You are on page 1of 15

PENDAHULUAN

Hadirin yang saya hormati,


Pada hari yang berbahagia dan bersejarah ini perkenankanlah saya menyampaikan pidato
pengukuhan guru besar ini dengan judul ”Agama Sebagai Salah Satu Modalitas Terapi dalam
Psikiatri” Judul ini dipilih antara lain karena potensi religiusitas masyarakat Indonesia yang
cukup tinggi, sebagaimana tersurat dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Republik
Indonesia 1945 yang secara tegas menyebutkan bahwa negara kita berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Namun, dalam praktik pemanfaatan agama sebagai modalitas terapi secara
formal belum dimanfaaatkan dengan optimal. Selama ini pemanfaatan agama sebagai
modalitas terapi dalam dunia kedokteran atau di lingkungan Rumah Sakit hanya dilakukan
oleh petugas nonmedis yang pada umumnya tidak dibekali pemahaman tentang kedokteran
dan keterampilan sebagai terapi. Bahkan sebagian masyarakat masih memandang dengan
sebelah mata atau bahkan memandang negatif peran agama ter¬hadap kesehatan jiwa. Hal
inilah yang diperkirakan menimbulkan kontroversi tentang peran agama terhadap kesehatan
jiwa. Oleh karena itulah saya merasa perlu mengungkapkan masalah ini di hadapan sidang
yang terhormat, agar keberadaan agama pada masyarakat kita dapat dimanfaatkan sebagai
salah satu modalitas terapi psikiatri secara optimal.

SEJARAH PERKEMBANGAN TERAPI PSIKIATRI


Hadirin yang terhormat,
Pemahaman manusia tentang sebab-sebab terjadinya gang¬guan jiwa dari waktu ke waktu
terus berkembang. Oleh karena itu, upaya penyembuhannya pun akan mengikuti
perkembangan etiolo¬gi¬nya. Pada abad ke-15 gangguan jiwa masuk dalam era
demono¬logis yang menganggap gangguan jiwa adalah akibat guna-guna atau gangguan
setan/roh jahat. Pada masa itu upaya penyembuhan dilakukan dengan mengusahakan agar
setan-setan yang meng¬ganggu manusia meninggalkan tubuh pasien, antara lain dengan
dibacakan mantera, mengeluarkan darah dari tubuh pasien bahkan melubangi batok kepala
(Colp R, 2001; Maramis, 1994).
Sampai dengan pertengahan abad 20 persepsi para tokoh atau ahli kesehatan pada umumnya
memandang agama sebagai sisi negatif terhadap kesehatan jiwa. Maklumlah para pakar
kesehatan jiwa pada waktu itu sebagian besar beraliran atheis, seperti Sigmund Freud, Albert
Ellis dll. Pandangan mereka terhadap agama tercermin dalam beberapa pernyataan mereka
antara lain menurut Sigmund Freud: ”A religious man is: an infantile helplessness, a
regression to primary narcissism, a borderline psychosis, a primitive infantile state dan a
universal obsessional neurotic. Sementara itu, menurut Albert Ellis, pemikiran orang
beragama dianggap sebagai: irrational thinking and emotional disturbance (Larson, 2000).
Pada pertengahan abad ke-20 perkembangan bergeser kepada era fisikalistik, yang
menganggap bahwa semua sebab penyakit adalah akibat dari ketidakseimbangan fisik-
biologik, dan para¬meter kesakitan sudah barang tentu disandarkan pada parameter somatik
dari pasien (Notosoedirdjo, 1999). Dengan demikian, upaya penyem¬¬buhan gangguan jiwa
difokuskan dengan cara fisik-biologik pula. Pada fase ini perkembangan psikofarmakologi
maju pesat sampai saat ini, di samping terapi kejang listrik (ECT). Namun demikian,
perkembangan pesat di bidang psikofarmakologik dan terapi fisik lainnya tidak dapat
menyembuhkan semua diagnosis gangguan jiwa. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk
meningkatkan hasil terapi gangguan jiwa terus dilakukan penyempurnaannya.
Mengingat bahwa hanya dengan mengandalkan aspek fisik-biologik saja banyak fenomena
psikiatrik yang tidak dapat dijelas¬kan, maka Karen Horney mengajukan konsep holistik,
yaitu terapi yang menyeluruh dalam penyembuhan gangguan jiwa. Jadi, selain memberikan
terapi fisik-biologik, juga diberikan terapi psikologik dan terapi sosial. Pada era ini
berkembang berbagai jenis psikoterapi, seperti psikoanalisis oleh Sigmund Freud, Existensial
humanistik oleh Abraham Maslow, Client Centered oleh Carl Rogers, Terapi Gestalt oleh
Fritz Perls, Analisis Transaksional oleh Eric Berne, Terapi Tingkah laku oleh Wolpe dan BF
Skinner, Terapi Rasional Emotif oleh Albert Ellis, serta Terapi Realitas oleh Williams
Glaser.(Corey, 1999., Maramis, 1994). Dengan kemajuan teknologi kedokteran saat ini
ternyata masih belum mampu diselesaikan berbagai masalah kesehatan jiwa baik ditinjau dari
faktor etiologi maupun faktor terapinya.
Oleh karena itu, upaya untuk menyempur¬nakan penyelesaian masalah gangguan jiwa terus
dilakukan, sehingga pada awal tahun 1980-an peran budaya, spiritual dan keagamaan mulai
mendapat perhatian. Sejak tahun 1994 secara resmi WHO memasukkan aspek spiritual
sebagai salah satu kom¬ponen dalam upaya memperoleh sehat jiwa, dan sejak itu konsep
holistik dilengkapi menjadi: bio-psiko-sosio-spiritual (Hawari, 2005).
Trujillo (2001) dan Kiresuk (2001) ketika membahas Cultural Psychiatry dalam
Comprehensive Textbook of Psychiatry menyatakan bahwa faktor spiritualitas yang
berpengaruh terhadap kesehatan jiwa meliputi pelbagai aspek, termasuk di dalam¬nya adalah
aspek keagamaan. Juga dikatakan bahwa modalitas agama dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan keefektifan terapi personal nonspesifik terhadap pasien dengan gangguan jiwa.
Mengingat bahwa peran agama dalam peningkatan kesehatan jiwa merupakan hal yang
relatif baru, maka dalam kesempatan ini penulis akan menyajikan beberapa pendapat serta
hasil penelitian yang menunjukkan korelasi antara pemahaman keagamaan, ke¬patuh¬an
terhadap prinsip keagamaan, serta rutinitas pelaksanakan aktivitas peribadatan dengan
kesehatan jiwa.
MAKNA AGAMA BAGI MANUSIA
Hadirin yang saya hormati,
Orang yang mengaku beragama dan konsekuen terhadap pengakuannya memiliki keterikatan
pikiran dan emosi dengan keyakinan atau agama beserta aturan-aturan/syariat yang ada di
dalamnya. Terdapat tiga ranah utama yang dapat diamati pada orang beragama menurut
pandangan Islam, yaitu: Iman, Islam, dan Pengamalan agama yang benar dalam kehidupan
sehari-hari atau Ikhsan (Hawari, 2002). Sementara itu, Lubis (2002) menjelaskan bahwa
orang yang beriman akan cenderung berperilaku lebih baik karena apa yang mereka kerjakan
didasari oleh kerelaan, mem¬punyai makna demi kemuliaan Tuhan. Selanjutnya, Lubis
menyata¬kan bahwa agama mempunyai makna yang penting bagi manusia karena iman
dapat berfungsi sebagai penghibur di kala duka, menjadi sumber kekuatan batin pada saat
menghadapi kesulitan, pemicu semangat dan harapan berkat doa yang dipanjatkan, pem¬beri
sarana aman karena merasa selalu berada dalam lindungan-Nya, penghalau rasa takut karena
merasa selalu dalam pengawasan-Nya, tegar dalam menghadapi masalah karena selalu ada
petunjuk melalui firman-firman-Nya, menjaga kemuliaan moral dan ber¬perilaku baik
terhadap lingkungan sebagaimana dicontohkan para rasul-Nya

