You are on page 1of 30

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Makanan dan minuman ialah suatu bahan-bahan yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, mineral-mineral, vitamin yang diperlukan oleh tubuh. Makanan dan minuman sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan dalam metabolisme kuman. (Widianti dkk,2004). Namun makanan dan minuman juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Kurangnya hygiene dan sanitasi merupakan faktor yang menunjang terjadinya penyakit yang berasal dari makanan atau minuman ( Mukono, 1996 ). Telur merupakan salah satu bahan makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia. Telur memiliki kandungan gizi yang baik dan hampir sempurna, sebab merupakan persediaan pangan selama embrio mengalami perkembangan di dalam telur, tanpa makanan tambahan dari luar. Di balik penampilan kulit yang tampak mulus, telur ternyata mudah rusak akibat bakteri, antara lain oleh bakteri Salmonella sp. Genus Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, adalah bakteri gram negatif berbentuk batang langsing (0.7 1.52-5 m), fakultatif anaerobik, oxidase negatif, dan katalase positif. Ini merupakan alasan utama, mengapa telur mentah atau setengah matang tidak baik untuk dikonsumsi, karena pada telur terdapat bakteri Salmonella sp ( Aidafitriyah, 2012 ). Kerusakan telur oleh bakteri terjadi karena bakteri masuk ke dalam telur sejak telur berada di dalam maupun telur sudah berada di luar tubuh induknya. Kerusakan telur oleh bakteri sejak berada di dalam tubuh induknya terjadi misalnya induk menderita Salmonellosis sehingga telur mengandung bakteri Salmonella sp. Sedangkan masuknya bakteri ke dalam telur setelah telur berada di luar tubuh induknya misalnya berasal dari kotoran yang menempel pada kulit telur. Kotoran tersebut diantaranya adalah tinja, tanah atau suatu bahan yang banyak mengandung bakteri perusak. Bakteri ini masuk ke dalam telur melalui kulit telur yang retak atau menembus kulit ketika lapisan tipis protein yang menutupi kulit telur telah rusak dan lubang-lubang kecil yang terdapat pada permukaan telur yang disebut pori-pori. Kerusakan pada telur umumnya

disebabkan oleh bakteri yang masuk melalui kulit yang retak atau menembus kulit ketika lapisan tipis protein yang menutupi kulit telur telah rusak ( Aidafitriyah, 2012 ). Sedangkan jamu adalah salah satu kelompok obat tradisional. Jamu sudah dikenal diIndonesia, khususnya sebagai sarana perawatan kesehatan sehari-hari maupun sebagai sarana pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari sakit. Ramuan yang ada di dalam jamu terdiri dari berbagai bagian tumbuh-tumbuhan yang saling bekerja sama membantu perawatan dan untuk pencegahan penyakit. Pembuatan jamu yg tidak higienis dapat menyebabkan tumbuh dan berkembangnya bakteri ( Aidafitriyah, 2012 ). Dari uraian di atas, maka penting dilakukan pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri Salmonella sp. pada sampel putih telur, kuning telur dan jamu. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimana teknik pemeriksaan Salmonella pada sampel putih telur, kuning telur dan jamu ? 1.2.2 Bagaimana hasil pemeriksaan Salmonella pada sampel putih telur, kuning telur dan jamu ? 1.3 Tujuan 1.2.3 Untuk mengetahui teknik pemeriksaan Salmonella pada sampel putih telur, kuning telur dan jamu. 1.3.1 Untuk Bagaimana hasil pemeriksaan Salmonella pada sampel putih telur, kuning telur dan jamu. 1.4 Manfaat 1.4.1 Manfaat Praktis Dengan praktikum kuning telur dan jamu. 1.4.2 Manfaat Teoritis ini diharapkan agar mahasiswa dapat teknik pemeriksaan Salmonella dan hasil pemeriksaan pada sampel putih telur,

Dengan laporan ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan pemahaman pembaca tentang pemeriksaan Salmonella pada sampel putih telur, kuning telur dan jamu. Sebagai sumbangan pemikiran yang akan berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Dapat digunakan sebagai salah satu referensi bagi kepentingan keilmuan di bidang mikrobiologi.

BAB II DASAR TEORI

2.1 Telur Kandungan Gizi Telur Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya. Selain itu, bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. komposisinya terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih telur, dan 31% kuning telur. kandungan gizi terdiri dari protein 6,3 garam, karbohidrat 0,6 gram, lemak 5 gram vitamin dan mineral di dalam 50 gram telur (Sudaryani, 2003). Klasifikasi Dan Kualitas Telur Ada banyak dasar untuk menentukan kualitas telur ayam, dasar inilah yang disebut dengan grading. Pada awalnya grading banyak berdasarkan ukuran telur saja, tetapi dalam perkembangannya telah menggunakan ukuran yang bervariasi lagi seperti berat dan mutu telur ( Salmi, 2006 ). Berdasarkan beratnya, grading telur umumnya mengahasilkan telur degan sebutan telur jumbo, telur ekstra besar, medium, kecil dan peewee. Sementara itu grading telur berdasarkan kualitas akan menghasilkan telur dengan mutu AA. mutu A, mutu B dan mutu C ( Salmi, 2006 ). Kerusakan Telur Telur utuh sekalipun dapat mengalami kerusakan, baik kerusakan fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Mikroba dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit telur, baik melalui air, udara, maupun kotoran ayam. Mikroba perusak yang dapat mendekomposisi bahan pangan ini antara lain Pseudomonas, menyebabkan green Aloaligenes rot, yaitu
4

