You are on page 1of 43

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TRAUMA PELVIS TRAUMA BULI-BULI DEFINISI Trauma buli buli merupakan keadaan darurat bedah

h yang membutuhkan penanganan segera. Bila tidak ditanggulangi dengan segera, dapat menimbulkan komplikasi, seperti peritonitis dan sepsis. Trauma buli-buli sering disebabkan rudapaksa dari luar dan sering di dapatkan bersama fraktur pelvis. Fraktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio/ruptur kandung kemih. Pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada buli-buli dengan hematuria tanpa ekstravasasi urin.

KLASIFIKASI 1. 2. 3. Kontusio buli-buli, hanya terdapat memar pada dindingnya, mungkin didapatkan hematoma vesikel, tetapi tidak didapatkan ekstravasasi urin ke luar buli-buli. Ruptur buli-buli ekstraperitoneal, terjadi akibat trauma pada saat buli-buli kosong. Dapat diakibatkan oleh fraktur pelvis. Ruptur buli-buli intraperitoneal, terjadi akibat trauma pada saat buli-buli sedang terisi penuh.

ETIOLOGI 1. Trauma buli buli terbanyak karena kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan kerja yang menyebabkan fragmen patah tulang pelvis yang mencederai buli buli. Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa pula terjadi akibat fragmen tulang pelvis yang Trauma iatrogenik, seperti operasi ginekologik dan operasi daerah pelvis atau akibat tindakan endoskopik, seperti operasi transurethral. Trauma tumpul dapat menyebabkan ruptur buli buli, terutama dalam keadaan penuh atau terdapat kelainan patologik, seperti tuberkulosis, tumor,atau obstruksi sehingga trauma kecil sudah menimbulkan ruptur. Trauma tajam akibat luka tusuk atau tembak yang jarang ditemukan.

2. 3.

4.

Ruptur buli-buli dapat juga terjadi secara spontan, hal ini biasanya terjadi jika sebelumnya terdapat kelainan pada dinding vesica urinaria. Fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranasea karena prostat dengan uretra prostatika tertarik ke kranial bersama fragmen fraktur, sedangkan uretra membranasea terikat diafragma urogenital. Bila buli-buli yang penuh dengan urine mengalami trauma, maka akan terjadi peningkatan tekanan intravesikel yang dapat menyebabkan contosio buli-buli / buli-buli pecah. Keadaan ini dapat menyebabkan ruptura intraperitoneal. Ruptur kandung kemih intraperitoneal dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsang peritonium termasuk defans muskuler dan sindrom ileus paralitik. PATOFISIOLOGI Trauma kandung kemih terbanyak karena kecelakaan. Fraktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau ruptur kandung kemih. Pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada dinding buli-buli dengan hematuria tanpa ekstravasasi urin. Ruptur kandung kemih dapat bersifat ekstraperitonneal ataupun intraperitoneal. Ruptur kandung kemih ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding dengan kandung kemih yang penuh. Pada kejadian ini terjadi ekstravasasi urin di rongga perivesikel. Trauma tumpul dapat menyebabkan ruptur buli-buli terutama jika buli-buli sedang terisi penuh atau terdapat kelainan patologik seperti TBC, sehingga trauma yang kecil bisa menyebabkan ruptur.

MANIFESTASI KLINIS Tandatanda fraktur pelvis mudah didiagnosa dengan pemeriksaan fisik dengan ditemukannya nyeri tekan dan krepitasi daerah fraktur. Kadangkadang fraktur pelvis disertai perdarahan hebat sehingga penderita bisa datang dengan anemia bahkan syok. Pada abdomen bagian bawah tampak jejas atau hematom dan terdapat nyeri tekan di daerah suprapubik tempat hematom. Pada kontusio buli-buli nyeri terutama bila ditekan didaerah suprapubik dan dapatditemukan hematurtia. Tidak terdapat rangsang peritoneum.