PERAN AGAMA TERHADAP KONDISI PSIKOLOGIK


Hadirin yang saya hormati,
Unsur utama dalam beragama adalah iman atau percaya kepada keberadaan Tuhan dengan
sifat-sifatnya, antara lain: Maha Pemurah, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha
Pengampun, Maha Pemberi, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Kuasa, Maha Besar,
Maha Suci, serta nilai-nilai lebih/Maha yang lainnya. Oleh karena itu, orang yang merasa
dirinya dekat dengan Tuhan, diharapkan akan timbul rasa tenang dan aman, yang merupakan
salah satu ciri sehat mental.
Terkait dengan manfaat kesehatan mental dari religiusitas, Abernethy (2000) mengusulkan
ada beberapa mekanisme keagama¬an untuk mempengaruhi kesehatan antara lain: 1.
mengatur pola hidup individu dengan kebiasaan hidup sehat, 2. memperbaiki per¬sepsi ke
arah positif, 3. memiliki cara penyelesaian masalah yang spesifik, 4. mengembangkan emosi
positif, 5. mendorong kepada kondisi yang lebih sehat. Menurut Culliford (2002), orang
dengan komitmen agama yang tinggi akan meningkatkan kualitas ke¬tahanan mentalnya
karena memiliki self control, self esteem & confidence yang tinggi. Juga mereka mampu
memper¬cepat penyem¬buhan ketika sakit karena mereka mampu mening¬katkan potensi
diri serta mampu bersikap tabah dan ikhlas dalam menghadapi musibah.
Dervic (2003) mendapatkan bukti dalam penelitiannya, bahwa mereka yang memiliki skor
religiusitas tinggi ternyata menunjukkan rasa tanggung jawab yang tinggi, dan sebaliknya
skor agresivitas dan impulsivitasnya rendah.
PERAN AGAMA TERHADAP PERILAKU SOSIAL
Hadirin yang saya muliakan,
Umumnya para penganut agama akan melakukan kegiatan ibadah atau kegiatan sosial
lainnya secara bersama-sama. Dan kegiatan bersama seperti ini dilakukan secara berulang-
ulang, sehingga dapat menimbulkan rasa kebersamaan dan meningkatkan solidaritas
antarjamaah. Oleh karena itu, Abernethy (2000) me¬ngata¬kan bahwa orang yang memiliki
komitmen agama yang tinggi akan mendapatkan dukungan sosial yang tinggi pula,
sedangkan Dervic (2004) menyatakan bahwa orang dengan komitmen agama yang tinggi
dapat diharapkan memiliki moralitas yang terpuji pula. Penelitian Kendler (2003)
mendapatkan pada orang-orang yang komitmen agamanya tinggi ketaatan terhadap norma
sosial¬nya tinggi pula. Juga terdapat korelasi negatif yang signifikan antara skor religiusitas
dan skor perilaku antisosial. Menurut Culliford (2002), orang yang tingkat religiusitasnya
tinggi kualitas hidupnya diharapkan juga tinggi. Hal ini tercermin pada hubungan sosial
dengan masyarakat yang baik, keberadaannya dapat diterima baik oleh masyarakat di
sekitarnya.
Dervic (2003) mendapatkan bukti dalam penelitiannya bahwa orang dengan skor religiusitas
tinggi, pada umumnya dapat mem¬bina keharmonisan keluarga, dan pada umumnya dapat
membina hubungan yang baik di antara keluarga.

