
b. Penentuan rating pada faktor eksternal
1 =memiliki peluang yang sangat kecil atau ancaman yang sangat besar.
2 =memiliki peluang yang kecil atau ancaman yang besar.
3 =memiliki peluang yang besar atau ancaman yang kecil.
4 =memiliki peluang yang sangat besar atau ancaman yang sangat kecil.
Penentuan skor diperoleh dengan cara mengalikan bobot dan rating.
20

3. Pembuatan Matrik IFAS, EFAS, dan SWOT
Berikut adalah langkah-langkah dalam menyusun matrik IFAS:
a. Memasukkan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki agroindustri pupuk organik (kolom 1).
b. Memberikan bobot pada masing-masing kekuatan dan kelemahan sesuai
dengan kriteria pembobotan yang telah ditentukan (kolom 2).
c. Memberikan rating pada setiap kekuatan dan kelemahan sesuai dengan kriteria
pemberian rating yang telah ditentukan (kolom3).
d. Untuk mendapatkan skor (kolom 4), bobot pada masing-masing kekuatan dan
kelemahan (kolom 2) dikalikan dengan rating (kolom 3).
e. Menjumlahkan skor untuk mendapatkan total skor.
Berikut ini adalah tabel matrik IFAS:
Tabel 2. Matriks IFAS
Faktor Internal Bobot Rating Skor
Kekuatan:
1. Variabel 1
2. Variabel 2
n. Variabel ke-n

Y1
Y2
Yn

A1
A2
An

Y1 x A1
Y1 x A2
Yn x Yn
Jumlah Variabel Kekuatan S
Kelemahan:
1. Variabel 1
2. Variabel 2
n. Variabel ke-n

Y1
Y2
Yn

A1
A2
An

Y1 x A1
Y1 x A2
Yn x Yn
Jumlah Variabel Kelemahan W
Total Skor S + W
Selisih Skor S - W
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menyusun matrik EFAS adalah:
a. Memasukkan faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman yang dimiliki
agroindustri pupuk organik (kolom 1).
b. Memberikan bobot pada masing-masing peluang dan ancaman sesuai dengan
kriteria pembobotan yang telah ditentukan (kolom 2).
c. Memberikan rating pada setiap peluang dan ancaman sesuai dengan kriteria
pemberian rating yang telah ditentukan (kolom3).
d. Untuk mendapatkan skor (kolom 4), bobot pada masing-masing peluang dan
ancaman (kolom 2) dikalikan dengan rating (kolom 3).
e. Menjumlahkan skor untuk mendapatkan total skor.
21

Berikut ini adalah tabel matrik EFAS:
Tabel 3. Matriks EFAS
Faktor Eksternal Bobot Rating Skor
Kekuatan:
1. Variabel 1
2. Variabel 2
n. Variabel ke-n

Y1
Y2
Yn

A1
A2
An

Y1 x A1
Y1 x A2
Yn x Yn
Jumlah Variabel Peluang O
Kelemahan:
1. Variabel 1
2. Variabel 2
n. Variabel ke-n

Y1
Y2
Yn

A1
A2
An

Y1 x A1
Y1 x A2
Yn x Yn
Jumlah Variabel Ancaman T
Total Skor O + T
Selisih Skor O - T
Setelah mendapatkan data peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan,
tahap yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan analisis SWOT. Matriks
SWOT adalah alat untuk mencocokkan bagi para manajer dalam mengembangkan
empat tipe strategi: SO (kekuatan-peluang), WO (kelemahan-peluang), ST
(kekuatan-ancaman), WT (kelemahan-ancaman). Mencocokkan faktor eksternal
dan internal kunci merupakan bagian sulit terbesar untuk mengembangkan matriks
SWOT dan memerlukan penilaian yang baik, dan tidak ada satu pun kecocokan
terbaik (David 2009). Matriks SWOT menggambarkan secara jelas mengenai
faktor internal yang dapat disesuaikan dengan faktor eksternal pada agroindustri
pupuk SAA. Delapan langkah dalam menyusun matriks SWOT, yaitu:
a. Menentukan faktor-faktor peluang eksternal organisasi atau perusahaan
b. Menentukan faktor-faktor ancaman eksternal organisasi atau perusahaan
c. Menentukan faktor-faktor kekuatan internal organisasi atau perusahaan
d. Menentukan faktor-faktor kelemahan internal organisasi atau perusahaan
e. Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan
strategi S-O. Catat hasil strategi SO dalam sel yang ditentukan.
f. Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk
mendapatkan strategi W-O. Catat hasil strategi WO dalam sel yang ditentukan.
g. Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan
strategi S-T. Catat hasil strategi ST dalam sel yang ditentukan.
22

h. Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk
mendapatkan strategi WT. Catat hasil strategi WT dalam sel yang ditentukan.
Matriks SWOT menampilkan sembilan sel, yaitu empat sel faktor kunci
yang menentukan, empat sel strategi yang diberi nama SO, WO, ST, dan WT,
dikembangkan setelah menyelesaikan empat sel faktor kunci yang diberi nama S,
W, O, dan T, dan satu sel yang selalu dibiarkan kosong (sel kiri atas). Empat sel
strategi yang diberi nama penyusunan matriks SWOT dapat dilihat pada matriks
berikut ini:
Tabel 4. Matrik SWOT
Faktor-faktor
Internal
Faktor-faktor
Eksternal

Kekuatan (S)
Daftar kekuatan

Kelemahan (W)
Daftar kelemahan

Peluang (O)
Daftar peluang-peluang

Strategi S-0
Membuat strategi dengan
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang
Strategi W-O
Membuat strategi yang
memanfaatkan peluang
untuk mengatasi
kelemahan

Ancaman (T)
Daftar ancaman-ancaman
eksternal
Strategi S-T
Membuat strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk menghindari
ancaman
Strategi W-T
Membuat strategi yang
meminimumkan
kelemahan dan
menghindari ancaman.
Berikut ini merupakan kombinasi dalam matriks SWOT:
a. Strategi SO atau strategi kekuatan-peluang menggunakan kekuatan internal
perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal.
b. Strategi WO atau strategi kelemahan-peluang bertujuan untuk memperbaiki
kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal.
c. Strategi ST atau strategi kekuatan-ancaman menggunakan kekuatan perusahaan
untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal.
d. Strategi WT atau strategi kelemahan-ancaman merupakan taktik defensif yang
diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman
lingkungan.
(Hidayat, 2009)



23

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
Pendiri perusahaan bernama Usman Maulana yang pada awalnya menjadi
ketua PPAH (Pusat Pengembangan Agen Hayati) dan anggotanya merupakan
kelompok tani di daerah Kecamatan Kota Sumenep. Setelah itu beliau
mengundurkan diri, lalu mendirikan agroindustri pupuk organik bernama UD.
Sumber Alam pada tahun 1999. Agroindustri ini terletak di Desa Gunggung,
Kecamatan Batuan, Kabupaten Sumenep. Modal awal yang digunakan untuk
mengembangkan usahanya berasal dari modal sendiri. Produk yang dihasilkan
saat itu terdiri dari dua macam yaitu pupuk bokashi jenis A dan B. Pupuk bokashi
jenis A merupakan pupuk bokashi kompos yang berbahan dasar jerami, bekatul,
dan arang sekam. Sedangkan pupuk bokashi jenis B merupakan pupuk bokashi
yang berbahan dasar kotoran ternak (pupuk kandang).
Seiring berjalannya waktu, agroindustri pupuk organik ini tidak
memproduksi 2 macam produk pupuk organik lagi, melainkan hanya 1 jenis
produk yaitu pupuk organik jenis B yang berbahan dasar kotoran ternak (pupuk
bokashi pupuk kandang). Hal ini dilakukan karena menurut perusahaan, pupuk
bokashi jenis A kurang diminati oleh petani pengguna sehingga pihak perusahaan
memfokuskan produksi pada pupuk bokashi jenis B yang berbahan baku kotoran
sapi, kotoran ayam, dan arang sekam.
Pada tahun 2004, bentuk usaha agroindustri ini berubah dari bentuk yang
semula berupa Usaha Dagang (UD. Sumber Alam) menjadi persekutuan
komanditer atau yang biasa disebut CV. Sumber Alam dengan produk pupuk
organik bermerek Sumber Alam Abadi yang disingkat menjadi SAA. Seiring
dengan berjalannya waktu, perusahaan perseorangan ini mengalami kemajuan
hingga bisa menampung tenaga kerja yang lebih banyak dari tahun tahun
sebelumnya. Hal ini disebabkan karena jumlah permintaan produk pupuk organik
SAA yang semakin meningkat. Berikut tabel yang menunjukkan adanya
peningkatan volume produksi dari tahun ke tahun:


23
24

Tabel 5. Time Series Volume Produksi Tiap Tahun (Periode 2004 2011)
No. Tahun Volume Produksi (Kg)
1. 2004 213.800
2. 2005 231.410
3. 2006 245.670
4. 2007 291.440
5. 2008 383.640
6. 2009 415.000
7. 2010 437.800
8. 2011 500.000
Sumber: Data Perusahaan, Tahun 2012
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa volume produksi pupuk
organik SAA ini semakin meningkat tiap tahunnya. Faktor yang mempengaruhi
peningkatan tersebut disebabkan oleh kesadaran para petani akan pentingnya
pupuk organik bagi lahan pertaniannya dan bagi produk yang dihasilkannya.
Kesadaran tersebut diperoleh melalui berbagai penyuluhan dari Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Kabupaten Sumenep.
Pada tahun 2009, agroindustri pupuk organik SAA ini sudah memperoleh
surat ijin atau sertifikasi dari Departemen Pertanian. Untuk memperoleh surat ijin
tersebut, pihak perusahaan telah melalui serangkaian tahap dari mulai uji mutu, uji
efektifitas, dan persyaratan administrasi lainnya. Hingga saat ini produk pupuk
organik SAA hanya dipasarkan di wilayah daratan Kabupaten Sumenep dan Pulau
Talango saja.

5.2. Visi dan Misi Perusahaan
Visi, misi, dan tujuan dari CV. Sumber Alam bersifat tersirat dan tidak
tertulis sehingga hasil yang diperoleh ini berdasarkan proses diskusi dengan pihak
perusahaan. Visi perusahaan ini adalah untuk mendapatkan keuntungan secara
internal perusahaan dan menguntungkan pihak eksternal perusahaan. Misinya
adalah menyediakan lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi jumlah
pengangguran. Selain itu, perusahaan juga bisa membantu petani dalam kegiatan
usaha taninya dan mendukung kelestarian tanah dan lingkungan.


25

5.3 Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur organisasi yang ada pada CV. Sumber Alam sebagai agroindustri
yang memproduksi pupuk organik bermerek SAA (Sumber Alam Abadi) masih
tersirat dan tergolong sederhana seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:







Gambar 2. Struktur Organisasi Agroindustri Pupuk Organik SAA
Adapun tanggung jawab dari tiap bagian adalah sebagai berikut:
1. Pimpinan
Pimpinan dari agroindustri ini adalah bapak Usman Maulana yang mempunyai
tanggung jawab untuk memimpin perusahaan.
2. Manajer
Manajer di agroindustri ini mengkoordinir segala kegiatan perusahaan mulai
dari penyediaan bahan baku, produksi, pemasaran, dan keuangan. J abatan ini
dipegang oleh bapak Andi Syamsu.
3. Tenaga kerja
Seluruh tenaga kerja disini (20 orang) merupakan pekerja di bidang produksi
pupuk organik saja yang terdiri dari beberapa bagian yaitu tenaga pencari
bahan baku, tenaga kerja produksi, fermentasi, pengemasan, maupun
pendistribusian atau pengiriman barang kepada konsumen. Tenaga kerja ini
sangat memungkinkan untuk memiliki tugas rangkap.

