You are on page 1of 4

Permasalahan BKB Ketidakstabilan suhu tubuh.

Bayi prematur sulit mempertahankan suhu tubuh akibat sedikitnya jaringan lemak subkutan, produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai dan ketidakmampuan untuk menggigil, rasio luas permukaan tubuh terhadap berat badan yang besar sehingga cenderung kehilangan panas secara cepat. Pada pasien ini suhu tubuh tidak pernah hipotermia karena dirawat di inkubator dengan pemantauan suhu. Episode hipertermia terjadi pada pasien ini bisa diakibatkan karena infeksinya atau suhu inkubator terlalu tinggi. Pasien ini tidak diberikan parasetamol, pengelolaan hanya dengan mengatur suhu inkubator. 12,13 Anemia of prematurity: biasanya bersifat normositik normokromik ditandai dengan rendahnya kadar eritropoetin dalam darah bayi dengan kadar hemoglobin rendah. Mekanisme yang berperan adalah pendeknya umur eritrosit fetal, konsentrasi eritropoetin yang relatif rendah dan pertumbuhan yang cepat. Anemia pada bayi prematur merupakan anemia yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir terutama bayi dengan masa gestasi kurang dari 32 minggu. Semakin prematur, maka anemia semakin jelas. Anemia yang terjadi pada pasien ini jenis hemolitik & perdarahan akibat sepsis via proses trombositopenia. Preparat darah hapus pasien ditemukan adanya fragmentosit pada preparat darah hapus. Dugaan mekanisme hemolisis adalah imun (drug induced, reaksi transfusi) dan nonimun. Ibu dan penderita mempunyai golongan darah yang sama, sehingga bisa disingkirkan inkompatibilitas ABO.13 Imaturitas gastrointestinal: refleks menghisap dan menelan masih belum sempurna terutama sebelum 34 minggu, gerakan usus rendah menimbulkan distensi abdomen, volume lambung kecil, waktu pengosongan lambung lama, pencernaan dan absorbsi vitamin yang larut dalam lemak kurang baik, defisiensi enzim laktase, cadangan kalsium, fosfor, protein, vitamin A dan E, trace element dan besi masih sedikit sehingga mudah mengalami defisiensi; meningkatnya risiko enterokolitis nekrotikans.12 Pada kasus pemberian nutrisi sudah dilakukan dengan frekuensi sering, dan bertahap ditingkatkan. Tiga hari pertama pasien mendapat PASI susu formula bayi prematur, selanjutnya ASI, namun karena perburukan, diet ditunda dan diberikan TPN. TPN kasus ini tidak diberikan lipid karena berisiko memperberat kolestasis, dan tendensi perdarahan akibat trombositopenia dan bisa mengganggu koagulasi. Pemantauan berat badan pasien secara umum tidak turun > 10% dari berat badan lahir, namun beberapa hari sebelum meninggal terjadi hepatomegali (diduga hepatitis terkait sepsis dan ekstravasasi cairan intravaskular pada sepsis) sehingga pemantauan berat badan sesungguhnya tidak dapat dilakukan. Imaturitas hati: menyebabkan gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin serta adanya defisiensi vitamin K yang berperan dalam faktor pembekuan. Vitamin K sudah diberikan sesudah lahir.13-16 Pada kasus ini imaturitas hati menyebabkan hiperbilirubinemia indirek pada awalnya, namun berubah menjadi hiperbilirubinemia direk terkait kolestasis karena sepsis. Kolestasis ekstrahepatik akibat infeksi bakteri yang berakibat obstruksi bilier parsial yang mengalangi aliran empedu.

Terapi yang dianjurkan pada kasus kolestatik:19 a. Enteral feeding untuk meningkatkan aliran empedu b. Suplementasi glisin (asam amino nonesensial) untuk menghambat masuknya kalsium ke dalam sel Kupfer sehingga menurunkan TNF c. Asam ursodeoksikolat dengan mekanisme kerja: a. Mengubah pool asam empedu dengan cara: mengurangi asam empedu hidrofobik, neningkatkan asam empedu hidrofilik & menghambat absorbsi asam empedu di ileum b. Sitoprotektif terhadap hepatosit dan kolangiosit (stabilisasi membran plasma dan mitokondria, menginduksi jalur apoptosis) c. Aktivitas imunomodulator, mengurangi ekspresi MHC kelas 1 dan 2, mengoreksi defek aktivitas sel NK pada sirosis bilier primer, mengurangi kadar IgM serum, antibodi terhadap komponen piruvat dehidrogenase termasuk antibodi mitokondria, dan protektif terhadap kerusakan hati yang diperantarai Th-1 dengan hambat aktivitas pro-apoptosis & pro-inflamasi a. Efek koleretik dengan nenstimulasi eksresi asam empedu, meningkatkan regulasi chloride-bicarbonate anion exchanger-2 pada sirosis biliaris primer, dan

