You are on page 1of 39

LAPORAN KASUS OBSTETRI

G2P1A0H1 USIA KEHAMILAN 36 MINGGU T/H/IU DENGAN EKLAMPSIA

I Gede Ariana H1A 007 024

PEMBIMBING : dr. Agus Rusdhy A.H., Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB MATARAM 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya. Laporan kasus yang berjudul G2P1A0H1 usia kehamilan 36 minggu T/H/IU dengan eklampsia ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/ SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis: 1. dr. A. Rusdhy Hariawan Hamid, Sp.OG, selaku pembimbing laporan kasus ini dan selaku Kepala Bagian/ SMF Kebidanan dan Kandungan RSUP NTB. 2. dr. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku supervisor. 3. dr. H. Doddy A.K., Sp.OG (K), selaku supervisor. 4. dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG, selaku supervisor. 5. dr. I Made P. Juliawan, Sp.OG, selaku supervisor. 6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter. Terima kasih.

Mataram, 10 Mei 2013

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

Kehamilan merupakan suatu proses yang dimulai sejak pembuahan sampai dengan lahirnya hasil pembuahan. Kehamilan mempengaruhi tubuh ibu secara keseluruhan dengan menimbulkan perubahan fisiologi yang pada hakekatnya terjadi di seluruh sistem organ1. Salah satu komplikasi kehamilan yang mempunyai tingkat kematian maternal dan perinatal yang tinggi adalah preeklamsia/eklamsia. Hipertensi bersama dengan infeksi dan perdarahan merupakan penyebab kematian ibu yang dominan2. Angka Kematian Ibu merupakan angka kematian yang terjadi pada saat kehamilan, persalinan, dan 42 hari pascapersalinan. Berbagai faktor yang terkait dengan resiko terjadinya komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan cara pencegahannya telah diketahui, namun demikian jumlah kematian ibu dan bayi masih tetap tinggi. Adanya target global (Millenium

Development Goal 5) terkait dengan penurunan kematian ibu semakin menyadarkan kita bahwa penanganan kematian ibu saat ini belum maksimal3. World Health Organization (WHO) memperkirakan di seluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin. Di Indonesia menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, angka kematian ibu masih cukup tinggi, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup. Prioritas penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), infeksi (11%), abortus (5%) dan partus lama (5%)4. Selain menimbulkan komplikasi terhadap ibu, hipertensi juga menimbulkan dampak negatif terhadap janin meliputi timbulnya PJT, oligohidroamnion, prematuritas, dan bahkan KJDR2. Resiko relative terjadinya bayi lahir mati pada ibu dengan preeklamsia adalah 5,65 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu tanpa preeklamsia5. Mengingat hal tersebut diatas maka preeklamsia/eklamsia masih merupakan penyakit kehamilan yang menyebabkan angka kematian ibu dan janin tinggi sehingga

preeklamsia/eklamsia di Indonesia masih merupakan suatu persoalan yang perlu mendapat perhatian serta penanganan yang baik. Berikut ini disajikan suatu kasus seorang wanita 35 tahun G2P1A0H1 usia kehamilan 36 minggu T/H/IU dengan eklampsia, yang selanjutnya ditatalaksana sesuai prosedur tetap di RSUP NTB. Selanjutnya akan dibahas apakah diagnosis, tindakan, dan penatalaksanaannya sudah tepat dan sesuai dengan literatur yang ada.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam2. Berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001, hipertensi dalam kehamilan dibagi menjadi2,6: 1. Hipertensi Kronik Tekanan darah 140/90 mmHgyang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan. 2. Preeklampsia Preeklampsi adalah tekanan darah 140/90 mmHg yang timbul setelah 20 minggu kehamilan di sertai dengan proteimuria 300 mg/24 jam atau dipstick 1+. Preeklampsia dibagi menjadi 2 yaitu : a) Preeklampsia ringan Preeklampsia ringan adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik/diastolik 140/90 sampai < 160/110 mmHg dengan proteinuria +1 dipstik. Preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 mingg,5,7. b) Preeklampsia berat Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria5. Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia, dan (b) Preeklampsia berat dengan impending eklampsia. Disebut impending eklampsia bila preeklampsia berat disertai gejala gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah5,6,8,9.

Tabel Perbandingan Preeklampsi Ringan dan Berat6. Abnormalitas Tekanan darah diastolik Proteinuria Nyeri Kepala Gangguan penglihatan Nyeri epigastrium Oliguria Kejang ( eklampsia) Kreatinin Serum Trombositopenia Peningkatan enzim hati Restriksi pertumbuhan fetus Edema pulmo Pre eklampsia Ringan < 100 mmHg 1+ Normal Minimal Pre eklampsia Berat 110 mmHg Persisten 2+ atau lebih Ada Ada Ada Ada Ada Meningkat Ada Nyata Nyata Ada

3. Eklampsia Eklampsia ialah preeklamsi yang disertai dengan kejang dan/atau koma tidak berhubungan dengan penyebab lain. 4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia Merupakan timbulnya proteinuria 300 mg/ 24 jam pada wanita hamil yang sudah mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu.Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia merupakan hipertensi kronik disertai proteinuria. 5. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) Tekanan darah 140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan desakan darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan. Edema, dahulu edema tungkai, dipakai sebagai tanda-tanda preeklampsia, tetapi sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata (anasarka). Perlu dipertimbangkan faktor resiko timbulny hipertensi dalam kehamilan, bila didapatkan edema generalisata, atau kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu. Primigravida yang mempunyai kenaikan berat badan rendah < 0,34 kg/minggu, menurunkan resiko hipertensi, tetapi meningkatkan resiko berat badan bayi rendah2.

2.2 Epidemiologi Hipertensi dalam Kehamilan Menurut Laporan KIA Provinsi tahun 2011, jumlah kematian ibu yang dilaporkan sebanyak 5.118 jiwa. Penyebab kematian ibu terbanyak masih didominasi oleh perdarahan (32%), disusul hipertensi dalam kehamilan (25%), infeksi (5%), partus lama (5%), dan abortus (1%). Penyebab Lain-lain (32%) cukup besar, termasuk didalamnya penyebab penyakit non obstetrik7. Dari grafik dibawah dapat dilihat bahwa jumlah kematian akibat hipertensi dalam kehamilan kini telah melampaui jumlah kematian akibat infeksi, partus lama dan penyebab lainnya, sehingga diperlukan tatalaksana yang cepat dan tepat untuk tatalaksana kasus hipertensi dalam kehamilan.

