You are on page 1of 31

Modul I Makna Perkotaan

I.

Tujuan Mengetahui arti perkotaan dari beberapa pakar.

II. Indikator Keberhasilan Mahasiswa dapat memahami berbagai konsep perkotaan. III. Waktu Pembelajaran

IV. Jadwal Kegiatan

V. Teori Makna Perkotaan V.1. Makna Kota Secara Yuridis Administratif Kota secara yuridis administratif dimaknai sebagai suatu daerah tertentu dalam wilayah tertentu dalam wilayah negara dimana keberadaannya diatur oleh Undang-Undang (peraturan tertentu), daerah tersebut dibatasi oleh batasbatas administratif yang jelas yang keberadaannya diatur oleh UndangUndang (peraturan tertentu) dan ditetapkan berstatus sebagai kota dan berpemerintahan tertentu dengan segala hak dan kewajibannya dalam mengatur wilayah kewenangannya (Lihat Gambar 1).

Gambar 1. Makna Kota Secara Yuridis Administratif Walaupun mempunyai kenampakan kedesaan tetapi secara yuridis administratif termasuk kota karena terletak di dalam administrasi kota misal persawahan di Karangwaru Kota Yogyakarta. V.2. Makna Kota Secara Fisik Morfologi Kota secara fisik morfologi dimaknai sebagai daerah tertentu dengan karakteristik pemanfaatan lahan non pertanian, pemanfaatan lahan yang sebagian besar tertutup oleh bangunan baik bersifat residensial maupun non residensial (secara umum tutupan bangunan/building coverage, lebih besar dari pada tutupan vegetasi/vegetation coverage), kepadatan bangunan khususnya perumahan yang tinggi, pola jaringan jalan yang kompleks, dalam satuan permukiman yang kompak dan relatif lebih besar dari satuan permukiman kedesaan di sekitarnya (Lihat Gambar 2 dan Gambar 3).

Gambar 2 Model Makna Kota Secara Fisik Morfologi 1 Dari Gambar 2 dapat dipostulasikan bahwa walaupun secara administratif termasuk dalam wilayah desa tetapi karena mempunyai kenampakan fisik kekotaan maka secara fisik morfologi termasuk kota.

Gambar 3 Model Makna Kota Secara Fisik Morfologi 2

Dari Gambar 3 dapat dimaknai bahwa kenampakan fisik kedesaan yang membedakan dengan daerah perkotaan secara fisik morfologi

V.3. Makna Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk Kota berdasarkan jumlah penduduk dimaknai sebagai daerah tertentu dalam wilayah negara yang mempunyai aglomerasi jumlah penduduk minimal yang telah ditentukan dan penduduk tersebut bertempat tinggal pada satuan permukiman yang kompak (Lihat Tabel 1). Tabel 1 Batasan Jumlah Penduduk Untuk Kota No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Negara Swedia (1971) Denmark (1971) Australia (1961) Tasmania (1971) Chilie (1971) Kenya (1971) Argentina (1971) Canada (1971) U.S.A (1971) Mexico (1971) Ghana (1971) Nederland (1971) Batasan Penduduk Minimal 200 200 1000 750 1000 2000 2000 2000 2500 2500 5000 5000

Tabel 1 (Lanjutan) No 13 Negara Indonesia Batasan Penduduk Minimal Ada beberapa versi : (1) Menurut UU.1948/22 (Staatsvorming Ordonantie/SVO, Staatsblad 22/1948): Kota Kecil: Kurang dari 100000; Kota Otonom (Kotapraja): sekitar 100000 Kota besar: lebih dari 100000. (1) UU1957/1 Kotapraja minimal 50000 (1) Balai Planologi Bandung (Menurut Prof.Hadinoto): Kota berpenduduk minimal 400000 Kepadatan minimal 125/km persegi Diameter permukiman minimal 6-7 km (1) UU 1965 / 18 Kotapraja : 50000 75000 Kotamadya : >75000 100.000 Kotaraya : > 100000

