You are on page 1of 6

1. PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis) dibudidayakan lebih dari 15 juta ha lahan di seluruh dunia, kurang lebih sepertiganya (5,37 juta ha) ditanam di Indonesia (FAOSTAT 2012). Minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) diekstrak dari tandan buah segar (TBS) dan menyisakan residu lignoselulosa berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Indonesia merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan produksi buah mencapai sekitar 90 juta metrik ton pada tahun 2010 dan menyisakan sekitar 20,7 juta metrik ton TKKS (FAOSTAT 2012). TKKS memiliki nilai komersial yang rendah dan menimbulkan masalah pembuangan, karena volumenya yang besar. Penanganan TKKS secara konvensional adalah dengan pembakaran, dibuang di tempat penampungan (landfield), atau dikomposkan untuk pupuk organik. Upaya-upaya pemanfaatan TKKS secara optimal sangatlah penting untuk memecahkan masalah ini dan sekaligus dapat menghasilkan produk yang memiliki nilai tambah tinggi. TKKS tersusun dari selulosa 39,13%, hemiselulosa 23,40%, dan 34,37% lignin (Isroi et al. 2013 ). Kandungan karbohidrat TKKS yang tinggi menjadikan TKKS berpotensi tinggi sebagai sumber untuk produk turunan lignoselulosa, seperti glukosa, xylose, mannose (Snchez 2009), etanol (Piarpuzn et al. 2011), biopulp (Scott et al. 2002), pakan ruminansia (Okano et al. 2009), dan substrat untuk produksi enzim (Hlker et al. 2004). Pemanfaatan TKKS menjadi produk yang memiliki nilai tambah memerlukan 1

tahapan awal pretreatment atau perlakuan pendahuluan. Pretreatment adalah proses sebelum tahapan utama, seperti hidrolisis dan fermentasi. TKKS tanpa pretreatment memiliki digestibilitas yang rendah dan sulit untuk diolah menjadi produk turunannya. Pretreatment dapat meningkatkan digestibilitas lignoselulosa yang

dihambat oleh beberapa faktor, seperti: kandungan dan komposisi lignin, kristalinitas selulosa, derajat polimerisasi, volume pori, kelompok asetil terikat ke hemiselulosa, luas permukaan dan ukuran partikel biomassa (Alvira et al. 2010, Anderson and Akin 2008, Rivers and Emert 1988). Pretreatment akan mengubah struktur biomassa lignoselulosa dan memecah lignin untuk membuat selulosa lebih mudah diakses oleh enzim hidrolitik. Proses delignifikasi dapat mengakibatkan pembengkakan biomassa, perubahan struktur lignin, dan menyebabkan peningkatan rerata luas permukaan internal dan volume pori untuk serangan enzim selulosa (Zhu et al. 2008). Penelitian untuk mendapatkan metode pretreatment TKKS yang tepat perlu dilakukan agar potensi besar TKKS bisa diwujudkan menjadi produk-produk yang memiliki nilai tinggi, seperti bioetanol. Pretreatment lignoselulosa dapat dilakukan secara fisik/mekanik, kimia, biologi, atau kombinasi dari metode-metode itu (Alvira et al. 2010, Taherzadeh Muhammand J. and Karimi 2008). Pretreatment biologi memanfaatkan kemampuan mikroorganisme, terutama jamur pelapuk putih (JPP) (Hatakka A.I. 1983, Taniguchi et al. 2005), jamur pelapuk coklat (JPC) (Ray et al. 2010) dan bakteri (Kurakake et al. 2007), atau enzim yang dihasilkan untuk memecah lignin dan mengubah struktur lignoselulosa. Aplikasi pretreatment biologi untuk TKKS berpotensi untuk

