You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah di ketahui bahwa lingkungan jasmania mempunyai peran penting dalam pengembangan penyakit.

Para doktor kini juga telah belajar menyadari bahwa terkadang perlu memperhitungkan faktor-faktor sosial. Dengan memahami hal tersebut,dapat di kemukakan bahwa praktik layanan kesehatan bukan merupakan kegiatan individual atau kegiatan yang tampa budaya. Kegiatan perawatan senantiasa melibatkan orang lain. Misalnya saja ada berperan sebagai dokter, perawat, bidan, atau peran yang lainnya. Oleh karena itu, dalam memberikan layanan kesehatan membutuhkan pemahaman mengenai perilaku individu atau budaya masyarakat. Pengamatan bahwa epidemik kolera dikaitkan dengan kontaminasi air minum, mendahului identifikasi agen penyebab infeksi dan fakta bahwa para penambang sering berkontribusi dalam mengembangkan penyakit paru-paru tidak mungkin diabaikan didistrikdistrik pnambangan. Para dokter kini juga telah belajar menyadari bahwa terkadang perlu perhitungkan faktor-faktor sosial. Kasus narkoba sebagai salah satu contoh sesungguhnya tidak bisa dianalisis tanpa memperhatikan gaya hidup kalangan remaja itu sendiri. Dengan memahami hal tersebut, dapat dikemukakan bahwa praktik layanan kesehatan bukan merupakan kegiatan individual atau kegiatan yang hampa budaya. Kegiatan keperawatan senantiasa melibatkan orang lain. Misalnya saja ada yang berperan sebagai dokter, perawat, bidan atau peran lainnya. Oleh karenaitu, dalam memberikan layanan kesehatan membutuhkan pemahaman mengenai perilaku individu atau budaya masyarakat. Bagaimanapun juga, para tenaga medis harus dapat membagi perhatian pada masalahmasalah lain diluar pengatahuan medis sewaktu menghadapi pasien. Dalam konteks interaksi, seorang pasien menyampaikan keluhannya kepada tenaga medis. Namun demikian, secara umum mereka pada dasarnya kurang memahami batas yang jelas antara patologis organis, psikologis, dan patologis sosial, akan tetapi gangguan fisiklah yang mendorong mereka mencari pertolongan medis. Pada umumnya, jenis-jenis penyakit yang ditangani oleh dokter praktik umum maupun puskesmas tidak dapat dipisahkan dari masalah sosial dan emosional pasien itu sendiri. Dalam kaitan dengan masalah ini, Solita Sarwono (2004) mengatakan bahwa sosiologi kesehatan merupakan mata ajar yang penting, bukan hanya bagi mahasiswa kesehatan, melainkan bagi masyarakat yang lainnya. Namun demikian, apakah sosiologi dapat memberikan jawaban dan solusi atas masalah-masalah kesehatan ? Menurut Fauzi Muzaham,Dalam beberapa hal para tenaga kesehatan, mungkin akan kecewa dengan sosiologi karena mereka tidak memperoleh jawaban yang jelas dalam memecahkan persoalanpersoalan yang dihadapi dalam praktik. Namun, layanan kesehatan bukanlah praktik tenaga kesehatan yang berhadapan dengan benda mati tetapi berhadapan dengan manusia, menuntut adanya komunikasi yang manusiawi dan memposisikan pasien sebagai manusia secara utuh

aatu holistik. Dalam, konteks inilah, sosiologi diharapkan menjadi salah satu ilmu pendukung dalam proses peningkatan pelayanan kesehatan. B. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah sosiologi dalam kesehatan ini adalah untuk memahami arti penting sosiologi dalam dunia kesehatan. Karena sosiologi mempelajari dan memahami tentang hubungan antar manusia, dimana dalam sudut pandang kesehatan hubungan atau interaksi tersebut terjadi diantara tenaga medis dengan klien, antar tenaga medis, maupun tenaga kesehatan dengan masyarakat umum. C. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan sosiologi dalam kesehatan? 2. Bagaimanakah peran sosiologi dan sosiolog dalam praktik kesehatan? 3. Bagaimana pengertian kesehatan dan penyakit berdasarkan sudut pandang sosial? 4. Apa sajakah tujuan pelayanan perawatan kesehatan masyarakat? 5. Bagaimana hubungan pranata sosial dalam kesehatan? 6. Apa sajakah komitmen profesi keperawatan akan tanggung jawab dan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat.