Pada ruptur intraperitoneal ditemukan tandatanda abdomen akut serta urin masuk ke rongga peritoneum sehingga memberikan tanda ada cairan di abdomen dan ada ransang peritoneum. Pada ruptur ekstraperitoneal terdapat tanda adanya infitrasi urin dirongga peritoneal yang sering menyebabkan septisemia serta penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil dan kadang keluar darah dari uretra.

DIAGNOSIS Diagnosis ditentukan berdasarkan tanda dan gejala klinik serta hematuria. Pada foto pelvis atau foto polos abdomen terlihat fraktur tulang pelvis. Katerisasi dikerjakan bila klinis tidak terdapat darah menetes dari urethra. Bila terdapat darah menetes dari urethra, harus dibuat uretrogram untuk memastikan adanya ruptur uretra. Pada katerisasi sering didapatkan gross hematuria Trauma VU ditegakkan dengan Sistogram: untuk mengetahui adanya ruptur VU dan lokasi ( intra/ ekstra) Sistografi : nampak kebocoran berupa ekstravasasi kontras dalam rongga perivesica (tidak dianjurkan) Cara: masukan kontras 300- 400 ml ke VU Foto antero-posterior (AP) Kosongkan VU kemudian bilas dan foto lagi Dengan hasil: a) Tidak ada ekstravasasi merupakan diagnosa dari kontusio buli-buli b) Ekstravasasi seperti nyala api pada daerah perivesikal menunjukkan ruptur ekstraperitoneal c) Kontras masuk rongga abdomen menunjukkan ruptur intraperitoneal Pada ruptur kecil, sistokopi dapat membantu diagnosis. Tes buli-buli: dilakukan dengan cara buli-buli dikosongkan terlebih dahulu dengan kateter, lalu dimasukkan 300 ml larutan garam faal, kateter kemudian diklem sebentar lalu dibuka kembali. Bila selisihnya cukup besar kemungkinan terjadi ruptur buli-buli. (jika jauh dari pusat rujukam dan tidak ada sarana untuk melakukan sistograf dapat diuji coba pembilasan buli-buli )

PENATALAKSANAAN Bila penderita datang dalam keadaan syok, harus diatasi dulu dengan memberikan resusitasi cairan intravena atau darah. Bila sirkulasi telah stabil, lakukan reparasi buli-buli. dengan prinsip memulihkan ruptur VU: a) Penyaliran ruang perivesikal b) Pemulihan dinding, penyaliran VU, dan perivesikal c) Jaminan arus urin melalui kateter Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan untuk memberikan istirahat pada buli-buli. Diharapkan buli-buli sembuh setelah 7-10 hari.

Pada ruptur intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi untuk mencari robekan pada buli-buli serta kemungkinan cedera organ lain. Rongga intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan laparotomi. Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana dianjurkan untuk memasang kateter 7-10 hari tetapi dianjurkan juga untuk melakukan penjahitan disertai pemasangan kateter sistostomi. Untuk memastikan buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra/kateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sistografi untuk melihat kemungkinan masih adanya ekstravasasi urin. Sistografi dibuat pada hari ke 10-14 pasca trauma. Jika masih ada ekstravasasi kateter sistostomi dipertahankan sampai 3 minggu.

Operasi dikerjakan dengan insisi mediana suprapubik. Pada ruptur ekstraperitoneal, setelah buli-buli dibuka, dilakukan repair. Dilakukan juga inspeksi rongga peritoneum untuk memastikan adakh cairan berdarah, yang merupakan indikasi untuk eksplorasi rongga peritoneum lebih lanjut. Luka ditutup dengan meninggalkan sistosomi suprapubik dan juga dipasang kateter uretra. Pada ruptur intraperitoneal operasi dilakukan dengan langsung membuka peritoneum, dan repair buli-buli dilakukan dengan membuka buli-buli Untuk luka yang lebih berat, biasanya dilakukan pembedahan untuk menentukan luasnya cedera dan untuk memperbaiki setiap robekan. Selanjutnya air kemih dibuang dari kandung kemih dengan menggunakan 2 kateter, 1 terpasang melalui uretra (kateter trans-uretra) dan yang lainnya terpasang langsung ke dalam kandung kemih melalui perut bagian bawah (kateters suprapubik). Kateter tersebut dipasang selama 7-10 hari atau diangkat setelah kandung kemih mengalami penyembuhan yang sempurna.