PERAN AGAMA TERHADAP KONDISI BIOLOGIK


Hadirin yang saya hormati,
Terdapat pertanyaan yang cukup mendasar tentang peran keagamaan terhadap perubahan
fisik–biologik, sebagaimana dituntut oleh para pakar yang berorientasi fisikalistik. Namun,
akhir-akhir ini telah banyak penelitian yang dapat mengungkap masalah ini. Temuan Emoto
(2006) yang mendapatkan bukti bahwa dengan perkataan yang baik dan halus sebagaimana
perkataan orang yang sedang berdoa dapat mengubah partikel air menjadi kristal heksagonal
yang indah, dan selanjutnya bermanfaat dalam upaya kesehatan secara umum. Sebaliknya,
dengan perkataan yang kasar seperti hinaan atau cemoohan akan menyebabkan kristal-kristal
air menjadi buruk.
Dari informasi ini dapat diperkirakan ada kaitan antara potensi internal manusia dengan
kondisi eksternal yang berada di alam semesta. Potensi internal ini diduga berada pada lobus
frontalis yang oleh Ramachandran disebut sebagai God spot (Hawari, 2002). Penelitian yang
lebih cermat untuk mencari lokasi God spot telah dilakukan oleh Borg (2003) melalui
pencitra¬an otak menggunakan PET (Positron Emision Tomography-Radio ligand) untuk
mengukur kepadatan reseptor 5HT1A yang diduga berperan dalam pengendalian perilaku
manusia. Hasil penelitian ini menun¬juk¬kan bahwa mereka yang memiliki skor
religiusitas/spiritualitas yang tinggi ternyata kepadatan reseptor 5HT1A mereka rendah di
regio nukleus raphe dorsalis, hippokampus, dan neo¬korteks. Hal ini yang diduga
bertanggungjawab atas perilaku tenang pada orang dengan komitmen agama tinggi.
Penelitian dari aspek psikoneuroimunologik yang terkait langsung dengan aktivitas
peribadatan dengan kesehatan jiwa pada umumnya menunjukkan adanya korelasi positif.
Beberapa hasil penelitian tersebut antara lain: Abernethy (2000) menyatakan bahwa orang-
orang dengan skor religiusitas tinggi kadar CD-4 (limfosit T helper) nya tinggi pula. Hal ini
menggambarkan tinggi¬nya daya tahan imunologiknya yang bagus.
Penelitian yang mencari kaitan antara sholat tahajud dengan kesehatan telah dilakukan oleh
Sholeh (2000), dan mendapatkan: bahwa mereka yang melaksanakan sholat tahajud secara
rutin, setelah 4 minggu akan menunjukkan peningkatan kadar limfosit dan kadar
imunoglobulin, dan terus meningkat sampai minggu ke delapan. Meningkatnya kadar
limfosit dan imunoglobulin meng¬gambarkan makin tingginya daya tahan tubuh secara
imunologik.
Pengaruh puasa Ramadhan terhadap kesehatan telah diteliti pula oleh Zainullah (2005),
dengan sampel para santri suatu pondok pesantren. Penelitian dilakukan 3 minggu sebelum
Ramadhan sampai dengan puasa hari ke-26. Penilaian terhadap substansi imunologik diambil
pada hari -21 sebagai kontrol (tidak puasa), hari +5, +16 dan +26 sebagai kelompok
perlakuan. Walau¬pun pada awal puasa hari +5 sebagian menunjukkan adanya stres, yang
tergambar dengan meningkatnya kadar kortisol, setelah hari +16 dan +26 seluruh kelompok
sudah menunjukkan respons imunologik yang sama yaitu ditandai dengan meningkatnya
kadar limfosit, yang dapat diartikan meningkatnya daya tahan imunologik.
Sementara itu, Qalaji telah berhasil memperkuat keyakinan atas kebenaran salah satu ayat al
Quran yaitu QS Al Isra’ (17) ayat 82, yang artinya:
”Dan telah aku turunkan (Al Quran) yang di dalamnya terdapat obat dan rahmat bagi orang
mukmin”.
Melalui penelitiannya dengan menggunakan peralatan elek¬tro¬medik secara komputerisasi.
Bahwasanya orang-orang yang men¬dengarkan ayat-ayat suci Al Quran, baik mereka yang
paham maupun yang tidak paham bahasa Arab akan mengalami penurunan intensitas
tegangan otot mereka. Lebih nyata secara bermakna bila dibandingkan dengan bila
mendengarkan bacaan nonquraniyah dengan cara yang sama, sedangkan tegangan otot
dikendalikan oleh susunan syaraf pusat. Dari informasi tersebut di atas dapat disimpul¬kan
bahwa: Hanya dengan mendengarkan ayat-ayat suci Al Quran yang dibacakan sudah dapat
menyebabkan timbulnya ketenangan hati (Albar, 1992).