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Sosiologi dalam Kesehatan Menurut Willson, sosiologi mengenai kesehatan adalah pengamatan dan analisis dengan mengambil jarak, yang terutama dimotivasi oleh suatu masalah soiologi, sedangkan sosiologi dalam kesehatan adalah penelitian dan pengajaran yang lebih bercirikan keintiman, terapan dan kebersamaan yang terutama didorong oleh adanya masalah kesehatan. Sosiologi kedokteran (medical sociology) merupakan cabang sosiologi yang memfokuskan pelestarian ilmu kedokteran dalam masyarakat modern. Subjek ini berkembang begitu pesat sejak tahun 1950-an hingga sekarang menjadi salah satu bidang spesialisasi terbesar dalam sosiologi. Perkembangan ini tidak bisa dipungkiri, hal ini diakibatkan oleh adanya kesadaran bahwa banyak isu yang terkandung dalam perawatan kesehatan modern yang pada dasarnya merupakan masalah sosial. Namun, hal ini juga mencerminkan adanya peningkatan minat terhadap pengobatan itu sendiri dalam aspek-aspek sosial dari kondisi sakit (illness), terutama berkaitan dengan psikiatri, pediatrik, praktik umum (atau penolongan keluarga) dan pengobatan komunitas. Menurut Solita Sarwono, sosiologi kedokteran mencakup studi tentang faktor-faktor sosial dalam etiologi (penyebab), prevalensi (angka kejadian), dan interpretasi (penafsiran) dari penyakit tentang profesi tenaga medis itu sendiri serta hubungan tenaga media dengan masyarakat pada umumnya. Sosiologi kesehatan membahas pula perilaku kesehatan, pengaruh norma sosial terhadap perilaku kesehatan, serta interaksi antar petugas kesehatan dengan masyarakat. Prinsip dasar disiplin sosiologi kesehatan adalah penerapan konsep dan metode disiplin sosiologi dalam mendeskripsikan, menganalisa, dan memecahkan masalah kesehatan. Dengan kata lain, sosiologi kesehatan merupakan penerapan ilmu sosial dalam mengkaji masalah kesehatan. Ruang lingkup kajian sosiologi terapan bergantung pada ruang lingkup objek kajian itu sendiri. Maka, sosiologi keperawatan merupakan ilmu sosiologi dalam mengkaji masalah layanan dan komunikasi keperawatan, begitu pula dengan bidang kajian kesehatan lainnya Sosiologi kesehatan dikatakan sebagai ilmu karena memang memiliki sifat-sifat keilmuan diantaranya: a. Bersifat empiris artinya sosiologi kesehatan mempelajari apa yang benar-benar terjadi di masyarakat dan apa yang dipelajari dapat dibuktikan dalam kehidupan sehari hari. b. Bersifat teoritis artinya sosiologi kesehatan menggunakan teori-teori dalam pembelajarannya dimana teori tersebut dikemukakan oleh para ahli yang berdasarkan pada apa yang tarjadi di masyarakat. c. Bersifai komulatif artinya ilmu sosiologi kesehatan yang sekarang dipelajari tidak lain adalah pengembangan dari ilmu sosiologi kesehatan yang teah ada sabelumnnya. Sehingga ilmu sosiologi kesehatan bersifat dinamis dalam artian dapat berubah sesuai dengan kondisi sosial yang terjadi saat ini. d. Tidak bersifat menilai artinya ilmu sosiologi kesehatan tidak dapat membenarkan dan menyalahkan tindakan atau perilaku individu/kelompok masyarakat karena tiap daerah memiliki norma tersendiri sehingga apa yang danggap salah di satu daerah bisa dianggap benar di daerah lain, begitu sebaliknya.

Perkembangan ilmu sosiologi kesehatan dimulai sejak manusia itu sadar bahwa kesehatan tidak hanya sebatas fisik, melainkan juga mental serta kondisi sosial seseorang. Maka dari itu muncullah apa yang disebut dengan Sociologi of Medicine yang kemudian berkembang menjadi Sociologi in Medicine. Kajian-kajian mengenai ilmu sosiologi kesehatan dapat berupa masalah-masalah yang dialami objek sosiologi, baik itu masyarakat, society ataupun komunitas. Agar dapat memahami dan menganalisa mesalah-masalah tersebut maka diperlukan berbagai pendekatan baik itu pendekatan emik yang hanya berdasarkan pada sudut pandang si pelaku ataupun menggunakan pendekatan etik yang berdasarkan pandangan serta pendapat dari pera ahli kemudian membandingkannya dengan kebudayaan dari daerah lain. B. Peran sosiologi dan sosiolog dalam praktik kesehatan Secara teori dapat dikemukakan beberapa peran umum sosiolog dalam pengembangan ilmu maupun pelayanan kesehatan masyarakat. 