KOMPLIKASI a) Abses Pelvis, bila urin terinfeksi b) Inkontinensia partial, bila laserasi sampai ke leher buli-buli c) Peritonitis Pada cedera buli-buli ekstraperitoneal, ekstravasasi urin ke rongga pelvis yang dibiarkan dalam waktu lama dapat menyebabkan infeksi dan abses pelvis. Yang lebih berat lagi adalah robekan buli-buli intraperitoneal. Jika tidak segera dilakukan operasi, dapat menimbulkan peritonitis akibat dari ekstravasasi urine pada rongga intra peritoneum. Kedua keadaan ini dapat menyebabkan sepsis yang dapat mengancam jiwa. Kadang-kadang dapat pula terjadi penyulit berupa gangguan miksi, yaitu frekuensi dan urgensi yang biasanya akan sembuh selama 2 bulan.

TRAUMA URETRA DEFINISI Trauma uretra adalah trauma yang biasanya terjadi pada pria dibandingkan dengan para wanita, berhubungan dengan fraktur pelvis dan straddle injury. Terjadi ce dera yang menyebabkan memar dinding dengan atau tanpa robekan mukosa baik parsial atau total. Urethra pria terdapat dua bagian yaitu : a) Anterior, terdiri dari : urethra pars granularis, pars pendularis, dan pars bulbosa b) Posterior, terdiri dari : pars membranacea dan pars prostatika KLASIFIKASI Berdasarkan anatomi, diklasifikasikan menjadi: 1. 2. Ruptur uretra anterior Ruptur uretra posterior : terletak di distal diafragma urogenital : terletak di proksimal diafragma urogenital

ETIOLOGI Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar. Cedera iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis yang menyebabkan ruptur uretra pars membranasea. Trauma tumpul pada selangkangan atau straddle injury dapat menyebabkan rupture uretra pars bulbosa. Pemasangan kateter yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan urethra karena false route atau salah jalan.

PATOFISIOLOGI Ruptur uretra posterior Trauma uretra posterior biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau karena fraktur pelvis. Akibat fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranasea karena prostat dengan uretra prostatica tertarik ke cranial bersama fragmen fraktur, sedangkan uretra membranosa terikat di diafragma urogenital. Uretra biasanya terkena pada bagian proksimal dari diafragma urogenital dan terjadi perubahan posisi prostat ke arah superior (prostat menjadi terapung / floating prostat) dengan terbentuknya hematoma periprostat dan perivesical. Rupture uretra posterior dapat terjadi total atau inkomplit. Pada rupture total, uretra terpisah seluruhnya dan ligamentum puboprostatikum robek sehingga buli-buli dan prostat terlepas ke cranial. Ruptur uretra anterior Uretra anterior terbungkus di dalam corpus spongiosum penis. Corpus spongiosum bersama corpora cavernosa penis dibungkus oleh fascia buck dan fascia colles. Jika ruptur uretra beserta corpus spongiosum, darah dan urin keluar dari uretra tapi masih terbatas pada fascia buck, di mana secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun jika fascia buck ikut robek, ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fascia colles sehingga darah dapat menjalar hingga ke scrotum atau ke dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberi gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma.