Escherichia dan Salmonella. Pseudomonas dapat

kerusakan telur yang ditandai dengan isi telur menjadi encer, kadang-kadang dijumpai warna kehijauan, kuning telur tertutup oleh lapisan berwarna merah jambu keputihputihan, putih telur kadang-kadang menjadi hitam, serta telur berbau busuk dan rasanya agak asam (Rachmawan, 2001). Bakteri ini juga menyebabkan kerusakan telur yang disebut red rot yang ditandai dengan timbulnya warna merah pada kuning telur, putih telur menjadi encer dan berwarna keabu-abuan mendekati merah. Aloaligenes dan Escherichiamenyebabkan black rot, yaitu telur menjadi sangat busuk, isinya berwarna coklat kehijauan, encer dan berair, serta kuning telur berwarna hitam (Rachmawan 2001). Salah satu mikroba yang sering mengkontaminasi telur

adalah Salmonella (Coufal et al. 2003, Lu et al. 2003) Kontaminasi Salmonella di dalam telur, terutama oleh Salmonella pullorum, dapat dimulai dari ovari, dimana bakteri ini masuk ke dalam ovum atau kuning telur pada waktu ovulasi (Hartoko 2009). Kontaminasi Salmonella yang lebih sering terjadi pada telur adalah penetrasi dari kotoran unggas melalui kulit telur ketika proses bertelur. Jika telur kemudian tidak disimpan pada suhu rendah, bakteri ini dapat tumbuh dan berkembang biak di dalam membran kulit, dan akan mengkontaminasi isi telur sewaktu telur dipecahkan untuk diolah. Endotoksin yang merupakan bagian lipopolisakarida yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut diduga merupakan penyebab dari timbulnya gejala demam pada penderita salmonellosis dan demam tifus. Penyimpanan pada suhu kamar dapat menyebabkan telur mengalami penurunan berat, pembesaran kantung udara di dalam telur, dan pengenceran putih dan kuning telur. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya bau busuk karena pertumbuhan bakteri pembusuk, timbulnya bintik-bintik berwarna karena pertumbuhan bakteri pembentuk warna (bintik-bintik hijau, hitam, dan merah), dan bulukan yang disebabkan oleh kapang. Pencucian telur dengan air tidak menjamin telur menjadi lebih awet, karena jika air pencuci yang digunakan tidak bersih dan tercemar oleh bakteri, maka akan mempercepat terjadinya kebusukan pada telur. Oleh karena itu dianjurkan untuk mencuci telur yang tercemar oleh kotoran ayam menggunakan air bersih yang hangat dan segera dikeringkan. Telur utuh yang disimpan dalam keadaan bersih dan kering dapat bertahan dalam kondisi baik selama 3-4 minggu. Setelah batas jangka waktu tersebut maka akan muncul tanda-tanda kerusakan secara signifikan.
5

Produk olahan telur seperti tepung telur mudah dirusak oleh mikroba yang tahan kekeringan seperti mikrokoki, spora bakteri, dan kapang. Pada umumnya, kandungan air yang sedikit pada produk olahan telur akan mengurangi pertumbuhan mikroorganisme. Kandungan protein tinggi pada tepung telur terutama mudah dimanfaatkan mikroba proteolitik sepertiPseudomonas dan Proteus. Munculnya penyakit akibat adanya Pseudomonas bervariasi tergantung jenis dan toksik yang dihasilkannya. 2.2 Salmonella sp Salmonella pertama kali ditemukan bakterium tahun 1885 pada tubuh babi oleh Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis), namun Salmonella dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika.

Gambar 1 Bakteri Salmonella Genus Salmonella masuk dalam anggota family Enterobacteriaceae. Bakteri ini bergram negatif, tidak berspora, panjang rata-rata 2 - 5 m dengan lebar 0.8 1.5 m, bentuk bacillus. Salmonella merupakan bakteri motil (kecuali Salmonella Pullorum dan Salmonella Gallinarum) dan memiliki banyak flagela. Bakteri ini fakultatif anaerob yang dapat tumbuh pada temperatur dengan kisaran 545C dengan suhu optimum 35 37C. Bentuk Salmonella berupa rantai filamen panjang ketika berada pada temparatur ekstrim yaitu 4-8C atau pada suhu 45C dengan kondisi pH 4.4 atau 9.4. Salmonella merupakan bakteri motil yang menggunakan flagella peritrichous dalam pergerakannya. Secara umum Salmonella tidak mampu memfermentasikan laktosa, sukrosa atau salicin, katalase positif, oksidase negatif dan mefermentasi glukosa dan manitol untuk memproduksi asam atau asam dan gas. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH rendah dan umumnya sensitif pada konsentrasi garam tinggi. Salmonella merupakan bakteri yang sensitif panas dimana
6

tidak tahan pada suhu lebih dari 70 oC. Pasteurisasi pada suhu 71.1oC selama 15 menit dapat menghancurkan Salmonella pada susu. Bakteri ini dapat bertahan pada kondisi dehidrasi dalam kurun waktu yang sama pada feses dan makanan untuk konsumsi hewan dan manusia.

Gambar Bentuk dan warna koloni Salmonella 1. Sumber dan Transmisi Salmonella terdapat pada usus unggas, reptil, katak, seranga, hewan peternakan, dan manusia.Ternak merupakan sumber utama untuk foodborne salmonellosis pada manusia, hal ini karena di peternakan, dalam tubuh unggas terjadi kolonisasi pada usus unggas dan secara cepat menyebar ke unggas lain. Kolonisasi intestinal akibat Salmonella dalam tubuh unggas dapat meningkatkan risiko kontamninasi selama pemotongan. Telur juga merupakan resevoir untuk Salmonella khusunya S. Enteritidis sebagai organisme yang dapat berkoloni pada ovarium ayam. Kontaminasi Salmonella enteritidis pada telur diketahui dengan dua mekanisme yaitu melalui induk yang terinfeksi oleh Salmonella enteritidis atau secara vertikal dan secara horizontal. Kontaminasi vertikal dikenal juga sebagai kontaminasi transovarial (transovarial contaminated). Teori penularan vertikal menyebutkan bahwa Salmonella enteritidis pada telur ayam, berasal dari induk ayam yang terinfeksi. Transmisi melalui transovari yang menyebabkan bakteri bisa mencapai bagian dalam telur sebelum pembentukan cangkang telur dalam oviduk. Sebagai hasilnya, telur yang disimpan dalam temperatur kamar dapat mengandung konsentrasi S.
7