PERAN AGAMA TERHADAP KONDISI KLINIS PASIEN


Hadirin yang saya muliakan,
Bukti yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat pada umumnya adalah manfaat langsung
aktivitas keagamaan terhadap kesehatan. Telah dilaporkan beberapa hasil penelitian klinis,
baik secara umum, maupun secara khusus untuk penyakit tertentu, antara lain seperti tersebut
di bawah ini.
Tentang depresi, terdapat bukti bahwa terdapat korelasi negatif antara tingkat religiusitas
dengan skor depresi (Dervic dkk., 2003, Kendler dkk., 2003, Kiresuk & Trachtenberg, 2001,
Van Ness, 2002).
Terhadap kesehatan kardiovaskuler, ada beberapa pendapat dan hasil penelitian, antara lain
Larson (2000), yang mendapatkan bukti bahwa pasien dengan komitmen agama tinggi yang
menga¬lami trans¬plantasi jantung dalam pengamatan selama satu tahun menun¬juk¬kan
survival rate nya lebih tinggi dibanding dengan mereka yang tidak ada komitmen agama.
Fathoni (2006) men¬dapat¬kan bukti bahwa orang dengan komitmen agama tinggi kadar
CRP (C Reactive Protein) rendah sehingga berperan terhadap pence¬gahan terjadinya
serangan penyakit jantung koroner. Juga rendah¬nya CRP dan IL-6 dapat dipakai sebagai
prediktor baiknya prog¬nosis pasien infark miokard.
Peran doa terhadap penyembuhan pascaoperasi BPH (Benign Prostat Hyperttrophy) telah
diteliti oleh (Akbar, 2006), yang mendapatkan bukti bahwa peningkatan pemahaman agama
dan doa dapat membantu menekan intensitas depresi pada pasien. Demikian pula Jalaluddin
(2006) mendapatkan pasien BPH yang mendapat¬kan ceramah agama dan bimbingan doa
menunjukkan skor ansietas yang secara sigifikan lebih rendah dibanding dengan mereka
yang tidak mendapatkan bimbingan keagamaan, sehingga mereka menyarankan perlunya
peran bantuan rohaniwan dalam memper¬siapkan pasien dengan BPH yang menghadapi
operasi.
Kaitan tindakan bunuh diri, telah diteliti oleh Van Ness (2002), ternyata terdapat korelasi
negatif antara komitmen agama dengan tindakan bunuh diri. Temuan tersebut senada dengan
Puchalski (2001) yang menyarankan menggunakan terapi spiritual termasuk religi untuk
menekan perilaku bunuh diri.
Penelitian keefektifan terapi ruqyah telah diteliti oleh Ambar¬wati (2006), yang ternyata bagi
pasien dengan diagnosis pelbagai jenis Skizofrenia, Retardasi Mental tidak memberikan
respons bermakna. Demikian pula temuan penulis, mereka yang dikirim oleh para terapis
ruqyah kepada penulis (resisten terhadap terapi ruqyah) ternyata menunjukkan diagnosis
Gangguan Skizofrenia, Epilepsi dan Retardasi Mental (Fanani, 2006).
PENTINGNYA OLAHRAGA MENURUT AGAMA ISLAM.

Islam memiliki perbedaan yang nyata dengan agama-agama lain di muka bumi ini. Islam
sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Sang
Khalik-nya dan alam syurga, namun Islam memiliki aturan dan tuntunan yang bersifat
komprehensif1, harmonis, jelas dan logis. Salah satu kelebihan Islam yang akan dibahas
dalam tulisan ini adalah perihal perspektif Islam dalam mengajarkan kesehatan bagi individu
maupun masyarakat.

“Kesehatan merupakan salah satu hak bagi tubuh manusia” demikian sabda Nabi Muhammad
SAW. Karena kesehatan merupakan hak asasi manusia, sesuatu yang sesuai dengan fitrah
manusia, maka Islam menegaskan perlunya istiqomah memantapkan dirinya dengan
menegakkan agama Islam. Satu-satunya jalan dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya
dan meninggalkan larangan-Nya.

A.Kebersihan, membersihkan dan menyucikan diri


Tubuh: Islam memerintahkan mandi bagi umatnya karena 23 alasan dimana 7 alasan
merupakan mandi wajib dan 16 alasan lainnya bersifat sunah.
Tangan: Nabi Muhammad SAW bersabda: “Cucilah kedua tanganmu sebelum dan sesudah
makan “, dan ” Cucilah kedua tanganmu setelah bangun tidur. Tidak seorang pun tahu
dimana tangannya berada di saat tidur.”

Islam memerintahkan kita untuk mengenakan pakaian yang bersih dan rapi.
Makanan dan minuman: Lindungilah makanan dari debu dan serangga, Rasulullah SAW
sersabda: “Tutuplah bejana air dan tempat minummu ”

Rumah: “Bersihkanlah rumah dan halaman rumahmu” sebagaimana dianjurkan untuk


menjaga kebersihan dan keamanan jalan: “Menyingkirkan duri dari jalan adalah ibadah.”
Perlindungan sumber air, misalnya sumur, sungai dan pantai. Rasulullah melarang umatnya
buang kotoran di tempat-tempat sembarangan.

Perintah-perintah Rasulullah SAW tersebut di atas memiliki makna bahwa kita harus
menjaga kebersihan dan kesehatan agar terhindar dari berbagai infeksi saluran pencernaan.

B.Penanggulangan dan penanganan epidemi penyakit


Karantina penyakit: Nabi Muhammad SAW bersabda: “Jauhkanlah dirimu sejauh satu atau
dua tombak dari orang yang berpenyakit lepra ”
Islam juga mengajarkan prinsip-prinsip dasar penanganan dan penanggulangan berbagai
penyakit infeksi yang membahayakan masyarakat (misalnya wabah kolera dan cacar),
“Janganlah engkau masuk ke dalam suatu daerah yang sedang terjangkit wabah, dan bila
dirimu berada di dalamnya janganlah pergi meninggalkannya.”