5.4 Kegiatan Perusahaan
5.4.1. Bahan Baku
Bahan baku dari pupuk organik bokashi SAA ini berupa kotoran sapi,
kotoran ayam, dan arang sekam. Bahan baku ini didapat atau dibeli dari peternak-
peternak di wilayah Sumenep, baik di sekitar lokasi produksi maupun di lokasi
Pimpinan
Manajer
Penyediaan
bahan baku
Produksi Pemasaran Keuangan
Tenaga Kerja
26

lainnya. Selama ini perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam menyuplai bahan
baku karena para peternak akan menghubungi pihak perusahaan agar membeli
kotoran ternaknya. Selain itu, pekerja perusahaan ini juga ikut menghubungi atau
mencari relasi-relasi mereka yang mempunyai ternak untuk menjualnya kepada
perusahaan. Kegiatan positif ini sangat bermanfaat bagi perusahaan, pemilik
ternak, maupun lingkungan karena limbah kotoran sapi maupun kotoran ayam ini
jika tidak didaur ulang atau tidak diolah lebih lanjut akan menjadi masalah.
Produsen membeli kotoran sapi dan kotoran ayam dari para peternak dalam
bentuk yang sudah kering atau sudah mulai menjadi tanah. Hal ini dimaksudkan
untuk mempermudah dalam proses pengangkutan ke tempat produksi yang
mempunyai areal yang hanya cukup untuk menampung bahan baku yang sudah
mulai kering dan mempermudah proses produksi bagi perusahaan (produsen).
Harga bahan baku yang berasal dari kotoran sapi ini adalah Rp5.000,- per sak,
bahan baku kotoran ayam dibeli seharga Rp4.000,- per sak, sedangkan arang dan
sekam seharga Rp2.000,- tiap saknya. Harga ini relatif murah karena belum
mengalami peningkatan nilai ekonomis pada bahan baku tersebut.
Kendala yang dialami perusahaan mengenai bahan baku ini terjadi saat
musim hujan, kotoran ternak tersebut akan mengandung air lebih banyak daripada
musim kemarau, karena membutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama
sehingga akan menyulitkan dalam pengangkutan bahan baku. Sebagai contoh,
biasanya pihak perusahaan mendapatkan 10 sak kotoran sapi dalam keadaan
kering pada 1 wilayah, tetapi pada musim hujan kuantitas yang didapat akan
berkurang menjadi sekitar 4-6 sak jika dikeringkan.
Dari kendala tersebut diperlukan penanganan atau antisipasi dari pihak
produsen agar tidak mengurangi kualitas hasil produksi jika musim penghujan
sudah mulai datang. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan
perkembangan teknologi atau alat pengering otomatis yang bisa ditentukan kadar
airnya. Tentunya dibutuhkan tambahan aliran dana atau anggaran untuk membeli
tambahan peralatan tersebut. Tetapi keputusan ini akan membawa perusahaan
(produsen) menjadi lebih berkembang pada era ke depannya (asset untuk jangka
panjang).

27

5.4.2. Modal
Agroindustri pupuk organik SAA ini didirikan karena pihak perusahaan
mempunyai bekal pengetahuan dan keterampilan yang mencukupi untuk
berwirausaha. Bekal itu diperoleh dari pengalamannya pada tahun 1999 sebagai
ketua ataupun pengurus PPAH (Pusat Pengembangan Agen Hayati) di Kabupaten
Sumenep. Selain modal pengetahuan dan keterampilan produksi tersebut,
agroindustri pupuk organik SAA ini mendapat bantuan alat pengolah pupuk
organik (APPO) dari Dinas Pertanian yang bisa dijadikan tambahan asset
perusahaan sebagai modal dalam memproduksi pupuk organiknya. Sedangkan
modal yang berupa finansial dalam agroindustri ini berasal dari modal sendiri.

5.4.3. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang ada di dalam perusahaan ini berjumlah 20 orang yang
semuanya berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar tenaga kerja tersebut adalah
penduduk daerah setempat (sekitar daerah tempat produksi). Tenaga kerja tersebut
merupakan pekerja di bidang produksi pupuk organik yang terdiri dari bagian
pengangkutan bahan baku, pengolahan bahan baku, proses fermentasi, dan
pengemasan hingga berupa produk jadi serta siap dipasarkan. Tenaga kerja di
bidang distribusi maupun transaksi pun mengikutsertakan beberapa pekerja.
Manajer perusahaan mengatur sistem tenaga kerja dalam agroindustrinya
tanpa memandang tingkatan jabatan dalam perusahaan. Apabila manajer tersebut
memiliki waktu, beliau menyempatkan untuk ikut bekerja di bidang produksi
misalnya mencangkul bahan baku, mengangkut produk, maupun mengemas
produk secara bersama-sama dengan pekerja lainnya. Hal ini dapat menciptakan
suatu kebersamaan yang tinggi di lingkungan perusahaan yang menyebabkan
pergaulan di perusahaan ini tidak kaku. J adi semuanya berbaur dengan
kekeluargaan.
Manajer perusahaan memberikan kepercayaan penuh kepada tenaga
kerjanya dan menanamkan rasa solidaritas yang tinggi untuk membangun bersama
perusahaan tersebut. Misalnya pada suatu waktu, ada pembeli yang datang ke
tempat produksi, pekerja-pekerja ini akan langsung bisa melayani pelanggan dan
uang transaksinya akan diserahkan kepada manajer perusahaan. Selain itu,
28

manajer juga memberikan keleluasaan dalam bekerja walaupun tidak diawasi oleh
pemimpin maupun manajer, mereka akan bekerja sebagaimana mestinya. Apabila
ada pekerja yang malas, dia akan merasa sungkan terhadap pekerja lainnya.
Berikut ini adalah tabel rincian tingkat pendidikan tenaga kerja pada CV. Sumber
Alam:
Tabel 6. Tingkat Pendidikan Pekerja Bidang Produksi
Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)
SD 7 35
SMP 10 50
SMA 3 15
Total 20 100
Sumber: Data diolah, 2012
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja pada
bidang produksi pada CV. Sumber Alam tergolong rendah Kondisi ini
dipengaruhi dari karekteristik kehidupan di Desa yang pada umumnya masih
kurang mementingkan pendidikan karena keterbatasan ekonomi yang memicu
mereka untuk bekerja. Selain itu tingkat usia tenaga kerja ini lebih didominasi
oleh usia produktif yang tergolong muda yaitu dari usia 25 tahun hingga 40 tahun,
sehingga kemampuan produktifitas kerja masih sangat tinggi.
Upah yang diterima oleh pekerja ini sebesar Rp. 30.000,- tiap harinya. J ika
ada pesanan produk dalam jumlah yang besar maka pihak perusahaan akan
menambah upah tersebut hingga 100%. Tenaga kerja di Agroindustri ini
memanfaatkan pekerjaannya sebagai pekerjaan utama maupun sebagai pekerjaan
sampingan, karena apabila pendapatan yang diperoleh kurang mencukupi
kebutuhan mereka, maka mereka akan mencari pnghasilan tambahan di luar jam
kerja perusahaan ini.
Pada tiap bulannya diadakan pertemuan rutin semua tenaga kerja di
agroindustri pupuk organik SAA ini untuk mempererat tali silaturrahim dan
evaluasi kegiatan usaha secara bersama-sama maupun penyampaian kritik dan
saran. Pertemuan bulanan ini diadakan secara bergiliran di rumah-rumah tiap
pekerja, yang uang konsumsinya ditanggung oleh pihak perusahaan.



29

5.4.4. Pemanfaatan Teknologi
Agroindustri pupuk organik SAA ini menggunakan peralatan yang
didominasi oleh peralatan sederhana dengan tenaga manual, sedangkan
penggunaan mesin atau teknologi hanya pada bagian pengolahan dan pengemasan
saja. Mesin atau alat tersebut diantaranya APPO (Alat Pengolah Pupuk Organik)
yang fungsinya adalah untuk menghancurkan, melembutkan, dan menghaluskan
bahan baku. Namun keterbatasan kapasitas produk yang dihasilkan dari mesin
tersebut menyebabkan perusahaan harus menggunakan cara manual dalam
memproduksi pupuk organik SAA. Hal ini disebabkan karena pihak perusahaan
dituntut harus memenuhi permintaan konsumen dan memenuhi kapasitas tempat
penyimpanan produk yang digunakan sebagai persediaan. Akibatnya perusahaan
harus menggunakan peralatan sederhana berupa alat pengayakan untuk
menghancurkan, menghaluskan, dan melembutkan bahan baku yang berupa
kotoran ternak tersebut. Selain itu, perusahaan juga menggunakan alat timbangan
otomatis dan alat penjahit karung.
Dalam kegiatan pengadaan bahan baku dan pemasaran produknya,
perusahaan mengandalkan teknologi komunikasi jarak jauh yang biasa disebut
handphone. J aringan komunikasi ini dimanfaatkan oleh pihak internal (pimpinan,
manajer, dan tenaga kerja) maupun eksternal perusahaan (pemasok atau penyuplai
bahan baku, distributor, petani (konsumen), dan mitra kerja lainnya), sehingga
mempermudah komunikasi. Perusahaan belum menggunakan manfaat teknologi
informasi sebagai sarana promosi dalam bentuk brosur, pamflet, leaflet, baleho,
maupun internet (website). Alasannya adalah karena cara promosi tersebut
membutuhkan biaya dan tenaga kerja tambahan, sedangkan perusahaan masih
cenderung fokus pada kegiatan perusahaan pada masa sekarang. Padahal cara
promosi tersebut sangat dibutuhkan untuk memberi tahu semua orang mengenai
keberadaan perusahaan beserta produknya dan agar lebih mudah
mengkomunikasikan keunggulan pupuk organik SAA. Hal ini akan mendatangkan
banyak respon dari masyarakat, peneliti, maupun konsumen baik di dalam
maupun di luar wilayah Kabupaten Sumenep. Sarana promosi juga bisa
memanfaatkan media online yang bisa dibaca oleh semua orang di berbagai
wilayah, sehingga usaha agroindustri pupuk organik SAA bisa lebih dikenal dan
30

diminati konsumen. Adapun untuk proses transaksi tetap melalui komunikasi
telepon agar mempermudah pelaksanaannya dan mencegah adanya penipuan.

5.4.5. Kegiatan Proses Produksi
Kegiatan poduksi pupuk organik SAA ini terdiri dari penyediaan bahan
baku, pengolahan, dan pengemasan. Berikut ini akan disebutkan bahan bahan
yang dibutuhkan untuk membuat pupuk organik SAA (pupuk bokashi) antara lain:
1. Kotoran sapi, kotoran ayam, dan arang sekam dengan perbandingan 7 : 2 : 1.
2. EM 4 (Effective Microorganisme) jenis Trichoderma sp.
3. Gula pasir sebagai campuran dari EM 4 dengan perbandingan 1 : 1.
4. Air, jumlahnya tergantung dari kandungan air dalam bahan baku pupuk organik
SAA. J ika bahan baku dalam keadaan kering maka membutuhkan air yang
sedikit lebih banyak daripada bahan baku yang agak basah.
Sedangkan cara membuat bokashi yang berbahan dasar kotoran ternak
adalah sebagai berikut:
1) Melarutkan EM-4 dan gula ke dalam air
2) Kotoran sapi, kotoran ayam, dan arang sekam dicampur secara merata
3) Siramkan EM-4 secara perlahan-lahan ke dalam adonan secara merata sampai
kandungan air adonan mencapai 30%. Bila adonan dikepal dengan tangan, air
tidak menetes dan bila kepalan tangan dilepas maka adonan susah pecah
(megar)
4) Adonan yang sudah selesai lalu digundukkan diatas ubin yang kering dengan
ketinggian minimal 15-20 cm dan tidak terkena sinar matahari.
5) Kemudian ditutup dengan karung goni selama 3-4 hari.
6) Pertahankan gundukan adonan dengan suhu maksimal 50Celcius, bila
suhunya lebih dari 50C turunkan suhunya dengan cara membolak balik
adonan tersebut, kemudian tutup kembali dengan karung goni. Pengecekan
suhu sebaiknya dilakukan setiap 5 jam sekali.
7) Hal ini dilakukan karena pada suhu yang tinggi dapat mengakibatkan bokashi
menjadi rusak karena terjadi proses pembusukan.
8) Setelah 3-4 hari bokashi telah selesai terfermentasi dan siap digunakan
sebagai pupuk organik.
31

9) Kemudian bokashi tersebut diayak terlebih dahulu sebelum dikemas.
Tujuannya adalah agar mudah diaplikasikan dan tidak menggumpal.
Setelah pupuk organik tersebut berupa butiran, maka diangkut ke tempat
pengemasan. Dalam proses pengemasan ini, pupuk tersebut dimasukkan ke dalam
karung yang telah berlabel SAA dan wajib ditimbang beratnya. Setiap sak produk
pupuk organik SAA ini berbobot sebanyak 25 kg. Setelah proses penimbangan
maka dilakukan proses penjahitan karung, kemudian dipindahkan ke tempat
penyimpanan dan langsung dapat dipasarkan (didistribusikan). Berikut adalah
tahap tahap produksi pupuk organik SAA yang disajikan dalam bentuk bagan:

Gambar 3. Bagan Tahap Tahap Produksi Pupuk Organik SAA
Menyiapkan alat dan bahan
Pengayakan bahan baku
Melarutkan EM-4
dan gula ke dalamair
Pencampuran bahan baku
Pemberian larutan
decomposer pada bahan
baku yang siap diolah
Adonan dibentuk gundukan
Dibiarkan selama proses
fermentasi selama 3 4 hari
Proses pengayakan terakhir
Proses pengemasan
Proses penimbangan pupuk jadi
Penjahitan sak atau karung
Produk siap dipasarkan
32