MANIFESTASI KLINIS Gejala umum : 1. Perdarahan dari uretra 2. Hematoma perineal 3. Retensi urin, sebelumnya masih bisa miksi walaupun nyeri 4. Bila buli-buli terlalu penuh, terjadi ekstravasasi sehingga timbul nyeri Pada rupture uretra posterior, terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai jejas, hematoma dan nyeri tekan. Bila disertai rupture kandung kemih bisa ditemukan tanda rangsangan peritoneum. Ruptur uretra posterior, ada 3 jenis : 1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching. Foto uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi urin, dan uretra hanya tampak memanjang. 2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostato-membranasea, sedangkan diafragma urogenitalia masih utuh.Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras yang masih terbatas di atas diafragma urogenitalis. 3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis,dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras meluas hingga di bawah diafragma urogenitalia sampai ke perineum.

Ruptur uretra anterior Pada ruptur uretra anterior terdapat daerah memar atau hematom pada penis dan skrotum. Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik cedera uretra. Bila terjadi ruptur uretra total, penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak trauma dan nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubik. Retensio urin dapat terjadi pada keadaan ini.

DIAGNOSIS 1. 2. Anamnesis : riwayat trauma , mekanisme trauma hematome. PD/ : Trias rupture uretra posterior : bloody discharge, retensi urin, floating prostat Ruptur uretra anterior : hematom/ darah memar pada penis dan skrotum Ruptur total : gak bisa BAK sejak trauma( raba VU penuh), nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubik karena kateter : obstruksi oleh edema /bekuan darah ekstravasasi urin dapat menambah atau mengurangi darah sehingga dapat meluas juah trgantung fasia yang rusak dan timbul infiltrate : infiltrat urin menimbulkan infeksi kemudian selulitis dan septisemia. Trias ruptur uretra anterior : bloody discharge, retensio urin, dan hematom/ jejas peritoneal/ urin infiltrat. Lab. : urinalisis eritrosit positif. Radiologis : uretrografi, AP pelvic foto.

3. 4.

Rupture uretra posterior harus dicurigai bila terdapat darah sedikit di meatus uretra disertai patah tulang pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur ditemukan prostat seperti mengapung karena tidak terfiksasi lagi pada diafragma urogenital. Kadang sama sekali tidak teraba lagi karena pindah ke cranial. Pemeriksaan radiologi dengan menggunakan uretrogam retrograde dapat memberi keterangan letak dan tipe uretra.

PENATALAKSANAAN Jika dapat kencing dengan mudah, lakukan observasi saja. Jika sulit kencing atau terlihat ekstravasasi pada uretrogram usahakan memasukkan kateter foley sampai bulibuli. Jika gagal lakukan pembedahan sistosomi untuk manajemen aliran urin. Bila rupture uretra posterior tidak disertai cedera organ intraabdomen, cukup dilakukan sistosomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian dengan melakukan anastomosis ujung ke ujung dan pemasangan kateter silicon selama 3 minggu. Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan reparasi 2-3 hari kemudian, sebaiknya dipasang kateter secara langsung. Pada rupture uretra anterior total, langsung dilakukan pemulihan uretra dengan anastomosis ujung ke ujung melalui sayatan perineal. Dipasang kateter silicon selama 3 minggu. Bila rupture parsial dilakukan sistostomi dan pemasangan kateter foley di uretra selama 7-10 hari, sampai terjadi epitelisasi uretra yang cedera. Kateter sistosomi baru dicabut bila saat kateter sistostomi diklem ternyata penderita bisa buang air kecil.

Penatalaksanaan trauma urethra posterior Kateterisasi urethra merupakan kontraindikasi pada pasien ruptur urethra. Setelah kegawatan dapat diatasi, maka dipasang sistosomisuprapubik dengan membuka buli buli dan melakukan inspeksi buli buli secara baik untuk meyakinkan ada / tidaknya laserasi buli buli. Dalam minggu pertama setelah dipasang sistosomi suprapubik,pemasangan kateter urethra dapat dicoba dengan bantuan endoskopidengan anestesi.Bila tindakan ini berhasil, kateter dipertahankan kuranglebih 4 minggu (kateter silikon).