1. Sosiolog sebagai ahli riset Sebagai seorang ilmuwan, seorang sosiolog memiliki tanggung jawab untuk melakukan penelitian ilmiah, sosialisasi keilmuan, dan juga pembinaan pola pikir terhadap masyarakat. Sehubungan dengan masalah ini, peran sebagai ahli riset seorang sosiolog berkewajiban untuk mencari, mengumpulkan, menganalisis, dan menyimpulkan fakta sosial dari data-data yang ada sehingga muncul pengetahuan sosiologi yang bermanfaat bagi kelanjutan proses pemahaman sosiologi serta rekayasa atau analisis sosial. Dalam peran sebagai ahli riset ini, sosiolog juga berkewajiban untuk meluruskan berbagai pendapat masyarakat awam atau kalangan tertentu yang lebih disebabkan karena salah informasi atau takhayul yang dapat menghancurkan pola pikiran manusia. Misalnya mengenai pengaruh gerhana bulan terhadap kesehatan anak yang dikandung. Hal yang tidak kalah penting lagi, sosiolog pun dapat menunjukan peran untuk memberikan ramalan-ramalan sosiologinya terhadap data statistik atau tren perubahan sosial sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan publik. 2. Sosiolog sebagai konsultan kebijakan Sosiolog memiliki kemampuan untuk menganalisis faktor sosial, dinamika sosial dan kecenderungan proses, serta perubahan sosial. Dalam skala jangka panjang, sosiologi memiliki kemampuan untuk meramalkan pengaruh dari sebuah kebijakan terhadap kehidupan sosial. Trend perkembangan sosial-sebagaimana telah ditunjukkan dalam statistik sosial-dapat menganalisis ramalan-ramalan sosial yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Oleh karena itu, dalam hal ini sosiolog dapat menunjukkan perannya bukan hanya sebagai ahli riset melainkan menjadi seorang konsultan kebijakan. 3. Sosiolog sebagai teknisi

Seorang sosiolog dapat terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan masyarakat untuk memberi saran-saran dalam masalah moral, hubungan masyarakat, hubungan antar karyawan, hubungan antarkelompok dalam suatu organisasi, dan penyelesaian berbagai masalah mengenai hubungan antarmanusia. Para sosiolog sering mengambil keahlian khusus dalam bidang psikologi sosial, sosiologi industri, sosiologi pedesaan, sosiologi perkotaan, atau sosiologi organisasi yang majemuk. Salah satu di antara peran teknisi yang dapat ditunjukkan yaitu mulai munculnya sosiologi klinis. Istilah ini sesungguhnya merupakan penyebutan terhadap kebiasaan sosiolog masa lalu dalam melakukan kajian terhadap masalah kesehatan. Namun, pada masa sekarang sosiologi klinis lebih cenderung menunjukkan peran dirinya pada sosiologi terapan dalam menganalisis masalah kesehatan. 4. Membantu dan meningkatkan peran sebagai guru/pendidik kesehatan Dengan mempelajari sosiologi, seorang tenaga kesehatan dapat memahami sifat, karakter, atau norma masyarakat yang berlaku. Sehingga pada akhirnya program promosi kesehatan atau agenda pembangunan kesehatan pada suatu masyarakat akan dapat berjalan dengan efektif. Kealpaan kita dalam memahami karakter atau nilai dan norma masyarakat dapat menyebabkan resistensi dari masyarakat terhadap program pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, sosiolosi dapat memberikan kontribusi wawasan dan pemahaman terhadap tenaga kesehatan atau para pengambil kebijakan dalam bidang kesehatan. Adapun manfaat mempelajari sosiologi bagi kesehatan adalah sebagai berikut, 1. Mempelajari cara orang meminta pertolongan medis (help-seeking) 2. Memberikan analisis mengenai hubungan tenaga medis dan klien 3. Mengetahui latar belakang sosial-ekonomi masyarakat dalam pemanfaatan layanan kesehatan 4. Menganalisis faktor-faktor sosial dalam hubungannya dengan etiologi penyakit, 5. Analisis sosiologis mengenai masalah sosial mengenai sakit, cacat fisik, dan sejenisnya yang merupakan fakta sosial. Dalam menganalisis situasi kesehatan, sosiologi kesehatan bermanfaat untuk mempelajari cara orang mencari pertolongan medis. Selain itu, perhatian sosiologi terhadap perilaku sakit umumnya dipusatkan pada pemahaman penduduk mengenai gejala penyakit serta tindakan yang dianggap tepat menurut tata nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.Manfaat sosiologi kesehatan yang lain adalah menganalisis faktor-faktor sosial dalam hubungannya dengan etiologi penyakit. Aspek lain yang menjadikan sosiologi bermanfaat bagi praktik medis bahwa sakait dan cacat fisik selain sebagai fakta sosial juga sebagai fakta medis. Sosiologi kesehatan juga memberikan analisis tentang hubungan tenaga medis dan klien. Dalam pengembangan sosiologi kesehatan ini, seorang tenaga medis dapat mengembangkan sikap verstehen yaitu kemampuan untuk menyelami apa yang dirasakan oleh pasien atau masyarakat itu sendiri. Untuk kemudian, setelah memahami apa yang dialami oleh pasien, baru pada tahap selanjutnya dianalisis berdasarkan ilmu kesehatan yang sudah dimilikinya.

