You are on page 1of 11

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah Istilah sehat dalam kehidupan sehari-hari sering dipakai untuk menyatakan bahwa sesuatu dapat bekerja secara normal. Bahkan benda mati pun seperti kendaraan bermotor atau mesin, jika dapat berfungsi secara normal, maka seringkali oleh pemiliknya dikatakan bahwa kendaraannya dalam kondisi sehat. Kebanyakan orang mengatakan sehat jika badannya merasa segar dan nyaman. Bahkan seorang dokterpun akan menyatakan pasiennya sehat manakala menurut hasil pemeriksaan yang dilakukannya mendapatkan seluruh tubuh pasien berfungsi secara normal. Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedok-teran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradap-tasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosial budaya. 2. Tujuan Masalah Tujuan Umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk meningkatkan Pengetahuan yang Dirawat Tujuan Khusus: tentang Asuhan Keprawatan Jiwa pada Klien dengan Hospitalisasi (Dimensi Peran sakit dan Reaksi Serta Masalah perilaku Klien

A. Mengetahui dimensi peran sakit B. Mengetahui Perubahan yang Terjadi Akibat Hospitalisasi C. Mengetahui Reaksi Hospitalisasi D. Mengetahui Rentang Respons Kehilangan 3. Rumusan masalah A. Apa dimensi peran sakit? B. Bagaimana Perubahan yang Terjadi Akibat Hospitalisasi? C. Bagaimana Reaksi Hospitalisasi? D. Bagaimana Rentang Respons Kehilangan? 4. Metode Penulisan Metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini yaitu, dengan menggunakan studi pustaka dari beberapa sumber dan situs web, ini bertujuan untuk mempermudah kami dalam menyelasaikan makalah ini.

BAB II PEMBAHASAN

A. Dimensi Peran Sakit Ketika pasien dinyatakan sakit dan dirawat, terpikir olehnya akan terjadi perubahan peran dalam keluarga, pekerjaan dan sosial akibat dari sakitnya. Peran sakit merupakan keadaan yang sangat menekan dan tidak menyenangkan. Menurut Parson, peran sakit adalah pasif, dimana pasien diharapkan dapat menerima semua pengobatan yang dilakukan tanpa keluhan, termasuk pemenuhan kebutuhan makan, tidur, istirahat dan sebagainya. Dimensi peran sakit cenderung diasumsikan sebagai pembatasan terhadap berbagai kemampuan dalam memepertahankan diri, ketergantungan terhadap kelompok (orang lain), merasakan kehilangan otonomi dan dukungan dan kadang-kadang tidak dapat menyelesaikan konflik dengan baik. B. Perubahan yang Terjadi Akibat Hospitalisasi 1. Perubahan Konsep Diri Akibat penyakit yang diderita atau tindakan yang dilakukan misalnya pembedahan, akan memepengaruhi citra tubuh, berupa perubahan struktur, fungsi dan penampilan diri. Perubahan citra tubuh dapat juga menyebabkan perubahan peran, harga diri, ideal diri dan identitasnya. Reaksi emosional yang sering timbul akibat perubahan konsep diri adalah cemas, depresi, marah. 2. Regresi (Kemunduran) Regresi adalah kemunduran yang terjadi ketingkat perkembangan sebelumnya atau lebih rendah dalam fungsi fisik, mental, perilaku dan intelektual, berkurangnya tanggung jawab dan berkurangnya otonomi pasien. Pasien yang mengalami regresi akan menunjukkan sikap egosentris, penuntut dan kekanak-kanakkan.

3. Dependensi Pasien merasa tidak berdaya dan tergantung pada orang lain dalam segala hal seperti pemenuhan kebutuhan rasa nyaman dan aman, nutrisi, pengobatan dan sebagainya. Akibat dari sifat ketergantungan pasien menjadi mudah marah, mudah tersinggung, merasa cepat kecewa (putus asa) dan tidak berdaya. 4. Depersonalisasi Peran sakit yang dialami pasien menyebabkan perubahan kepribadiannya, pasien menjadi tidak realistis, tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, perubahan identitas dan sulit bekerja sama dalam mengatasi masalah kesehatannya. 5. Takut dan Ansietas Perasaan takut dan ansietas timbul karena persepsi yang salah terhadap penyakitnya, pasien merasa takut penyakitnya menjadi serius seperti yang dialami oleh keluarganya atau orang lain. Respons emosi yang ditampakkan adalah diam dan tidak mau berinteraksi dengan petugas atau keluarga 6. Kehilangan dan Perpisahan Berbagai kehilangan terjadi pada individu yang dirawat di rumah sakit, termasuk reaksi kesedihan karena lingkungan yang asing dan jauh dari suasana kekeluargaan, kehilangan kebebasan, berpisah dengan pasangan dan terasing dengan orang yang dicintai. Akibat kehilangan dan perpisahan, pasien sering tidak dapat mengontrol diri dan lingkungannya, merasa tidak ada yang menolong, merasa tidak mampu, marah terhadap petugas dan keluarga. C. Reaksi Hospitalisasi Reaksi terhadap hospitalisasi bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem

pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh dan rasa nyeri. Reaksi Anak pada Hospitalisasi 1. Masa Bayi (0-12 bln), Dampak perpisahan: Pembentukan rasa percaya diri dan kasih sayang. Usia anak > 6 bulan terjadi stranger anxiety/cemas: Menangis keras Pergerakan tubuh yang banyak Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.