Enteritidis yang tinggi, dapat mencapai 1011 sel per telur. Salmonellosis pada manusia yang umumnya bersifat foodborne dapat diperoleh melalui konsumsi makanan asal hewan seperti daging, susu, daging ayam dan telur. Produk peternakan termasuk keju, es krim juga dapat mengakibatkan kejadian outbreak bahkan baru-baru ini juga dilaporkan kasus outbreak akibat mengkonsumsi mentega. Transmisi dapat terjadi antara hewan ke manusia, transmisi manusia ke manusia juga dapat terjadi. Pada penyakit enteritik dapat digambarkan prosesnya dimulai masuknya salmonella kedalam tubuh inang, Salmonella enteritidis tahan terhadap asam lambung, menempel pada sel epitel ileum melalui mannose-resistant fimbriae. Mereka ditelan oleh sel dalam proses yang dikenal sebagai receptor mediated endocytosis. Kemampuan Salmonella untuk masuk ke sel non-phago-cytic merupakan sifat penting untuk patogenisitasnya. Endosit Salmonella melewati sel-sel epitel dalam vakuola membran yang terikat, dimana Salmonella memperbanyak diri dan kemudian keluar menuju lamina propria melalui membrane sel basal. Hal ini menyebabkan sel inflamasi mengeluarkan prostaglandin yang mengaktifkan adenylate cyclase memproduksi cairan yang disekresikan kedalam lumen usus. Sementara pada penyakit sistemik prosesnya dimulai dengan serotip yang dapat beradaptasi dengan inang lebih invasif dan menyebabkan penyakit sistemik pada inang, sifat/cirri ini dikaitkan dengan resisten terhadap fagositosis. Salmonella melakukan penetrasi terhadap epithelium usus dan terbawa oleh lymphatic ke limfonodus mensenterika. Setelah multiflikasi di makrofag, Salmonella dilepaskan untuk mengalir kedalam aliran darah dan kemudian disebarkan keseluruh tubuh. Salmonella dibersihkan dari darah oleh makrofag tetapi kembali memperbanyak diri. Hal ini mampu membunuh makrofag yang kemudian mengeluarkan bakteri dalam jumlah banyak kedalam darah yang menyebabkan septicaemia. 2. Diagnosa Pada manusia diagnosa klinis yang disebabkan oleh salmonella dikonfirmasi dengan isolasi agen, serologis, dan ketika kita membutuhkan tipe fase dan profil plasmid. Pada kasus septikemia, agen dapat diisolasi dari darah selama minggu pertama dan feses pada minggu kedua dan ketiga. Diagnosa salmonella pada manusia juga dibuat dengan kultur feces. Screening test juga dapat digunakan untuk membantu

diagnosa awal Salmonella enteritidis. Uji serologis dapat dilakukan dengan menggunakan ELISA dan PCR.

3. Pengobatan Penggobatan gastroenteritis yang disebabkan oleh Salmonella enteritidis tergantung dari berat ringannya gejala yang ditimbulkan, usia pasien dan coomobidities penyakit lain yang diderita pasien seperti diabetess, dll). Pengobatan yang diberikan meliputi: Menghindari dehidrasi Terapi oral : jika muntah dan dehidrasi tidak berat, jumlahnya sedikit dan sering, idealnya diterapi dengan larutan elektrolit yang seimbang, hindari minuman dengan kadar gula yang tinggi karena dapat memperparah diare dan dehidrasi. Terapi nasogastrik di rumah sakit dapat dilakukan untuk menghindari terapi melalui intravena.Terapi intravena bila kondisi muntah/ atau dehidrasi yang parah, atau terjadi lemahnya tingkat kesadaran serta memiliki penyakit lain. Pengobatan gejala klinis yang muncul Pemberian paracetamol atau ibuprofen untuk pengobatan nyeri dan demam Anti emetic (anti muntah) diberikan bila disertai muntah, namun tidak dianjurkan untuk anak anak. Anti diare diberikan untuk mengobati diare yang disebabkan bakterimia, dapat mengobati diare ringan hingga sedang. Pemberian antibiotik Tidak dianjurkan secara rutin karena cinderung meningkatkan efek samping. Diberikan pada kondisi yang parah, anak anak berusia kurang dari 2 bulan, pasien usia lanjut, serta pasien yang menunjukkan gganggguan usus yang parah. Rawat inap, direkomendasikan untuk : Dilakukan terhadap pasien ussia lanjut dan bayi di bawah 6 bulan
9

Pasien dengan dehidrasi yang parah dan muntah terus menerus Kondisi menurun ssecara signifikan Terjadi penurunan kesadaran

2.3 Jamu Menurut UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan, obat tradisional adalah bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Dan menurut Kontanas 2007, jamu adalah obat tradisional dalam bentuk rajangan maupun serbuk, yang siap digunakan dengan cara diseduh (Didik, 2004). Obat-obatan dari bahan alam itu dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: (Didik, 2004) 1. Jamu Adalah obat asli Indonesia yang ramuan, cara pembuatan, cara penggunaan, pembuktian khasiat dan keamanannya berdasarkan pengetahuan tradisional. Pembuktian khasiat jamu hanya berdasarkan pengalaman atau data empiris bukan uji ilmiah dan uji klinis. 2. Herbal terstandar Adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah melalui uji praklinis (pengujian terhadap hewan percobaan) tapi belum uji klinis atau pada manusia meski bahan bakunya telah distandarisasi. 3. Fitofarmaka Adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji praklinis dan klinis, dimana bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi. Produk fitofarmaka dapat disetarakan dengan obat moderen dan sudah dapat diresepkan oleh dokter.