Dengan demikian, penerapan ilmu sosiologi kesehatan dapat disebut sebagai satu upaya membangun pendekatan terpadu antara etik dan emik, sehingga layanan kesehatan lebih bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya. Menurut Fauzi Muzaham, tujuan penerapan sosiologi dalam bidang kedokteran dan kesehatan antara lain untuk menambah kemampuan para dokter dalam melakukan penilaian klinis secara lebih rasional, menambah kemampuan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dialami dalam prarktik, mampu memahami dan menghargai perilaku pasien, kolega serta organisasi, dan menambah kemampuan dan keyakinan dokter dalam menangani kebituhan sosial dan emosional pasien, sebaik kemampuan yang mereka miliki dan menangani gangguan penyakit yang diderita pasien. Dalam sosologi kesehatan dikenal beberapa istilah yang menunjukan sumbangan atau peran sosiologi pada bidang kesehatan yaitu : 1. Sosiology in medicine Sosiologi yang bekerjasama secara langsung dengan dokter dan staf kesehatan lainnya di dlam mempelajari faktor sosial yang relevan dengan terjadinya gangguan kesehatan ataupun sosiolog berusaha berhubungan langsung dengan perawatan pasien atau untuk memecahkan masalah kesehatan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena sosial dapat menjadi faktor penentu atau mempengaruhi kesehatan mereka ataupun tingkah laku lain saat sedang sakit maupun setelah sakit. 2. Sosiology of medicine Berhubungan dengan organisasi, nilai, kepercayaan terhadap praktek kedokteran sebagai bentuk dari perilaku manusia yang berada dalam lingkup pelayanan kesehatan, sumber daya manusia untuk membangun kesehatan dan pelatihan bagi petugas kesehatan. 3. Sosiology for medicine Berhubungan dengan strategi metodologi yang dikembangkan sosiologi untuk kepentingan bidang pelayanan kesehatan. Misalnya teknik skala pengukuran Thurstone, Likert, Guttman yang membantu mengenali atau mengukur skala sikap. Peran ini juga meliputi prosedur sistematis multivariate serta analisis faktor dan analisis jaringan yang biasa digunakan para sosiolog dalam mengumpulkan data atau menjelaskan hasil penelitian. 4. Sosiology from medicine Menganalisis lingkungan kedokteran dari perspektif social. Misalnya, bagaimana pola pendidikan, perilaku, gaya hidup, para dokter, atau sosialisasi mahasiswa kedokteran selama mengikuti pendidikan kesehatan. 5. Sosiology at medicine Merupakan bagian yang lebih banyak mengamati orientasi politik dan ideologi yang berhubungan dengan kesehatan. Misalnya bagaimana suatu struktur pengobtan cara barat akan

mempengaruhi perubahan perubahan pola pengobatan sekaligus merubah pola interaksi masyarakat. 6. Sociology around medicine Menunjukkan bagaimana sosiologi menjadi bagian atau berinteraksi dengan ilmu lain seperti anthropoligi, ekonomi, etnologi, filosofi hukum maupun bahasa. Arti penting penerapan sosiologi dalam bidang keperawatan Asuhan keperawtan adalah faktor penting dalam survival klien dan dalam aspek-aspek pemelihatraan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatna telah mengidentifikasi proses pemecahan masalah sebagai berikut. 1. Data dasar pasien, meliputi pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara, pengumpulan riwayat kesehatan, pengkajian fisik pemeriksaan laboratorium diagnostik, serta tinjauan catatn sebelumnya 2. Prioritas diagnosis keperawatan, untuk memudahkan pengurutan diagnosis keperawatan sebagai pedoman rencana keperawatan. 3. Pemulangan klien sesuai dengan kondisi kesehatan yang diharapkan. Perawat sebagai anggota tim kesehatan menggunakan diagnosis keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan. Diagnosis keperawatan dikelompokkan berdasarkan tingkatan kebutuhan dasar menusia yang merupakan perpaduan beberapa teori, etrutama hierarki kebutuhan Maslow dan filosofi perawatan dini. Selain itu, perawat juga memerlukan ilmu pengetahuan keahlian di bidang lain dalam menerapkan asuhan keperawatan, misalnya kedokteran, farmasi, gizi, kesehatan lingkungan, dan ipoleksosbud. Kajian awal terhadap hubungan dokter-pasien dalam sosiologi dipelopori Henderson. Di antara berbagai tema sosiologi yang dikajinya kita jumpai tema konsep sistem dan sistem sosial serta tema sosiologi medis. Pemikiran Henderson kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Talcott Parsons, antara lain dalam tulisannya mengenai praktik medis modern. Salah satu tulisan Parsons yang sangat berpengaruh dalam sosiologi kesehatan dimuatnya dalam buku The Social System. Baginya praktik medis merupakan mekanisme dalam sistem sosial untuk menanggulangi penyakit para anggota masyarakat. Salah satu sumbangan pikiran penting Parsons bagi sosiologi ialah lima pasangan variabel yang dinamakannya variabel pola. Parsons membahas pula peran sakit. Baginya sakit merupakan suatu peran sosial, dan seseorang yang sakit mempunyai sejumlah hak maupun kewajiban sosial. Menurut Parsons situasi seorang pasien ditandai oleh keadaan ketidakberdayaan dan keperluan untuk ditolong, ketiadaan kompetensi teknis, dan keterlibatan emosional. Menurut Parsons peran dokter terpusat pada tanggung jawabnya terhadap kesejahteraan pasien, yaitu mendorong penyembuhan penyakitnya dalam batas kemampuannya. Untuk melaksanakan tanggung jawabnya ini dokter diharapkan untuk menguasai dan dan menggunakan kompetensi teknis tinggi dalam ilmu kedokteran dan teknik-teknik yang didasarkan kepadanya. Untuk kepentingan penyembuhan pasien, tidak jarang hubungan dokter-pasien melibatkan hal yang bersifat sangat pribadi. Di samping kontak fisik dengan pasien dokter pun dapat menanyakan hal sangat pribadi yang biasanya tidak diungkapkan kepada orang lain. Sumber ketegangan lain yang dikemukakan Parsons ialah adanya ketergantungan emosional pada dokter.