V.4. Makna Kota Berdasarkan Kepadatan Penduduk Makna kota berdasarkan kepadatan penduduk diartikan sebagai suatu daerah dalam wilayah negara yang ditandai oleh sejumlah kepadatan penduduk minimal tertentu, kepadatan penduduk tersebut tercatat dan teridentfikasi pada satuan permukiman yang kompak. V.5. Makna Kota Berdasarkan Fungsinya Dalam Suatu Organic Region Berdasarkan fungsinya dalam suatu organic region maka kota diartikan sebagai suatu wilayah tertentu yang berfungsi sebagai pemusatan kegiatan yang beraneka ragam dan sekaligus berfungsi sebagain simpul kegiatan dalam peranannya sebagai kolektor dan distributor barang dan jasa dari wilayah hinterland yang lebih luas.

V.6. Makna Kota Berdasarkan Sosio Kultural Kota adalah sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya. Tabel 2 Perbedaan Desa dan Kota Menurut Saleh Amiruddin Aspek Rural Rurban Pedukuhan Pedesaan Semi kota Mata pencaharian Tani Tani Campuran Kepaatan Sangat Agak rendah Rendah penduduk rendah Kebutuhan Sangat Sederhana Mulai sederhana berkembang Tempat kerja Dekat Sekitar Campuran Cara kehidupan Gotong Gotong Transisi sosial royong royong Komunikasi Jalan kaki

Urban Kota Non agraris Tinggi Kompleks Terpisah Formal (tidak mutlak) Kompleks

Built up area

Sporadis

Jalan kaki Campuran dan alat angkut sederhana Sporadis Agak kompak Kompak

Tabel 3 Perbedaan Desa-Kota Menurut Larry Nelson Unsur Pembeda Desa Kota Mata pencaharian Agraris, homogen Non agraris, terpisah Ruang kerja Terbuka/lapangan Tertutup Musim/cuaca Penting/menentukan Tidak penting Keahlian/ketrampilan Umum dan menyebar Spesialisasi dan mengelompok Rumah dengan tempat Dekat (relatif) Jauh/terpisah (relatif) kerja Kepadatan penduduk Rendah Tinggi Kepadatan rumah Rendah Tinggi Kontak sosial Frekuensi rendah Frekuensi tinggi Stratifikasi sosial Sederhana Kompleks Lembaga-lembaga Terbatas Kompleks Kontrol sosial Adat/tradisi berperan besar Adat/tradisi tidak berperan besar, tetapi UU/peraturan tertulis berperan besar Sifat masyarakat Gotong royong Patempbayatan (gemeincchaft/paguyuban) (geselschaft) Mobilitas penduduk Rendah Tinggi Status sosial Stabil Tidak stabil (contoh dari segi kesejahteraanya dan mata pencahariannya)

Tabel 4 Perbedaan Desa-Kota Menurut Yunus Unsur Pembeda Desa Kota Mata Pencaharian Agraris homogin Non agraris heterogin Musim/Cuaca Penting/menentukan Tidak penting Keahlian / Ketrampilan Umum/menyebar Spesialisasi dan mengelompok Jarak Rumah dengan Dekat (relatif) Jauh (terpisah) relatif tempat kerja Kepadatan penduduk Rendah Tinggi Kepadatan rumah Rendah Tinggi Kontak sosial Frekuensi rendah Frekuensi tinggi Strata sosial Sederhana Kompleks Kelembagaan Terbatas Kompleks Kontrol sosial Adat/tradisi berperanan Adat/tradisi tidak besar berperanan besar, tetapi UU/ peraturan tertulis berperanan besar Sifat Masyarakat Gotong royong Patembayan (gemeinschaft/paguyuban) (geselschaft) Mobilitas Penduduk Rendah Tinggi Status Sosial Stabil Tidak stabil

1.7. Batas Administrasi dan Batas Fisik Morfologi Batas fisik morfologi tidak selalu berhimpitan dengan batas yuridis administrasi Apabila batas fisik morfologi jauh dari batas yuridis administratif maka disebut under boundaries city. Apabila kebalikannya disebut over boundaries city Bila berimpit disebut true boundaries city

VI. Daftar Pustaka VII. Evaluasi

Modul II Permasalahan Kota

A. Tujuan Mengetahui berbagai permasalahan yang terjadi di kota. B. Indikator Keberhasilan Mahasiswa dapat mengetahui permasalahan kota sekaligus memahami penyebabnya.