2.3 Faktor Risiko Hipertensi dalam Kehamilan Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut:2 Primigravida, primipaternitas Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus, hidrops fetalis, bayi besar Umur yang ekstrim. Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia 6

Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil Obesitas Resiko terjadiya preeklampsia meningkat menjadi 13,3 % pada wanita dengan BMI > 35 kg/m2.

Preeklampsia/eklampsia dipengaruhi juga oleh paritas, genetik dan faktor lingkungan

2.4 Patofisiologi Penyebab hipertensi dalam kehamilan sampai saat ini belum diketahui pasti. Beberapa penjelasan mengenai patogenesisnya masih berupa teori. Teori-teori yang saat ini banyak dianut adalah2: 1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta Pada kehamilan normal, dengan alasan yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke lapisan otot polos vaskuler, sehingga lapisan otot beregenerasi dan arteri spiralis dapat berdilatasi. Dilatasi lumen dan matriks di sekitar vaskuler memberi efek menurunkan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah ke jaringan plasenta & janin sehingga terjadi remodeling arteri spiralis. Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi trofoblas ke lapisan otot vaskular & matriks sekitarnya. Akibatnya, lapisan myoepitel tetap keras dan kaku sehingga tidak terjadi vasodilatasi, bahkan relatif mengalami vasokonstriksi. Efek remodeling arteri spiralis yang normal pun tidak terjadi yang kemudian menyebabkan peningkatan tekanan darah dan aliran darah uteroplasenta menurun sehingga terjadi iskemia plasenta.

2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel Iskemia plasenta, dan pembentukan oksidan/radikal bebas Pada teori invasi tropoblas, hipertensi dalam kehamilan teradi karena kegagalan remodeling arteri spiralis dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia akan menghasilkan radikal bebas/oksidan (senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan). Salah satu yang dihasilkan adalah radikal hidroksil, yang bersifat toksis terhadap membran sel endotel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak yang akan merusak membran sel, nukleus, dan protein sel endotel. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan Peroksida lemak sebagai bahan oksidan akan beredar dalam darah sebagai bahan toksin, yang paling mudah terpengaruh oleh bahan ini adalah sel endotel, karena sel endotel adalah yang paling dekat dengan aliran darah, dan mengandung banyak asam lemak yang dengan mudah dapat diubah menjadi lemak peroksida oleh oksidan hidroksil yang dihasilkan plasenta iskemik. Disfungsi sel endotel Endotel yang terpapar peroksida lemak akan mengalami kerusakan dan gangguan fungsi endotel, keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang mengakibatkan : Gangguan metabolisme prostaglandin, suatu vasodilator kuat. 8

Agregasi trombosit ke daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan, yang merupakan vasokonstriktor kuat. Peningkatan permeabilitas kapiler Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, misalnya endotelin. Peningkatan faktor-faktor koagulasi

3. Teori Intoleransi Imunologis Ibu-Janin Pada kehamilan normal, tubuh ibu menerima hasil konsepsi, yang merupakan suatu benda asing. Disebabkan oleh adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang memodulasi sistem imun, sehingga tidak bereaksi terhadap hasil konsepsi. HLA-G ini berfungsi untuk melindungi tropoblas dari lisis oleh Natural Killer (NK) ibu. Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di sel desidua di daerah plasenta, menghambat invasi tropoblas dalam desidua, yang penting dalam memudahkan vasodilatasi pembuluh darah dan matriks di sekitarnya. 4. Teori Adaptasi Kardiovaskuler Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor, akibat adanya perlindungan dari sintesis prostaglandin oleh sel endotel. Refrakter artinya tidak peka atau dibutuhkan kadar yang lebih tinggi untuk menimbulkan vasokonstriksi. Pada hipertensi dalam kehamilan, endotel kehilangan daya refrakternya terhadap bahan vasopressor, sehingga terjadi peningkatan kepekaan terhadap rangsangan dari bahan-bahan tersebut, hingga dalam tahap pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap rangsangan bahan vasopressor. 5. Teori genetik Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotie janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami preeklampsia, 26 % anak perempuannya akan mengalami preeklmapsia pula, sedangkan hanya 8 % anak menantu mengalami preeklampsia. 6. Teori Defisiensi Gizi (Teori diet) Penelitian lama menyebutkan bahwa terdapat hubungan adanya defisiensi gizi terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Penelitian terbaru menyebutkan konsumsi minyak ikan dapat menurunkan resiko. Penelitian lainnya juga menyebutkan, wanita yang mengkonsumsi kalsium selama kehamilan, memiliki resiko lebih rendah mengalami HDK, dan angka kejadian preeklampsia lebih rendah pada wanita hamil yang diberi suplemen kalsium daripada hanya glukosa. 7. Teori stimulus inflamasi Teori ini didasarkan pada fakta bahwa lepasnya debris fibroblas akan merangsang terjadinya inflamasi. Pada kehamilan normal, hal ini juga terjadi, namun dalam batas wajar, sehingga proses inflamasi yang terjadi tidak menimbulkan masalah. Disfungsi endotel mengakibatkan aktivasi leukosit yang sangat tinggi pada aliran darah ibu sehingga inflamasi yang terjadi bersifat sistemik. 2.5 Patogenesis6,8 Perubahan utama yang terjadi pada HDK adalah vasospasme dan aktivasi sel endothelium 1. VASOSPASME Konsep vasospame didasarkan pada pengamatan langsung terhadap pembuluh darah kecil pada kuku, fundus oculi dan konjuntiva. Konstriksi vaskular menyebabkan peningkatan tahanan perifer dan TD. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel menyebabkan kebocoran interstitisial yang meliputi bahan dalam darah a.l trombosit, fibrinogen dan deposit subendotelial lain. Berdasarkan pemeriksaan USG, terlihat adanya perubahan tahanan arterial pada penderita PE. Penurunan aliran darah akibat gangguan distribusi, iskemia dan perdarahan jaringan menyebabkan terjadinya serangkaian gejala PE Vasospasme pada penderita PE jauh lebih berat dibandingkan dengan yang terjadi pada pasien dengan sindroma HELLP. 2. AKTIVASI SEL ENDOTEL Pada gambar diagram faktor plasenta yang tak dapat di identifikasi dengan jelas masuk kedalam sirkulasi ibu dan merangsang aktivasi dan disfungsi sel endotel. Sindroma klinis PE adalah manifestasi umum dari terjadinya perubahan sel endotel tersebut. Endotel yang utuh memiliki sifat antikogulan dan dapat menurunkan respon otot polos terhadap agonis melalui pengeluaran nitric oxide. Sedangkan kerusakan atau aktivasi sel endotel akan menyebabkan keluarnya bahan-bahan yang merangsang koagulasi dan meningkatkan sensitivitas terhadap vasopresor. Perubahan-perubahan lain sebagai akibat proses aktivasi endotel adalah: 10