Penatalaksanaan trauma urethra anterior Eksplorasi segera pada daerah ruptura dan dilakukan repair urethra

KOMPLIKASI Komplikasi trauma urethra posterior 1. 2. Striktura urethra, impotensi dan inkontinensia Komplikasi akan tinggi bila dilakukan repair segera, dan akanmenurun bila hanya melakukan sistostomi suprapubik terlebih dahulu dankemudian repair dilakukan belakangan .

Komplikasi trauma urethra anterior Perdarahan, infeksi/sepsis dan striktura urehtra .

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KESADARAN DEFINISI KESADARAN Kesadaran adalah keadaan yang mencerminkan pengintegrasian implus aferen dan eferen. Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang mengenal atau mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya. Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga atau tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus.

STRUKTUR DI SEREBRAL YANG BERFUNGSI MENGATUR KESADARAN Sistem aktivitas retikuler berfungsi mempertahankan kesadaran. Sistem ini terletak di bagian atas batang otak, terutama di mesensefalon dan hipothalamus. Lesi di otak, yang terletak di atas hipothalamus tidak akan menyebabkan penurunan kesadaran, kecuali bila lesinya luas dan bilateral. Lesi fokal di cerebrum, misalnya oleh tumor atau stroke, tidak akan menyebabkan coma, kecuali bila letaknya dalam dan mengganggu hipothalamus. Input saraf dapat dibedakan dalam input yang bersifat spesifik dan bersifat non-spesifik. Lintasan asenden dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan implus sensorik protopatik, propioseptik dan perasa pancaindra dari perifer ke daerah korteks perseptif primer disebut lintasan asenden spesifik atau lintasan asenden lemniskal. Ada pula lintasan asendens non spesifik yakni formasi retikularis disepanjang batang otak yang menerima dan menyalurkan implus dari lintasan spesifik melalui koleteral ke pusat kesadaran pada batang otak bagian atas serta meneruskannya ke nukleus intralaminaris talami yang selanjutnya disebarkan difus keseluruh permukaan otak. Pada manusia pusat kesadaran terdapat didaerah pons, formasio retikularis daerah mesensefalon dan diensefalon. Lintasan non spesifik ini oleh merruzi dan magoum disebut diffuse ascending reticular activating system (ARAS). Melalui lintasan non pesifik ini, suatu implus dari perifer akan menimbulkan rangsangan pada seluruh permukaan korteks serebri.

Dengan adanya 2 sistem lintasan tersebut terdapatlah penghantaran asenden yang pada dasarnya berbeda. Lintasan spesifik menghantarkan implus dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks persetif primer. Sebaliknya lintasan asenden nonspesifik menghantarkan setiap implus dari titik manapun pada tubuh keseluruh korteks serebri. Neuron-neuron dikorteks serebri yang digalakan oleh implus asenden nonspesifik itu dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, sedangkan yang berasal dari formasio retikularis dan nuklei intralaminalis talami disebut neuron penggalak kewaspadaan. Gangguan pada kedua jenis neuron tersebut oleh sebab apapun akan menimbulkan gangguan kesadaran.