5.4.6. Pemasaran
1. Produk
Kegiatan pemasaran pada agroindustri pupuk organik SAA ini ditangani
oleh manajer perusahaan. Produk dari CV. Sumber Alam (agroindustri) berupa
pupuk organik BOKASHI atau Bahan Organik Kaya Akan Sumber Hayati yang
berbahan dasar kotoran hewan yaitu kotoran sapi dan kotoran ayam yang
formulanya berbentuk padat tepung. Produk pupuk organik ini sudah mempunyai
brand, label, surat ijin usaha dan sertifikasi dari Departemen Pertanian Pusat
setelah melalui rangkaian pengujian antara lain uji mutu dan uji efektifitas di
beberapa daerah. Daerah tersebut merupakan daerah di wilayah Sumenep,
sedangkan daerah lainnya di J awa adalah wilayah Mojokerto. Hasilnya
menunjukkan bahwa pupuk organik produksi CV. Sumber Alam ini efektif bagi
pertumbuhan tanaman padi baik di wilayah Madura maupun diluar Madura. Pada
kemasan produk tertera masa berlaku pupuk dan kadar unsur hara yang
terkandung dalam pupuk organik SAA tersebut sesuai dengan hasil uji mutu
sehingga dapat memberi informasi bagi pelanggan (konsumen). Berikut ini adalah
kandungan kadar hara pada pupuk organik SAA:
Tabel 7. Kadar Hara Pupuk Organik SAA
Jenis Unsur (kandungan) Jumlah
C organik 13,72 %
pH 6,4
K
2
0 3,01 %
Mn 0,075 ppm
Zn 0,003 ppm
Co 7 ppm
C/N rasio 11,9
P
2
0
5
3,05 %
Fe 0,623 ppm
Cu 0,000 ppm
B 51 ppm
Mo td
Kadar air 17,6 %
Mikroba pathogen:
E. coli
Salmonella sp.

Negatif
Negatif
Sumber: Data Perusahaan Berdasarkan Uji Mutu, 2009


33

2. Harga
Pihak perusahaan mematok harga tiap kilogram pupuk organik SAA ini
sebesar Rp 500,-. J adi tiap kemasan (sak) pupuk yang berisi 25 kilogram harganya
menjadi Rp 12.500,-. Perusahaan meyakini bahwa adanya penentuan harga
tersebut dapat menghasilkan keuntungan dari usahanya walaupun pihaknya tidak
melakukan pembukuan atau pencatatan administrasi dari semua aktifitas
keuangannya.
Harga tersebut dinilai relatif murah dan dapat dijangkau oleh semua
kalangan petani. Penentuan harga tersebut membuat para pesaing selalu
memonitor perusahaan ini karena menjual pupuk organik yang tergolong
berkualitas baik dengan harga jual yang terbilang murah walaupun tanpa subsidi
dari pemerintah. Hal ini menuntut pesaing untuk menurunkan harga produknya
agar tidak kehilangan konsumen walaupun harus menurunkan keuntungan yang
diperolehnya. Pertimbangan utamanya adalah karena petani selaku konsumen
cenderung memilih harga sarana produksi yang lebih terjangkau agar keuntungan
usahataninya lebih meningkat.
3. Distribusi
Permintaan produk pupuk organik SAA ini meningkat di saat menjelang
musim tanam padi, sehingga dibutuhkan jumlah bahan baku yang lebih banyak
dan tenaga kerja yang lebih ekstra agar bisa memenuhi pesanan dari pelanggan.
Untuk saat ini, perusahaan hanya memasarkan produknya di wilayah Kabupaten
Sumenep saja. Sedangkan wilayah kepulauannya hanya di Pulau Talango karena
jarak pulau tersebut bisa terbilang dekat dengan wilayah daratan Kabupaten
Sumenep dan setiap harinya pasti ada kapal yang bongkar muat barang. Saluran
distribusi pupuk organik SAA terdiri dari 2 macam, saluran pertama adalah
produsen menjual produknya melalui perantara terlebih dahulu sebelum sampai ke
tangan konsumen. Perantara ini terdiri dari penyalur (distributor) kemudian ke
pengecer. Sedangkan saluran kedua adalah produsen menjual langsung produknya
kepada konsumennya.
4. Promosi
Keterbatasan wilayah pemasaran produk pupuk organik SAA ini bisa
dipengaruhi oleh kurangnya kegiatan promosi yang dilakukan oleh perusahaan.
34

Hal ini menyebabkan adanya produk tersebut kurang dikenal oleh masyarakat
setempat maupun wilayah lain.
Bentuk promosi yang dilakukan oleh agroindustri pupuk organik SAA
masih terbilang sederhana karena belum menggunakan sarana teknologi yang
berupa iklan pamflet, leafleat, brosur, dan alamat website. Melainkan hanya
mengandalkan personal selling, hubungan dengan masyarakat (public relation
atau relationship marketing) dan potongan harga bagi perantara. Pihak perusahaan
bekerjasama dengan pihak Dinas Pertanian setempat, UPT Kecamatan (penyuluh
pertanian) maupun bermitra langsung dengan petani. Pihak pihak tersebut
antusias dalam menyalurkan produk kepada konsumen karena mereka mendapat
komisi atau potongan harga yang bisa dijadikan penghasilan tambahan.
5. Pesaing
Pesaing dari agroindustri pupuk organik SAA ini sangat banyak diantaranya
adalah baik perusahaan yang skala usahanya lebih besar maupun usaha personal
dari petani petani yang sudah bisa memproduksi pupuk organik untuk
kebutuhan lahan pertaniannya sendiri. Perusahaan yang menjadi pesaing dari
agroindustri pupuk organik SAA ini yang bersifat lokal adalah perusahaan swasta
seperti Petroganik dan Badan Usaha Milik Negara seperti PT. Pertani (Persero).
Untuk memenangkan persaingan, perusahaan tersebut berlomba lomba untuk
menarik minat konsumen. Salah satu bentuk persaingan yang paling penting
adalah aspek harga.

5.5. Analisis Biaya Produksi, Penerimaan, dan Keuntungan Usaha dari
CV. Sumber Alam
5.5.1 Biaya Produksi
Biaya produksi terdiri dari identifikasi besarnya biaya tetap dan biaya
variabel yang digunakan dalam memproduksi pupuk organik SAA. Berikut
penjelasan beserta perhitungannya:
1. Biaya Tetap
Biaya tetap merupakan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh
perusahan yang jumlahnya relatif tetap, tidak bergantung pada besar kecilnya
jumlah produk yang dihasilkan. Berikut ini merupakan identifikasi biaya tetap
yang ada dalam agroindustri pupuk organik SAA:
35

Tabel 8. Biaya Tetap Agroindustri Pupuk Organik SAA Tiap Proses Produksi
No. Jenis Jumlah
(Unit)
Penyusutan Dalam
Satu Tahun (Rp)
Total (Rp)
1. Tanah +bangunan 1 480.000 1.333,33
2. APPO (Alat Pengolah
Pupuk Organik)
1 1.000.000 2.777,78
3. Ijin usaha dan
sertifikasi
1 3.000.000 8.333,33
4. Cangkul 10 1.250.000 3.472,22
5. Sekop 10 900.000 2.500
6. Alat jahit karung 1 150.000 416,67
7. Terpal +tiang bambu 5 1.000.000 2.777,78
8. Timbangan 1 13.300 36,94
9. Mobil angkutan 1 800.000 2.222,22
10. Pajak kendaraan 1 1.250.000 3.472,22
11. Alat pengayak pupuk 6 450.000 1.250
12. Ember 6 150.000 416,67
Total 29.009, 17
Sumber: Diolah dari data primer, Maret 2012 April 2012
Tabel di atas menunjukkan bahwa total biaya tetap (TFC) perusahaan
dalam satu kali produksi sebesar Rp 29.009,17 yang berasal dari perhitungan
biaya penyusutan aset maupun peralatan yang dimiliki perusahaan. Dalam satu
kali produksi, perusahaan memproduksi rata rata 1389 kg pupuk organik SAA.
Sehingga jika dihitung dapat diasumsikan besarnya biaya tetap setiap kilogram
produknya adalah Rp 20,89 (lihat lampiran 1).
Setiap tahun, biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak perusahaan pada
aspek biaya tanah dan bangunan yaitu sebesar Rp 480.000,-. J ika diakumulasikan
tiap proses produksi maka biaya yang harus dibayar sebesar Rp 1.333,33. Biaya
ini digunakan untuk memperbaiki bangunan yang mungkin mengalami kerusakan,
dengan kata lain biaya ini merupakan biaya perawatan bagi tanah beserta
bangunan perusahaan itu sendiri. Cara ini juga diterapkan pada beberapa jenis
biaya yaitu biaya mesin, peralatan, kendaraan, yang membutuhkan biaya
perawatan karena juga memiliki nilai umur ekonomis. Sedangkan peralatan yang
daya tahannya lemah dan cenderung lebih mudah rusak, misalnya cangkul, sekop,
terpal dan tiang bambu, ember, maupun alat pengayakan yang sederhana,
perusahaan memilih untuk menggantinya tiap tahun. Hal ini dilakukan untuk
menjaga kualitas dan kuantitas dari output perusahaan. Biaya yang menyangkut
36

pajak misalnya surat ijin usaha perdagangan maupun pajak kendaraan harus
dibayarkan tiap tahun atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Biaya Variabel
Identifikasi biaya produksi selanjutnya adalah biaya variabel perusahaan.
Biaya variabel merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan yang
jumlahnya bisa berubah-ubah karena dipengaruhi oleh kuantitas produk (volume
produksi) yang dihasilkan.
Tabel 9. Biaya Variabel Agroindustri Pupuk Organik SAA Tiap Proses Produksi
No Jenis Biaya Jumlah
(kg)
Harga/kg
(Rp)
Total
(Rp)
1. Bahan baku
Arang sekam
Kotoran ayam
Kotoran sapi

138,9
277,8
972,3

133,34
160
200

18.520,926
44.448
194.460
2. Bakteri (Trichoderma sp.) 0,6945 25000 17.362,5
3. Gula 0,6945 10.000 6.945
3. Biaya transportasi 47.99 66.658,11
4. Kemasan 40 55.560
5. Listrik 4,3 5972,7
6. Pulsa 6 8334
7. Tenaga kerja (HOK) 35.99 49.990,11
Total 468.251,346
Sumber: Diolah dari data primer, Maret 2012 April 2012
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa biaya variabel yang dibutuhkan
dalam satu kali produksi pupuk organik SAA ini adalah sebesar Rp 468.251,346.
Sedangkan biaya total variabel tiap tahunnya mencapai Rp. 168.515.000,- (lihat
lampiran 1). J umlah biaya variabel ini bisa berfluktuasi sesuai dengan perubahan
harga yang berlaku di pasar dalam periode tertentu. Asumsi patokan harga yang
digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan tarif yang berlaku pada
periode tahun 2011 hingga 2012. Biasanya biaya yang sangat berfluktuasi adalah
biaya transportasi, biaya penggunaan listrik, dan biaya penggunaan pulsa. Hal ini
dipengaruhi oleh seberapa sering dan lamanya pihak perusahaan menggunakan
aspek biaya tersebut.
Mengenai biaya tenaga kerja, perusahaan menyesuaikan dengan upah atau
gaji harian buruh di wilayah Kabupaten Sumenep yaitu sebesar Rp 30.000,- per
harinya. J ika pihak perusahaan menerima pesanan dalam jumlah yang melebihi
37

target produksi tiap harinya, maka perusahaan akan menambah biaya lembur bagi
pekerjanya.
Pada biaya pembelian bahan baku, perusahaan dapat menentukan harga
berdasarkan kesepakatan antara kedua pihak yaitu pihak perusahaan dan pihak
penyuplai bahan baku. Seperti yang disebutkan pada penjelasan sebelumnya yang
mengulas tentang bahan baku, harga bahan baku yang berasal dari kotoran sapi ini
adalah sebesar Rp 5.000,- per sak yang berisi 25 kg, bahan baku kotoran ayam
dibeli seharga Rp 4.000,- per sak yang berisi 25 kg, sedangkan arang dan sekam
seharga Rp 2.000,- tiap saknya yang berisi 15 kg. Harga ini relatif murah karena
belum mengalami peningkatan nilai ekonomis pada bahan baku tersebut.
3. Biaya Total Produksi
J umlah total biaya produksi pupuk organik SAA ini didapat dari
penjumlahan seluruh biaya tetap maupun biaya variabel. Berikut ini adalah tabel
perhitungan total biaya produksi pupuk organik SAA:
Tabel 10. Biaya Total Produksi Pupuk Organik SAA Tiap Proses Produksi
No. Jenis Biaya Jumlah (Rp)
1. Biaya tetap 29.009, 17
2. Biaya variabel 468.251,346
Total 497.260,512
Sumber: Diolah dari data primer, Maret 2012 April 2012
Berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran 1, total biaya produksi (TC)
dari pupuk organik SAA ini tiap kilogramnya adalah Rp 358,034. Sedangkan total
biaya tiap produksinya didapatkan hasil sebesar Rp 497.260,512,-.