1. Perubahanan khas pada morfologi endotel kapiler glomerulus. 2. Peningkatan permeabilitas kapiler. 3. Peningkatan kadar bahan-bahan yang terkait dengan aktivasi tersebut. Peningkatan repon terhadap bahan pressor Dalam keadaan normal, wanita hamil refrakter terhadap pemberian vasopressor. Pada awal kejadian PE, terdapat peningkatan reaktivitas vaskular terhadap pemberian nor-epinephrine dan angisotensin II. Prostaglandin Beberapa prostanoid berperan penting dalam patofisiologi sindroma PE. Secara spesifik, respon terhadap pressor yang menurun pada kehamilan normal adalah berupa penurunan respon vaskular yang terjadi melalui sintesa prostaglandin endotelial vaskular. Pada penderita PE, produksi prostacyclin endotelial [PGI2] lebih rendah dibandingkan kehamilan normal ; tetapi sekresi thromboxane A2 dari trombosit meningkat. Perbandingan antara PGI2 : TXA2 yang menurun tersebut akan meningkatkan sensitivitas terhadap angiostension II sehingga terjadi vasokonstriksi. Nitric oxide Vasodilator sangat kuat ini dibentuk dari L-arginine oleh sel endotel. Bila nitric oxide ini diambil maka timbul gejala-gejala yang menyerupai PE . Pencegahan sintesa nitric oxide akan menyebabkan : o Peningkatan nilai MAP-mean arterial pressure. o Penurunan frekuensi denyut jantung. o Kepekaan terhadap vasopresor meningkat. Pada PE, terjadi penurunan synthase nitric oxide endotel sehingga permeabilitas sel meningkat. Kenaikan kadar Nitric Oxide dalam serum pada penderita PE tersebut adalah sebuah akibat bukan sebuah sebab. Endothelin Endothelin adalah 21amino acid peptide yang merupakan vasokonstriktor kuat, dan endothelin-1 (ET-1) adalah isoform primer yang dihasilkan oleh endotel manusia. Kadar endothelin dalam plasma wanita hamil normal memang meningkat, tetapi pada penderita PE kadar endothelin jauh lebih meningkat. penderita PE terbukti menurunkan kadar ET-1. Pemberian MgSO4 pada

11

Patogenesis Hipertensi Dalam Kehamilan6 2.6 Pencegahan2 Modifikasi diet o Pencegahan asupan garam tak dapat mencegah terjadinya preeklampsia o Suplementasi calcium dapat menurunkan kejadian hipertensi gestasional Aspirin dosis rendah Awal keberhasilan penggunaan 60 mg aspirin untuk menurunkan kejadian PE berawal dari kemampuan untuk menekan produksi tromboksan secara selektif dengan hasil akhir peningkatan produksi prostacyclin endothelial. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa aspirin dosis rendah tidak efektif dalam pencegahan PE. Antioksidan Aktivitas antioksidan serum penderita PE sangat berkurang. Konsumsi vitamin E tidak berhubungan kejadian PE. Kadar Vit E dalam plasma yang tinggi pada penderita PE adalah merupakan respon terhadap stressor oksidatif yang ada. Adanya penurunan aktivasi sel endothel pada pemberian vit C atau E pada kehamilan 18 22 dan pemberian vitamin C dan E dapat menurunkan secara bermakna kejadian PE.

12

2.7 Gambaran Klinik Eklampsia Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeclampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeclampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan2. Pada penderita preeklampsia yang akan kejang, umumnya memberi gejala-gejala atau tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodromal akan terjadinya kejang. Preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodromal ini disebut sebagai impending eclampsia atau imminent eclampsia. Gejala prodromal yang dimaksud adalah nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah2. Kejang pada eklampsia dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik ialah dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut., yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15-30 detik2. Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermitten pada otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit.akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar liur berbusa yang kadang-kadang disertai bercak darah. Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik perdarahan2. Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir, sehingga pernapasan tertahan, kejang klonik berlangsung kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah dan akhirnya penderita diam tak bergerak. Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit, kemudian berangsur-angsur kontraksi melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh ke dalam koma. Pada waktu timbul kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat yang mungkin oleh karena gangguan serebral. Penderita mengalami inkontinensia disertai dengan oliguria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah2. 13

Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak segera diberi obat-obat antikejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernapasan meningkat, dapat mencapai 50 kali permenit akibat terjadinya hiperkardia atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan dapat menimbulkan sianosis. Penderita yang sadar kembali dari koma, umumnya mengalami disorientasi dan sedikit gelisah. Untuk menilai derajat hilangnya kesadaran dapat dipakai beberapa cara., salah satunya dengan Glasgow Coma Scale2.