Islam menganjurkan umatnya melakukan upaya proteksi diri (ikhtiar) dari berbagai penyakit
infeksi, misalnya dengan imunisasi.

C. Makanan
Makanan yang diharamkan.
Firman Allah SWT :
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan
binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”. (QS. 2. Al Baqarah, 2:173 )

Setiap makanan yang dilarang di dalam Al Quran ternyata saat ini memiliki argumentasi
ilmiah yang dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan. Makanan yang diharamkan dapat
mengganggu kesehatan manusia, baik pengaruh buruk bagi kesehatan (kolesterol, racun)
maupun mengandung berbagai penyakit yang membahayakan tubuh (Trichina, Salmonella,
cacing pita, dll.).

Makanan sehat dan halal:


Islam memerintahkan umatnya untuk makan makanan yang baik dan halal, misalnya daging,
ikan, madu dan susu. Makanan-makanan yang baik dan halal bermanfaat bagi tubuh. Islam
menolak paham vegetarian. Pola konsumsi yang hanya tergantung pada jenis sayuran belaka
tidak sehat bagi tubuh karena kebutuhan protein tidak dapat tercukupi hanya dari konsumsi
sayuran saja.

Menjaga perilaku muslim ketika makan:


Islam menegaskan kepada orang muslim untuk menjaga etika ketika makan. Allah
memerintahkan kita untuk makan tidak berlebih-lebihan sedangkan Rasulullah SAW
mengatakan bahwa “perut adalah seburuk-buruk tempat untuk diisi”. Sebagian besar
penyakit bersumber dari perut. Oleh karenanya Maha Benar Allah SWT dalam Firman-Nya :
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada
segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi”. (QS 4. An Nisaa’ : 79)

D. Olahraga
Islam menegaskan pentingnya olahraga untuk menciptakan generasi Rabbani yang kuat dan
sehat. Oleh karenanya, Islam mengajarkan setiap muslim untuk mengajarkan anak-anaknya
bagaimana cara memanah, berenang, dan berkuda.

E. Kesehatan seksual
Kehidupan seksual merupakan pokok bahasan yang sangat penting bagi orang muslim,
karena sangat berpengaruh bagi kesehatan dan perilaku manusia, namun Islam menolak
pendapat ilmuwan yang menekankan perilaku seksual sebagai motif utama seseorang untuk
bertindak.

Pendidikan seksual
Islam mengajarkan kepada umat Islam, untuk memilih calon pasangan hidup yang baik dan
berakhlaq mulia.Islam mengajarkan tata krama (adab) menggauli pasangannya agar
mencapai kebahagiaan dalam membina keluarga yang sakinah dan rahmah.
Islam sangat melarang perilaku berhubungan seks dengan sesama jenis dan binatang.
Disunahkan untuk sirkumsisi (sunat) bagi laki-laki. Islam membolehkan kaum pria untuk
berpoligami untuk menghindari perzinahan, namun dengan syarat-syarat tertentu .
Menjaga kebersihan dan kesucian organ-organ seksualitas, misalnya bersuci setelah buang air
besar dan buang air kecil, larangan berhubungan seksual ketika istri sedang haid,
berhubungan badan melalui dubur dan membersihkan alat kelamin setelah berhubungan
badan dan setelah selesai datang bulan.

F. Kesehatan jiwa
Islam memberikan jawaban bagi kehausan jiwa manusia terhadap ketenangan batin.
Kesehatan jiwa mempengaruhi kesehatan badan.

G. Puasa
Puasa, bagian dari ibadah yang harus dilaksanakan oleh umat Islam dalam menegakkan
agama, sesudah pernyataan imannya. Konsekuensi beriman antara lain melaksanakan
perintah puasa. Betapa pentingnya berpuasa sehingga Allah menempatkan posisi hamba-Nya
yang berpuasa dengan posisi yang istimewa. ”Puasa itu untuk-Ku. Tidak ada yang tahu. Dan
Aku akan memberi pahala semau-Ku.”Keistimewaan itu sudah barang tentu ada tujuan Allah
agar mendapatkan hikmah pada dirinya, yaitu kesehatan dan sekaligus kebahagiaan. Janji
Allah diberikan kepada orang yang berpuasa ditegaskan dengan sabda Nabi Muhammad
SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Suny dan Abu Nu’aim: ”Berpuasalah maka anda akan
sehat.” Dengan berpuasa akan sehat jasmani, rohani dan hubungan sosial.

1. Manfaat bagi Kesehatan Badan (jasmani).


Tidak seorang pun ahli medis baik muslim maupun non muslim yang meragukan manfaat
puasa bagi kesehatan manusia. Dalam buku yang berjudul ”Pemeliharaan Kesehatan dalam
Islam” oleh Dr Mahmud Ahmad Najib (Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Ain-
Syams Mesir), ditegaskan puasa sangat berguna bagi kesehatan. Antara lain:
Puasa memperkecil sirkulasi darah sebagai perimbangan untuk mencegah keluarnya keringat
dan uap melalui pori-pori kulit serta saluran kencing tanpa perlu menggantinya. Menurutnya
curah jantung dalam mendistribusikan darah keseluruh pembuluh darah akan membuat
sirkulasi darah menurun. Dan ini memberi kesempatan otot jantung untuk beristirahat,
setelah bekerja keras satu tahun lamanya. Puasa akan memberi kesempatan pada jantung
untuk memperbaiki vitalitas dan kekuatan sel-selnya.
Puasa memberi kesempatan kepada alat-alat pencernaan untuk beristirahat setelah bekerja
keras sepanjang tahun. Lambung dan usus beristirahat selama beberapa jam dari kegiatannya,
sekaligus memberi kesempatan untuk menyembuhkan infeksi dan luka yang ada sehingga
dapat menutup rapat. Proses penyerapan makanan juga berhenti sehingga asam amoniak,
glukosa dan garam tidak masuk ke usus. Dengan demikian sel-sel usus tidak mampu lagi
membuat komposisi glikogen, protein dan kolesterol. Disamping dari segi makanan, dari segi
gerak (olah raga), dalam bulan puasa banyak sekali gerakan yang dilakukan terutama lewat
pergi ibadah.