Pendekatan Teoritis dan Kajian Empiris Menurut pendekatan interaksionisme simbolik baik dokter maupun pasien mempunyai gambaran mereka sendiri mengenai kenyataan sosial, yang mempengaruhi interaksi di antara mereka. Kajian interaksionisme simbolik terhadap hubungan dokter-pasien menekankan pada kesenjangan dalam harapan dan kemungkinan terjadinya konflik. Pandangan Parsons mengenai peran sakit telah memperoleh tanggapan sejumlah ahli sosiologi. Empat hal yang dipermasalahkan oleh para ahli sosiologi ialah tipe penyakit, keanekaragaman dalam tanggapan individu dan kelompok, hubungan petugas kesehatan dengan pasien, dan orientasi kelas menengah. Sejalan dengan perjalanan waktu mulai berkembang pekerjaan yang berhubungan dengan bantuan kepada dokter dalam pelaksanaan tugasnya. Pekerjaan petugas kesehatan non-dokter ini dalam literatur sering disebut sebagai paraprofesi. Ciri utama yang membedakan status profesi dengan pekerjaan ialah ada-tidaknya otonomi. Oleh karena petugas kesehatan non-dokter tidak memiliki otonomi profesional melainkan didominasi dan dikendalikan oleh dokter maka pekerjaan mereka digolongkan ke dalam okupasi, bukan profesi. Perbedaan lain antara kelompok para profesi dengan profesi dokter ialah bahwa pekerja kesehatan non-dokter lebih responsif terhadap pasien dan lebih berorientasi pada mereka daripada para dokter. Perawat merupakan para profesi yang paling dikenal. Sejarah pekerjaan perawat dapat dibagi dalam dua periode: zaman sebelum dan sesudah Florence Nightingale. Sebelum Florence Nightingale perawat dianggap sebagai pengganti ibu. Setelah itu, Florence Nightingale mengubah citra perawat dari pengganti ibu menjadi perawat profesional. C. KESEHATAN DAN PENYAKIT DARI SUDUT PANDANG SOSIAL 1. Pengertian dan Konsep Penyakit Dalam sosiologi kesehatan dikenal perbedaan antara konsep disease dan illness. Bagi Conrad dan Kern disease merupakan gejala biofisiologi yang mempengaruhi tubuh. Menurut Field disease (penyakit) adalah konsep medis mengenai keadaan tubuh tidak normal yang menurut para ahli dapat diketahui dari tanda dan simtom tertentu. Sarwono merumuskan disease sebagai gangguan fungsi fisiologis organisme sebagai akibat infeksi atau tekanan lingkungan, baginya disease bersifat objektif. Bagi Conrad dan Kern, illness adalah gejala sosial yang menyertai atau mengelilingi disease. Bagi Field illness adalah perasaan pribadi seseorang yang merasa kesehatannya terganggu. Sarwono merumuskan illness sebagai penilaian individu terhadap pengalaman menderita penyakit; baginya maupun bagi Field illness bersifat subjektif. Muzaham menerjemahkan istilah disease menjadi penyakit, dan illness menjadi keadaansakit, sedangkan Sarwono pun menerjemahkan istilah disease menjadi penyakit, tetapi menerjemahkan istilah illness menjadi sakit. Dalam setiap masyarakat dijumpai suatu sistem medis. Menurut definisi Foster, sistem medis mencakup semua kepercayaan tentang usaha meningkatkan kesehatan dan tindakan serta pengetahuan ilmiah maupun keterampilan anggota kelompok yang mendukung sistem tersebut. Foster mengidentifikasikan pula beberapa unsur universal dalam berbagai sistem medis tersebut. Penyakit merupakan suatu produk budaya. Menurut Geest dalam masyarakat berbeda penyakit dinyatakan secara berbeda, dijelaskan secara berbeda, dan dikonstruksikan secara berbeda pula. Kontruksi Sosial Mengenai Penyakit

Sejumlah pengamat masalah kesehatan mengemukakan bahwa penyakit merupakan konstruksi sosial. Contoh mengenai penyakit sebagai konstruksi sosial ini antara lain disajikan oleh Conrad dan Kern, yang membahas konstruksi sosial perempuan sebagai makhluk lemah dan tidak rasional yang terkungkung oleh faktor khas keperempuanan seperti organ reproduktif dan keadaan jiwa mereka, dan kecenderungan untuk mengkonstruksikan sindrom pramenstruasi dan menopause sebagai gangguan kesehatan yang memerlukan terapi khusus. Contoh berikut disajikan oleh Diederiks, Joosten dan Vlaskamp, yang mengkhususkan pembahasan mereka pada konstruksi sosial cacat fisik dan mental. Contoh lain disajikan oleh Brumberg, yang membahas Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi dsi atas, kerjakanlah latihan berikut! konstruksi sosial gejala anorexia nervosa di kalangan perempuan Barat. Contoh terakhir bersumber pada tulisan Nijhof, yang didasarkan pada otobiografi pengidap penyakit kronis. 2. Kesehatan dan Faktor Sosial Hubungan Kesehatan dengan Kelas Sosial, Gaya Hidup, dan Jenis Kelamin Penyakit tidak terdistribusi secara merata di kalangan penduduk. Masalah kelompok mana yang menderita penyakit apa merupakan bidang kajian yang dinamakan epidemiologi. Data dari berbagai negara memaparkan adanya hubungan antara kesehatan dan kelas sosial. Perbedaan mortalitas antarkelas disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penyakit jantung isemia, kanker paru-paru, penyakit serebrovaskular, bronkitis, kecelakaan kendaraan bermotor, pneumonia dan bunuh diri. Meskipun antara dua negara bagian AS yang bertetangga, Utah dan Nevada, tidak dijumpai banyak perbedaan di bidang pendapatan per kapita, persentase penduduk yang tinggal di perkotaan, jumlah dokter per 100.000 penduduk, rata-rata tingkat pendidikan formal penduduk, struktur usia penduduk, komposisi ras, perbandingan laki-laki dan perempuan serta lingkungan fisik, namun antara keduanya dijumpai perbedaan mencolok di berbagai bidang kesehatan. Penjelasannya dicari pada perbedaan gaya hidup penduduk kedua negara bagian tersebut. Dari kasus ini disimpulkan bahwa tersedianya sarana kesehatan dan tingginya penghasilan tidak dengan sendirinya menjamin kesehatan masyarakat. Ketidaksamaan distribusi morbiditas dan mortalitas kita jumpai pula antara laki-laki dan perempuan. Salah satu faktor sosial yang terkait dengan perbedaan mortalitas laki-laki dan perempuan perbedaan perilaku, antara lain disebabkan perbedaan sosialisasi peran. Merokok yang mengakibatkan kerentanan terhadap berbagai penyakit tertentu merupakan kebiasaan yang dalam banyak masyarakat lebih banyak dilakukan oleh kaum laki-laki daripada oleh kaum perempuan. Hal yang sama berlaku bagi konsumsi minuman keras. Faktor sosial lain yang menyebabkan perbedaan mortalitas laki-laki dan perempuan ialah kenyataan bahwa laki-laki lebih sering melibatkan diri dalam berbagai kegiatan yang berbahaya. Temuan menarik lain ialah adanya perbedaan mortalitas laki-laki dan perempuan dalam angka bunuh diri. Dalam kasus tertentu faktor sosial justru mengakibatkan mortalitas lebih tinggi di kalangan perempuan.