2.8 Penatalaksanaan Eklampsia Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia, mencegah trauma pada pasien waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat. Perawatan medikamentosa dan perawatan suportif eklampsia, merupakan yang sangat penting. Tujuan utama perawatan medikamentosa eklampsia adalah mencegah dan menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara yang tepat5. Tatalaksana medikamentosa Obat anti kejang Obat anti kejang yang menjadi pilihan adalah magnesium sulfat. Bila dengan jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain, misalnya tiopental. Diazepam dapat dipakai sebagai alternatif / pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi, pemberian diazepam hanya dilakukan oleh yang berpengalaman. Pemberian diuretikum sebaiknya selalu disertai dengan memonitor plasma elektrolit. Obat kardiotonika ataupun obat-obat anti hipertensi hendaknya selalu disiapkan dan diberikan benar-benar atas indikasi5. Magnesium sulfat Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian magnesium sulfat pada preeclampsia berat. Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi organ-organ penting, misalnya tindakan-tindakan untuk memperbaiki asidosis, mempertahankan ventilasi paru-paru, mengatur tekanan darah, mencegah dekompensasi kordis. Pada penderita yang mengalami kejang dan koma, 14

nursing care sangat penting, misalnya meliputi cara-cara perawatan penderita dalam suatu kamar isolasi, mencegah aspirasi, mengatur infus penderita dan monitoring produksi urin5. Perawatan pada waktu kejang Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan adalah mencegah penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut. Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang, tidak di kamar gelap, agar bila terjadi sianosis segera dapat diketahui. Penderita dibaringkan di tempat tidur yang lebar, dengan rail tempat tidur harus dipasang dan dikunci dengan kuat. Selanjutnya masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita dan jangan coba melepas sudap lidah yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi. Kepala direndahkan dan daerah orofaring diisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita yang kejang tidak terlalu kuat menghentak-hentak benda kerasi di sekitarnya. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor, guna menghindari fraktur. Bila penderita selesai kejang-kejang, segera beri oksigen5. Perawatan koma Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau

mempertahankan diri terhadap suhu yang ekstrim, posisi tubuh yang menimbulkan nyeri dan aspirasi, karena hilangnya refleks muntah. Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma ialah terbuntunya jalan napas atas. Setiap penderita eklampsia yang jatuh dalam koma harus dianggap bahwa jalan napas atas terbuntu, kecuali dibuktikan lain5. Oleh karena itu, tindakan pertama-tama pada penderita yang jatuh koma (tidak sadar), ialah menjaga dan mengusahakan agar jalan napas atas tetap terbuka. Untuk menghindari terbuntunya jalan napas atas oleh pangkah lidah dan epiglottis dilakukan tindakan sebagai berikut. Cara yang sederhana dan cukup efektif dalam menjaga terbukanya jalan napas atas, ialah dengan maneuver head tilt-neck lift, yaitu kepala direndahkan dan leher dalam posisi ekstensi ke belakang atau posisi head tilt-chin lift, dengan kepala direndahkan dan dagu ditarik ke atas atau jaw thrust, yaitu mandibular kiri kanan diekstensikan ke atas sambil mengangkat kepala ke belakang. Tindakan ini kemudian dapat dilanjutkan dengan pemasangan oropharyngeal airway5. Hal penting kedua yang perlu diperhatikan ialah bahwa penderita koma akan kehilangan refleks muntah sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi bahan lambung sangat besar. Lambung ibu hamil harus selalu dianggap sebagai lambung penuh. Oleh 15

karena itu, semua benda yang ada dalam rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa lender maupun sisa makanan, harus segera diisap secara intermitten. Penderita ditidurkan dalam posisi stabil untuk drainase lender5. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai GCS. Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan decubitus dan makanan penderita. Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin, dapat diberikan melalui NGT5. Perawatan edema paru Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita dirawat di ICU karena membutuhkan perawatan animasi dengan respirator5. Tatalaksana obstetrik Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Kehamilan diakhiri bila sudah mencapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. Pada perawatan pasca persalinan, bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya5.

2.9 Prognosis Eklampsia Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian5. Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang sudah memiliki hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi bayi sudah sangat inferior5. 2.10 Komplikasi Eklampsia Komplikasi yang tersering timbul pada eklampsia adalah sindroma HELLP. Sindroma HELLP merupakan preeclampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolysis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopenia5. H EL : Hemolisis : Elevated Liver Enzyme 16

LP

: Low Platelet Count

Diagnosa sindroma HELLP berdasarkan : 5 Didahului tanda dan gejala yang tidak khas seperti malaise, lemah, nyeri kepala,mual dan muntah. Adanya tanda dan gejala preeclampsia. Tanda-tanda hemolysis intravascular, khususnya kenaikan LDH, AST dan bilirubin indirek. Tanda kerusakan/ disfungsi sel hepatosit hepar : kenaikan ALT, AST, LDH. Trombositopenia (trombosit 150.000/ml) Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala preeclampsia, harus dipertimbangkan sindroma HELLP5. Klasifikasi sindroma HELLP menurut klasifikasi Mississippi berdasarkan kadar trombosit darah : 5 Klas I : trombosit 50.000 LDH 600 IU/l AST dan/atau ALT 40 IU/l Klas II : trombosit antara >50.000 sampai 100.000 LDH 600 IU/l AST dan/atau ALT 40 IU/l Klas III : trombosit > 100.000 sampai 150.000 LDH 600 IU/l AST dan/atau ALT 40 IU/l Terapi medikamentosa pada sindroma HELLP adalah mengikuti terapi medikamentosa preeclampsia-eklampsia dengan melakukan monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit <50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial dan fibrinogen5. Pemberian deksametason rescue pada antepartum diberikan dalam bentuk double strength dexamethasone (double dose). Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau trombosit 100.000 150.000/ml dengan disertai tanda-tanda eklampsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium, maka diberikan deksametason 10 mg i.v tiap 12 jam 2 kali, kemudian diikuti 5 mg i.v tiap 12 jam 2 kali. Terapi deksametason dihentikan, bila telah terjadi perbaikan laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan penurunan LDH serta 17

perbaikan antioksidan5.

tanda

dan

gejala-gejala

klinik

preeclampsia-eklampsia.