5.5.2. Total Penerimaan dan Keuntungan
Penerimaan merupakan besarnya uang yang diterima oleh perusahaan dari
penjualan produk yang dipasarkan. Selain itu, penerimaan juga didefinisikan
sebagai hasil kali jumlah total kuantitas produksi dengan harga satuannya.
Agroindustri pupuk organik SAA ini menghasilkan rata-rata jumlah produk
sebanyak 500.000 kilogram (500 ton) setiap tahunnya, dengan harga jual Rp 500,-
tiap kilogramnya. Berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran 1, didapat hasil
bahwa penerimaan rata-rata tiap proses produksi sebesar Rp 694.500,-.
Keuntungan atau profit adalah selisih antara total penerimaan perusahaan
dengan total biaya yang dikeluarkan setiap kali produksi atau setiap tahun proses
38

produksi. Seperti yang telah disebutkan oleh uraian sebelumnya, bahwa total
penerimaan perusahaan ini adalah sebesar Rp 694.500,- dan total biayanya
sejumlah Rp 497.260,52. J ika TR TC maka rata-rata total keuntungan yang
diperoleh oleh perusahaan sebesar Rp 197.239,48 setiap proses produksi (lihat
lampiran 1). J umlah keuntungan ini bisa dikatakan relatif besar atau sangat
menguntungkan. Oleh karena itu, pengusaha pupuk organik SAA ini bertahan dan
terus melakukan upaya pengembangan usahanya.

5.6. Analisis Kelayakan Usaha
1. Analisis Revenue Per Cost Ratio (R/C Rasio )
R/C rasio merupakan perbandingan antara total penerimaan dan total biaya
dari proses produksi. Total penerimaan perusahaan ini adalah sebesar Rp694.500,-
dan total biayanya sejumlah Rp 497.260,512. Dari data tersebut dan jika dihitung
maka hasil R/C rasio dari usaha pupuk organik SAA ini lebih dari 1 yaitu sebesar
1,39 (lihat lampiran 1). Angka rasio tersebut menunjukkan bahwa usaha ini sangat
layak untuk dilanjutkan maupun dikembangkan ke depannya karena perusahaan
memperoleh keuntungan yang bisa dikatakan cukup besar. Keuntungan ini bisa
digunakan untuk pengembangan usaha selanjutnya dan dapat meningkatkan
pendapatan pengusaha itu sendiri beserta pegawai (pekerjanya).
2. Analisis Break Even Point (BEP)
Menurut Rahardi (1998), BEP merupakan bentuk analisis yang
memperlihatkan hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan, dan
volume penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak
mengalami kerugian. Titik impas atau titik batas tersebut dijadikan acuan agar
perusahaan dapat memproduksi dan menjual produknya lebih dari perhitungan
BEP unit maupun BEP Rupiah, sehingga perusahaan bisa memperoleh
keuntungan.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis Break Even Point (BEP)
menunjukkan bahwa Agroindustri Pupuk Organik SAA akan memperoleh
keuntungan jika perusahaan menghasilkan atau menjual lebih dari 7,12 sak
pupuk (tiap sak berisi 25 kilogram pupuk organik) setiap proses produksi atau
mendapat uang hasil penjualan sebesar Rp 89.047,46 dalam setiap proses
39

produksi. Begitu pula sebaliknya, perusahaan akan memperoleh kerugian jika
menjual kurang dari angka tersebut. Untuk mengetahui perhitungan tersebut bisa
dilihat pada lampiran 1.
3. Analisis Return on Investment (ROI)
Return on Investment (ROI) merupakan persentase pengembalian atas
investasi awal (modal) yang didapatkan dari perbandingan antara keuntungan
bersih dengan jumlah modal tersebut. J umlah keuntungan yang didapat oleh
perusahaan setiap tahunnya sebesar Rp 70.983.000,-, sedangkan nilai investasi
atau modal awal usaha ini sebesar Rp 100.000.000,-. Namun nilai tersebut bisa
diakumulasikan menjadi setiap proses produksi yaitu jumlah keuntungannya
menjadi Rp 197.239,48 dan jumlah investasinya menjadi Rp 277.777,78. Dari
jumlah tersebut, maka diperoleh nilai ROI sebesar 0,71 atau sebesar 71 % (lihat
lampiran 1). Ini berarti bahwa setiap 1 satuan modal yang dikeluarkan oleh
Agroindustri Pupuk Organik SAA ini akan mendapatkan pengembalian modal
sebesar 0,71 atau sebesar 71 % dari modal yang dikeluarkan tersebut. Besarnya
nilai ROI dari hasil perhitungan ini dapat menjadi pertimbangan bagi investor
untuk menanamkan modal berupa saham kepada perusahaan. Saham tersebut bisa
digunakan untuk perluasan skala usaha pupuk organik SAA ini.

5.7. Analisis Nilai Tambah
Analisis ini digunakan untuk menghitung besarnya nilai tambah yang
diperoleh perusahaan dengan pengurangan bahan baku dan input lainnya terhadap
nilai produk yang dihasilkan tetapi tidak termasuk tenaga kerja. Untuk rincian
perhitungan analisis nilai tambah dapat dilihat pada Lampiran 3. Berikut ini
adalah hasil analisis nilai tambah pada Agroindustri Pupuk Organik SAA:







40

Tabel 11. Hasil Analisis Nilai Tambah Agroindustri Pupuk Organik SAA Tiap
Proses Produksi
No. Unsur Perhitungan Rumus
Perhitungan
Nilai
1. Hasil produksi (kg/proses produksi) a 1389
2. Bahan baku (kg/proses produksi) b 972
3. Tenaga kerja (jam/proses produksi) c 8
4. Faktor konversi a/b=h 1,428
5. Koefisien tenaga kerja (%) c/b=i 0,82
6. Harga produk (Rp/kg) d 500
7. Upah rata-rata (Rp/ kg) e 35,99
8. Harga bahan baku (Rp/kg) f 140
9. Input lain (Rp/kg) g 62,84
10. Nilai produksi (Rp/kg) h x d =j 714,449
11. a. Nilai tambah (Rp/kg)
b. Rasio nilai tambah (%)
j f g =k
k/j
511,6
71,6
12. a. Imbalan tenaga kerja (Rp)
b. Bagian tenaga kerja (%)
i x e =m
m/k
29,511
5,7
13. a. Keuntungan (Rp/kg)
b. Tingkat keuntungan (%)
k m =o
o/k
482,097
94,2
14. Marjin pengolahan j f =q
574,449
Sumber: Hasil olahan data primer, Maret April 2012
Agroindustri pupuk organik SAA menghasilkan produk sebanyak 500.000
kilogram dalam satu tahun atau sebanyak 1389 kilogram dalam satu kali proses
produksi. J umlah tersebut memerlukan bahan baku utama berupa kotoran sapi
sebanyak 972 kilogram dan input lain guna mendukung produksi. Input lain
tersebut merupakan bahan tambahan dalam pembuatan produk, diantaranya adalah
kotoran ayam, arang sekam, dan bakteri pengurai (dekomposer). Sedangkan harga
bahan baku dan input lainnya tidak mengalami fluktuasi yang signifikan terhadap
nilai produksi atau relatif tetap. Selain itu dalam analisis nilai tambah ini,
perusahaan juga mempertimbangkan aspek tenaga kerja yang diserap untuk
menghasilkan sejumlah produk yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah total serapan tenaga kerja dalam setiap proses produksi selama
8 jam. Nilai faktor konversi dihitung berdasarkan pembagian antara nilai output
yang dihasilkan dengan nilai input yang digunakan. Nilai faktor konversi dari
perhitungan di atas sebesar 1,428 yang artinya setiap satu kilogram bahan baku
yang diolah akan menghasilkan 1,428 kilogram pupuk organik SAA. Sedangkan
koefisien tenaga kerja menyatakan perbandingan antara jumlah input tenaga kerja
yang dibutuhkan dengan jumlah bahan baku yang akan diolah. Semakin besar
41

koefisien tenaga kerja maka semakin besar pula upah yang diberikan kepada
pekerjanya. Hal ini dapat berpengaruh positif terhadap kondisi perekonomian
tenaga kerjanya.
Dari hasil perhitungan di atas diperoleh rasio nilai tambah pada produk
pupuk organik SAA sebesar 0,716 atau sebesar 71,6 %. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa agroindustri pupuk organik SAA ini tergolong tinggi sesuai
dengan indikator bahwa jika rasio nilai tambah lebih besar dari 40% maka
perusahaan tersebut dikatakan mempunyai nilai tambah yang tinggi pada tiap
kilogram produknya.
Selain itu, analisis ini menunjukkan bahwa rata rata keuntungan yang
diperoleh oleh perusahaan pada tiap kilogram produk sebesar Rp 482,097,- atau
sebesar 94,2 % dari nilai produksinya. Oleh sebab itu, usaha pupuk organik SAA
ini sangat baik untuk dikembangkan.

5.8. Analisis Konsumen
Analisis konsumen ini digunakan untuk mengetahui kondisi konsumen dan
opini opini pengguna pupuk organik SAA yang bisa dijadikan pertimbangan
bagi perkembangan perusahaan ke depannya. Data ini diperoleh dengan
menyebarkan kuisioner kepada 30 orang responden (Lampiran 3). Berikut ini hasil
penelitian tentang pendapat konsumen yang disajikan dalam diagram pie chart
beserta penjelasannya:
1. Kualitas Produk

Gambar 4. Diagram Kualitas Produk SAA Menurut Konsumen
J enis pupuk yang beredar di daerah Sumenep ini sangat beragam yang
merupakan hasil produksi dari berbagai perusahaan. Perusahaan yang juga
menghasilkan produk pupuk organik adalah Petroganik dan Pertani. Perusahaan
ini merupakan perusahaan yang skala usahanya lebih besar daripada CV. Sumber
0.00%
10%
30%
53.3%
6.7%
Kualitas Produk
Tidak Baik
Kurang Baik
Cukup Baik
Baik
Sangat Baik
42

Alam. Sebagian besar petani yang menggunakan produk perusahaan tersebut bisa
disebabkan karena adanya proyek yang pemakaian pupuknya disubsidi oleh
pemerintah.
Berdasarkan hasil survei atau wawancara, dapat diketahui bahwa produk
pupuk organik SAA ini dikategorikan sebagai pupuk berkualitas. Hal ini sesuai
dengan data tersebut yaitu sebanyak 53,3% menyatakan bahwa pupuk organik
yang berkualitas baik. Faktor yang mendukung opini konsumen tersebut adalah
karena produk pupuk organik SAA telah melalui serangkaian uji mutu dan uji
efektifitas sehingga bisa mendapatkan sertifikasi (ijin) dari Departemen Pertanian.
Menurut pendapat konsumen, penggunaan berimbang antara pupuk organik SAA
dan pupuk kimia relatif dapat meningkatkan hasil produktifitas lahannya.
2. Harga

Gambar 5. Diagram Harga Produk SAA Menurut Konsumen
Konsumen atau pemakai pupuk organik SAA ini relatif banyak karena
dipicu oleh adanya harga yang murah yaitu Rp 500,- setiap kilogramnya, sehingga
produk ini bisa digunakan oleh semua kalangan, baik petani yang
perekonomiannya pada kalangan bawah, menengah, maupun atas. Penetapan
harga pupuk organik SAA yang relatif lebih murah daripada produk pupuk
organik lain mendorong pesaing untuk bersaing dalam hal harga. Karena harga
merupakan aspek yang sensitif bagi konsumen, terutama petani yang sebagian
besar tingkat perekonomiannya relatif rendah.
Harga pupuk organik SAA tersebut menyebabkan perusahaan perusahaan
yang ada dan menghasilkan produk pupuk organik harus lebih intensif dalam
memonitor perubahan harga pasar di wilayah Kabupaten Sumenep khususnya.
Tujuannya adalah agar perusahaan perusahaan tersebut dapat mempertahankan
bahkan meningkatkan jumlah konsumen produknya tanpa menurunkan laba yang
ditargetkan.
0%
0%
26.7%
73.3%
0%
Harga
Sangat Mahal
Mahal
Terjangkau
Murah
Sangat Murah
43