Hubungan Kesehatan dengan Usaha dan Etnisitas Masalah kesehatan penduduk meningkat sejalan dengan meningkatnya usia. Orang usia lanjut biasanya menderita penyakit degeneratif dan penyakit kronis. Mereka mempunyai angka morbiditas tertinggi sehingga tuntutan akan pelayanan kesehatan meningkat pula. Mereka semakin sulit mandiri dan semakin tergantung pada orang lain. Berbagai gangguan kesehatan tidak teratasi karena faktor sosial, seperti ketidaktahuan dan faktor ekonomi. Faktor sosial yang terkait dengan usia lanjut ialah ageism, suatu sistem diskriminasi yang mengandung stereotip yang menggambarkan orang usia lanjut sebagai orang yang sakit, miskin dan kesepian. Data dari berbagai masyarakat sering menunjukkan bahwa etnisitas atau ras warga terkait dengan keadaan kesehatan mereka. Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan kesehatan antara kelompok mayoritas etnik dan ras dengan kelompok minoritas ialah kelas sosial. Faktor sosial yang diduga merupakan penyebab utama masalah kematian ialah kemiskinan yang gawat, dan kelangkaan akses ke pelayanan kesehatan dasar. Upaya yang disarankan ialah pengalihan upaya pencegahan maupun pengobatan dari rumah sakit, klinik, dan ruang gawat darurat ke pelayanan langsung ke komunitas berisiko paling tinggi, dan kampanye pendidikan intensif. Temuan lain yang menyangkut perbedaan distribusi penyakit antar-ras ialah hubungan bahwa jumlah pemuda Kulit Putih yang dinyatakan tidak memenuhi syarat mengikuti wajib militer karena alasan medis selalu lebih banyak daripada jumlah pemuda Kulit Hitam. Perbedaan ini diduga disebabkan karena orang Kulit Putih lebih mudah menjalankan peran sakit daripada orang Kulit Hitam. Data mengenai keadaan kesehatan kelompok-kelompok minoritas etnik yang menetap di Inggris menunjukkan lebih tingginya prevalensi morbiditas dan mortalitas tertentu di kalangan kelompok etnis tertentu daripada di kalangan penduduk setempat. Perbedaan sistem medis antara kaum migran dan penduduk setempat pun merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab perbedaan kesehatan. Kesehatan dan Lingkungan Sosial Gangguan kesehatan dapat datang dari lingkungan sosial. Manusia sering hidup dalam lingkungan sosial yang membuat mereka marah, frustrasi atau cemas, dan perasaan-perasaan demikian dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan. House, Landis dan Umberson mengemukakan hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara hubungan sosial dan kesehatan. Antara lain dikemukakan pada arti penting social support bagi kesehatan. Ancaman lingkungan terhadap kesehatan ditanggapi warga masyarakat dengan berbagai ragam reaksi. Ada yang bermigrasi ke kawasan lain. Ada pula warga masyarakat yang berupaya menanggulanginya. Kesadaran ataupun kecurigaan warga masyarakat bahwa lingkungan fisik mereka menyebabkan penyakit kemudian sering diikuti dengan berbagai bentuk tindakan terhadap mereka yang dianggap bertanggung jawab. D. Tujuan Pelayanan Perawatan Kesehatan Masyarakat a. Menunjang peningkatan fungsi puskesmas sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat, pusat pembinaan peran serta masyankat dan sebagai pusat pelayanan kesehatan dalam mewujudkan kwalitas hidup yang lebih baik. Kwalitas hidup yang lebih baik ini ditandai, antara lain dengan: Semakin menurunnya angka kematian bayi, anak balita dan ibu bersalin Semakin diterimanya norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS) olehmasyarakat. Terwujudnya masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam keluarga dan lingkungannya.