Dapat

dipertimbangkan pemberian transfuse trombosit, bila kadar trombosit < 50.000/ml dan

Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu kehamilan diakhiri / terminasi tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan pervaginam atau perabdominam. Perlu diperhatikan adanya gangguan pembekuan darah bila hendak melakukan anestesi regional (spinal) 5. Kematian ibu bersalin pada sindroma HELLP cukup tinggi yaitu 24%. Penyebab kematian dapat berupa kegagalan kardiopulmonal, gangguan pembekuan darah, perdarahan otak, rupture hepar dan kegagalan organ multiple. Demikian juga kematian perinatal pada sindroma HELLP cukup tinggi, terutama disebabkan oleh persalinan preterm5. Diagnosis dini sangat penting mengingat banyaknya penyakit yang mirip dengan sindroma HELLP. Pengobatan sindroma HELLP juga harus memperhatikan cara-cara perawatan dan pengobatan pada preeclampsia dan eklampsia. Pemberian cairan intravena harus sangat hati-hati karena sudah terjadi vasospasme dan kerusakan sel endotel. Cairan yang diberikan adalah RD 5%, bergantian RL 5% dengan kecepatan 100ml/jam dengan produksi urin dipertahankan sekurang-kurangnya 20 ml/ jam. Bila hendak dilakukan seksio sesarea dan bila trombosit <50.000/ml, maka perlu diberi transfuse trombosit. Bila trombosit <40.000/ml dan akan dilakukan seksio sesarea maka perlu diberi transfuse darah segar. Dapat pula diberikan plasma exchange dengan fresh frozen plasma dengan tujuan menghilangkan sisa-sisa hemolysis mikroangiopati5. Double strength dexamethasone diberikan 10 mg i.v tiap 12 jam segera setelah diagnosis sindroma HELLP ditegakkan. Kegunaan pemberian double strength dexametason ialah untuk : 5 1. Kehamilan preterm, meningkatkan pematangan paru janin 2. Mempercepat perbaikan gejala klinik dan laboratorik Pada sindroma HELLP post partum diberikan deksametason 10 mg i.v setiap 12 jam disusul pemberian 5 mg deksametason 2 x selang 12 jam (tappering off). Perbaikan gejala klinik setelah pemberian deksametason dapat diketahui dengan meningkatnya produksi urin, trombosit, menurunnya tekanan darah, menurunnya kadar LDH dan AST. Bila terjadi rupture hepar sebaiknya segera dilakukan pembedahan lobektomi5.

18

BAB III STATUS OBSTETRI

I. IDENTITAS Nama Usia Pekerjaan Agama Suku Alamat RM MRS : Ny. S : 35 tahun : PRT : Islam : Sasak : Tanjung : 510595 : 18 April 2013 pukul 15.40

II. ANAMNESIS (Allo + Heteroanamnesis) Keluhan Utama : Kejang Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien rujukan dari puskesmas narmada dengan G2P1A0H1 umur kehamilan 36 minggu T/H/IU presentasi kepala dengan eklamsia. Pasien mengalami kejangkejang sebanyak 3 kali. Kejang terjadi 1 kali dirumah pasien dan 2 kali di PKM Narmada. Pasien kejang pertama kali pukul 12.00 WITA (18/04/2013) dirumah pasien. Kemudian dibawa oleh keluarganya ke PKM Narmada. Di PKM narmada pasien mengalami kejang sebanyak 2 kali. Keluarga pasien mengatakan setiap kali pasien kejang selama 1 menit. Pasien kejang pada seluruh tubuh disertai dengan lidah tergigit hingga keluar darah dari mulut. Keluar busa dari mulut (-). Setelah kejang pasien tidak mengingat apa yang terjadi padanya. Pasien juga mengeluh mual dan sempat muntah sebanyak 2 kali di puskesmas narmada. Dua hari sebelumnya pasien mengeluh sakit kepala. Pandangan kabur dan nyeri ulu hati tidak dikeluhkan oleh pasien. Pasien tidak mengeluhkan keluar air dari jalan lahir, keluar lendir campur darah maupun perut terasa kencang. Gerakan janin masih dirasakan.
Riwayat Penyakit Dahulu : 19

Selama ANC pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi sejak tanggal 15/03/2013 dengan tekanan darah 150/90 mmHg. Riwayat DM (-). Riwayat asma (-). Riwayat Penyakit Keluarga : Ayah pasien memiliki riwayat darah tinggi. Riwayat DM (-). Riwayat asma pada keluarga (-). Riwayat Alergi : Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal. Riwayat Obstetri : Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut : 1. / cukup bulan/spontan/ bidan/ puskesmas/ 2800 gram/ 8 tahun/ hidup 2. Ini HPHT Taksiran Persalinan Riwayat ANC ANC terakhir Riwayat USG : 09-08-2012 : 16-05-2013 : 5 kali di Polindes : tanggal 9/04/2013, TD : 150/90 mmHg : 2x di Sp.OG. terkahir tanggal : 25/02/2013 Hasil : janin T/H/IU letak kepala, BPD 26 w 6d, AC 25 w 5d, plasenta di fundus grade II, air ketuban cukup, jenis kelamin laki-laki. Riwayat KB Rencana KB : Suntik 3 bulan : -

Kronologis di Puskesmas Narmada 15.10 wita Keluhan Pasien rujukan dari bidan dengan keluhan kejang 1x dirumah, muntah (+), dan sempat kejang 2x di puskesmas. Pemeriksaan di Puskesmas Narmada : KU : baik TD : 180/120 mmHg Nadi : 82 x/menit RR : 22 x/menit T : 36.9 C TFU : 27 cm DJJ : 12-11-12 (140x/menit) 20

His : (-) Teraba bokong di fundus

Diagnosis: G2P1A0H1 umur kehamillan 36 minggu T/H/IU dengan eklamsia

Terapi yang diberikan di Puskesmas Narmada : IVFD RL Nifedipin tablet 10 mg pukul 14.30 Bolus MgSO4 4 gram iv pukul 15.00 Drip MgSO4 6 gram 28 tpm Rujuk ke RSUP NTB

III. STATUS GENERALIS Keadaan umum : sedang GCS Tanda Vital - Tekanan darah - Frekuensi nadi - Frekuensi napas - Suhu : 190/120 mmHg : 98 x/menit : 30 x/menit : 36,6oC : E4V5M6

Pemeriksaan Fisik Umum - Mata - Jantung - Paru - Abdomen - Ekstremitas : anemis -/-, ikterus -/: S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-) : vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-) : bekas luka operasi (-), striae gravidarum (+) : edema - - akral teraba hangat + + + +

IV. STATUS OBSTETRI L1 L2 L3 L4 : bokong : punggung di sebelah kanan : kepala : 4/5 21

TFU TBJ HIS DJJ VT

: 26 cm : 2325 gram : (-) : 13-14-13 (160 x/menit) : 1 cm, effacement 10%, amnion (+), teraba kepala, denominator belum jelas, HI, tidak teraba bagian kecil janin dan tali pusat.