MEKANISME GANGGUAN KESADARAN Patofisiologi Lesi Supratentorial Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan langsung pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS karena proses tersebut maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang di- akibatkannya. Proses ini menjalar secara radial dari lokasi lesi kemudian ke arah rostro-kaudal sepanjang batang otak. Gejala o gejala klinik akan timbul sesuai dengan perjalan proses tersebut yang dimulai dengan: o gejala neurologik fokal sesuai dengan lokasi lesi. Jika keadaan bertambah berat dapat o timbul sindroma diensefalon, sindroma meseisefalon bahkan sindroma ponto meduler dan deserebrasi Oleh kenaikan tekanan intrakranial dapat terjadi herniasi girus singuli di kolong falks serebri, herniasi transtentoril dan o herniasi unkus lobus temporalis melalui insisura tentorii. Lesi infratentorial Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi karena kerusakan ARAS baik oleh proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik Gangguan difus (gangguan metabolik) o Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir selalu simetrik. Selain itu gejala neurolo-giknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan anatomik tertentu pada susunan saraf pusat. o Penyebab gangguan kesadaran pada golongan ini terutama akibat kekurangan O, kekurangan glukosa, gangguan sirkulasi darah serta pengaruh berbagai macam toksin. Kekurangan O2 Otak yang normal memerlukan 3.3 cc O2/100 gr otak/menit yang disebut Cerebral Metabolic Rate for Oxygen (CMR O2).CMR O2 ini pada berbagai kondisi normal tidak banyak berubah. Hanya pada kejang- kejang CMR O2 meningkat dan jika timbul gangguan fungsi otak, CMR O2 menurun. Pada CMR O2 kurangdari 2.5 cc/100 gram otak/menit akan mulai terjadi gangguan mental dan umumnya bila kurang dari 2 cc O2/100 gram otak/menit terjadi koma. Glukosa Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap 100 gram otak memerlukan 5.5 mgr glukosa/menit. Menurut Hinwich pada hipoglikemi, gangguan pertama terjadi pada serebrum dan kemudian progresif ke batang otak yang letaknya lebih kaudal. Menurut Arduini hipoglikemi menyebabkan depresi selektif pada susunan saraf pusat yang dimulai pada formasio reti-kularis dan kemudian menjalar ke bagian-bagian lain. Pada hipoglikemi, penurunan atau gangguan kesadaran merupakan gejala dini.

10

Gangguan sirkulasi darah Untuk mencukupi keperluan dan glukosa, aliran darah ke otak memegang peranan penting. Bila aliran darah ke otak berkurang, dan glukosa darah juga akan berkurang Toksin Gangguan kesadaran dapat terjadi oleh toksin yang berasal dari penyakit metabolik dalam tubuh sendiri atau toksin yang berasal dari luar/akibat infeksi

Proses supratentorial dapat menyebabkan penurunan tingkat kesadaran 1. 2. 3. Disfungsi difus kortikal dari korteks serebri seperti ensefalitis, neoplasma, trauma kepala tertutup dengan perdarahan, empiema subdural (akumulasi nanah) intraserebral. Disfungsi subkortikal bilateral seperti trauma batang otak, GPDO. Kelainan lokal hemisfer serebri disebabkan masa yang menjepit, menekan struktur bagian dalam diensefalon, herniasi mengganggu talamus dan activating hipotalamus.

Proses infratentorial, penuruan kesadaran. 1. 2. 3. Destruksi langsung pada ARAS Batang otak rusak akibat invasi langsung (GPDO, diemilinasi, neoplasma, granuloma) Kompresi ARAS langsung pada pons dan midbrain, iskemik dan edema, yang dapat menyebabkan herniasi keatas serebelum dan kebawah.

PENILAIAN KESADARAN BAIK SECARA KUALITATIF DAN KUANTITATIF TERUTAMA DENGAN PENILAIAN GCS (GLASGOW COMA SCALE) Penilaian secara kualitatif Kualitas kesadaran atau isi kesadaran menunjukkan kemampuan dalam mengenal diri sendiri dan sekitarnya yang merupakan fungsi hemisfer serebri. Dalam klinik dikenal tingkat-tingkat kesadaran : 1. Kompos mentis : Keadaan waspada dan terjaga pada seseorang yang bereaksi sepenuhnya dan adekuat terhadap rangsang visuil, auditorik dan sensorik. 2. Apatis : sikap acuh tak acuh, tidak segera menjawab bila ditanya. 3. Delirium : kesadaran menurun disertai kekacauan mental dan motorik seperti desorientasi, iritatif, salah persepsi terhadap rangsang sensorik, sering timbul ilusi dan halusinasi. 4. Somnolen : penderita mudah dibangunkan, dapat lereaksi secara motorik atau verbal yang layak tetapi setelah memberikan respons, ia terlena kembali bila rangsangan dihentikan. 5. Sopor (stupor) : penderita hanya dapat dibangunkan dalam waktu singkat oleh rangsang nyeri yang hebat dan berulang-ulang. 6. Koma : tidak ada sama sekali jawaban terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun hebatnya Penilaian secara kuantitatif (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 6 tergantung responnya.