b. Membantu masyarakat mengenal sedini mungkin masalah kesehatan dan dapat menemukan serta menetapkan upaya penanggulangannya yang pada akhirnya masyarakat mampu mandiri dalam mengatasi masalah kesehatannya. c. Membantu dan mendorong masyarakat berperan serta dalam upaya meningkatkan derajat kesehatannya. E. Pranata Sosial dalam Bidang Kesehatan Secara umum yang dimaksud dengan pranata social atau lembaga social dapat dimaknai sebagai lembaga, organisasi, asosiasi atau kelompok social. Dalam kehidupan masyarakat banyak ditemukan pranata social-pranata social yang membantu pelaksanaan terwujudnya kebutuhan masyarakat. Misalnya pranata pendidikan (sekolah, perguruan tinggi,madrasah, akademi), pranata ekonomi(perseroan terbatas, koperasi, KUD), pranata kesehatan(rumah sakit, poliklinik, puskesmas), dan lainnya. Menurut Talcott Parsons, fungsi adalah kebermaknaan suatu subsistem dlam system social yang lainnya. Dia menjelaskan ada dua fungsi, yaitu fungsi manifest dan fungsi laten. Fungsi manifest yaitu fungsi yang diinginkan ole suatu kebijakan, organisasi, program, institusi, atau asosiasi. Misalnya sekolah memiliki fungsi untuk meningkatkan pengetahuan. Fungsi laten yakni fungsi yang tidak diinginkan oleh suatu kebijakan, organisasi, program, institusi, atau asosiasi. Misalnya sekolah ternyata malah berfungsi sebagai lembaga melahirkan orang menjadi malas bekerja dan lambat dewasa. Dalam kaitan dengan masalah ini, fungsi pranata kesehatan dalam satu sisi membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan kesehatan masyarakat. Secara kedinasan, pranata kesehatan (mulai dari dinas kesehatan sampai Posyandu) memosisikan diri sebagai pusat layanan kesehatan, sehingga ada peningkatan kualitas atau derajat kesehatan masyarakat. Fungsi seperti ini merupakan contoh dari fungsi manifest dari pranata kesehatan. Pada sisi lain, lahirnya pranata kesehatan pun dijadikan sebagai salah satu lapangan usaha atau profesi bagi seseorang. Sedangkan fungsi laten dari pranata kesehatan adalah menciptakan manusia menjadi orang yang tidak mandiri dan kurang mampu menjaga serta merawat tubuhnya sendiri. Pada masyarakat modern, gejala ini sudah tampak dengan cirri terlampau mudahnya manusia menyandarkan diri pada obat, sehingga menyebabkan kecanduan obat kimiawi. Perilaku yang terakhir ini merupakan efek dari fungsi pranata kesehatan di masyarakat. Fungsi laten lainnya, yaitu meningkatkan status social sesorang di masyarakat. Sebagai sebuah profesi yang memiliki keahlian (expert) yang khusus, jabatan sebagai tenaga kesehatan merupakan prestasi social yang di hormati di masyarakat. Bahkan, tidak jarang banyak orang menjadikan profesi ini sebagai sati incaran dalam meningkatkan derajat ekonomi atau status sosialnya. F. Komitmen Profesi Keperawatan akan Tanggung Jawab dan Kepercayaan yang Diberikan oleh Masyarakat. 1. seorang perawat tidak membeda-bedakan klien. Prinsip tersebut merupakan prinsip perawatan untuk memberikan pelayanan kesehatan tanpa melakukan diskriminasi. Hal ini sesuai dengan prinsip menghargai individu sebagaimana adanya tanpa membedakan agama, suku, ras, bangsa, dan sebagainya dan bersikap adil bagi semua pasien yang menjadi tangging jawabnya. Dalam memberikan pelayanan perawat tidak diskriminatif, melainkan memberikan bantuan secara adil

sesuai dengan keperlkuan pasien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimum. Dalam konteks ini prinsip keadilan diterapkan, yaitu tidak membeda-bedakan pasien dan memastikan pasien mendapatkan apa yang seharusnya didapatkan. 2. mendapatkan persetujuan melakukan tindakan. Prinsip tersebut merupakan prinsip perawat saat akan melakukan suatu tindakan. Sebelum melakukan tindakan, maka perawat memberitahukan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien. Hal ini sesuai dengan prinsip menghargai pasien sebagai orang yang bermartabat dan mampu untuk menentukan apa yang terbaik bagi dirinya sndiri. Pemberian kebebasan untuk memilih tindakan yang akan dilakukan ini merupakan prinsip moral dari otonomi dan kewajiban untuk menghormati individu sebagai pribadi yang mandiridalam pengambilan keputusan karena prinsip ini merupakan prinsip yang utama dalm etika. Kebebasan merupakan tanda dan ungkapan martabat manusia. Dengan kebebasan yang dimiliki, manusia merupakan makhluk mandiri yang dapat menentukan dan mengambil sikapnya sendiri. 