10

Jamu merupakan obat turun temurun yang telah digunakan untuk pengobatan dan diterapkan berdasarkan pengalaman yang berlaku di masyarakat. Tapi untuk pelayanan kesehatan seperti di puskesmas dan rumah sakit, jamu yang digunakan harus telah distandarisasi.

2.1.1 Pengertian jamu Jamu atau obat tradisional adalah ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sedian sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Jamu adalah obat yang diolah secara tradisional, baik dalam bentuk serbuk, seduhan, pil maupun cairan yang berisi seluruh bagian tanaman. Pada umumnya, jamu dibuat berdasarkan resep peninggalan leluhur yang diracik dan berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, sekitar 5-10 macam bahkan lebih. Jamu merupakan ramuan tradisional yang terbuat dari berbagai jenis bahan baku, baik dari tumbuhan maupun hewan (Anonim, 2012). 2.1.12 Jenis-jenis jamu Beberapa jamu yang aman bagi orang lain bisa menjadi tidak aman bagi wanita hamil karena bisa mempengaruhi janin di dalam kandungannya, bisa menyebabkan janin cacat, atau mengalami keguguran. Jamu tersebut diantaranya adalah : (Anonim, 2012). a. Cabe Jawa (Piper retrofracturn Vahl) Bagian Tanaman yang digunakan adalah buah yang sudah tua, daun, dan akarnya. Rasanya pedas dan hangat. 1) Sifat dan Khasiat Buah cabe jawa masuk dalam meridian limpa dan lambung. Cabe jawa berkhasiat untuk mengusir dingin, menghilangkan nyeri (analgesik), peluruh keringat (diaforetik), peluruh kentut (karminatif), dan membersihkan rahim setelah melahirkan. Akar cabe jawa pedas dan rasanya hangat, berkhasiat sebagai tonik, diuretik, stomatik, dan peluruh haid (emenagog). Daun cabe jawa untuk mengatasi kejang perut dan sakit gigi. 2) Kandungan kimia

11

Buah cabe jawa mengandung zat pedas piperine, chavicine, palmitic acids, tetrahydropiperic acids, piperidin, minyak atsiri, dan sesamine. Piperin memiliki daya antipiretik, analgesik, anti inflamasi, dan menekan susunan saraf pusat. Bagian akar mengandung piperine, piplartine, dan piperlongimine. 3) Efek samping Wanita hamil sebaiknya menghindari minum jamu cabe jawa karena memiliki efek menghambat kontraksi uterus pada saat persalinan. Kontraksi uterus yang dihambat terus menerus akan memperkokoh otot tersebut dalam menjaga janin yang ada didalamnya. Kondisi ini sebenarnya sangat bermanfaat untuk menjaga resiko keguguran jika diminum pada masa awal kehamilan, tetapi akan berakibat buruk jika diminum pada masa menjelang persalinan. b. Kunyit Asam 1) Sifat dan khasiat Bagian tanaman yang digunakan adalah akarnya rasanya pahit (kecuali daging buah rasanya manis). Khasiat dan kunyit tersebut adalah mengobati demam, terlambat haid, eksim, radang rahim, radang usus buntu, hepatitis, gatal akibat cacar air, radang gusi, radang amandel, tekanan darah tinggi dan keputihan. 2) Kandungan kimia Kunyit sangat kaya dengan kandungan kimia yang sudah diketahui antara lain azadirachtin, minyak gliserida, asam asetiloksifuranil, dekahidrote, trametil, oksosiklopentanatolfuran asetat, keton, heksahidro, hidroksitetrametil, fenantenon. 3) Efek samping Kunyit asam meningkatkan risiko keguguran pada masa awal kehamilan., karena ekstrak kunyit memiliki efek stimulan pada kontraksi uterus dan berefek abortus, sehingga wanita hamil tidak dianjurkan meminum jamu tersebut pada masa awal kehamilan karena akan meningkatkan risiko keguguran. c. 1) Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f) Nees) Sifat dan Khasiat

Bagian tanaman yang digunakan adalah daunnya.

12

Herba ini rasanya pahit, dingin, masuk meridian paru, lambung, usus besar dan usus kecil. Khasiatnya adalah sebagai anti bakteri, anti radang, menghambat reaksi imunitas (imunosupresi), penghilang nyeri (analagesik), pereda demam (antipiretik), menghilangkan panas dalam, menghilangkan lembab, penawar racun (detoksifikasi). 2) Kandungan kimia Daun dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid, andrografolid (zat pahit), neoandrografolid. Juga terdapat flavonoid, alkene, keton, aldehid, mineral (kalsium, kalium, natrium), asam kersik, dan damar. Flavonoid diisolasi terbanyak dari akar yaitu polimetoksiflavon, andrografin, panikulin. Zat aktif andrografolid terbukti berkhasiat sebagai hepatoprotektor (pelindung sel hati). 3) Efek samping Wanita hamil yang mengkonsumsi herba ini dapat mengakibat ketuban keruh dan volumenya sedikit sehingga bayi yang dilahirkan bisa BBLR dan keriput. e. 1) Sirih Sifat dan Khasiat Iler berbau harum, rasanya agak pahit, sifatnya dingin. Berkhasiat sebagai peluruh haid (emenagog), perangsang nafsu makan, penetralisir racun (detoksikan), penghambat pertumbuhan bakteri (antiseptik), membuyarkan gumpalan darah, mempercepat pematangan bisul dan pembunuh cacing (vermisida).

Bahan yang digunakan adalah daunnya.

2)

Kandungan kimia Batang dan daun mengandung minyak atsiri, fenol, tanin, lemak, phytosterol, calsium oxalat, dan peptic substances.