2. Masa Todler (1-3 tahun) Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilaku anak dengan beberapa tahap: a. Tahap protes, menangis, menjerit dan menolak perhatian orang lain. b. Putus asa, menangis berkurang, anak tidak aktif. c. Kurang menunjukkan minat bermain, sedih, apatis. d. Denial (pengingkaran). e. Mulai menerima perpisahan. f. Membina hubungan secara dangkal. g. Anak mulai menyukai lingkungannya. 3. Masa Prasekolah (3-6 tahun) Menolak makan Sering bertanya Menangis perlahan Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan Kehilangan kontrol Pembatasan aktivitas.

Perawatan di rumah sakit:

4. Masa Sekolah (6-12 tahun) a. Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai, keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan. b. Kehilangan kontrol berdampak kepada perubahan peran dalam keluarga, kehilangan kelompok sosial, perasaan takut mati, kelemahan fisik. c. Reaksi nyeri bisa digambarkan dengan verbal dan non verbal. 5. Masa Remaja (12-18 tahun) Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Saat masuk rumah sakit cemas karena perpisahan, pembatasan aktivitas dan kehilangan kontrol. Reaksi yang muncul: Menolak perawatan/tindakan yang dilakukan. Tidak kooperatif dengan petugas.

Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon: Bertanya-tanya Menarik diri Menolak kehadiran orang lain.

Reaksi Orang Tua Terhadap Hospitalisasi dan Perasaan yang Muncul dalam Hospitalisasi Takut, cemas, perasaan sedih dan frustasi, karena: Kehilangan anak yang dicintainya. Prosedur yang menyakitkan. Informasi yang buruk tentang diagnosa medis. Perawatan yang tidak direncanakan. Pengalaman perawatan sebelumnya dan perasaan sedih. Kondisi terminal: perilaku isolasi/tidak maudidekati orang lain. Perasaan frustasi: kondisi yang tidak mengalami perubahan.

Perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan, menginginkan pulang paksa.

Reaksi Saudara Kandung Reaksi saudara kandung terhadap perawatan anak di rumah sakit: Marah Cemburu Benci Merasa bersalah

D. Rentang Respons Kehilangan Respons seseorang terhadap kehilangan dan hospitalisasi dapat digambarkan dalam suatu rentang yaitu penyangkalan, marah, tawar menawar, depresi dan penerimaan. Rentang Respon Kehilangan

Penyangkalan (Denial)

Marah (Anger)

Tawar menawar (Bergaining)

Depresi

Penerimaan (Acceptance)

a. Fase Penyangkalan. Reaksi pertama seseorang yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau menyangkal kenyataan bahwa kehilangan itu benar terjadi. Reaksi ini sering dinyatakan dengan perkataan itu tidak mungkin, saya tidak percaya itu terjadi. Seseorang yang mengalami kehilangan dan berada pada fase penyangkalan biasanya terjadi perubahan fisik seperti : letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah. Reaksi fisik tersebut dapat berakhir dalam waktu beberapa menit atau sampai beberapa tahun.

b. Fase Marah Sama seperti seseorang yang menghadapi sakaratul maut, dimana orang tersebut mulai sadar akan kenyataan terjadinya kehilangan. Pada fase ini seseorang akan menunjukkan perasaan marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang berada di lingkungannya atau orang-orang tertentu. Reaksi fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain : Muka merah, nadi cepat, gelisah , susah tidur, tangan mengepal. Perilaku seseorang pada fase ini biasanya agresif terhadap orang yang ada di sekitarnya. c. Fase Tawar Menawar Seseorang yang telah mampu mengungkapkan rasa marah akan kehilangannya, maka orang tersebut akan maju ketahap tawar menawar. Reaksi ini sering dinyatakan dengan kata-kata kenapa harus terjadi pada saya. kalau saja yang sakit bukan saya, seandainya saya hati-hati d. Fase Depresi Seseorang yang berada pada fase depresi sering menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau berbicara atau putus asa. Gejala yang sering ditampilkan oleh orang tersebut adalah menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun. e. Fase Penerimaan Seseorang yang telah menerima kenyataan akan kehilangannya, secara bertahap perhatiannya beralih pada proyek baru. Pikiran yang selalu terpusat pada obyek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh, ya, akhirnya saya harus dioperasi, jadi fase penerimaan itu merupakan saat reorganisasi perasaan kehilangan.

Apabila seseorang dapat melalui fase-fase tersebut dan akhirnya masuk pada fase penerimaan, maka ia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangannya secara tuntas. Tapi apabila seseorang pada salah satu fase atau tidak sampai pada fase penerimaan, maka jika orang tersebut mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase penerimaan. Rentang respons ini normal terjadi pada tiap individu yang kehilangan, oleh karena itu perawat berperan membantu pasien melalui rentang tersebut secara adaptif.

BAB III KESIMPULAN


Dimensi peran sakit cenderung diasumsikan sebagai pembatasan terhadap berbagai kemampuan dalam memepertahankan diri, ketergantungan terhadap kelompok (orang lain), merasakan kehilangan otonomi dan dukungan dan kadang-kadang tidak dapat menyelesaikan konflik dengan baik. Perubahan yang terjadi akibat proses hospitalisasi: Perubahan Konsep Diri Regresi (Kemunduran) Dependensi Depersonalisasi Takut dan Ansietas Kehilangan dan Perpisahan

Rentang respons kehilangan Fase penyangkalan (denial) Fase Marah (anger) Fase Tawar menawar (Bargaining) Fase Depresi Fase Penerimaan (Acceptance)

DAFTAR PUSTAKA
Supartini, yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

You might also like