Pelvic score : Cervix dilatation 1 cm : 1 Cervix length 2 cm : 1 Consistency medium : 1 Position midposition : 1 Station -3 : 0

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM HB: 14,1 g/dl RBC: 6.41 M/dl HCT: 41,4 % WBC: 16,39 K/dl PLT: 152 K/dl Proteinuria: +2 GDS : 164 SGOT: 146 SGPT: 219 Kreatinin: 0,6 Ureum: 16 HBsAg : (-) BT : 330 CT : 600

VI. DIAGNOSIS G2P1A0H1 usia kehamilan 36 minggu T/H/IU presentasi kepala dengan eklampsia.

VII.

TINDAKAN Observasi kesejahteraan ibu dan janin Pasang DC (urine output 110 cc) Bolus MgSO4 40% 4 gram (sudah di PKM narmada pukul 15.00) Pasang infus RL, drip MgSO4 40%6 gram 28 tpm (sudah di PKM narmada) Konsul ke SPV pro SC, advice : Drip oksitosin Kelola Eklampsia sesuai protap 22

O2 nasal kanul 3 lpm Observasi tanda vital, urine output, keluhan subjektif, dan DJJ.

VIII. BAYI LAHIR Jenis persalinan Lahir tanggal, jam Jenis kelamin APGAR Score Lahir Berat Panjang Amnion Kelainan kongenital Anus Ballad Score IX. PLASENTA Lahir Lengkap Berat Perdarahan : Spontan : Ya : 500 gram : 250 cc : Spontan Bracht : 19-04-2013 pukul 09.00 WITA : Laki-laki : 3-5 : Hidup : 1800 gram : 46 cm : keruh : (-) : (+) : 28 sesuai umur kehamilan 34-36 minggu

Panjang tali pusat : 50 cm X. KONDISI IBU 2 JAM POST PARTUM Keadaan umum Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi napas Suhu Kontraksi uterus TFU Lochia rubra : Baik : 180/120 mmHg : 90 x/menit : 22 x/menit : 36,5C : (+) baik : 2 jari di bawah umbilikus : (+)

XI. KONDISI IBU I HARI POST PARTUM Keadaan umum Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi napas : Baik : 150/100 : 88 x/menit : 20 x/menit 23

Suhu Kontraksi uterus TFU Perdarahan aktif Bayi di NICU HR :168 bpm RR : 40 bpm T : 35,80C

: 36,8C : (+) baik : 2 jari di bawah umbilikus : (-)

24

TIME 18/04/ 2013 16.00

SUBJECTIVE Keluhan Utama : kejang Riwayat Penyakit Sekarang :

OBJECTIVE Status Generalis Keadaan umum :

ASSESSMENT G2P1A0H1 usia kehamilan minggu 36 T/H/IU

PLANNING Observasi kesejahteraan ibu dan janin Pasang DC (urine output 110 cc) Bolus MgSO4 40% 4 gram (sudah di PKM narmada pukul 15.00)

Pasien rujukan dari puskesmas Sedang narmada dengan G2P1A0H1 GCS umur kehamilan 36 minggu Tanda Vital T/H/IU dengan mengalami presentasi eklamsia. kepala Pasien
Tekanan darah: 190/120 mmHg Frekuensi x/menit Frekuensi napas: x/menit 30 nadi: 98 : E2V4M5

dengan eklampsia

kejang-kejang

Pasang

infus

RL,

drip

sebanyak 3 kali. Kejang terjadi 1 kali dirumah pasien dan 2

MgSO4 40%6 gram 28 tpm (sudah di PKM narmada) Konsul ke SPV advice : Drip oksitosin Kelola Eklampsia pro SC,

kali di PKM Narmada. Pasien - Suhu : 36,6oC kejang pertama kali pukul Pemeriksaan Fisik Umum 12.00 dirumah WITA pasien. (18/04/2013) Kemudian
Mata: anemis -/-, ikterus -/Jantung:S1S2 reguler, gallop (-) Paru: vesikuler +/+, tunggal (-),

sesuai protap O2 nasal kanul 3 lpm Observasi tanda vital, urine output, keluhan subjektif, dan DJJ.

dibawa oleh keluarganya ke PKM Narmada. pasien sebanyak Di PKM kali. -

murmur

narmada kejang

mengalami 2

Keluarga pasien mengatakan setiap kali pasien kejang

ronki (-), wheezing (-) Abdomen : bekas luka 25

selama 1 menit. Pasien kejang pada seluruh tubuh disertai dengan lidah tergigit hingga keluar darah dari mulut. Keluar busa dari mulut (-). Setelah kejang pasien tidak mengingat apa yang terjadi padanya. Pasien juga mengeluh mual dan sempat

operasi

(-),

striae

gravidarum (+) Ekstremitas edema :

- akral hangat + + + + Status obstetri L1 : bokong di

muntah L2 :punggung sebanyak 2 kali di puskesmas sebelah kanan narmada.


L3 : kepala : 4/5 : 26 cm : 2325 gram : -

Pasien mengeluh sakit kepala L4 sejak dua hari sebelumnya. TFU Pandangan kabur dan nyeri ulu TBJ hati tidak dikeluhkan oleh HIS
DJJ VT 10%,

pasien. Pasien tidak mengeluhkan

:13-14-13 (160 bpm) : 1 cm, effacementt amnion (+), teraba

keluar air dari jalan lahir, keluar lendir campur darah maupun perut terasa kencang. Gerakan janin masih dirasakan.

kepala, denominator belum jelas, HI, tidak teraba bagian kecil janin dan tali

26

Riwayat Penyakit Dahulu :

pusat.