3. Kemasan

Gambar 6. Diagram Kemasan Produk SAA Menurut Konsumen
Kualitas kemasan yang bagus berupa sak dan didukung oleh desain kemasan
yang sederhana namun menarik, sangat membuat konsumen produk pupuk
organik SAA ini bertambah yakin akan kualitasnya. Ditambah dengan adanya
kandungan kandungan unsur hara yang tertera pada kemasan, dapat meyakinkan
konsumen. Kemasan ini sangat bermanfaat untuk melindungi isi (produk pupuk
organik SAA) dari perubahan perubahan yang bisa menyebabkan kerusakan
atau berkurangnya kadar maupun isi produk pupuk ini. Selain itu, juga untuk
memberikan kemudahan pada proses pengangkutan atau pendistribusian produk.
4. Merek

Gambar 7. Diagram Merek SAA Menurut Konsumen
Merek yang digunakan adalah SAA yaitu singkatan dari Sumber Alam
Abadi. Hal ini berfungsi sebagai identitas produk dari CV. Sumber Alam agar
berbeda dengan produk pesaingnya, sehingga pembeli atau pelanggan dapat
memudahkan konsumen dalam mengingat atau mengenali produk saat melakukan
transaksi. Merek sangat berkaitan dengan persepsi konsumen, sehingga
persaingan yang terjadi bukan hanya persaingan produk, melainkan persaingan
dalam mendapatkan persepsi (penilaian) yang baik mengenai semua hal tentang
pupuk organik SAA ini.
0%
0%
23.3%
63.4%
13.3%
Kemasan
Tidak Menarik
Kurang Menarik
Cukup Menarik
Menarik
Sangat Menarik
0% 13.3%
20%
56.7%
10%
Merek
Tidak Mempengaruhi
Kurang Mempengaruhi
Cukup Mempengaruhi
Mempengaruhi
Sangat mempengaruhi
44

Berdasarkan hasil penelitian konsumen di lapang mengenai produk ini
menunjukkan bahwa sebanyak 56,7 % petani pengguna menilai keberadaan merek
SAA pada produk pupuk organik ini ikut mempengaruhi pembelian konsumen.
Sedangkan jumlah konsumen yang menyatakan bahwa merek kurang
mempengaruhi kehendak pembelian produk sebanyak 13,3 %. Hal ini bisa
dipengaruhi oleh persepsi masing masing konsumen, ada yang beranggapan
bahwa adanya merek kurang penting, yang lebih dipentingkan bisa berasal dari
sisi lain dari produk, misalnya harga dan kualitas produk itu sendiri.
5. Pelayanan

Gambar 8. Diagram Pelayanan Menurut Konsumen
Sebanyak 46,7 % menyatakan bahwa pelayanan dalam pembelian maupun
informasi dalam perusahaan ini tergolong baik. Pembeli atau konsumen langsung
dilayani oleh pekerja yang ada di tempat produksi tanpa harus menunggu lama.
Selain itu, pihak perusahaan juga menyediakan layanan jasa transportasi untuk
mengangkut produk pupuk organik SAA yang telah dibeli langsung ke tempat
konsumen sehingga pembeli merasa terbantu karena tidak perlu repot untuk
menyediakan alat transportasinya. Dari hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa
layanan yang ramah dan cepat dalam perusahaan ini dapat mempertahankan
konsumen agar tetap menggunakan pupuk organik SAA.
6. Promosi

Gambar 9. Diagram Promosi Produk SAA Menurut Konsumen
0%
0%
16.7%
46.7%
36.6%
Pelayanan
Tidak Baik
Kurang Baik
Cukup Baik
Baik
Sangat Baik
0%
53.3% 40%
6.7%
0%
Promosi
Tidak Bagus
Kurang Bagus
Cukup Bagus
Bagus
Sangat Bagus
45

Responden yang menyatakan bahwa kegiatan promosi perusahaan masih
kurang bagus sebanyak 53,3 %. Hal ini dikarenakan oleh tidak adanya iklan baik
yang berupa brosur, poster, iklan di media cetak seperti koran atau majalah,
maupun bentuk iklan lainnya.
Perusahaan lebih menekankan pada promosi dalam bentuk relationship
marketing terhadap penyuplai bahan baku, petani, petugas UPT Kecamatan,
maupun petugas dari Dinas Pertanian. Terdapat komisi bagi penyalur maupun
potongan harga bagi pembeli yang membeli produk pupuk organik SAA dalam
jumlah yang besar (ditentukan oleh perusahaan). Untuk mengembangkan
agroindustri pupuk organik SAA ini diperlukan adanya peningkatan kegiatan
promosi agar produknya lebih dikenal oleh masyarakat petani yang ada di dalam
wilayah Sumenep maupun di luar wilayah Sumenep.
7. Kemudahan Mendapat Produk

Gambar 10. Diagram Kemudahan Mendapat Produk SAA Menurut Konsumen
Bagi pengguna atau konsumen, untuk mendapatkan produk pupuk organik
ini sangat mudah. Selain akses transportasi menuju tempat produksi sangat mudah
(terjangkau), pihak perusahaan juga menyediakan alat transportasi untuk
mengangkut produk yang dipesan oleh pembeli. Hal ini merupakan inisiatif dari
perusahaan untuk mendapatkan kesetiaan pelanggan dan tidak merepotkan
pelanggan. Pembeli bisa memesan pupuk organik SAA langsung kepada manajer
melalui jaringan komunikasi (telepon) ataupun datang secara langsung ke tempat
produksi untuk melakukan transaksi.




0%
0%
26.7%
40%
33.3%
Kemudahan Mendapat Produk
Sangat Sulit
Sulit
Cukup Mudah
Mudah
Sangat Mudah
46

8. Inovasi atau Diversifikasi Produk

Gambar 11. Diagram Inovasi atau Diversifikasi Produk SAA Menurut Konsumen
Pada aspek inovasi dan diversivikasi produk pupuk organik SAA ini
diperleh data yang beragam. Responden yang mengatakan tidak perlu dan kurang
perlu berjumlah 6,7 % dari total responden. Menurut mereka, pupuk organik ini
sudah mencukupi atau sesuai dengan kebutuhan konsumsi pupuk bagi lahan
pertaniannya. Sedangkan responden yang menyebutkan cukup perlu (20 %), perlu
(50 %), dan sangat perlu (16,6 %). J umlah responden yang mendukung adanya
inovasi dan diversifikasi produk ini sangat banyak. Sebagian besar responden
berpendapat bahwa pupuk organik yang berbentuk butiran akan lebih sulit diserap
oleh tanah, karena apabila terkena limpasan air maka akan mudah berpindah
tempat sehingga memungkinkan adanya penyerapan pupuk yang tidak tepat
sasaran. Disarankan perlu adanya inovasi bentuk pupuk organik SAA yang berupa
cairan agar lebih mudah diserap tanah dan tanaman. Selain itu, perlu bagi
produsen atau pihak perusahaan untuk mengikuti perkembangan informasi dan
teknologi dalam pembuatan pupuk organik.

5.9. Strategi Pengembangan Agroindustri Pupuk Organik SAA
Dalam menentukan suatu strategi pengembangan perlu mengidentifikasi
faktor faktor internal dan eksternal perusahaan. Begitu pula dengan agroindustri
pupuk organik SAA yang terletak di Desa Gunggung, Kecamatan Batuan,
Kabupaten Sumenep. Berikut ini adalah analisis dari faktor faktor yang
mempengaruhi perusahaan dalam pengembangan ke depannya:
5.9.1. Analisis Faktor Internal Agroindustri
Faktor internal suatu perusahaan berasal dari faktor faktor yang ada di
dalam perusahaan dan menyangkut dua aspek yaitu kekuatan dan kelemahan.
6.7%
6.7%
20%
50%
16.6%
Inovasi atau Diversifikasi Produk
Tidak Perlu
Kurang Perlu
Cukup Perlu
Perlu
Sangat Perlu
47

Lingkungan internal yang menjadi kekuatan agroindustri pupuk organik SAA ini
adalah:
1. Mempunyai nilai tambah yang tinggi dan menguntungkan
Pada pembahasan sebelumnya tentang analisis biaya, penerimaan,
keuntungan, dan analisis kelayakan usaha, menunjukkan bahwa hasil
perhitungannya sangat mendukung kemajuan usaha agroindustri pupuk organik
SAA ini pada masa mendatang (lihat lampiran 1). Tentunya hasil perhitungan
tersebut dapat dijadikan pertimbangan atau acuan bagi perusahaan untuk lebih
memberikan perhatian terhadap administrasi keuangan. Selain itu, perusahaan
juga memiliki rasio nilai tambah yang tunggi sebesar 71,6 % (lihat tabel 10).
Dengan nilai tambah yang tinggi maka usaha pupuk organik SAA ini mempunyai
prospek yang bagus ke depannya karena dapat meningkatkan nilai ekonomis dari
bahan baku yang digunakan dalam produksi. Maksudnya adalah dari kotoran sapi,
kotoran ayam, dana arang sekam yang pada awalnya sering menjadi masalah,
kemudian dapat mempunyai nilai ekonomis yang tinggi setelah diolah kembali.
Selain menghasilkan keuntungan bagi peternak (penghasil bahan baku),
pengusaha (pihak agroindustri pupuk organik SAA), penyalur (distributor),
adanya pupuk organik SAA ini juga ikut berperan dalam menjaga dan
melestarikan lingkungan.
2. Pasokan bahan baku secara kontinu, dengan harga relatif murah dan mudah
diperoleh.
Bahan baku yang digunakan dalam produksi pupuk organik SAA ini
merupakan bahan baku yang mudah didapat karena jumlah peternak sapi maupun
ayam di wilayah Sumenep cukup banyak dan mereka sangat antusias ketika
menjalin kerja sama dengan pihak perusahaan. Pihak perusahaan tidak usah
merasa repot dalam mencari atau mendapatakan bahan baku karena pihak
penyuplai bahan baku akan langsung menghubungi pihak perusahaan jika bahan
bakunya telah siap untuk diangkut. Dapat disimpulkan bahwa pasokan bahan baku
pada Agroindustri pupuk organik SAA ini tersedia secara kontinu
(berkesinambungan). Hal ini merupakan dampak positif dari adanya kerja sama
yang saling menguntungkan bagi semua pihak.
48

Banyaknya peternak sapi maupun ayam di sekitar wilayah produksi pupuk
organik SAA ini mengundang banyak respon positif terhadap perusahaan. Hal ini
disebabkan oleh adanya kemauan pihak perusahaan untuk mau membeli kotoran
ternaknya yang biasanya menjadi masalah dan saat ini malah bisa menghasilkan
uang. Oleh sebab itu, mereka sangat antusias dalam menjalin kerja sama yang
tetap dengan pihak perusahaan agar kotoran ternak mereka dapat lebih bermanfaat
setelah didaur ulang.
Harga bahan baku pembuatan pupuk organik SAA ini bisa dibilang relatif
murah yaitu sebesar Rp 5.000,- per sak kotoran sapi, Rp 4.000,- per sak kotoran
ayam, dan Rp 2.000,- per sak arang sekam. Dengan adanya harga yang relatif
murah tersebut bisa dijadikan peluang oleh perusahaan jika ingin memperluas
skala usahanya dengan meningkatkan kuantitas produksi. Hal ini sesuai dengan
yang ditunjukkan pada analisis perhitungan kuantitatif. Dengan patokan harga
tersebut, peternak yang berperan sebagai penyuplai bahan baku merasa
memperoleh keuntungan berupa tambahan pendapatan yang bisa digunakan untuk
memenuhi sebagian biaya hidupnya.
3. Lokasi perusahaan yang mudah dijangkau
Lokasi pembuatan produk pada agroindustri ini cukup strategis, akses
jalannya yang mudah ditempuh oleh berbagai jenis kendaraan, dan letaknya yang
berada di sekitar Terminal Kabupaten Sumenep membuat lokasi ini mudah untuk
ditemukan oleh semua pihak yang berkepentingan dengan Agroindustri pupuk
organik SAA. Ini menjadi suatu peluang yang bagus bagi perusahaan jika
pihaknya akan mengembangkan usahanya.
4. Satu-satunya unit usaha produk organik lokal yang mempunyai ijin dari Deptan
Di Kabupaten Sumenep terdapat banyak yang bermata pencaharian sebagai
petani sekaligus peternak. Mereka juga memproduksi pupuk organik sendiri,
tetapi hanya secara sederhana dan tidak dikomersilkan. Agroindustri pupuk
organik SAA (CV. Sumber Alam) merupakan satu satunya produsen pupuk
organik lokal yang telah mempunyai ijin dari Departemen Pertanian Pusat. Ini
menjadi suatu kekuatan yang besar untuk memperluas pasar.