C. Waktu Pembelajaran D. Jadwal Kegiatan E. Teori Permasalahan Kota Beberapa permasalahan kota : Kemiskinan yang merebak Pengadaan perumahan bagi penduduk miskin Perkembangan kenampakan fisik kota yg tdk terkendali Penyediaan lapangan kerja Degradasi kualitas lingkungan kota Tingginya arus urbanisasi Kesemrawutan lalu lintas transportasi

Penyebab Eksplosif Pertumbuhan Kota Industrial booming Revolusi transportasi Revolusi telekomunikasi Transformasi politik

Akibat Perkembangan Fisik Kota yang tidak terkendali : Hilangnya lahan pertanian produktif, subur dan beririgasi teknis Maraknya spekulasi lahan Meroketnya harga pasaran lahan Pola sebaran bentuk pemanfaatan lahan yang semrawut Meningkatnya polusi udara, air, tanah Penurunan produksi dan produktivitas pertanian Degradasi kualitas lingkungan Menipisnya komitmen petani terhadap lahan dan kegiatan pertanian (Furuseth, 1982)

F. Daftar Pustaka

G. Evaluasi

Modul IV Megaurban, Megapolitan, Metropolitan A. Tujuan Mengetahui konsep Megaurban, Megapolitan, dan Metropolitan. B. Indikator Keberhasilan Mahasiswa dapat memahami konsep Megaurban, Megapolitan dan Metropolitan. C. Waktu Pembelajaran

D. Jadwal Kegiatan

E. Teori Megaurban, Megapolitan, Metropolitan Konsep Megaurban Mega urban adalah dua kota yang terhubungkan oleh jalur transportasi yg efektif sehingga menyebabkan wilayah di koridornya berkembang pesat dan cenderung menyatukan secara fisikal dua kota utamanya. Karakteristik Megaurban Kepadatan penduduk tinggi Penduduk masih tergantung pd sektor pertanian dg pemilikan lahan sempit Transformasi pertanian ke non pertanian Intensitas mobilitas penduduk tinggi Interaksi desa-kota tinggi Meningkatnya partisipasi TKW Percampuran guna lahan yg intensif

Pembagian Ruang Ekonomi Megaurban Kota besar : kota yg mendominasi kegiatan ekonomi yg terdiri dari satu atau kota yg sangat besar Pinggiran kota : terjadi penglaju harian dg jarak 30 km Desa kota : kegiatan campuran pertanian dan non pertanian, terdapat di sepanjang koridor antara dua kota besar, populasi penduduk padat, bermata pencaharian padi sawah Desa dg kepadatan penduduk tinggi : basis perekonomian padi sawah Desa dg kepadatan penduduk rendah : bagian paling luar

Gambar 4 Struktur Ruang Ekonomi Megaurban

Megapolitan Megapolitan adalah kota dengan jumlah penduduk besar dan ditandai oleh kenampakan inti-inti pertumbuhan yang saling terkait dg pola jaringan transportasi. Metropolitan juga diartikan sebagai kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa.

Dampak Metropolitan Kurang berfungsinya kota sbg katalisator pembangunan wilayah Kertimpangan kota semakin parah Tertinggalnya kota-kota menengah dan kota kecil

Metropolitan di Indonesia MAMMINASATA (Kota Makasar, Kabupaten Maros, Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar) PALEMBANG (Kota Palembang, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Ogan Komering Ilir) SARBAGITA (Kota Denpasar, Kab. Badung, Kab. Tabanan, Kab. Gianyar) BANDUNG Sumedang) GERBANGKERTASUSILA (Kab.Gresik, Kab. Bangkalan, Kota (Kota Bandung, Kab.Bandung, Kota Cimahi, Kab.