11

Eye (respon membuka mata) :

Motor (respon motorik) : (6) : mengikuti perintah (5): melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)

Verbal (respon verbal) :

(5) : orientasi baik

(4) : spontan

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri) (3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (1) : tidak ada respon

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya aduh, bapak) (2) : suara tanpa arti (mengerang)

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)

(1) : tidak ada respon

(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol EVM..Selanjutnya nilai -nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil : GCS : 14 15 = CKR (cidera kepala ringan) GCS : 9 13 = CKS (cidera kepala sedang) GCS : 3 8 = CKB (cidera kepala berat) Untuk anak-anak, dipakai Skala Koma Glasgow untuk anak-anak, tetapi dengan perubahan pada skor verbalnya bagi anak yang berusia kurang dari 4 tahun (skor respons membuka mata dan respons motornya seperti dewasa) : Skor Verbal SKG/GCS Pediatrik. Tabel 2 Verbal Respons Cries, but consolable Persistenly irritable Restless, agitated None V-score

Appropriate words or social smile, fixes and follows 5 4 3 2 1

12

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KEGAWATDARURATAN MATA DEFINISI KEDARURATAN MATA Kedaruratan mata adalah sikap keadaan yang mengancam tajam penglihatan seseorang berupa penurunan tajam penglihatan sampai terjadinya kebutaan.

KLASIFIKASI KEDARURATAN MATA Kegawatdaruratan (emergency) di bidang oftalmologi (penyakit mata) diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Sangat Gawat Yang dimaksud dengan keadaan "sangat gawat" adalah keadaan atau kondisi pasien memerlukan tindakan yang harus sudah diberikan dalam waktu beberapa menit. Terlambat sebentar saja dapat mengakibatkan kebutaan. Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk di dalam kategori ini adalah: luka bakar kimia (luka bakar kerena alkali/basa dan luka bakar asam) 2. Gawat Yang dimaksud dengan keadaan "gawat" adalah keadaan atau kondisi pasien memerlukan penegakan diagnosis dan pengobatan yang harus sudah diberikan dalam waktu satu atau beberapa jam. Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk di dalam kategori ini adalah: Laserasi kelopak mata Konjungtivitis gonorhoe Erosi kornea Laserasi kornea Benda asing di kornea Descemetokel Tukak kornea Tukak atau ulkus kornea hilangnya sebagian permukaan kornea akibat Kematian jaringan kornea. Hifema timbunan darah di dalam bilik mata depan. Terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Skleritis (peradangan pada sklera) jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata. Sklera bersama dengan jaringan uvea dan retina berfungsi sebagai pembungkus dan pelindung bola mata. Iridosiklitis akut Endoftalmitis infeksi intraokular yang umumnya melibatkan seluruh jaringan segmen anterior dan posterior mata. Umumnya didahului oleh trauma tembus pada bola mata, ulkus kornea perforasi, riwayat operasi intraokuler (misalnya: ekstraksi katarak, operasi filtrasi, vitrektomi). Gejala klinis endoftalmitis adalah penurunan tajam penglihatan (visus menurun), mata merah, bengkak, nyeri. Glaukoma kongestif Glaukoma sekunder Ablasi retina (retinal detachment) suatu keadaan terpisahnya (separasi) sel kerucut dan batang atau lapisan sensorik retina dengan sel epitel pigmen (retinal pigment epithelium atau RPE). Selulitis orbita Trauma tembus mata Trauma radiasi

13

3.