49

5. Kadar hara telah teruji
Untuk mendapat sertifikasi atau ijin dari Departemen Pertanian, perusahaan
melakukan serangkaian uji mutu dan uji efektifitas produk pupuk organik SAA
ini. Berdasarkan uji tersebut maka didapat diketahui kadar hara yang terkandung
di dalamnya sehingga bisa membantu memberikan informasi bagi petani maupun
peneliti mengenai kesesuaian antara kebutuhan tanaman dan lahan. Kadar hara ini
tertera pada kemasan produk pupuk organik SAA sehingga dapat meyakinkan
konsumen (petani pengguna) akan kualitas pupuk tersebut.
6. Memiliki label produk
Agroindustri yang berupa CV. Sumber Alam ini memproduksi pupuk
organik yang diberi merek atau label bernama SAA yang merupakan singkatan
dari Sumber Alam Abadi. Dengan adanya label tersebut, perusahaan dapat lebih
dikenal oleh masyarakat dan bisa menambah kuantitas produksi agar
meningkatkan hasil sehingga dapat memperluas wilayah pemasaran.
7. Harga produk terjangkau
Dalam tiap sak pupuk organik SAA ini yang berisi 25 kilogram ditetapkan
harga sebesar Rp 12.500,- atau Rp 500,- tiap kilogramnya. Harga tersebut dapat
dikategorikan murah sehingga terjangkau bagi semua kalangan petani. Ini telah
terbukti dari hasil penelitian menggunakan responden untuk mengetahui pendapat
konsumen (pengguna) pada pembahasan sebelumnya.
8. Kualitas dan tampilan kemasan (sak) cukup baik
Kualitas kemasan produk pupuk organik SAA ini sangat baik agar tidak
mudah rusak saat proses penyimpanan ataupun pengangkutan. Pada tampilan
produknya tertera kadar hara yang terkandung dalam pupuk tersebut. Hal ini dapat
meyakinkan konsumen mengenai mutu dan kualitas pupuk organik SAA.
Sedangkan lingkungan internal yang menjadi kelemahan agroindustri pupuk
organik SAA ini adalah:
1. Administrasi keuangan tidak tercatat
Perusahaan masih belum mengetahui secara pasti berapa besarnya biaya
yang dikeluarkan dan jumlah keuntungan yang diperoleh karena administrasi
keuangan dalam perusahaan ini masih belum tercatat dengan baik. Apabila
agroindustri ini akan menambah kuantitas produksi, maka mereka harus
50

memperhitungkan segala aspek aspek yang berkaitan dengan kegiatan
perusahaan (penyediaan bahan baku, proses produksi, pengemasan, penyimpanan,
dan pemasaran) beserta nominalnya.
2. Struktur organisasi belum lengkap
Untuk mengembangkan suatu perusahaan ke depannya, perusahaan perlu
memantapkan setiap aspek dari sisi internalnya terlebih dahulu, terutama struktur
organisasinya. Struktur organisasi terdiri dari setiap bagian bagian yang
mempunyai tugas pokok dan fungsi masing masing. J ika setiap orang bisa
memaksimalkan tugas dan fungsinya pada setiap posisinya di perusahaan maka
perusahaan dapat lebih maju dan berkembang.
3. Kapasitas tempat produksi terbatas
Menyambung dengan kelemahan di atas yaitu wilayah pemasaran yang
belum luas tersebut disebabkan oleh keterbatasan tempat produksi maupun tempat
penyimpanan produk, sehingga diperlukan suatu perubahan dan perbaikan bagi
perusahaan agar bisa memperluas skala usahanya. Perusahaan masih kurang
berani untuk mengambil resiko dalam perluasan skala usahanya, padahal
pengorbanan modal atau biaya yang dikeluarkan merupakan investasi jangka
panjang.
4. Penggunaan teknologi kurang maksimal
Sebenarnya agroindustri pupuk organik SAA ini mempunyai alat atau mesin
teknologi untuk mengolah pupuk organik, tetapi karena jumlahnya hanya sedikit
dan itu merupakan bantuan dari pemerintah, maka output produk yang dihasilkan
berjumlah sedikit. Oleh sebab itu, perusahaan membuat produknya secara manual.

5.9.2. Analisis Faktor Eksternal Agroindustri
Faktor faktor yang berasal dari luar perusahaan dan ikut berpengaruh
terhadap perkembangan perusahaan ke depannya adalah sebagai berikut:
Faktor eksternal yang menjadi peluang bagi perkembangan perusahaan:
1. Dukungan Peraturan Daerah J awa Timur Nomor 3 Tahun 2011 tentang tata
kelola bahan pupuk organik.
Peraturan ini dicanangkan agar seluruh petani ikut berperan serta untuk
melestarikan lingkungan dan menjaga keberlanjutan tanah. Salah satu upayanya
51

adalah dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia yaitu mulai melakukan
penggunaan pupuk berimbang antara pupuk kimia dengan pupuk organik.
Pemerintah juga menetapkan kebijakan pengembangan bahan pupuk organik yang
harus disertai dengan persyaratan persyaratan yang harus dilalui, diantaranya uji
mutu dan uji efektifitas pupuk organik itu sendiri. Agroindustri pupuk organik
SAA ini telah melaksanakan ketentuan ketentuan tersebut sesuai dengan
peraturan yang ada. Ini bisa menjadi peluang yang sangat besar akan
keberlangsungan usaha produksi pupuk organik SAA terutama di wilayah
berdirinya perusahaan, karena memiliki prospek yang bagus pada saat ini ataupun
masa mendatang.
2. Dapat memperluas pasar
Peluang perusahaan untuk dapat memperluas pasar sangatlah besar. Hal ini
didukung oleh masih banyaknya rakyat Indonesia yang bermata pencaharian
sebagai petani dan membutuhkan pupuk organik untuk lahan pertaniannya.
3. Permintaan pasar yang semakin bertambah
Dengan adanya peraturan daerah di atas dan meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya penggunaan input yang berbahan alami bagi
kelestarian lahan maupun lingkungan, permintaan pupuk organik SAA ini
semakin meningkat. Sehingga tiap kali produksi, pupuk organik yang telah jadi
dan dikemas langsung didistribusikan kepada petani petani atau kelompok tani
yang memesan pupuk organik SAA agar tidak banyak menghabiskan tempat
produksi.
4. Adanya kesadaran masyarakat untuk mendukung gerakan Go Organic
Pemakaian input berbahan dasar bahan kimia mempunyai efek negatif bagi
lingkungan. Semakin terasa dampak tersebut misalnya climatchange (peubahan
iklim), degradasi lingkungan, dan munculnya banyak penyakit, maka dunia
membuat suatu kebijakan baru bagi penghuninya untuk mengganti pola gaya
hidup dengan kembali ke alam. Diharapkan setelah diberlakukannya gerakan Go
organic, maka kelestarian lingkungan dan alam dapat terwujud. Masyarakat mulai
bisa membedakan dampak yang mereka rasakan apabila dibandingkan dengan
menggunakan input bahan kimia dan bahan alami. Input berbahan dasar alam
lebih aman untuk diterapkan. Oleh sebab itu, para petani mulai sadar untuk
52

menggunakan pupuk atau pestisida organik untuk mengembalikan kelestarian
lahan dan lingkungan serta menghasilkan output yang aman jika dikonsumsi
manusia maupun makhluk hidup lainnya.
5. Antusiasme pemasok bahan baku (peternak/ suppliers)
Banyaknya peternak sapi maupun ayam di sekitar wilayah produksi pupuk
organik SAA ini mengundang banyak respon positif terhadap perusahaan. Hal ini
disebabkan oleh adanya kemauan pihak perusahaan untuk mau membeli kotoran
ternaknya yang biasanya menjadi masalah dan saat ini malah bisa menghasilkan
uang. Oleh sebab itu, mereka sangat antusias dalam menjalin kerja sama yang
tetap dengan pihak perusahaan agar kotoran ternak mereka dapat lebih bermanfaat
setelah didaur ulang.
6. Memungkinkan adanya inovasi produk
Dengan adanya banyak peminat produk pupuk organik SAA ini didapatkan
berbagai opini dari pengguna (konsumen). Sesuai dengan analisis sebelumnya
yaitu analisis konsumen, mereka menginginkan adanya inovasi maupun
diversifikasi produk misalnya suatu perubahan pada bentuk pupuk organik yang
semula berbentuk padat menjadi bentuk granul atau cair. Perubahan tersebut
membutuhkan suatu riset lebih lanjut agar bisa mempertahankan maupun
meningkatkan kualitas hasil prosuksinya. Adanya inovasi produk memberikan
peluang besar bagi perusahaan agar selalu mengikuti perkembangan informasi dan
teknologi terutama pada kegiatan proses produksi maupun promosi.
Berikut ini merupakan beberapa faktor eksternal Agroindustri pupuk
organik SAA yang mempunyai pengaruh sebagai ancaman bagi perusahaan:
1. Adanya pesaing sehingga menimbulkan produk substitusi
Pesaing merupakan suatu ancaman terbesar dalam setiap usaha, tetapi
dengan adanya pesaing bisa memicu suatu perusahaan untuk lebih berkreatifitas
dan meningkatkan kualitas baik kinerja maupun produknya. Pesaing agroindustri
pupuk organik SAA ini sangat banyak, mulai dari perusahaan swasta maupun
milik Negara yang skala usahanya jauh lebih besar hingga petani petani yang
sudah bisa menghasilkan pupuk organik untuk lahannya sendiri. Adanya pesaing
ini bisa menurunkan kuantitas pembelian produk pupuk organik SAA, sehingga
53

membutuhkan suatu rencana atau strategi yang matang untuk menghadapi
persaingan.
Produk substitusi dari pupuk organik SAA sangat beragam. Beberapa
diantaranya adalah pupuk bokashi yang berbahan kompos, pupuk organik granul
maupun cair yang diproduksi oleh perusahaan lain, dan pupuk lainnya. Semakin
banyaknya produk substitusi maka akan mempermudah petani untuk beralih
kepada produk lain. Oleh sebab itu, perusahaan harus menjaga ketersediaan
produknya agar petani pengguna tetap setia terhadap pupuk organik SAA ini.
2. Promosi yang belum efektif
Promosi merupakan suatu kegiatan pemasaran yang memegang peranan
penting dalam suatu usaha untuk mempertahankan konsumen (pengguna pupuk
organik SAA) dan meningkatkan jumlahnya. Bentuk kegiatan produksi dalam
agroindustri pupuk organik SAA ini dikatakan belum efektif karena promosi yang
dilakukan hanya mengandalkan relationship marketing antara pihak perusahaan
dengan pihak eksternalnya. Tidak adanya iklan, brosur, maupun halaman di
internet ikut menghambat perluasan area pemasaran produk ini. Oleh sebab itu,
perlu dilakukan suatu bentuk pengiklanan yang efektif dan maksimal agar produk
pupuk organik SAA ini dapat lebih dikenal oleh masyarakat.
Kegiatan promosi di Agroindustri pupuk organik SAA sangat terbatas,
pihak perusahaan hanya mengandalkan relasi usaha, misalnya bekerja sama
dengan pihak penyuluh Dinas Pertanian setempat, pegawai UPT Kecamatan,
maupun bermitra langsung dengan petani petani yang mempunyai program atau
proyek. Sedangkan bentuk promosi berupa brosur, pamflet, ataupun iklan di
internet masih belum dilakukan oleh pihak perusahaan, sehinggga produk pupuk
organik SAA ini masih kurang dikenal luas oleh masyarakat.
3. Perubahan cuaca mempengaruhi kualitas bahan baku
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahan baku yang digunakan
dalam pembuatan pupuk organik SAA ini berasal dari kotoran ternak sapi dan
ayam. J ika terjadi perubahan cuaca, misalnya musim hujan maka bahan baku
tersebut mengandung kadar air yang lebih banyak daripada musim kemarau. Hal
itu menjadi suatu kendala bagi perusahaan karena dapat memperlambat proses
produksi sehingga diperlukan waktu untuk mengurangi kadar air tersebut. Untuk
54

mengatasinya adalah dengan menggunakan alat pengering yang bisa diatur kadar
airnya sesuai kebutuhan, sehingga perusahaan tidak perlu khawatir ataupun terlalu
tergantung dengan intensitas sinar matahari terhadap bahan bakunya.