2. Manfaat bagi Kesehatan Rohani (Mental).


Perasaan (mental) memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Mendapat rasa
senang, gembira, rasa puas serta bahagia, merupakan tujuan bermacam-macam ikhtiar
manusia sehari-hari. Bila seseorang menangani gangguan kesehatan, tidak boleh hanya
memperhatikan gangguan badaniah saja, tetapi sekaligus segi kejiwaan dan sosial budayanya.
Rohani datang dari Allah, maka kebahagiaan hanya akan didapat apabila makin dekat kepada
pencipta-Nya.
Di dalam bulan puasa disunahkan untuk makin berdekat diri dengan Allah SWT baik lewat
shalat, membaca Alquran, zikir, berdoa, istighfar, dan qiyamul lail. Selama sebulan secara
terus-menerus akan membuat rohani makin sehat, jiwa makin tenang. Dengan
memperbanyak ingat kepada Allah, makin yakin bahwa semua yang ada datang dari Allah
dan akan kembali kepada-Nya jua. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah antara lain:
”Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu
sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS:Al Baqarah 45).
”Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim kecuali
merugi.” (QS:Al-Isra’ 82)
”Orang-orang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS:Ar-Ra’d 28).
”Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-
Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-
Ku.”(QS:Al Fajr 27-30).

3. Manfaat Puasa bagi hubungan sosial.


Dalam mengajarkan nilai ibadah itu adalah terwujudnya keseimbangan antara cinta kepada
Allah dan cinta kepada manusia. Demikian juga nilai ibadah puasa, tidak hanya terjalinnya
hubungan yang semakin dekat kepada Allah, tetapi juga semakin dekat dengan sesamanya.
Makin seringnya beribadah bersama, bersama keluarga, tetangga, dan masyarakat sekeliling,
maka makin kenal akan sesamanya, makin menyadari kebutuhan hidup bermasyarakat.
Makin timbul keinginan berbagi rahmat bersama-sama di dunia dan makin ingin bersama-
sama masuk surga. Pahala nilai shodaqoh berlipat ganda termasuk memberi buka puasa
kepada orang yang berpuasa. Menyakiti hati orang lain dan aneka gangguan terhadap
sesamanya sangat dianjurkan untuk ditinggalkan. Kalau tidak maka nilai puasa seseorang
sangatlah rendah. Hal ini dijelaskan di dalam firman Allah SWT:
”Hai orang-orang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rizki yang telah Kami
berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak
ada lagi persahabatan yang akrab, dan tidak ada lagi syafa’at. Dan oang-orang kafir itulah
orang-orang yang zalim.”(QS:Al Baqarah 254)
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara
kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”(QS:Al
Hujurat 10)
”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya
langit dan bumi dan disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
bebuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa
mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka
tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”(QS Al Imran 133-135)
Agama islam dan olahraga memiliki korelasi atau hubungan dengan olahraga dikarenakan
setiap olahraga selalu mengedapankan sportifitas yang tak lain sangat berhubungan erat
dengan kejujuran, kejujuran sangat perlu ditanamkan dalam setiap insan olahraga demi
menjaga citra sportif dalam setiap pertandingan.
Olahraga juga harus memilik insan-insan yang bertakwa dan beriman dikarenakan semua
kegiatan olahraga terutama dicabang-cabang tertentu memerlukan kejujuran, selain kejujuran
diperlukan rasa tanggung jawab dalam setiap hal.
Olahraga berkaitan dengan ibadah karena kita berolahraga agar badan sehat dan jika bedan
sehat kita dapat menjalankan ibadah dengan baik, sehingga kita tidak hanya memikirkan
keadan jasmaniah saja tetapi juga rohaniah seperti kata orang bijak “mensana in
corporesano” yan artinya didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat.
Dan agma merupakan penyeimbang dari olahraga karena tidak mungkin kita hanya
memuaskan hasrat untuh berolahra tetapi agama digunakan untuk memuaskan hasrat dalam
mendekatkan diri kepa ALLAH SWT, sebagai tuhan yang telah menciptakan kita yang telah
memberikan badan yang sehat, keterampilan dan kemampuan khusus sebagai penunjang kita
dalam berolahraga.

Rasulullah Menganjurkan Berolah Raga


ADANYA kesan bahwa agama Islam “mengharamkan” olah raga sehingga negara-negara
berpenduduk mayoritas Muslim, tidak memiliki prestasi menonjol di bidang olah raga.
Padahal, sesungguhnya tidak demikian. Nabi Muhammad saw, menurut sebuah hadis riwayat
Imam Bukhari, menganjurkan para sahabatnya (termasuk seluruh umat Islam yang harus
mengikuti sunnahnya) agar mampu menguasai bidang-bidang olah raga. Terutama berkuda,
berenang, dan memanah. Tiga jenis olah raga yang dianjurkan Nabi Muhammad saw itu,
dapat dianggap sebagai sumber dari semua jenis olah raga yang ada pada zaman sekarang.
Ketiganya, mengandung aspek kesehatan, keterampilan, kecermatan, sportivitas, dan
kompetisi.