3)

Efek samping

13

Penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan sirkulasi antara ibu dan janin sehingga menyebabkan terhambatnya perkembangan janin sehingga berat badan janin yang dilahirkan kurang (BBLR).

BAB III METODE

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Tahap I Pembuatan Media SCB, SSA, dan Mac Conkey Agar. Tempat : Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar Waktu : Rabu, 20 Maret 2013 Pukul 11.00 selesai Tahap II Preparasi Sampel dan Inokulasi pada Media SCB. Tempat : Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar Waktu : Rabu, 3 April 2013 Pukul 11.00 selesai

14

Tahap III Pengamatan Hasil Inokulasi pada Media SCB serta Inokulasi pada Media SSA dan Mac Conkey Agar. Tempat : Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar Waktu : Rabu, 4 April 2013 Pukul 11.00 selesai

3.2 ALAT DAN BAHAN 3.2.1 Alat-alat yang digunakan, antara lain : A. Pembuatan Media SCB, SSA dan Mac Conkey 1. Neraca Analitik Digital 2. Spatel 3. Gelas Ukur 250 ml 4. Gelas Beaker 50 5. Batang pengaduk 6. Erlenmeyer 250 dan 500 ml 7. Pipet Ukur 10 ml 8. Bola hisap 9. Kompor listrik 10. Botol semprot 11. Aluminium foil 12. Kertas 13. Autoclave 14. Api bunsen 15. Benang Pulung 16. Tabung reaksi 17. Plate 18. Rak tabung reaksi 19. Kapas berlemak B. Preparasi Sampel dan Inokulasi ke dalam Media SCB. 1. Inkubator 2. Gelas beaker 50 dan 250 ml
15

3. Gelas ukur 250 ml 4. Pipet ukur 10 ml 5. Ball pipet 6. Kapas lemak 7. Rak tabung reaksi 8. Api bunsen 9. Label 10. Spatel C. Inokulasi ke Media SSA dan Mac Conkey Agar 1. Api bunsen 2. Ose bulat 3. Rak tabung reaksi 4. Inkubator

16

3.2.2

Bahan-bahan yang digunakan, antara lain : 1. Sampel jamu sirih 2. Bubuk Media : Bubuk media Selenite Cistine Broth (SCB) Bubuk media Salmonella dan Shigella Agar (SSA) Bubuk media Mac Conkey Agar (MCA)

3. Air garam fisiologis (PZ 0,85 %) 4. Aquades 3.3 LANGKAH KERJA 3.3.1 Pembuatan Media Enrichment dan Selektif a. Media Selenite Cystine Broth (SCB) 1. Alat dan bahan disiapkan. 2. Bubuk SCB ditimbang sebanyak 3,8 gr dengan neraca analitik. 3. Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 200 ml di dalam erlenmeyer sambil diaduk. 4. Erlenmeyer ditutup dengan kapas berlemak lalu dipanaskan sampai media larut sempurna. 5. Lalu dipipet media SCB sebanyak 10 ml, kemudian dituang ke dalam masingmasing tabung reaksi. 6. Media disterilisasi dengan autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit. 7. Dibiarkan media hingga suhu 40 o C. 8. Media siap digunakan. b. Media Mac Conkey Agar (MCA) 1. Alat dan bahan disiapkan. 2. Bubuk MCA ditimbang sebanyak 15,3 gr dengan neraca analitik. 3. Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 300 ml di dalam erlenmeyer sambil diaduk. 4. Erlenmeyer ditutup dengan kapas berlemak lalu dipanaskan sampai media larut sempurna. 5. Media disterilisasi dengan autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit.

6. Dibiarkan media hingga suhu 40 o C. 7. Dituangkan media ke dalam plate. 8. Media siap digunakan. c. Media Salmonella dan Shigella Agar (SSA) 1. Alat dan bahan disiapkan. 2. Bubuk SSA ditimbang sebanyak 18,9 gr dengan neraca analitik. 3. Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 300 ml di dalam erlenmeyer sambil diaduk. 4. Erlenmeyer ditutup dengan kapas berlemak lalu dipanaskan sampai media larut sempurna. 5. Media disterilisasi dengan autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit. 6. Dibiarkan media hingga suhu 40 o C. 7. Dituangkan media ke dalam plate. 8. Media siap digunakan. 3.3.2 Inokulasi sampel (telur dan jamu) pada media SCB a. Untuk sampel telur ayam, dipisahkan antara bagian putih dan kuningnya sedangkan sampel jamu langsung dituang pada gelas beaker. b. Bagian kuning telur dihomogenkan pada gelas beaker dengan ose steril. c. Lalu bagian kuning, putih telur, dan sampel jamu dipipet masing-masing 5 mL ke dalam tabung yang telah berisi media SCB. d. Dihomogenkan. e. Diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370 C selama 18- 24 jam. 3.3.3 Inokulasi biakan ke media MCA dan SSA a. Media MCA dan SSA yang telah diberi label disiapkan. b. Dari tabung media SCB, diinokulasikan/digoreskan dengan ose steril ke media MCA dan SSA dengan metode gores kuadran (4 kuadran) c. Media yang telah digoreskan tersebut diinkubasi pada suhu 370 C selama 18-24 jam

3.3.4

Pengamatan pada media MCA dan SSA Diamati koloni yang tumbuh pada media MCA dan SSA secara makroskopis, dibandingkan dengan ciri-ciri koloni untuk bakteri Salmonella sp. pada media MCA dan SSA.