Mojokerto, Kab. Mojokerto, Kota Surabaya, Kab. Sidoarjo, Kab. Lamongan) JABODETABEK (Kota Jakarta, Kota Bogor, Kab.Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kab. Tangerang, Kota Bekasi, Kab.Bekasi) MEBIDANG (Kota Medan, Kota Binjai, Kab.Deli Serdang) SEMARANG (Kota Semarang, Kab.Semarang, Kab.Kenda, Kab.Demak)

F. Daftar Pustaka

G. Evaluasi

Modul V Pembangunan Berkelanjutan

A. Tujuan Mengetahui konsep pembangunan berkelanjutan. B. Indikator Keberhasilan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami konsep pembangunan berkelanjutan. C. Waktu Pembelajaran

D. Jadwal Kegiatan E. Teori Pembangunan Berkelanjutan Makna Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan adalah pola pembangunan yang bertujuan untuk mencukupi/memenuhi kebutuhan generasi penduduk saat ini tanpa membahayakan kemampuan generasi yang akan datang untuk

mencukupi/memenuhi kebutuhannya. (World Commission Environmental an Development, 1987). Ungkapan yang berbunyi without jeopardizing the ability of the future generations to meet their own needs meliputi 4 aspek penting, yaitu: Kiat untuk meminimasikan pemanfaatan dan pemborosan sumber daya yang tidak terbarukan (non renewable resources) termasuk di dalamnya melakukan penghematan bahan bakar minyak dan mengusahakan peningkatan substitusi renewable resources

Meminimasikan dan menghindarkan pemborosan aset kultural, historis dan natural yang tidak terbarukan di kawasan kota, seperti jalur hijau, tempat bermain dan tempat rekreasi. Pemanfaatan yang lestari (sustainable use) dari renewable resource Penanganan limbah padat dan cair di kota agar diupayakan dapat diproses dengan baik sehiangga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan di kota itu sendiri (intra frontier dimension) maupun terhadap kehidupan di sekitar kota dan di daerah lain (inter frontier dimension).

Prisma Pentagon Prisma Pentagon adalah paradigma pembangunan untuk mencapai visi sustainable city yang memuat 5 panduan kerja operasional, yaitu (1) socioware, (2) orgware, (3) finware, (4) technoware dan (5) ecoware

(Nijkamp, 1994). Kelima panduan kerja operasional ini saling terkait satu sama lain. Oleh karena penggambaran kelima panduan kerja yang saling terkait ini dapat divisualisasikan dalam bentuk segi 5 maka disebut sebagai prisma pentagon.

Good Governance Tata pemerintahan kota yang mampu merealisasikan apa yang dimaksud dengan sustainable city disebut sebagai good governance. Sebagai kerangka acuan kerja praktis di daerah perkotaan, good governance (GG) meliputi tujuh dimensi sustainabilitas.

F. Daftar Pustaka

E. Evaluasi

Modul VI Dimensi Pembangunan Berkelanjutan

A. Tujuan Mengetahui bentuk dimensi pembangunan berkelanjutan. B. Indikator Keberhasilan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bentuk-bentuk dimensi pembangunan berkelanjutan. C. Waktu Pembelajaran

D. Jadwal Kegiatan

E. Teori Dimensi Pembangunan Berkelanjutan 5.1. Bentuk-bentuk dimensi pembangunan berkelanjutan : Intra Generative Dimension Merupakan dimensi pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan generasi sekarang. Inter Generative Dimension Merupakan dimensi pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan generasi yang berbeda. Sebagai contoh dari dimensi ini adalah ungkapan :Sumberdaya alam adalah pinjaman anak cucu dan bukan warisan nenek moyang

Gambar 5 Upaya Untuk Melaksanakan Inter Generative Dimensi

Intra Frontier Dimension Merupakan dimensi pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan kepentingan wilayah itu sendiri

Inter Frontier Dimension Merupakan dimensi pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan kepentingan wilayah lain dan tidak hanya wilayah itu sendiri.