5.9.3. Pembuatan Matrik IFAS dan EFAS
Berdasarkan hasil identifikasi faktor internal dan eksternal di atas, dapat
dibuat matriks IFAS dan EFAS dengan menentukan persentase bobot dari
masing masing variabel yang telah ditentukan sebelumnya, kemudian dilanjutkan
dengan penentuan rating dan jumlah skor yang diperoleh dari perhitungan tiap
variabel. Nilai rating diperoleh dari penentuan besarnya tingkat pengaruh
variabel variabel dalam faktor internal maupun eksternal terhadap perkembangan
perusahaan ke depannya. Sedangkan nilai skor merupakan hasil perkalian antara
persentase bobot dengan rating tiap variabel tersebut. Berikut ini adalah matrik
IFAS dan EFAS dari Agroindustri pupuk organik SAA:


















55

Tabel 12. Matrik IFAS
No. Faktor Internal Bobot (%) Rating Skor
Kekuatan (S)
1. Mempunyai nilai tambah yang
tinggi dan menguntungkan (*)
0,105 4 0,42
2. Pasokan bahan baku secara
kontinu, dengan harga relatif murah
dan mudah diperoleh.
0,105 4 0,42
3. Lokasi perusahaan yang mudah
dijangkau
0,062 3 0,186
4. Satu-satunya unit usaha produk
organik lokal yang mempunyai ijin
dari Deptan
0,083 3 0,249
5. Kadar hara telah teruji 0,083 3 0,249
6. Memiliki label produk 0,062 4 0,248
7. Harga produk yang dipasarkan
murah (terjangkau petani)
0,083 4 0,332
8. Kualitas dan tampilan kemasan
(sak) baik
0,062 3 0,186
Sub jumlah 0,645 28 2,29
Kelemahan (W)
9. Administrasi keuangan tidak
tercatat
0,105 2 0,21
10. Struktur organisasi belum lengkap 0,105 3 0,315
11. Kapasitas tempat produksi terbatas 0,083 2 0,166
12. Penggunaan teknologi kurang
maksimal
0,062 3 0,186
Sub jumlah 0,355 38 0,877
Selisih skor Lingkungan Internal 1,413
Total skor 1 38 3,167
Keterangan:
*) : berdasarkan perhitungan pada analisis sebelumnya (lihat tabel dan lampiran 1)
Nilai standar bobot internal =
1
n
=
1
12
=0,083
Nilai rating untuk kekuatan (strenght):
Sangat berpengaruh =4
Berpengaruh =3
Kurang berpengaruh =2
Tidak berpengaruh =1
Sedangkan nilai rating untuk kelemahan (weakness) adalah sebaliknya:
Sangat berpengaruh =1
Berpengaruh =2
Kurang berpengaruh =3
Tidak berpengaruh =4

56

Berdasarkan matrik IFAS di atas dapat diketahui bahwa skor tertinggi dari
sisi kekuatan perusahaan adalah harga produk yang dipasarkan murah (terjangkau
petani) yaitu sebesar 0,332. Sedangkan kelemahan terbesar dari perusahaan ini
adalah struktur organisasi belum lengkap yaitu sebesar 0,315.
Tabel 13. Matrik EFAS
No. Faktor Eksternal Bobot
(%)
Rating Skor
Peluang (Opportunity)
1. Dukungan PERDA Nomor 3 Tahun
2011 tentang tata kelola bahan pupuk
organik.
0,111 4 0,444
2. Dapat memperluas pasar 0,139 3 0,417
3. Permintaan pasar yang semakin
bertambah
0,139 4 0,556
4. Adanya kesadaran masyarakat untuk
mendukung gerakan Go Organik
0,111 3 0,333
5. Antusiasme pemasok bahan baku
(peternak/ suppliers)
0,083 3 0,249
6. Memungkinkan adanya inovasi
produk
0,083 3 0,249
Sub J umlah 0,666 20 2,268
Ancaman (Threats)
7. Adanya pesaing sehingga
menimbulkan produk substitusi
0,167 1 0,167
8. Promosi yang belum efektif 0,111 2 0,222
9. Perubahan cuaca mempengaruhi
kualitas bahan baku
0,056 3 0,168
Sub J umlah 0,334 6 0,557
Selisih skor Lingkungan Eksternal 1,691
Total Skor 1 26 2,805
Keterangan :
Nilai standar bobot internal =
1
n
=
1
9
=0,111
Nilai rating untuk peluang (opportunities):
Sangat berpengaruh =4
Berpengaruh =3
Kurang berpengaruh =2
Tidak berpengaruh =1
Sedangkan nilai rating untuk ancaman (threats) adalah sebaliknya:
Sangat berpengaruh =1
Berpengaruh =2
Kurang berpengaruh =3
Tidak berpengaruh =4

57

Pada matrik EFAS menunjukkan bahwa peluang terbesar bagi
perkembangan usaha agroindustri pupuk organik SAA ini adalah permintaan pasar
yang semakin bertambah dengan skor sebesar 0,556. Sedangkan ancaman
terbesarnya adalah promosi yang belum efektif dengan jumlah skor 0,222.

5.9.4. Penentuan Alternatif Strategi dalam Matriks SWOT
Tahap yang dilakukan setelah analisis dengan menggunakan matrik IFAS
dan EFAS adalah dengan menentukan alternatif strategi dalam matrik SWOT.
Matrik SWOT ini merupakan gabungan antara variabel variabel pada matrik
IFAS yang berperan sebagai kekuatan serta kelemahan dalam perusahaan dan
matrik EFAS yang menunjukkan peluang yang dimiliki perusahaan dan ancaman
yang harus diantisipasi oleh pihak perusahaan. Berikut ini matrik SWOT pada
agroindustri pupuk organik SAA ini:



















58

Tabel 14. Matrik SWOT












EFAS

Kekuatan (S)
1. Mempunyai nilai tambah yang
tinggi dan menguntungkan (*)
2. Pasokan bahan baku secara
kontinu, dengan harga relatif
murah dan mudah diperoleh.
3. Lokasi perusahaan yang
mudah dijangkau
4. Satu-satunya agroindustri
pupuk organik lokal yang
mempunyai ijin dari Deptan
5. Kadar hara telah teruji
6. Memiliki label produk.
7. Harga produk yang dipasarkan
murah (terjangkau petani)
8. Kualitas dan tampilan
kemasan (sak) baik
Kelemahan (W)
1. Administrasi
keuangan tidak
tercatat
2. Struktur organisasi
belumlengkap
3. Kapasitas tempat
produksi terbatas
4. Penggunaan
teknologi kurang
maksimal

Peluang (O)
1. Dukungan PERDA
Nomor 3 Tahun
2011 tentang tata
kelola bahan pupuk
organik.
2. Dapat memperluas
pasar
3. Permintaan pasar
yang semakin
bertambah
4. Adanya kesadaran
masyarakat untuk
mendukung
gerakan Go
Organik
5. Antusiasme
pemasok bahan
baku (peternak/
suppliers)
6. Memungkinkan
adanya inovasi
produk
Strategi SO
Memperluas jaringan dan
distribusi pemasaran produk
(S1,S2,S3,
S4,S5,S6,S7,S8,O1,O2,O4,O6)
Menjaga hubungan kerjasama
yang baik dengan pihak internal
dan eksternal perusahaan
(S4,O4,O5)
Strategi WO
Mengatur
(membukukan)
pengelolaan
keuangan
perusahaan
(W1,O2,O3)
Memperbaiki atau
melengkapi struktur
organisasi
perusahaan
(W2,O6)
Meningkatkan
kuantitas produk
dengan menambah
kapasitas tempat
produksi
(W3,O1,O2,O3,O4,
O5,O6)

Ancaman (T)
1. Adanya pesaing
sehingga
menimbulkan
produk substitusi
2. Promosi yang
belumefektif
3. Perubahan cuaca
mempengaruhi
kualitas bahan
baku
Strategi ST
Melakukan inovasi produk yang
berkualitas untuk menghadapi
persaingan
(S1,S2,T1,T3)

Strategi WT
Meningkatkan
kegiatan promosi
(W2,T1,T2)
Memanfaatkan
teknologi untuk
menjaga kualitas
bahan baku dan
produk.
(W1,W4,T1,T3)
59

Dari tabel matrik SWOT di atas dapat dirumuskan beberapa strategi yaitu:
1. Strategi SO (Strenght - Opportunity)
Strategi ini memanfaatkan kekuatan secara maksimal dan menggunakan
peluang yang ada untuk perkembangan perusahaan. Berikut adalah alternatif
strategi yang dapat dilakukan:
a. Memperluas jaringan dan distribusi pemasaran produk
Mata pencaharian petani masih dapat dibilang dominan karena lahan
pertanian yang ada masih sangat luas, walaupun dalam era modernitas ini semakin
marak terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman atau bangunan.
Selain itu, meningkatnya kesadaran petani untuk menggunakan input yang
berbahan alami juga menjadi peluang yang bagus bagi perusahaan untuk
menambah kapasitas dan kuantitas produksi, agar bisa mendistribusikan
produknya ke wilayah pemasaran yang lebih luas. Dari hal tersebut diharapkan
produk pupuk organik SAA ini lebih dikenal oleh masyarakat dan menjadi pilihan
terbaik bagi petani penggunanya. Cara memperluas jaringan pasar adalah dengan
memanfaatkan relasi maupun memanfaatkan teknologi informasi yang sedang
banyak digunakan oleh semua kalangan untuk berniaga ataupun berbagi informasi
melalui internet.
b. Menjaga hubungan kerjasama yang baik dengan pihak internal dan eksternal
perusahaan
Dengan banyaknya peluang yang ada, baik dari pekerja, pihak konsumen,
perantara, dinas terkait, maupun penyuplai bahan baku yang antusias dalam
menjalin kerja sama karena saling menguntungkan, perusahaan harus menjaga
hubungan yang baik antara semua pihak. Hal ini berpengaruh terhadap citra
perusahaan dalam masyarakat. Dengan adanya hubungan baik dengan pihak
internal yaitu pekerja, akan memudahkan perusahaan untuk mengatur manajemen
produksi maupun manajemen sumber daya manusianya. Sedangkan hubungan
baik dengan pihak eksternal dapat mempertahankan hingga meningkatkan
kuantitas penjualan produk pupuk organik SAA. Dampak baik bagi pihak
perusahaan tersebut adalah dapat meningkatkan omzet atau pendapatan yang
aliran dananya dapat digunakan untuk mengembangkan usahanya.

60

2. Strategi ST (Strenght - Treath)
Strategi ini dibuat dengan mengoptimalkan kekuatan yang dimiliki
perusahaan dan mengantisipasi ancaman. Berikut adalah alternatif strategi yang
dapat dilakukan:
a. Melakukan inovasi produk yang berkualitas untuk menghadapi persaingan
Inovasi produk sangat diperlukan oleh tiap perusahaan untuk menghasilkan
produk dengan kualitas, bentuk, maupun jenis yang berbeda dengan perusahaan
lain. Inovasi tersebut menuntut pihak perusahaan untuk mengikuti perkembangan
informasi dan teknologi yang berkaitan dengan produknya di pasar. Dengan
inovasi tersebut akan menghasilkan daya tarik yang berbeda bagi pembeli untuk
mencoba produk baru yang dihasilkan.
J ika agroindustri pupuk organik SAA ini bisa melakukan inovasi dengan
baik, maka petani yang akan membeli produknya akan mempunyai pilihan
terhadap jenis produk yang dihasilkan perusahaan. pilihan tersebut disesuaikan
dengan kondisi lahan, musim, atau kebutuhan dan selera petani itu sendiri.
Sebagai contoh, petani akan lebih memilih pupuk organik cair daripada pupuk
organik granul. Alasannya adalah apabila diaplikasikan ke lahan pertanian, jenis
pupuk yang cepat diserap tanah dan tanaman yaitu pupuk organik yang
berebentuk cair. Sedangkan pupuk organik yang berbentuk butiran membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk proses penyerapannya dan gerakannya terpengaruh
oleh limpasan air yang memungkinkan terjadinya proses penyerapan di tempat
yang semestinya.
3. Strategi WO (Weakness - Opportunity)
Strategi ini meminimalkan kelemahan dan memanfaatkan peluang yang
dimiliki oleh perusahaan. Berikut adalah ualternatif strategi yang dapat dilakukan:
a. Mengatur (membukukan) pengelolaan keuangan perusahaan
Agroindustri pupuk organik SAA ini mempunyai kelemahan yaitu masih
belum membukukan administrasi keuangan, sehingga pihak perusahaan belum
mengetahui secara pasti jumlah aliran kas yang terjadi setiap kali produksi dan
dalam kurun waktu tertentu. Padahal manajemen keuangan memegang peranan
yang sangat penting dalam setiap usaha. Dengan melakukan akuntansi yang baik
dan tepat, perusahaan akan memiliki acuan dan mengetahui kondisi keuangannya
61