Zaman perang
Ketika Nabi Muhammad saw mulai menyebarkan dakwah Islamiyah di Jazirah Saudi Arabia,
abad 7 Masehi, secara politik dan kemiliteran, dunia terpusat dalam dua kekuatan negara
super power, yaitu Romawi di belahan barat dan Persia di timur. Di kedua negara tersebut,
berkembang berbagai jenis olah raga yang mengandalkan kekuatan otot. Di Romawi,
pertarungan antara jago-jago berkelahi (gladiator) melawan binatang buas (singa dan
harimau) atau sesama gladiator, merupakan hiburan menarik. Sedangkan di Persia, gulat dan
angkat besi menjadi primadona. Para juara gulat Persia, yang berhasil mengalahkan pegulat-
pegulat dari luar negeri, mendapat penghormatan dan kedudukan istimewa. Raja Persia
legendaris, Rustum dan Kaikobad, adalah para pegulat yang mahir menggunakan gada baja.
Raja Rustum dan Kaikobad berhasil memadukan ketangguhan gulat dengan kemahiran
angkat besi menjadi andalan di medan perang. Antara Romawi dan Persia pernah terjadi
perang. Semula, kejayaan para gladiator Romawi tak berkutik di hadapan juara gulat dan
angkat besi Persia. Tetapi, pada perang pembalasan beberapa tahun kemudian, pasukan
Romawi berhasil membalas kekalahan. Para pegulat Persia kalah. Peristiwa perang antara
Romawi dan Persia ini diabadikan di dalam Alquran surat Ar Rum ayat 1-4. Mungkin anjuran
Nabi Muhammad saw agar umat Islam menguasai olah raga berkuda, memanah, dan
berenang, terinspirasi oleh peperangan Romawi-Persia, yang hanya mengandalkan kekuatan
otot perorangan belaka. Nabi Muhammad saw berpikir lebih maju lagi, peperangan Romawi-
Persia kurang diimbangi kecerdasan otak yang membentuk kerja sama tim. Olah raga
berkuda, memanah, dan berenang, selain memerlukan kekuatan fisik, juga membutuhkan
intelektualitas yang tinggi. Pada zaman kejayaan Islam, pasca-Nabi Muhammad Saw (antara
tahun 750-1924), kekuatan para prajurit Islam benar-benar tertumpu pada keahlian berkuda,
memanah, dan berenang. Ketika menaklukkan Mesopotamia (Irak) dan Persia (Iran), pasukan
Muslim terdiri dari para penunggang kuda yang piawai. Mereka juga harus mampu berenang
mengarungi sungai-sungai Tigris dan Eufrat, serta menembus sasaran dengan panah (cikal
bakal pasukan kavaleri dan artileri sekarang). Begitu pula dengan pasukan Turki Ustmani di
bawah Sultan Muhammad Al Fath. Ketika merebut Konstatinopel pada abad 14, harus
terlebih dulu berenang mengarungi Selat Bospurus (karena laju kapal dihadang oleh armada
Romawi Byzantium di sepanjang pantai), baru naik kuda untuk mengobrak-abrik pasukan
musuh dengan serangan panah bertubitubi. Bahkan pada zaman Nabi Muhammad saw, ketika
terjadi perang-perang besar melawan kaum musyrikin dan kafirin, adu kepandaian berkelahi
orang per orang –baik menggunakan tangan kosong, maupun menggunakan senjata (pedang
atau tombak)– seakan-akan menjadi tradisi “pembukaan perang” massal. Pada Perang Badar
(bulan Ramadan tahun 2 Hijrah), misalnya, Sayyidina Ali dan Sayyidina Hamzah tampil
melawan jago-jago berkelahi dari pihak kafir Quraisy. Setelah jago-jago Quraisy tersungkur
mati, barulah perang massal dimulai. Dalam keadaan berpuasa waktu itu dan berkekuatan
313 orang saja, umat Islam berhasil mengalahkan para musyrikin Quraisy yang berjumlah
950 orang dan dipimpin para pakar perang berpengalaman, seperti Abu Jahal, Abu Lahab,
Abu Sufyan, dan Khalid bin Walid. Kemenangan kaum Muslimin dalam perang Badar
tercantum dalam Alquran, surat Al Anfal ayat 1-10. Setelah perang Badar, kekuatan militer
umat Islam mulai terorganisasi. Ada pasukan berkuda (kavaleri) dan pasukan pemanah
(artileri), serta pasukan darat (infanteri). Kondisi fisik mereka benar-benar terjaga, walaupun
dalam keadaan aman mereka menjalankan profesi lain, seperti berdagang, mengajar,
bertukang, dan sebagainya. Hanya, begitu dimobilisasi untuk menghadapi serangan atau
harus menyerang, fisik dan mental mereka sangat siap. Dari peristiwa perang yang langsung
dipimpin Nabi Muhammad saw (disebut “gazwah”) atau direstui beliau tanpa ikut memimpin
(disebut “sariyah”), kaum Muslimin nyaris tak pernah mengalami kekalahan fatal. Hanya
kalah pada fase-fase tertentu, seperti dalam perang Uhud, akibat kelalaian pasukan pemanah
mengantisipasi serangan pasukan kavaleri musuh. Namun segera dapat dikonsolidasikan
kembali. Pasukan Islam berhasil lolos dari kekalahan meski kehilangan beberapa tokohnya.
Antara lain, Sayyidina Hamzah. Juga dalam perang Hunain. Ini akibat kelengahan pasukan
Islam yang merasa takabur. Karena merasa kuat dan berpengalaman dalam perang-perang
sebelumnya, mereka akhirnya kena sergap pasukan musuh yang memanfaatkan kelalaian. Ini
pun dapat segera diatasi, setelah pasukan Islam mendapatkan kembali kesadaran kolektif dan
tanggung jawab tugas masing-masing. Prestasi gemilang umat Islam dalam berperang sambil
menjalankan ibadah puasa, selain perang Badar, adalah “Futuh Mekah”. Penaklukan Kota
Mekah pada tahun 8 Hijirah. Umat Islam yang sedang berpuasa, dipimpin langsung oleh
Nabi Muhammad saw, berhasil merebut Kota Mekah dari kekuasaan kafir Quraisy. Dengan
demikian, umat Islam yang dulu harus hijrah (pindah) ke Madinah selama 8 tahun, dapat
kembali ke tanah kelahirannya dengan penuh kebanggaan dan kegembiraan. Setelah kejayaan
umat Islam meredup –terutama setelah khilafah Islam Turki Ustmani runtuh (1924)– prestasi
fisik dan mental umat Islam amat merosot. Mereka kehilangan kepercayaan diri untuk
bersaing dengan umat atau bangsa lain. Akibatnya, banyak umat Islam menghindar dari
berbagai ajang kegiatan yang membutuhkan ketahanan lahir dan batin itu. Bahkan, muncul
anggapan bahwa permainan atau olah raga itu termasuk laghwun (sia-sia) dan ghafilun
(lalai). Perbuatan itu dianggap mengandung unsur hura-hura dan melupakan urusan agama
(ibadah). Untunglah, akhir-akhir ini muncul kesadaran bahwa antara olah raga dan ibadah
dapat dipadukan secara harmonis. Baik melalui pengaturan waktu (berhenti untuk salat dan
mengurangi porsi latihan fisik untuk menjaga puasa), maupun pengisian kegiatan dengan
menggunakan praktik zikir. Setiap gerakan diisi dengan wirid yang mengandung pujian dan
hubungan tak terputus dengan Allah SWT. Di beberapa negara berpenduduk mayoritas
Muslim (termasuk di Indonesia), sekarang bermunculan model-model olah raga yang bertitik
tolak dari zikrullah (senantiasa mengingat Allah). Hitungan, aba-aba, atau variasi nyanyian
pemanis gerak menggunakan Asmaul Husna atau Shalawat. Banyak ulama yang dulu
mengharamkan olah raga, sekarang bersikap netral atau bahkan mendukung penuh, asal tetap
dalam koridor zikrullah. Prestasi Arab Saudi (negara yang berlandaskan hukum Islam versi
Wahabi yang sangat puritan dan fanatik) di bidang sepak bola, telah berkali-kali masuk
putaran final Piala Dunia. Iran (negara Islam yang dikuasai kaum Mullah dan menganggap
sepak bola sebagai representasi pelecehan terhadap Sayyidina Hussen oleh Yazid bin
Muawiyyah, yang memotong kepala Hussein dan menendang-nendangnya), kini dapat
dijadikan contoh. Puasa Ramadan sendiri mengandung ajaran pengekangan hawa nafsu.
Meredam amarah, melarang kebencian terhadap sesama, baik melalui tindakan maupun
ucapan. Puasa Ramadan dapat menjadi sarana riyadlah (latihan) untuk menjernihkan pikiran
dan mengekang emosi, mengatur kerja sama, dan menumbuhkan prasangka baik (husnuzan).
Pendek kata, puasa Ramadan dapat menumbuhkan jalinan keharmonisan pribadi dan tim.
Suatu hal yang amat dipentingkan dalam olah raga. Selamat menunaikan ibadah puasa dan
selamat berolah raga dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
SWT, serta kebaikan dan kebajikan kepada sesama manusia.