5.2. Dimensi Implementasi Manajemen Spasial Kota 5.2.1. Paradigma Teknis Kemasyarakatan Di dalam pembangunan pada umumnya dikenal ada dua macam

paradigma pembangunan yang kebanyakan dianut, yaitu (1) paradigma keteknikan (technical paradigm) dan (2) paradigma kemasyarakatan (community paradigm). Paradigma keteknikan menekankan pada metode

ilmiah sebagai cara yang dianggap obyektif untuk menyajikan informasi kepada para pengambil keputusan. Model ini mendasarkan pada asumsi

bahwa keputusan yang baik adalah keputusan yang rasional, obyektif dan mendasarkan pada parameter-parameter yang terukur. Sementara itu paradigma pengembangan masyarakat (Community development paradigm)

menekankan pada kebutuhan, sikap, kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat yang secara potensial akan mengalami dampak dari pembangunan itu sendiri. Ciri-Ciri Paradigma Teknis dan Pengembangan Masyarakat Pembeda 1. Penekanan analisis Paradigma Teknis *Economic oriented *Product oriented 2. Landasan teori yang digunakan 3. Proses pengambilan keputusan Paradigma Pengembangan Masyarakat *ommunity oriented *proses dan masyarakat pengembangan

*Positivism (serba * Teori Kritis (menyesuai-kan pada terukur dan eksak) nilai sosio-kultural yang berkembang di masyarakat) *dianggap proses obyektif sebagai *dianggap sebagai proses yang yang subyektif dan pencerminan nilai yang ada dalam masyarakat dianggap sebagai

*masyarakat *masyarakat dianggap sebagai subyek obyek 4. Faktor determinan 5. Dominasi penentuan orientasi pembangunan 6. Pendekatan pembangunan

*bukti-bukti ilmiah, *nilai-nilai dan norma-norma ter-ukur, eksak, kualitatif yang mempunyai rentangan obyektif nilai yang tidak menentu *para pakar berperanan dominan dan masyarakat berperanan sedikit *para pakar berperanan sedikit namun mensintesiskan nilai dan norma hasil penelitian dan masyarakat berperanan dominan

*Teknologi sebagai *pendekatan masyarakat dan cara utama teknologi tepat guna sebagai cara menanggulangi penanggulangan masalah lingkungan permasalahan lingkungan *dipandang sebagai *dipandang sebagai masalah strategi masa-lah teknis sosial dan peran-cangan alternatif yang tidak fleksibel yang fleksibel

7. Isu pembangunan

8. Landasan berfikir

*Metode yang *konteks sosial-budaya dan sejarah standar (temporal and historical dimension) (standardized methode) Sumber: Craig, Donna (1990), c.f. Sudharto (1995).

5.2.2. Pendekatan Kompleks Wilayah Pendekatan kompleks wilayah didasarkan pada pemahaman yang mendalam mengenai keberadaan suatu wilayah sebagai suatu system, dimana di dalamnya terdapat banyak sekali subsistem dan di dalamnya terdapat banyak sekali elemen-elemen wilayah yang saling berkaitan. V.2.3. Sinergisme Spasial Idenya adalah untuk memberdayakan potensi wilayah sedemikian rupa sehingga produk akhir yang akan dicapai oleh sesuatu wilayah dapat jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan produk akhir dari pada kinerja wilayah yang hanya berdiri sendiri. Dalam tataran regional, munculnya kerja sama regional di bidang ekonomi telah mampu menggerakkan mesin ekonomi regional untuk pengembangan wilayahnya. Munculnya Sijori Triangle Growth, Klang Valey Corridor yang menghubungkan Kuala Lumpur, Shah Alam dan Klang di Malaysia, Manila-Quezon di Filipina, Osaka-Kobe, Tokyo-Yokohama, KyotoOsaka-Kobe di Jepang, Beijing-Tianjin, Hongkong-Guangzhou di Cina, Puson-Seoul di Korea dan Taipei-Kaoshiung di Taiwan (Rimmer,. P.J. 1996) merupakan bentuk bentuk kerja sama regional di bidang ekonomi. Beberapa di antaranya merupakan inisiasi dari suatu Megacity. Di Indonesia, banyak muncul ide-ide mengenai sinergisme spasial yang terkenal antara lain Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi), Gerbang Kertasusila,