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 4.1.1 Data Hasil Pengamatan Sampel yang digunakan adalah jamu sirih dan telur ayam Pengamatan pada Media Biakan (Sampel Jamu Sirih) Hasil Keterangan Hasil perbanyakan bakteri Salmonella yang diduga ada pada jamu sirih ke media Selenite Cystine Broth (SCB) menunjukkan hasil positif dengan terjadinya kekeruhan pada media (setelah diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam ). Tahap Uji Penginokulasian sampel sirih jamu

Bakteri media ditanam media SSA

dari SCB ke

Hasil penanaman dari media SCB positif ke media SSA. Secara makroskopis, hasil positif ditunjukkan dengan tumbuh koloni berwarna bening pada media SSA dan media menjadi warna kuning (setelah diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam ).

Bakteri media ditanam media MCA

dari SCB ke

Hasil penanaman dari media SCB positif ke media MCA. Secara makroskopis, hasil positif ditunjukkan dengan tumbuh koloni berwarna bening pada media SSA dan media menjadi warna kuning (setelah diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam ).

4.1.2

Pengamatan pada Media Biakan (Sampel Putih Telur) Hasil Keterangan Hasil perbanyakan bakteri Salmonella yang diduga ada pada putih telur ke media Selenite Cystine Broth (SCB) menunjukkan hasil negatif karena tidak ada kekeruhan pada media (setelah diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam ).

Tahap Uji Penginokulasian sampel telur putih

Bakteri media SSA

dari SCB

ditanam ke media

Hasil penanaman dari media SCB positif ke media SSA. Secara makroskopis, hasil negatif ditunjukkan dengan tidak tumbuh koloni pada media SSA dan warna media tetap merah. (setelah diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam ).

Bakteri media MCA

dari SCB

ditanam ke media

Hasil penanaman dari media SCB positif ke media MCA. Secara makroskopis, hasil negatif ditunjukkan dengan tidak tumbuh koloni pada media MCA dan warna media tetap merah. (setelah diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam ).

4.1.3

Pengamatan pada Media Biakan (Sampel Kuning Telur) Tahap Uji Hasil Keterangan

Penginokulasian sampel telur kuning

Hasil perbanyakan bakteri Salmonella yang diduga ada pada jamu sirih ke media Selenite Cystine Broth (SCB) menunjukkan hasil positif dengan terjadinya kekeruhan pada media (setelah diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam ).

Bakteri media ditanam media SSA

dari SCB ke

Hasil penanaman dari media SCB positif ke media SSA. Secara makroskopis, hasil negatif ditunjukkan dengan tidak tumbuh koloni pada media SSA dan warna media tetap merah. hasil positif ditunjukkan dengan tumbuh koloni berwarna bening pada media SSA dan media menjadi warna kuning (setelah diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam ). Hasil penanaman dari media SCB positif ke media MCA. Secara makroskopis, hasil negatif ditunjukkan dengan tidak tumbuh koloni pada media MCA dan warna media tetap merah. hasil positif ditunjukkan dengan tumbuh koloni berwarna bening pada media MCA dan media menjadi warna kuning (setelah diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam ).

Bakteri media ditanam media MCA

dari SCB ke

4.2

PEMBAHASAN
4.2.1 Teknik Pemeriksaan Salmonella

Dalam hal ini metode analisa yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya bakteri Salmonella yakni metode analisa secara kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya suatu bakteri salmonella dalam suatu makanan. Salmonella merupakan bakteri gram-negatif berbentuk basil yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, seperti tifus, paratifus, dan penyakit foodborne. Salmonella terdiri dari sekitar 2500 serotipe yang kesemuanya diketahui bersifat pathogen baik pada manusia atau hewan. Bakteri ini bukan indikator sanitasi, melainkan bakteri indikator keamanan pangan. Hal ini berarti, karena semua serotipe Salmonella yang diketahui di dunia ini bersifat patogen maka adanya bakteri ini dalam makanan dianggap membahayakan kesehatan. Oleh karena itu penting dilakukannya uji Salmonella pada bahan makanan untuk dapat mengetahui kualitas mikrobiologis bahan pangan tersebut sehingga dapat menghindari diri dari bahaya penyakit yang ditimbulkan akibat bahan pangan tersebut. Untuk mendeteksi keberadaan Salmonella dalam bahan pangan, dilakukan teknik pemeriksaan yang dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap pengkayaan selektif dan inokulasi dan identifikasi ke media selektif. 1) Pengkayaan Selektif (Pre-enrichment) Pada tahap pertama dilakukan pengkayaan selektif pada bakteri Salmonella yang diduga terdapat dalam sampel telur dan sampel jamu. Proses enrichment atau pengkayaan selektif ini menggunakan media Selenite Cytine Broth (SCB) yang dimana media ini memang merupakan media penyubur yang khusus untuk bakteri Salmonella. Sebelum proses inokulasi dilakukan terlebih dahulu preparasi sampel. Untuk sampel telur dilakukakn pemisahan sampel putih telur dengan kuning telur dan masing-masing bagian dihomogenkan. Sedangkan untuk jamu karena merupakan sampel yang cair maka langsung dilakukan penghomogenan saja. Tujuan tahap ini adalah dilakukan penumbuhan peningkatan jumlah bakteri Salmonella yang mungkin ada pada sampel kuning dan putih telur ayam serta jamu sirih. Masing-masing sampel yang telah disiapkan kemudia dituang sebanyak 5 ml ke dalam media SCB cair 10 ml dalam tabung dan dihomogenkan. Lalu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370 C selama 24 jam. Keberhasilan perbanyakan selektif Salmonella ini nantinya hanya dapat dilihat dari perubahan media SCB setelah masa

inkubasi berakhir. Apabila terjadi kekeruhan, maka perbanyakan bakteri telah terjadi dan akan dilanjutkan dengan tahap inokulasi ke media selektif. Namun indikator kekeruhan ini tidak selamanya dapat terlihat karena perbedaan faktor subjektivitas seseorang, sehingga hasil dalam tahap ini tidak sepenuhnya berarti dan dapat dilanjutkan pada proses inokulasi selanjutnya.