Selama ANC pasien memiliki Pemeriksaan riwayat tekanan darah tinggi sejak Laboratorium tanggal 15/03/2013 dengan HB: 14,1 g/dl RBC: 6,41 M/dl HCT: 41,4 % WBC: 16,39 K/dl PLT: 152 K/dl HBsAg : (-) Proteinuria: +2 GDS : 164 SGOT: 146 SGPT: 219 Kreatinin: 0,6 Ureum: 16 riwayat BT : 330 CT : 600

tekanan darah 150/90 mmHg. Riwayat DM (-). Riwayat asma () Riwayat Penyakit Keluarga : Ayah pasien memiliki riwayat darah tinggi. Riwayat DM (-). Riwayat asma pada keluarga (+). Riwayat Alergi : Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal. Riwayat Obstetri : Pasien memiliki

kehamilan sebagai berikut : 1. / cukup bulan/spontan/ bidan/ puskesmas/ 2800 gram/ 8 tahun/ hidup 2. Ini HPHT : 09-08-2012

27

Taksiran Persalinan: 16-05-2013 Riwayat ANC : 5 kali di Polindes ANC terakhir :tanggal 9/04/2013, TD : 150/90 mmHg Riwayat USG Sp.OG. terkahir : 2x di :

tanggal

25/02/2013 Hasil : janin T/H/IU letak kepala, BPD 26 w 6d, AC 25 w 5d, plasenta di fundus grade II, air ketuban cukup, jenis kelamin laki-laki. Riwayat KB bulan Rencana KB : : Suntik 3

28

17.30

Keadaan umum : sedang GCS : E4V5M6 TD : 180/120 mmHg Nadi : 94 bpm RR : 22 x/min Temp : 36,8oC UO : 200 cc UC : DJJ : 12-13-12 (148 bpm)

Drip MgSO4 28 tpm Mulai drip oksitosin 8 tpm

21.30

Keadaan umum : sedang GCS : E4V5M6 TD : 170/120 mmHg Nadi : 88 bpm RR : 22 x/min Temp : 36,8oC UO : 220 cc UC : 2 x 10~25 DJJ : 11-12-12 (140 bpm)

Drip MgSO4 28 tpm Drip oksitosin 40 tpm maintenance tetesan

23.30

Keadaan umum : sedang GCS : E4V5M6 TD : 160/110 mmHg Nadi : 88 bpm

Drip MgSO4 28 tpm Drip oksitosin flash pertama habisganti flash kedua

29

RR : 22 x/min Temp : 36,8oC UO : 310 cc UC : 3 x 10~25 DJJ : 11-11-11 (132 bpm) 19/04/ 2013 03.30 Os mengatakan keluar air dari jalan lahir Keadaan umum : sedang GCS : E4V5M6 TD : 170/110 mmHg Nadi : 90 bpm RR : 22 x/min Temp : 36,8oC UO : 310 cc UC : 2 x 10~20 DJJ : 12-11-12 (140 bpm) VT : 1 cm, effacement 25%, amnion (-), teraba kepala, denominator belum jelas, HI, tidak teraba bagian kecil janin dan tali pusat. G2P1A0H1 usia kehamilan 36 minggu T/H/IU Drip MgSO4 28 tpm Drip oksitosin flash keduahabis ganti RL 20 tpm

dengan eklampsia Inj.ampicilin 1 g/6 jam + KPD + gagal drip Observasi suhu Co spv, advice : Siapkan SC pagi ini

30

07.30

Keadaan umum : sedang GCS : E4V5M6 TD : 170/120 mmHg Nadi : 94 bpm RR : 22 x/min Temp : 36,6oC UO : 500 cc UC : 2 x 10~20 DJJ : 12-11-11 (136 bpm)

G2P1A0H1 usia Drip MgSO4 28 tpm kehamilan minggu 36 Pasien di transfer ke ruang OK IBS T/H/IU

dengan eklampsia + KPD + gagal drip

08.55

Pasien mengatakan ingin mengedan seperti ingin BAB

Keadaan umum : sedang GCS : E4V5M6 TD : 170/120 mmHg Nadi : 94 bpm RR : 22 x/min Temp : 36,6oC

Persalinan kala II

Pimpin ibu untuk mengedan

VT : lengkap, effacement 100%, amnion (-), teraba bokong, HIV, tidak teraba bagian kecil janin dan tali pusat.

31

09.10

Bayi lahir hidup, secara spontan bracth perempuan dengan berat 1800 gram dan panjang badan 46 cm. AS : 3-5, anus (+), kelainan kongenital (-), amnion keruh.

post

Plasenta lahir spontan, lengkap, perdarahan 250 cc.

Keadaan umum : baik 11.00 GCS : E4V2M5 TD : 180/120 mmHg Nadi : 90 x/menit RR : 22 x/menit Suhu : 36,5C UC : (+) baik TFU : 2 jari di bawah umbilicus Lochia rubra: (+) Perdarahan aktif (-) 20/04/ 2013 07.00 Keadaan umum : baik GCS : E4V2M5 TD : 150/100 mmHg Nadi : 84 x/menit

jam

Observasi

tanda

vital,

partum

perdarahan, kontraksi uterus dan urin output

post partum hari k-2

Observasi

tanda

vital,

perdarahan, kontraksi uterus dan urin output Sarankan makan, minum, dan 32

RR : 20 x/menit Suhu : 36,5C UC : (+) baik TFU : 2 jari di bawah umbilicus Lochia rubra: (+) Perdarahan aktif (-) Bayi di NICU HR :168 bpm RR : 40 bpm T 21/04/ 2013 08.00 : 35,80C Post partum hari ke-3

mobilisasi Drip MgSO4 28 tpmstop Tab amoxicillin 500 mg 3x1 Tab As. Mefenamat 500 mg 3x1 Tab SF 2x1

Keadaan umum : baik GCS : E4V2M5 TD : 140/90 mmHg Nadi : 80 x/menit RR : 20 x/menit Suhu : 36,5C UC : (+) baik TFU : 2 jari di bawah umbilicus Lochia rubra: (+)

Observasi

tanda

vital,

perdarahan, kontraksi uterus dan urin output Sarankan makan, minum, dan mobilisasi Tab amoxicillin 500 mg 3x1 Tab As. Mefenamat 500 mg 3x1 Tab SF 2x1

33

Perdarahan aktif (-)

Bayi di NICU HR :140 bpm RR : 34 bpm T 22/04/ 2013 08.00 : 36,50C Post partum hari ke-4 Observasi tanda vital,

Keadaan umum : baik GCS : E4V2M5 TD : 130/80 mmHg Nadi : 80 x/menit RR : 20 x/menit Suhu : 36,5C UC : (+) baik TFU : 2 jari di bawah umbilicus Lochia rubra: (+) Perdarahan aktif (-)

perdarahan, kontraksi uterus dan urin output Sarankan makan, minum, dan mobilisasi Tab amoxicillin 500 mg 3x1 Tab As. Mefenamat 500 mg 3x1 Tab SF 2x1