Bandung Raya, Dulangmas, Joglo Semar dan lain sejenisnya

5.2.4. Sinergisme Fungsional Dalam hal sinergisme spasial penekanan penggabungan adalah pada ruang/ wilayah/daerah maka dalam sinergisme fungsional penekanan penggabungan adalah pada kegiatannya dan institiusi yang berkompeten menanganinya. Pada sinergisme spasial melibatkan berbagai ruang yang berbeda-beda, maka dalam sinergisme fungsional dapat melibatkan berbagai ruang yang berbeda maupun ruang yang sama namun berbagai fungsi/ kegiatan yang bervariasi.

5.3. Dimensi Dampak Manajemen Spasial Kota 5.3.1. Nimby Syndrome NIMBY SYNDROME adalah suatu gejala munculnya dampak negatif pada sesuatu wilayah (terhadap lingkungan biotik, lingkungan abiotik, atau lingkungan sosial, kultural, ekonomi, politik) sebagai akibat dari proses dan program pembangunan yang dilaksanakan oleh wilayah lain. 5.3.2. Deplesi Sumberdaya Deplesi sumberdaya adalah kelangkaan sumberdaya. 5.3.3. Quasi Sustainable Development Quasi sustainable development adalah suatu pola pembangunan yang nampaknya seperti bersifat sustainable padahal sebenarnya belum. 5.3.4. Unsustainable Development Adalah pola pembangunan yang betul-betul bertentangan dengan filosofi empat dimensi pembangunan berkelanjutan yang sudah dikemukakan. 5.4. Green Agenda dan Brown Agenda Green Agenda merupakan agenda untuk melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Program aksi dalam green agenda ini

misalnya pengurangan penggunaan bahan bakar minyak, penghijauan, dan penggunaan transportasi massal. Brown Agenda merupakan agenda pembangunan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat miskin agar keluar dari kemiskinannya. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa masyarakat miskin merupakan salah satu penyebab kerusakan lingkungan. Masyarakat miskin terpaksa merusak lingkungan karena tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

F.

Daftar Pustaka

G.

Evaluasi

Modul VII Teori Kota

A. Tujuan Mengetahui beberapa teori kota dari berbagai pakar. B. Indikator Keberhasilan Mahasiswa dapat mengetahui permasalahan kota sekaligus memahami penyebabnya. C. Waktu Pembelajaran

D. Jadwal Kegiatan

E. Teori Beberapa Teori Kota 5.1. Teori Konsentris (Burgess) Suatu kota terdiri dari zone-zone yang konsentris dan masing-masing mencerminkan tipe penggunan lahan yang

Gambar 6

Model Teori Konsentris (Burgess) Pembagian zone menurut Teori Konsentris : Daerah pusat kegiatan Zona peralihan Zona perumahan para pekerja Zona permukiman yang lebih baik Zona para penglaju

Kelompok yang menolak Teori Konsentris : Davie Hatt

Alasan penolakan terhadap Teori Konsentris : Ada pertentangan antara gradeints dengan zonal boundaries Homogenitas internal yang tidak sesuai dengan kenyataan Skema yang anakronistik/out of date Teorinya kurang bersifat universal

Kelompok yang mengembangkan Teori Konsentris : Teori ketinggian bangunan (Bergel) Teori sektor ( Hommer Hoyt) Teori poros (Babcock) Teori pusat kegiatan banyak (Harris dan Ullman) Teori ukuran kota (Taylor)

5.2. Teori Ketinggian Bangunan Semakin tinggi bangunan maka aksesibiltasnya semakin berkurang

5.3. Teori Sektor Pada sektor-sektor tertentu membentuk pola penggunaan lahan tertentu dan hal ini tidak selalu sesuai dengan pola konsentris.