Beladiri adalah sarana untuk menempa diri, yang pada ujungnya untuk mengenal
Penciptanya. berawal dari olah fisik dan raga, membuat praktisinya mengenal kekuatan dan
kelemahan diri (tubuh)manusia; semangkin menyadari bahwa selain fisik manusia juga
punya aspek mental, emosi, bagian energi dan atau tubuh non fisik lainnya. Dengan
menyadari tubuh fisik, kemudian diharapkan menyadari tubuh yang non-fisik, energi, jiwa
dan roh-nya. Sebab Sang Pencipta adalah Ruh yang hanya bisa di’gapai’ oleh ruh juga. Inilah
ujungnya ilmu beladiri. Kendati tidak semua aliran beladiri punya aspek lengkap ini,
setidaknya pencak silat masih memiliki. Umumnya perumus dan pencipta aliran memiliki
aspek yang lengkap ini; lihat misalnya Haji Ibrahim, Abah Kahir, Pak Dirjoatmojo, juga dari
betwai,dll..

Proses penyadaran tubuh fisik ke non fisik kemudian ke spritual atau mendekat pada Tuhan,
–tapi bisa juga mendekat ke jin-jin atau dewa-dewa (yang gaib-gaib) biar tambah sekti-
mandraguna–; tidak mesti begitu urutannya. Adajuga aliran yang langsung belajar spiritual,
atau non -fisik sejenis tenaga dalam (walo tetp butuh tubuh fisik); dalam artian tidak ada olah
fisik yang demikian khusus sebagai mana pencak silat umumnya. Ato ada juga aliran yang
murni sport atau beladiri. Semua sah -sah saja kok.

Dalam konteks inilah agama (spiritualitas) diletakkan posisinya dengan beladiri (pencak
silat)..silat dalam agama biasanya untuk melakukan “amar ma’ruf nahi munkar” dan kalau
merefer di perjuangan merebut kemerdekaan, kayaknya penulis kelabakan untuk menulisnya

You might also like