meningkatkan kalsium intrasel di kolangiosit sehingga aktivitas kanal klorida meningkat d. Donor Nitric Oxide (NO) sebagai hepatoprotektor e. N-asetil sistein: scavenger radikal bebas dan meningkatkan glutathione intrasel. Imaturitas ginjal: menyebabkan ketidakmampuan mengekskresi kelebihan solubel dalam urin dan kesulitan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga asidosis metabolik akibat akumulasi asam anorganik dan adanya gangguan eliminasi obatobatan bersifat toksik seperti aminoglikosida. Pada kasus ini gentamisin diberikan dengan dosis lazim dan kadar ureum, kreatinin masih dalam batas normal. Infus pada hari-hari pertama tidak diberikan elektrolit.12-14 Imaturitas imunologis: risiko infeksi tinggi akibat tidak banyak transfer imunoglobulin G maternal melalui plasenta selama trimester ketiga, produksi imunoglobulin masih sedikit serta kemampuan fagositosis dan respon inflamasi masih sangat rendah. Oleh karena itu risiko terjadinya infeksi terutama dalam darah (sepsis) tinggi pada bayi prematur.13 Penggunaan peralatan khusus seperti kateter dan endotracheal tube meningkatkan risiko terjadinya infeksi berat. Pada kasus ini nyata terjadi infeksi neonatus yang berkembang menjadi sepsis yang disebabkan kuman Pseudomonas aeruginosa. Imaturitas susunan saraf pusat: refleks menghisap dan menelan masih belum sempurna, motilitas usus rendah, apnea dan bradikardi berulang, mudah terjadi perdarahan intraventikuler akibat hiperkapnia dan hipertensi, serta regulasi perfusi serebral masih jelek menyebabkan terjadinya periventrikuler malasia dan lesi kistik otak akibat iskemia dan/atau infark.13,14 Pada pasien ini tak ditemukan apneu of prematurity.

Retinopathy of prematurity (ROP) merupakan gangguan pembentukan vaskularisasi retina akibat hambatan pertumbuhan yang normal dari pembuluh darah retina terutama pada bayi prematur. Vasokonstriksi dan obliterasi capillary bed diikuti proses neovaskularisasi yang meluas ke vitreus, edema retina, fibrosis dan traksi. Pada tahap lanjut menyebabkan kebutaan. Faktor risiko lain adalah pemberian oksigen konsentrasi tinggi, prematuritas ekstrim, apnea, hiperkapnea, perdarahan intraventrikuler, anemia.17 Pasien ini belum dikonsultasikan ke bagian mata untuk mendetesi adanya ROP. Masalah kardiovaskuler: duktus arteriosus persisten merupakan hal yang umum ditemui pada bayi prematur, hipotensi, hipertensi, bradikardi (dengan apnu), kelainan kongenital. Pasien ini belum ditemukan adanya PJB karena dari pemeriksaan fisik tak ditemukan bising jantung dan belum dilakukan ekhokardiografi. Kesulitan pernapasan karena defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke penyakit membran hialin, risiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya refleks batuk, refleks menghisap dan menelan, dinding dada lunak dan otot pembantu pernapasan masih lemah yang menyebabkan ventilasi kurang efisien dan sering terjadi pernapasan periodik dan apnea karena imaturitas pusat pernapasan di medula.12,13 Pemeriksaan maturitas paru janin tak dilakukan pada kasus ini (rasio lesitin sfingomielin dari air ketuban)18 HMD tidak didapat pada pasien ini, walaupun ibu tidak mendapat steroid antenatal. Diduga adanya stressor (infeksi yang menyertai KPD) meningkatkan produksi steroid endogen yang mempercepat pematangan paru janin. Problem pernapasan pasien ini diduga akibat neonatus pneumonia. Pengelolaan gangguan napas pada kasus ini dengan bubble CPAP di PBRT, namun saat perburukan pasien diintubasi dengan VTP 100%. Gangguan metabolisme: hipokalsemia, hipoglikemia dan hiperglikemia. Dari pemantauan pasien, dengan pengaturan Glucose Infusion Rate (GIR) & diet, tidak mengalami hiperglikemia. Problem metabolik yang ditemukan pada pasien adalah hipokalsemia. Faktor risiko yang menyebabkan hipokasemia adalah prematuritas, kecil masa kehamilan, mengalami kekurangan O2 selama persalinan, atau dari ibu diabetes mellitus. Efek hipokalsemia pada neonatus: kejang tanpa kehilangan kesadaran, spasme laring, sianosis & episode apnea, iritabilitas, sentakan-sentakan otot atau gejala nonspesifik yang secara klinis menyerupai sepsis: muntah, letargi, tidak mau makan (berlawanan dengan iritabilitas).20 Ca glukonas sudah diberikan maintenans pada bayi prematur 2 x 0,5 cc/kg dengan kalsium glukonas, walaupun panduan PONEK (Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif) menekankan dosis yang lebih tinggi, namun harus diimbangi dengan fosfor agar tak terjadi demineralisasi tulang. Pada pemantauan, kadar kalsium serum masih terus di bawah normal. Pada kasus ini bayi dilahirkan secara seksio sesaria saat umur kehamilan 32 minggu (perhitungan hari pertama haid terakhir pada ibu) dengan anestesi umum dari ibu dengan eklampsia dan sindroma HELLP. Kelahiran kurang bulan (32 minggu) sesuai dengan nilai 20 pada skor new Ballard dengan tanda yang menonjol berupa rawan telinga & rajah tangan belum sempurna, bentuk