Gambar 7 Model Teori Sektor

5.4. Teori Poros Peran transportasi dalam mempengaruhi struktur ruang kota

Gambar 8. Model Teori Poros

Keterangan : 1 : Central Business District(CBD) 2 : Transition zone/major roads 3 : Low income housing/railways 4 : Middle income housing

5.5. Teori Pusat Kegiatan Banyak Kebanyakan kota besar tidak tumbuh dalam ekspresi keruangan yang sederhana yang hanya ditandai oleh satu pusat kegiatan saja namun terbentuk sebagai suatu produk perkembangan dan integrasi dari sejumlah pusat-pusat kegiatan yang terpisah satu sama lain dalam suatu sistem perkotaan.

Gambar 9 Model Teori Pusat Kegiatan Banyak

5.6. Teori Ukuran Kota Ada 5 tingkat pertumbuhan kota menurut Taylor yaitu : infantile towns, Juvenile towns, adolescent towns, early mature towns, mature towns.

Infantile towns Ditandai adanya gejala diferensiasi zone dan toko-toko mulai terpisah

Juvenil towns Ditandai adanya gejala diferensiasi zone dan toko-toko mulai terpisah

Adolescent towns Mulai memiliki pabrik-pabrik tetapi belum menunjukkan adanya rumah-rumah klas tinggi.

Early mature towns Menunjukkan adanya segregasi yang jelas tentang rumah klas tinggi.

Mature towns Menunjukkan adanya pemisahan daerah perdagangan dan industri serta zona-zona perumahan yang berbeda kualitasnya.

5.7. Teori Historis Menurut Teori Historis disebutkan bahwa perubahan tempat tinggal di kota menunjukkan karakteristik yang menarik. 5.8. Teori Sewa Lahan Sewa merupakan pembayaran untuk aksesibilitas atau penghematan untuk biaya transportasi dan ini akan berkaitan dengan masalah proses penawaran untuk menentukan siapa yang berhak untuk menempati sebuah lokasi.

Gambar 10 Model Teori Sewa Lahan 5.9. Teori Nilai Lahan Nilai lahan dan penggunaan lahan mempunyai kaitan yang sangat erat. Dalam hal ini nilai lahan pengertiannya tidak sama dengan harga lahan. Nilai lahan adalah suatu penilaian atas lahan didasarkan pada kemampuan lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan produktivitas dan strategi ekonominya. Harga lahan adalah penilaian atas lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan uang untuk satuan luas pada pasaran lahan.

F.

Daftar Pustaka

G.

Evaluasi

Modul VIII Upaya Pengelolaan Kota

A. Tujuan Mengetahui berbagai upaya dalam pengelolaan kota. B. Indikator Keberhasilan Mahasiswa dapat mengetahui beberapa upaya pengelolaan kota dan dapat mencari upaya lain yang sesuai. C. Waktu Pembelajaran

D. Jadwal Kegiatan

E. Teori Upaya Pengelolaan Kota 5.1. Upaya Pengelolaan Kota Level Nasional Mengubah paradigma pembangunan : AIDS (Accelerate Industrial Development Strategy) to ARDS (Accelerate Rural Development Strategy) AIDS and ARDS (seimbang)

5.2. Upaya Pengelolaan Kota Level Regional Mengubah paradigma pembangunan perkotaan (urban oriented to rurban oriented paradigm)

5.3. Upaya Pengelolaan Kota Level Lokal Application of urban growth management techniques (selected) for controlling the unmanaged growth.

Stick

Technique

merupakan

suatu

teknik

utk

menghentikan

pertumbuhan yang terus-menerus dari suatu kota. Salah satu bentuk kebijakan stick technique yang diterapkan di Indonesia contohnya adalah kebijakan untuk membatasi para pendatang di Jakarta dengan menerapkan aturan bahwa orang yang boleh bertempat tinggal di Jakarta adalah orang yang mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP) Jakarta. Carrot Technique adalah usaha untuk menarik industri yg ada di kota besar agar mau pindah ke kota yg lebih kecil. Contoh aplikasi dari kebijakan ini adalah dengan memberi kemudahan untuk pendirian industri di kota-kota kecil (daerah terpencil)

F.

Daftar Pustaka

G.

Evaluasi

You might also like