di setiap waktu. Hal ini bisa dijadikan referensi dan evaluasi untuk
mengembangkan perusahaan ke depannya.
b. Memperbaiki atau melengkapi struktur organisasi perusahaan
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, susunan struktur organisasi pada
agroindustri ini masih kurang lengkap. Perlu dilakukan penentuan tenaga kerja
yang menjadi ketua di tiap aspek perusahaan untuk mempermudah proses
pengawasan dan penanganan jika terjadi sesuatu hal. Selain itu, perbaikan struktur
organisasi ini akan meringankan tugas atau tanggung jawab dari manajer
perusahaan yang selama ini mengatur semua bidang kegiatan dalam perusahaan.
c. Meningkatkan kuantitas produk dengan menambah kapasitas tempat produksi
Untuk mewujudkan perkembangan skala usaha pupuk organik SAA ini,
peruhahaan harus mempeluas pasar. Salah satu caranya adalah dengan menambah
kapasitas produksi agar dapat menghasilkan jumlah output produksi yang lebih
banyak, sehingga bisa menembus pasar di luar wilayah kabupaten Sumenep.
4. Strategi WT (Weakness - Treath)
Penerapan strategi ini adalah dengan memperbaiki kelemahan dan
mengatasi ancaman yang timbul bagi agroindustri pupuk organik SAA. Berikut
adalah alternatif strategi yang dapat dilakukan:
a. Meningkatkan kegiatan promosi
Dengan banyaknya produk pupuk baik pupuk organik dan anorganik
menunjukkan bahwa persaingan usaha pupuk ini cukup ketat. Selain terus
dibayang-bayangi oleh perusahaan yang skala usahanya lebih besar, agroindustri
pupuk organik SAA ini juga harus mengantisipasi adanya ancaman perubahan
selera konsumen yang memungkinkan terjadinya peralihan penggunaan produk
dari pupuk organik SAA ke produk pupuk lain yang diproduksi oleh perusahaan
berbeda. Oleh sebab itu, perlu adanya peningkatan kegiatan promosi untuk
menjaga loyalitas pengguna pupuk organik SAA dan juga meningkatkan jumlah
penjualan produk ini. Promosi memegang peranan yang fundamental terhadap
perusahaan karena sangat erat kaitannya dengan bagus tidaknya aliran informasi
dan komunikasi yang ada dalam perusahaan. Hal ini menunjang minat pembelian
produk secara kontinu bahkan bisa menarik bagi banyak orang untuk bekerja sama
menjadi distributor atau penjual pupuk organik SAA ini. Beberapa cara yang bisa
62

dilakukan diantaranya adalah dengan membuat brosur, pamflet, iklan di radio,
website di internet, penerapan demplot secara berkala di tiap titik daerah yang
petaninya belum atau daerah yang masih sedikit menggunakan produk ini.
b. Memanfaatkan teknologi untuk menjaga kualitas bahan baku dan produk.
Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi pupuk organik SAA ini
sangat peka terhadap kondisi cuaca karena dapat mempengaruhi kadar air yang
terkandung dalam bahan baku tersebut. Untuk menjaga kualitas bahan baku dan
produk tanpa mengenal cuaca hujan maupun panas, perlu pemanfaatan teknologi
berupa alat pengering yang terdapat pengaturan kadar airnya. Walaupun alat
tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit, tetapi alat tersebut bisa dijadikan
asset atau investasi perusahaan bagi perkembangan perusahaan dalam jangka
panjang yang bisa menghasilkan produk yang lebih berkualitas. J ika perusahaan
bisa menjaga kualitas kadar unsur hara yang terkandung di dalam produknya,
maka kepercayaan konsumen akan meningkat. Hal ini bisa meningkatkan daya
jual produk pupuk organik SAA ini.

5.9.5. Pemilihan Strategi
Dari identifikasi alternatif strategi yang telah disebutkan pada analisis
SWOT, dapat dilakukan pemilihan strategi yang merupakan tahap dalam
pengambilan keputusan yang bisa dijadikan prioritas bagi pihak agroindustri
pupuk organik SAA untuk mengembangkan usahanya. Adapun urutan prioritas
strategi yang bisa dijalankan adalah sebagai berikut:
1. Memperbaiki atau melengkapi struktur organisasi perusahaan
2. Mengatur (membukukan) pengelolaan keuangan perusahaan
3. Memperluas jaringan dan distribusi pemasaran produk
4. Meningkatkan kegiatan promosi
5. Menjaga hubungan kerjasama yang baik dengan pihak internal dan eksternal
perusahaan
6. Meningkatkan kuantitas produk dengan menambah kapasitas tempat produksi
7. Melakukan inovasi produk yang berkualitas untuk menghadapi persaingan
8. Memanfaatkan teknologi untuk menjaga kualitas bahan baku dan produk.

63

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Usaha pupuk organik SAA secara ekonomi layak untuk dikembangkan. Hal ini
ditunjukkan oleh total keuntungan yang diperoleh tiap proses produksi sebesar
Rp 197.239,48. R/C rasio dari usaha pupuk organik SAA ini lebih dari 1 yaitu
sebesar 1,39, nilai BEP sejumlah 7,12 sak (kemasan 25 kilogram) atau
Rp 89.047,46 dalam tiap kali proses produksi. Perusahaan harus bisa
menghasilkan atau menjual lebih dari nilai BEP tersebut agar tetap
memperoleh keuntungan. Angka ROI yang diperoleh sebesar 0,71 atau 71
persen, hasil ini menunjukkan bahwa setiap 1 satuan modal yang dikeluarkan
oleh perusahaan SAA akan mendapatkan pengembalian modal sebesar 0,71
atau sebesar 71 persen dari modal yang dikeluarkan tersebut. Nilai tambah
yang diperoleh perusahaan sebesar 71,6 persen atau sejumlah Rp 511,6 tiap
kilogram pupuk organik SAA.
2. Produk dan usaha pupuk organik SAA ini sudah baik tetapi masih perlu
pengembangan lebih lanjut. Hal ini didukung oleh data responden yaitu
sebanyak 53,3 persen menyatakan bahwa pupuk organik ini berkualitas baik,
73,3 persen menyatakan bahwa produk tersebut mempunyai harga yang mudah
dan sebanyak 46,7 persen menyatakan bahwa pelayanan dalam pembelian
maupun informasi dalam perusahaan ini tergolong baik, tetapi responden yang
menyatakan bahwa kegiatan promosi perusahaan masih kurang bagus sebanyak
53,3 persen.
3. Pada matrik IFAS, kekuatan terbesar dari usaha agroindustri pupuk organik
SAA adalah harga produk yang dipasarkan murah (terjangkau petani)
sedangkan kelemahan terbesarnya adalah struktur organisasi belum lengkap.
Pada matrik EFAS menunjukkan bahwa peluang terbesar bagi perkembangan
usaha agroindustri pupuk organik SAA ini adalah permintaan pasar yang
semakin bertambah, sedangkan ancaman terbesarnya adalah promosi yang
belum efektif.
63
64

4. Ada delapan alternatif strategi yang bisa digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi pengembangan usaha pupuk organik SAA ini berdasarkan
analisis SWOT. Tiga Prioritas Utama dari alternatif strategi tersebut yaitu
a. memperbaiki atau melengkapi struktur organisasi perusahaan; b. mengatur
(membukukan) pengelolaan keuangan perusahaan; c. memperluas jaringan dan
distribusi pemasaran produk.

6.2. Saran
Berikut ini beberapa saran yang bisa dijadikan pertimbangan dalam upaya
untuk mengembangkan usaha agroindustri pupuk organik SAA lebih lanjut:
1. Agroindustri pupuk organik SAA ini perlu memperluas wilayah pemasaran
produk dan meningkatkan skala usahanya agar tercapai visi dan misi
perusahaan.
2. Pengusaha agroindustri pupuk organik SAA perlu menambah tenaga kerja
terutama di bidang pemasaran maupun keuangan untuk melengkapi struktur
organisasi agar setiap orang pekerja bisa fokus terhadap tanggung jawab atau
tugasnya, sehingga didapatkan kinerja yang optimal untuk mendukung
pengembangan usaha ini.
3. Pihak perusahaan perlu menerapkan alternatif strategi pengembangan usaha
yang direkomendasikan berdasarkan analisis SWOT pada penelitian ini,
sehingga diharapkan dapat membantu pengembangan usaha agroindustri pupuk
organik SAA baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
4. Memanfaatkan perkembangan teknologi atau alat pengering otomatis yang bisa
ditentukan kadar airnya untuk mengatasi kendala perubahan cuaca yang
mempengaruhi kualitas bahan baku.
5. Menerapkan penggunaan teknologi internet sebagai sarana promosi agar bisa
dikenal oleh semua orang di berbagai wilayah.





65

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2009. Pertanian, Pengangguran, dan Kemiskinan. Badan
Statistik Indonesia. J akarta

David F.R. 2009. Manajemen Stategis, Konsep. Terjemahan: Penerbit Salemba
Empat. J akarta.

Dinas Pertanian. 2012. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun
2011 Tentang Tata Kelola Bahan Pupuk Organik. Departemen Pertanian.
J akarta.

Hasibuan, B. E.,2006. Ilmu Tanah. USU Perss. Medan.
Hidayat, Mokhamad Atikhul. 2009. Analisis Nilai Tambah dan Strategi
Pengembangan Agroindustri Pupuk Organik, Desa Dukuh, Kecamatan
Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Skripsi J urusan Sosial Ekonomi Pertanian.
Universitas Brawijaya.
Kotler, Philip dan Gary Armstrong. 1999. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Edisi
kedelapan. Penerbit. Erlangga. J akarta.
Musnamar, E. I., 2005. Pupuk Organik Padat: Pembuatan dan Aplikasi. Penebar
Swadaya. J akarta.
Nofidayanti, Eka. 2006. Analisis Strategi Pengembangan Agroindustri Rumah
Tangga Emping Rumput Teki. Skripsi Universitas Barawijaya. Malang.

Novizan, 2007. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. Agromedia Pustaka. J akarta.

Peter dan Olson, 1999. Consumer Behavior, Perilaku Konsumen dan Strategi
Pemasaran. Penerbit Erlangga. J akarta.
Prawiyanti. Ratna. 2007. Strategi Pengembangan Agroindustri Tapioka dalam
Skala Kecili. Universitas Skripsi J urusan Sosial Ekonomi Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang
Putri, Novia Fatma. 2011. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Tepung
Makanan Pendamping Asi Gasol Pada Gasol Pertanian Organik, Cianjur,
Jawa Barat. IPB: Bogor
Rahardi, F. et al. 1998. Agribisnis Tanaman Sayur. Penebar Swadaya: J akarta.
Ramanda, Helmi. 2011.Analisis Kelayakan Finansial Agroindustri Tempe (Studi
Kasus di Desa Mungkung Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk.
Skripsi J urusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Brawijaya.
Malang.
65
66

Rangkuti, Freddy. 2004. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis.
PT. Gramedia Pustaka Utama. J akarta.
Rianse, Usman dan Abdi. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi, Teori
dan Aplikasi. Penerbit Alfabeta. Bandung.
Saladin, Djaslim. 1996. Unsur-Unsur Inti Pemasaran dan Manajemen
Pemasaran. Penerbit Mandar Maju. Bandung.
Siagian, Sondang. 1998. Manajemen Stratejik. Penerbit Bumi Aksara. J akarta
Simatupang , P dan A. Purwoto. 1990. Pengembangan Agroindustri Sebagai
Penggerak Pembangunan Desa. Pusat penelitian sosial ekonomi pertanian,
Bogor.
Soekartawi, 1995. Analisis Usaha Tani. PT. Raja Grafindo Persada.J akarta.

Sudiyono, Ahmad. 2001. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah
Malang Press. Malang.

Sukirno, S. 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses Masalah dan Dasar
Kebijaksanaan. Fakultas Ekonomi UI Press. J akarta

Sutrisno, Edy. 2011. Populasi Ternak Sapi Sumenep Mencapai Ratusan Ribu
Ekor. http://www.sumenep.go.id. Diakses tanggal 18 Februari 2012

Swastha, 1984. Saluran Pemasaran. BPFE, Yogyakarta.
Tambunan et al, 1990. Pengembangan Agroindustri Dan Tenaga Kerja Pedesaan
Di Indonesia Dalam Diversivikasi Pertanian Dalam Proses Mempercepat
Laju Pembangunan Nasional. Pustaka sinar harapan. Indonesia.
Tjiptono, Fandy. 1997. Strategi pemasaran. Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Umar, Husein, 2003. Strategic Management In Action. PT. Gramedia Pustaka
Utama, J akarta.
Winardi. 1986. Pengantar Ilmu Pemasaran (Marketing). Penerbit Tarsito.
Bandung.
Yusa, Muhammad Reza. 2011. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Pada E-
Cofarm, Kampus IPB Darmaga-Bogor. IPB: Bogor.

You might also like