3. mengakui otonomi pasien. Oleh karena itu, seorang perawat perlu mengedepanklan pengakuan Bahwa pasian/ keluarga berhak menolak tindakan dengan menandatangani pernyataan penolakan tindakan. Hal ini sesuai dengan prinsip menghormati pribadi yang mempunyai otonomi. Sebagai individu, disamping bebas menentukan atau memilih tindakan yang dialakukan, maka pasien dan keluarga berhak pula menolak suatu tindakan yang akan dilakukan padanya, maka tidak boleh memaksakan suatu tindakan kepada oranmg lain. Karena memaksakan sesuatu kepada orang lain berarti mangabaikan martabatnya sebagai manusia yang sanggup untuk mengambil sikapnya sendiri. Pada dasarnya hal ini merupakan pelaksanaan prinsip otonomi yang dalam bentuk nyatanya adalah pemberian informed consent. Pada pelaksaan infformed consent ini maka perawat memberi penjelasan dengan lengkap dengan cara dan bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien. Informasi yang diberikan sematamata agar pasien atau keluarga mengerti tentang prosedur dari suatu tindakan, mampu mencerna dengan baik informasi yang diberikan, dan akhirnya mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan yang mereka inginkan. 4. mendahulukan tindakan sesuai prioritas masalah. Prinsip ini merupakan cara berpikir yang kritis untuk memeutuskan tindakan yang penting, terutama yang mengancam jiwa, memerlukan penanganan segera untuk menyelamatkan pasien. Dengan cara berpikir yang demikian, maka perawat dapat menyusun prioritas tindakan sesuai dengan prioritas masalah. Dengan mendahulukan tindakan sesuai dengan prioritas masalah, tentunya perawat juga mempertimbangkan tindakan yang terbaik bagi pasien yang dirawatnya dengan memperhitungkan keuntungan bagi pasien. Prinsip melakukan tindakan sesuai dengan prioritas masalah ini juga menekankan untuk bersikap adil terhadap pasien dengan tidak membedakan pasien berdasarkan status yang menyertainya, tetapi berdasarkan prioritas kebutuhan dari pasien. Dengan melakukan prioritas tindakan dengan tepat maka dapat pula terdeteksi adanya suatu masalah lebih dini sehingga dapat mencegah terjadinya kondisi yang lebih buruk atau mencegah terjadinya hal yang membahayakan. 5. Melakukan tindakan untuk kebaikan, menghindari hal yang membahayakan. Prinsip ini merupakan pemahaman yang menyokong dalam tindakan keperawatan, karena area layanan keperawatan adalah manusia dengan kondisi yang memerlukan bantuan atau dalam kondisi yang menderita.

Terkandung dalam prinsip ini adalah menghindari kemungkinan kehilangan atau kerusakan, melakukan tindakan yang diperlukan untuk menghindari kerugian, melakukan tindakan dengan kemungkinan tinggi mampu menmghindari kerusakan, tindakan yang dilakukan tidak akan menimbulkan resiko, keuntungan yang didapat dari tindakan harus lebih besar dari pada kerugian atau biaya yang digunakan.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Sosiologi dalam kesehatan merupakan penelitian dan pengajaran yang lebih bercirikan kedekatan, terapan dan kebersamaan yang terutama didorong oleh adanya masalah kesehatan. Sosiologi kesehatan membahas pula perilaku kesehatan, pengaruh norma sosial terhadap perilaku kesehatan, serta interaksi antar petugas kesehatan dengan masyarakat. 2. Peran umum sosiolog dalam pengembangan ilmu maupun pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu Sosiolog sebagai ahli riset, Sosiolog sebagai konsultan kebijakan, Sosiolog sebagai teknisi, Membantu dan meningkatkan peran sebagai guru/pendidik kesehatan 3. Dalam sosiologi kesehatan dikenal perbedaan antara konsep disease dan illness. Disease merupakan gejala biofisiologi yang mempengaruhi tubuh dan merupakan konsep medis mengenai keadaan tubuh tidak normal yang illness adalah gejala sosial yang menyertai atau mengelilingi disease. Bagi Field illness adalah perasaan pribadi seseorang yang merasa kesehatannya terganggu. Illness sebagai penilaian individu terhadap pengalaman menderita penyakit dan bersifat subjektif. Sedangkan Penyakit merupakan suatu produk budaya. Menurut Geest dalam masyarakat berbeda penyakit dinyatakan secara berbeda, dijelaskan secara berbeda, dan dikonstruksikan secara berbeda pula. 4. Tujuan Pelayanan Perawatan Kesehatan Masyarakat Menunjang peningkatan fungsi puskesmas sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat, Membantu masyarakat mengenal sedini mungkin masalah kesehatan dan dapat menemukan serta menetapkan upaya penanggulangannya yang pada akhirnya masyarakat mampu mandiri dalam mengatasi masalah kesehatannya. Membantu dan mendorong masyarakat berperan serta dalam upaya meningkatkan derajat kesehatannya. 5. fungsi pranata kesehatan dalam satu sisi membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan kesehatan masyarakat. Fungsi seperti ini merupakan contoh dari fungsi manifest dari pranata kesehatan. Sedangkan fungsi laten dari pranata kesehatan adalah menciptakan manusia menjadi orang yang tidak mandiri dan kurang mampu menjaga serta merawat tubuhnya sendiri. 6. Komitmen Profesi Keperawatan akan Tanggung Jawab dan Kepercayaan yang Diberikan oleh Masyarakat, yaitu seorang perawat tidak membeda-bedakan klien, mendapatkan persetujuan melakukan tindakan, mengakui otonomi pasien, mendahulukan tindakan sesuai prioritas masalah, Melakukan tindakan untuk kebaikan.

You might also like