dikembangkan dan diterapkan di Indonesia, karena memiliki beberapa keunggulan seperti: a) energi yang dibutuhkan relatif rendah, b) membutuhkan investasi yang rendah, c) tidak atau sedikit membutuhkan tambahan bahan kimia, d) dilakukan pada kondisi lingkungan yang rendah (mild cindition), e) sepesifik terhadap substrat, f) proses dan peralatan yang dibutuhkan sederhana (Kirk & Chang, 1981; Sun & Cheng, 2002). Meskipun pretreatment biologi memiliki beberapa keunggulan dan potensial untuk dikembangkan di Indonesia, namun penelitian penerapan pretreatment biologi, khususnya untuk TKKS, belum banyak dilaporkan. Indonesia kaya akan sumber daya hayati, termasuk kekayaan keragaman JPP yang bisa dimanfaatkan sebagai agensia hayati dalam pretreatment biologi TKKS. Isolat JPP memiliki keragaman dan kemampuan berbeda-beda dalam mendegradasi biomassa lignoselulosa yang dikelompokkan ke menjadi JPP selektif dan JPP nonselektif. JPP selektif adalah JPP yang relatif lebih benyak mendegradasi lignin daripada selulosa dan hemiselulosa, sedangkan JPP non selektif adalah JPP yang mendegradasi semua komponen lignoselulosa. Beberapa isolate JPP telah berhasil diisolasi oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan memiliki kemampuan mendegradasi lignin, yaitu antara lain Polyota sp, Agraily sp, dan Pleurotus sp. Selektifitas isolate JPP koleksi BPBPI tersebut belum diketahui. Oleh karena itu, pemilihan isolat JPP yang selektif dan sesuai untuk TKKS diperlukan untuk mengembangkan metode pretreatment biologi TKKS. Digestibilitas biomassa lignoselulosa dapat ditingkatkan melalui pretreatment biologi (Kirk T.Kent and Chang 1981). Pretreatment biologi dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya adalah penambahan kation (Mn2+ dan Cu2+) (Camarero et al. 1996, Palmieri et al. 2000). Penambahan kation tersebut dapat meningkatkan produksi enzyme ligninolitik oleh JPP, meningkatkan degradasi lignin, dan meningkatkan digestibilitas biomassa lignoselulosa. Penelitian pengaruh penambahan kation pada pretreatment biologi TKKS dengan JPP belum dilaporkan. Pengaruh penambahan kation (Mn2+ dan Cu2+) pada pretreatment biologi TKKS perlu dipelajari untuk mengoptimalkan peningkatan digestibilitas TKKS. Pretreatment biologi memiliki beberapa kekurangkan dibandingkan dengan metode pretreatment fisika/kimiawi, sebagai contoh: waktu yang dibutuhkan relatif lama (hingga 8 minggu) dan membutuhan tempat yang lebih luas (Taherzadeh & Karimi, 2008), dan hasil gula yang diperoleh relatif lebih rendah. Performa digestibilitas biomassa lignoselulosa dapat lebih ditingkatkan melalui kombinasi pretreatment biologi dengan metode pretreatment kimia. Beberapa laporan menyebutkan bahwa kinerja pretreatment biologi dapat ditingkatkan melalui kombinasi dengan metode pretreatment fisika/kimiawi, seperti: steam explotion (Taniguchi et al. 2010), H2O2 (Yu et al. 2010b), organosolv (Itoh et al. 2003) atau H2SO4 (Ma et al. 2010). TKKS diketahui memiliki kandungan lignin dan kristalinitas selulosa yang tinggi, sehingga sulit untuk diproses menjadi produk turunannya. Pretreatment asam fosfat dilaporkan efisien dalam mengurangi kristalinitas selulosa dan meningkatkan produksi biogas dari TKKS (Nieves et al. 2011). Pretreatment menggunakan asam fosfat untuk bahan lignoselulosa juga dilaporkan dapat meningkatkan fraksinasi dan digestibilitas lignoselulosa (Zhang YH et al. 2007c).

Kombinasi pretreatment biologi dengan pretreatment asam fosfat perlu diujicoba dalam rangka meningkatkan digestibilitas TKKS. Kombinasi pretreatment biologi dengan pretreatment asam fosfat ini belum dilaporkan di dalam literatur. Biomassa lignoselulosa mengalami perubahan fisik maupun kimia setelah dilakukan pretreatment. Perubahan tersebut antara lain adalah perubahan kandungan lignin, selulosa, hemiselulosa, penurunan kristalinitas selulosa, peningkatan luas poripori, kerusakan pada area permukaan, dan juga perubahan pada gugus fungsional. TKKS akan mengalami perubahan fisik maupun kimiawi baik setelah pretreatment biologi, maupun kombinasi pretreatment biologi dan asam fosfat. Analisis terhadap perubahan struktur fisik maupun kimiawi, dan komposisi TKKS setelah pretreatment diperlukan untuk memahami mekanisme peningkatan digestibilitas TKKS dan perancangan pretreatment yang sesuai untuk menghasilkan proses pretreatment secara optimal. 1.2.Tujuan penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengupayakan peningkatan digestibilitas tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dengan pretreatment biologi oleh jamur pelapuk putih (JPP). Tujuan khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. menyeleksi dan memilih satu dari beberapa jamur pelapuk putih, yaitu Polyota sp, Agraily sp, dan Pleurotus sp untuk pretreatment biologi TKKS yang selektif mendegradasi lignin daripada hemiselulosa dan selulosa;

2. meningkatkan digestibilitas TKKS dengan pretreatment biologi menggunakan isolate JPP terpilih dengan penambahan kation (Mn2+ dan Cu2+) dan mendapatkan informasi perubahan fisik dan kimia TKKS setelah

pretreatment, yaitu: perubahan

kandungan lignin, selulosa, hemiselulosa,

derajat kristalinitas, perubahan struktur fisik, dan gugus fungsional, untuk mengetahui karakteristik yang berperan dalam peningkatan digestibilitas TKKS; 3. meningkatkan digestibilitas TKKS dengan kombinasi pretreatment biologi dan asam fosfat dan mendapatkan informasi perubahan fisik dan kimia TKKS setelah kombinasi pretreatment.

You might also like