2) Inokulasi pada media Selektif Setelah pengkayaan pada media SCB dengan sampel telur dan jamu sirih yang diduga mengandung bakteri Salmonella, untuk tahap selanjutnya dilakukan proses identifikasi Salmonella pada media selektif. Dimana tahap ini bertujuan untuk menyeleksi dan membedakan bakteri Salmonela sehingga akan dapat terlihat morfologi dan struktur bakteri Salmonella tersebut atau mengkarakteristik bakteri tersebut (mendapat koloni tunggal). Media yang digunakan dalam praktikum ini adalah media SSA (Salmonella dan Shigella Agar) dan MCA (Mac Conkey Agar). SSA merupakan media selektif untuk bakteri Salmonella dan Shigella. Sedangkan media MCA merupakan media selektif differensial. Selektif untuk golongan bakteri enterobacter, differensial yaitu berfungsi untuk membedakan bakteri gram positif dan negatif. Seperti yang dapat diketahui bahwa Salmonella merupakan bakteri gram negatif sehingga dapat diidentifikasi menggunakan media ini.

Pada praktikum ini, dari tiap-tiap tabung positif dari uji pengkayaan selektif pada media SCB setelah inkubasi pada suhu 370C, ditanam masing-masing pada 4 plate media SSA dan MCA untuk jamu, sedangkan pada masing-masing 2 plate media SSA dan MCA untuk sampel kuning dan putih telur. Dalam proses inokulasi biakan yang berasal dari media SCB dilakukan dengan teknik aseptis dimana pengerjaan dilakukan dibelakang api bunsen dan menghindari terjadinya kontaminasi dengan menggunakan alat-aklat yang sterilisasi juga.

Gambar Teknik Aseptis Penanaman Bakteri Penginokulasian biakan dari media SCB dilakukan dengan menggunakan metode gores pada media MCA san SSA karena kedua media ini merupakan media padat pada plate. Metode gores (streak plate) dilakukan dengan menggunakan ose bulat dimana bertujuan untuk menghasilkan koloni yang terisolasi sehingga dapat dipindahkan pada media baru dengan keyakinan bahwa koloni tersebut adalah murni. Penggoresan ini bertujuan untuk mengisolasi mikroorganisme dari campurannya atau meremajakan kultur ke dalam medium baru. Metode gores yang digunakan adalah metode gores kuadran. Yaitu dengan membagi media menjadi 4 bagian kuadran dimana goresan dilakukan secara bertahap dari goresan dengan jarak berdekatan atau rapat hingga pada goresan pada jarak yang

renggang. Pada daerah 1 goresan merupakan goresan awal sehingga akan masih mengandung banyak sel mikroorganisme/bakteri dalam penataan yang bergerombol. Sedangkan untuk goresan pada daerah 2-4 akan merenggang sehingga jumlah koloni akan semakin sedikit dan akhirnya terpisah-pisah menjadi koloni tunggal. Tujuan utama pada penginokulasian pada media selektif ini adalah memperoleh koloni tunggal yang nantinya akan digunakan dalam proses idntifikasi selanjutnya dengan uji biokimia, uji gula-gula, dan mikroskopis. Setelah itu media diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370 C selam 24 jam.

Gambar Teknik Inokulasi Metode Gores Kuadran (http://sakamboy.wordpress.com/2011/03/09/hello-world/) Hasil pengamatan secara makroskopis yang didapat dari inokulasi pada media SSA dan MCA adalah sebagai berikut : a. Media MCA ciri-ciri koloni jika dilihat secara makroskopis adalah koloni tidak berwarna, jernih keping, sedang, bulat,smooth. b. Media SSA ciri-ciri koloni yang akan tampak jika hasil uji positif adalah koloni tidak berwarna, kecil-kecil, keping, smooth, bulat. Secara umum hasil koloni yang diperoleh tidak sepenuhnya tumbuh pada semua media MCA dan SSA yang diinokulasi, kemungkinan hasil tersebut diperoleh karena terjadinya kesalahan pada praktikan pada saat proses penginokulasian biakan dari media SCB misalnya ose yang digunakan masih dalam keadaan panas sehingga hal tersebut dapat membunuh bakteri yang ada.

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Salmonella pada Sampel Telur Ayam Pemeriksaan Salmonella sp pada sampel telur dan jamu sirih pada praktikum ini dilakukan dalam 2 tahapan yaitu inokulasi pada media enrichment danmedia selektif. Adapun hasil pengamatan dari masing-masing tahapan, antara lain : Tahap pengkayaan selektif (enrichment exclusive) pada media SCB Dari 4 tabung yang diinokulasikan sampel jamu sirih pada media SCB dan masing-masing 2 tabung untuk sampel putih telur dan kuning telur, menunjukkan kekeruhan pada media untuk sampel jamu sirih dan kuning telur. Sedangkan untuk sampel putih telur dari hasil pengamatan tidak terjadinya perubahan kekeruhan pada media SCB dengan kata lain media masih sama seperti sebelum diinkubasi sehingga dapat dikatakan untuk sementara pada sampel tidak terjadi perbanyakan bakteri. Karena SCB merupakan media enrichment exclusive untuk bakteri Salmonella, maka kekeruhan pada media bisa dikatakan menunjukkan telah terjadi perbanyakan bakteri Salmonella yang diduga ada pada sampel kuning telur tersebut. Namun kekeruhan disini bukanlah menjadi patokan indikator positif bagi pertumbuhan koloni tersebut. Untuk itu walaupun pada sampel putih telur tidak menunjukkan terjadinya kekeruhan, tetap dilakukan inokulasi pada media selektif. Dimana mempunyai tujuan untuk mengetahui apakah pada sampel putih telur memang tidak terdapat bakteri Salmonella sp. Tahap inokulasi ke media Selektif Selanjutnya untuk mengetahui lebih jauh mengenai morfologi dan struktur bakteri Salmonella yang diduga telah tumbuh di media SCB tersebut atau mengkarakteristik bakteri tersebut (mendapat koloni tunggal) dilakukan inokulasi ke media selektif , yaitu media MCA dan SSA. Pada hasil inokulasi sampel jamu untuk 4 plate media MCA dan 4 plate media SSA, setelah diinkubasi pada 370 C selama 1x24 jam, menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan koloni bakteri pada kedelapan plate media. Dimana secara makroskopis, ciri-ciri koloni pada kedelapan plate ini