Bayi di NICU HR :145 bpm RR : 36 bpm T : 36,50C 34

23/04/ 2013 08.00

Keadaan umum : baik GCS : E4V2M5 TD : 130/80 mmHg Nadi : 80 x/menit RR : 20 x/menit Suhu : 36,5C UC : (+) baik TFU : 2 jari di bawah umbilicus Lochia rubra: (+) Perdarahan aktif (-) Bayi di NICU HR :144 bpm RR : 40 bpm T : 36,5 0C

Post partum hari ke-5

Observasi

tanda

vital,

perdarahan, kontraksi uterus dan urin output Sarankan makan, minum, dan mobilisasi Tab amoxicillin 500 mg 3x1 Tab As. Mefenamat 500 mg 3x1 Tab SF 2x1 Pasien boleh pulang

35

BAB IV PEMBAHASAN

Pada laporan kasus berikut, diajukan suatu kasus seorang wanita 35 tahun dengan G2P1A0H1 usia kehamilan 36 minggu T/H/IU dengan eklampsia, selanjutnya akan dibahas: Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeclampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeclampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum. Tanda dan gejala yang ditemukan pada pasien adalah adanya keluhan kejang berulang disertai dengan keluhan sakit kepala, mual, dan muntah sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sedang dengan tekanan darah 190/120 mmHg. Dari riwayat ANC sebelumnya, pernah didapatkan riwayat tekanan darah tinggi yaitu pada tanggal 15/03/2013. Selama kehamilan pasien melakukan 5 kali ANC dan hasilnya didapatkan riwayat tekanan darah tinggi. Bengkak pada kedua kaki -/-. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan proteinuria +2, SGOT 146, SGPT 219, BT 330, CT 600, kreatinin 0,6 dan ureum 16. Dilihat dari gejala dan tanda pasien mengarah ke diagnosis eklampsia namun belum memenuhi kriteria HELLP syndrome. Penatalaksanaan yang dilakukan di Puskesmas Narmada sudah cukup tepat yaitu memberikan bolus MgSO4 40% 4 gram dan drip MgSO440% 6 gr dalam RL. Namun pemberian terapi aktif diatas menurut penulis sedikit terlambat karena pasien sempat kejang sampai dua kali di puskesmas baru diberikan injeksi dan drip MgSO4. Tindakan yang dilakukan di RSUP NTB sudah tepat yaitu langsung melakukan terminasi tanpa memandang usia kehamilan. Terminasi kehamilan pada kasus ini dilakukan dengan drip oksitosin karena ketika dilakukan pemeriksaan didapatkan janin presentasi kepala. Namun setelah diberikan oksitosin drip 2 flash sesuai protap janin belum lahir sehingga pasien didiagnosa dengan gagal drip. Menurut kepustakaan gagal drip oksitosin dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti :
Faktor resiko Paritas Determinan Nullipara Multipara Umur kehamilan 37-40 minggu 24-36 minggu Odd Ratio 4,6 1 1 1,2

36

>40 minggu Bishop score <5 >5 Pecah ketuban Tidak ada <12 jam >12 jam Riwayat buruk Makrosomia obstetri Ada Tidak Ya Tidak

1,6 1 1,99 1 0,95 1,84 2 1 2,5 1

Ketika lahir ternyata bayi dalam letak sungsang. Pada pasien ini seharusnya tidak boleh dilakukan terminasi dengan drip oksitosin karena terdapat kontraindikasi kelainan letak janin. Seharusnya terminasi dilakukan langsung dengan seksio sesarea, namun karena terdapat kesalahan pada saat pemeriksaan fisik sehingga terjadi kesalahan dalam pengambilan tindakan. Saat dilahirkan didapatkan prematur dengan berat badan bayi rendah yaitu 1800 gram dengan apgar score 3-5. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi komplikasi terhadap janin akibat hipertensi pada pasien ini.

37

BAB V KESIMPULAN

1. Preeklamsia/eklamsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi baik terhadap ibu maupun janin. 2. Diagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat sangat dibutuhkan pada penanganan kasus-kasus obstetrik sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat dan tidak merugikan pasien. 3. Kualitas dan kuantitas ANC harus lebih ditingkatkan lagi di seluruh fasilitas layanan kesehatan agar dapat menyaring pasien dengan kehamilan resiko tinggi sehingga dapat ditangani lebih awal.

38

DAFTAR PUSTAKA

1. Benson, C. Ralph, Pernoll, Martin L., 2009. Buku Saku Obstetric dan Ginekologi. EGC : Jakarta 2. Prawirohardjo, Sarwono., 2010. Ilmu Kebidananchapter 40 : hipertensi dalam kehamilan, p 530-554. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta 3. Depkes RI. 2012. Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu. Accessed at : April 21st, 2013. Available on : http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-

content/uploads/downloads/2013/01/Factsheet_Upaya-PP-AKI.pdf 4. Depkes RI. 2012. Pengumpulan Data dan Kajian Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu pada Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan di Indonesia Tahun 2012. Accessed at : April 21st, 2013. Available on : http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-

content/uploads/downloads/2013/01/Factsheet_Assessment.pdf 5. Lestari, Sri. 2008. Insidensi Dan Faktor Resiko Preeklamsia-Eklamsia Dan Hubungannya Dengan Kematian Perinatal Di Rsud Wirosaban Yogyakarta. Available on: www.fkumy.com 6. Cunningham FG, et al, editor. Williams Obstetry. 23rd Edition, section VII : obstetrical complication, chapter 34 : Hypertensive Disorders in Pregnancy. 2010. Mc-Graw Hill : USA. 7. POGI. 2010. Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan. Accessed at : April 21st, 2013. Available on :

http://www.pogi.or.id/pogi/upload/downloadfile/b885ca787fde10fe1b84f6747fd2992c_pr otaphipertensidalamkehamilanprotaphipertensidalamkehamilan.pdf 8. Dekker GA, Sibai BM : Etiology and pathogenesis of preeclampsia: Current concepts. Am J Obstet Gynecol 179:1359, 1998

39

You might also like