papila mamae, dan genital di mana ruggae skrotum belum sempurna. Pada kurva Lubchenko, dengan berat bayi 1.700 g, dikategorikan sesuai masa kehamilan, sedangkan klasikasi berat bayi digolongkan BBLR (Bayi berat lahir rendah) dengan ketentuan berat badan lahir 1.500-2.500 g. Bayi ini lahir dengan skor apgar 3-4-5 yang dikategorikan asfiksia berat, dimana faktor risikonya berupa faktor janin, plasenta, dan faktor ibu. Faktor ibu dengan eklampsia dan sindroma HELLP diduga paling berperan pada kondisi awal bayi, karena timbul gangguan sirkulasi retroplasenter; namun pada kasus ini sulit dibuktikan mengingat tampilan makroskopis plasenta yang tidak dijumpai infark. KPD 24 jam diduga mencetuskan persalinan kurang bulan karena mulai timbulnya infeksi. Mekanisme infeksi sebagai pemicu persalinan prematur:8 1. Bakteri dengan produknya akan masuk ke sel dan merangsang monosit untuk mengeluarkan IL1 dan IL6 serta faktor nekrosis tumor (TNF). 2. Pengeluaran sitokin akan merangsang dikeluarkan sejumlah bahan baku asam arakidonat yang akan berlanjut dibentuknya prostaglandin E2 dan F2 . 3. Prostaglandin (PG) akan merangsang kontraksi otot uterus. 4. Dalam cairan amnion terjadi peningkatan platelet activating factor yang dapat mempercepat proses pembentukan PG sehingga kontraksi akan makin meningkat. Risiko persalinan prematur dengan ketuban pecah dini: 8 1. Janin sudah tak terlindung dari infeksi asendern 2. Jumlah air ketuban yang relatif sedikit dapat menimbulkan kompresi tali pusat serta menimbulkan gawat janin 3. Menunggu terlalu lama dengan ketuban makin sedikit mempunya risiko deformitas janin akibat kompresi langsung dinding uterus. Pada kasus ini indikasi pengakhiran kehamilan selain karena sindroma HELLP dan eklampsianya, juga karena KPD 24 jam yang menyebabkan dokter kandungan memutuskan untuk seksio sesaria, walaupun yang terbaik jika bayi dilahirkan pada umur kehamilan > 34 minggu.
8-10

MgSO4 yang

diberikan sebagai tokolitik bisa berakibat menimbulkan perdarahan intraventrikel janin, dan hipoglikemia.11 Sehingga pengobatan ini harus berhati-hati dan diberikan dalam jangka waktu tidak terlalu lama. Pasca pemberian MgSO4, sebagai obat hipertensi diberikan nifedipin.

You might also like