You are on page 1of 2

Secara garis besar, ada dua pendapat ulama yang masyhur (populer) tentang batasan yang boleh dilihat

oleh mahram, yaitu: Pendapat pertama: Mahram boleh melihat seluruh tubuh wanita, kecuali bagian di antara pusar dan lutut, dan inilah pendapat kebanyakan ulama. [Lihat al-Mabsuuth (X/149), al-Majmuu' Fataawaa Ibn Taimiyah (XVI/140), Ensiklopedi Fiqh Wanita (II/158)] Pendapat tersebut didasarkan pada sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,


Jika salah seorang di antara kalian menikahkan hamba sahaya atau pembantunya, maka jangan
sekali-kali ia melihat sedikit pun dari auratnya. Karena apa yang ada di bawah pusar hingga lutut adalah aurat. [Hadits hasan. Riwayat Ahmad (II/187) dan Abu Dawud (no. 495)] Meskipun jika dilihat dari matan (redaksi) nya, hadits tersebut ditujukan kepada kaum lelaki, namun hadits tersebut berlaku juga bagi kaum wanita karena kaum wanita adalah saudara sekandung/belahan bagi kaum lelaki. Wanita belahan laki-laki maksudnya adalah masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama dalam syariat, termasuk diantaranya adalah batasan aurat, menurut pendapat dia atas. Diriwayatkan pula dari Abu Salamah radhiyallahu anhu,


Aku dan saudara Aisyah datang kepada Aisyah, lalu saudaranya itu bertanya kepadanya
tentang mandi yang dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Lantas Aisyah meminta wadah yang berisi satu sha (air), kemudian ia mandi dan mengucurkan air di atas kepalanya. Sementara antara kami dan beliau ada tabir. [Hadits shahih. Riwayat Bukhari (no. 251) dan Muslim (no. 320)] Al-Qadhi Iyadh rahimahullah berkata, Yang nampak dari hadits tersebut adalah bahwa keduanya (yakni Abu Salamah dan saudara Aisyah) melihat apa yang dilakukan oleh Aisyah pada kepala dan bagian atas tubuhnya, dimana itu adalah bagian yang boleh dilihat oleh seorang mahram, dan Aisyah adalah bibinya Abu Salamah karena persusuan, sementara Aisyah

meletakkan tabir untuk menutupi bagian bawah tubuhnya, karena bagian tersebut adalah bagian yang tidak boleh dilihat oleh mahram. [Lihat Fat-hul Baari(I/465)] Sehingga, kesimpulan dari pendapat pertama adalah mahram boleh melihat seluruh tubuh wanita, kecuali bagian antara pusar hingga lutut. Pendapat kedua: Seorang mahram hanya boleh melihat anggota tubuh wanita yang biasa nampak, seperti anggota-anggota tubuh yang terkena air wudhu. [Lihat Sunan al-Baihaqi (no. 9417), al-Inshaaf (VIII/20), al-Mughni (VI/554), al-Majmuu' Fataawaa Ibn Taimiyah (XVI/140) dan Ensiklopedi Fiqh Wanita (II/159)] Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, Dahulu kaum lelaki dan wanita pada zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukan wudhu secara bersamaan. [Hadits shahih. Riwayat Bukhari (no. 193), Abu Dawud (no. 79), an-Nasa'i (I/57) dan Ibnu Majah (no. 381)] Hadits di atas difahami sebagai suatu keadaan yang terjadi khusus bagi para istri dan mahram, di mana mahram boleh melihat anggota wudhu para wanita. [Lihat Fat-hul Baari(I/465), 'Aunul Ma'bud (I/147) dan Jaami' Ahkaamin Nisaa' (IV/195)] Kesimpulan dari pendapat kedua adalah bahwa mahram hanya diperbolehkan untuk melihat anggota wudhu seorang wanita.

Sumber: 1.html

http://muslimah.or.id/fikih/aurat-wanita-di-depan-mahramnya-bagian-

You might also like