berbeda yaitu ada koloni tidak berwarna dan koloni berwarna hitam, jernih keping, sedang, bulat,smooth, dan terjadi perubahan warna media menjadi kuning bening. Hasil pada keempat plate MCA dan empat plate media SSA ini ada yang menunjukkan ciri-ciri makroskopis yang sesuai untuk pertumbuhan koloni bakteri Salmonella sp. (gram negatif), namun ada juga menunjukkan koloni bakteri Salmonella sp dengan strain yang berbeda. Perubahan warna media pada pengamatan terjadi karena adanya sifat bakteri Salmonella sp yang tidak dapat memfermentasikan laktosa sehingga ditandai dengan colorless koloni dan perubahan warna media. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa koloni yang tumbuh pada plate media MCA dan SSA untuk sampel jamu sirih memang merupakan bakteri Salmonella sp. (menunjukkan hasil positif). Sedangkan untuk hasil inokulasi sampel kuning telur dan putih telur ke masing-masing 2 plate media MCA dan masing-masing 2 plate SSA, setelah diinkubasi pada 370 C selama 1x24 jam, didapatkan bahwa ternyata untuk sampel putih telur, memang benar tidak terjadi pertumbuhan koloni bakteri pada kedua plate media MCA dan kedua plate media SSA (menunjukkan hasil negatif). Sedangkan untuk sampel kuning telur, terjadi pertumbuhan koloni bakteri pada plate media MCA 1 saja dan plate media SSA 2. Secara makroskopis, ciri-ciri koloni pada plate media MCA 1 dan SSA 2 ini adalah koloni tidak berwarna, jernih keping, sedang, bulat,smooth, dan terjadi perubahan warna media menjadi kuning bening seperti pada sampel jamu sirih sebelumnya. Sehingga bisa disimpulkan pertumbuhan koloni pada media MCA 1 dan SSA 2 ini sesuai dengan pertumbuhan koloni bakteri Salmonella sp. (menunjukkan hasil positif). Walaupun sama-sama merupakan bagian dari telur ayam, namun bagian kuning telur memang akan lebih berpotensi mengandung bakteri Salmonella dibandingkan putih telur. Hal ini karena bagian kuning telur merupakan bagian sel hidup yang akan berkembang menjadi embrio dan seekor anak ayam. Telah diketahui sebelumnya bahwa Salmonella

merupakan jenis bakteri yang hidup dengan memakan sel hidup. Oleh karena itu tidak jarang bagian kuning telur akan lebih mudah terkontaminasi bakteri ini. Dari 2 tahap uji yang dilakukan tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel jamu sirih dan kuning telur yang diperiksa telah terkontaminasi bakteri Salmonella sp. Namun untuk memastikannya lebih lanjut dapat dilakukan uji konfirmasi (biokimia, gula-gula ataupun mikroskopis). Berdasarkan syarat yang telah ditetapkan pada SNI 01-4473-1998, bahwa Salmonella sp. tidak diperbolehkan sama sekali dalam sampel makanan maupun minuman, yaitu dengan syarat negatif koloni/ 25 gram atau negatif koloni/25 mL. Jadi sampel telur ayam dan jamu sirih yang diperiksa tersebut memiliki tingkat sanitasi yang buruk dan selayaknya tidak dikonsumsi karena akan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Namun untuk mengetahui lebih lanjut lagi dilakukanlah penegakkan pengisolasian kembali terhadap bakteri tersebut dengan uji biokimia, gula-gula dan uji mikroskopis dengan pewarnaan gram. Sebagian besar dari proses identifikasi bakteri Salmonella menunjukkan hasil yang positif bahwa sampel yang dibiakan adalah bakteri Salmonella, namun hal ini masih juga harus ditegakkan dengan uji lain misalnya uji serologis. Terdapat beberapa kendala yang dihadapi praktikan saat praktikum ini, antara lain : 1. Terdapat beberapa kesalahan praktikan dalam penginokulasian media karen kurangnya pengetahuan praktikan akan bentuk koloni yang seharusnya positif. 2. Terdapat kendala teknis dalam pengamatan yaitu waktu pengamatan yang tertunda sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan hasil karena umur biakan yang tua. 3. Terdapat keraguan praktikan dalam mengidentifikasi koloni hasil biakan pada setiap ujinya.

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Dari hasil pengamatan dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa : 5.1.1 Secara umum teknik pemeriksaan Salmonella pada sampel telur ayam dilakukan melalui 3 tahap utama , yaitu tahap pengkayaan selektif, inokulasi dan identifikasi ke media selektif, dan konfirmasi terhadap identitas Salmonella yang diuji dengan melakukan uji biokimia, gula-gula, dan mikroskopis. 5.1.2 Hasil pemeriksaan Salmonella pada sampel kuning telur ayam yang diperiksa menunjukkan hasil positif terhadap beberapa tahapan. Hasil ini menunjukkan bahwa sampel telur ini memiliki higienie yang buruk dan tidak baik untuk dikonsumsi dalam keadaan mentah.

5.2

Saran Adapun saran-saran dari praktikan, antara lain: 5.2.1 Sebaiknya penjelasan mengenai praktikum harus diberikan terlebih dahulu agar tidak membingungkan mahasiswa dalm pembuatan laporan hasil praktikum.

You might also like