Semi Gawat Yang dimaksud dengan keadaan "semi gawat" adalah keadaan atau kondisi pasien memerlukan pengobatan yang harus sudah diberikan dalam waktu beberapa hari atau minggu. Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk di dalam kategori ini adalah: Defisiensi (kekurangan) vitamin A. Sinonim (nama lain) untuk kondisi ini adalah: vitaminosis A, hypovitaminosis A. Trakoma yang disertai dengan entropion. Entropion adalah keadaan kelopak mata yang terbalik atau membalik ke dalam tepi jaringan, terutama tepi kelopak bawah. Namun pada trakoma, entropion terdapat pada kelopak atas. Oftalmia simpatika Yaitu peradangan granulomatosa yang khas pada jaringan uvea, bersifat bilateral, dan didahului oleh trauma tembus mata yang biasanya mengenai badan siliar, bagian uvea lainnya, atau akibat adanya benda asing dalam mata. Katarak kongenital Yaitu kekeruhan lensa mata yang timbul sejak lahir, dan merupakan salah satu penyebab kebutaan pada anak yang cukup sering dijumpai. Gejalanya: leukokoria (bercak putih), fotofobia (silau, dapat disertai atau tanpa rasa sakit), strabismus (juling), nystagmus (pergerakan bola mata yang involunter. Involunter maksudnya: tanpa sengaja, diluar kemauan; dapat teratur, bolak-balik, dan tidak terkendali). Glaukoma kongenital Glaukoma simpleks Perdarahan badan kaca Retinoblastoma (tumor ganas retina) Yaitu jenis tumor ganas mata yang berasal dari neuroretina (sel kerucut dan batang). Neuritis optika / papilitis Eksoftalmus (bola mata menonjol keluar) atau lagoftalmus (kelopak mata tidak dapat menutup sempurna). Tumor intraorbita Perdarahan retrobulbar

ETIOLOGI KEDARURATAN MATA Kedaruratan mata dapat terjadi karena dua hal : 1. Tidak ada hubungannya dengan trauma mata, misalnya Glaukoma akuta. Oklusi arteria sentralis retina. Disebabkan trauma. Ada dua macam trauma yang mempengaruhi mata, yaitu : Trauma langsung terhadap mata. Trauma tidak langsung dengan akibat pada mata, misalnya : o Trauma kepala dengan kebutaan mendadak o Trauma dada dengan akibat kelainan pada retina.

2.

Pembagian sebab-sebab trauma langsung terhadap mata adalah sebagai berikut: 1. Trauma mekanik. a. Trauma tajam, biasanya mengenai struktur dibola mata (tulang orbita dan kelopak mata) dan mengenai bola mata (ruptura konjungtiva, ruptur kornea). b. Trauma tumpul, Fraktur dasar orbita ditandai dengan enoftalmus. Dapat terjadi kebutaan pasca trauma tumpul orbita. Hematoma palpebra biasanya dibatasi oleh rima orbita, selalu dipikirkan cedera pada sinus paranasal.

14

c.

Trauma ledakan / tembakan. Ada 3 hal yang terjadi yaitu: - Tekanan udara yang berubah. - Korpus alineum yang dilontarkan ke arah mata yang dapat bersifat mekanik maupun zat kimia tertentu. - Perubahan suhu / termis.

1.

Trauma non-mekanik. a. b. c. Trauma kimia dibedakan menjadi dua, trauma yang disebabkan oleh zat yang bersifat asam, dan trauma yang disebabkan oleh zat yang bersifat basa. Trauma termik, Trauma ini disebabkan seperti panas, umpamanya percikan besi cair, diperlukan sama seperti trauma kimia. Trauma radiasi, disebabkan oleh infra merah dan ultraviolet.

Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola mata terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh bubungan bertulang yang kuat. Kelopak mata bisa segera menutup untuk membentuk penghalang bagi benda asing dan mata bisa mengatasi benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan. Meskipun demikian, mata dan struktur di sekitarnya bisa mengalami kerusakan akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi kebutaan atau mata harus diangkat. Cedera mata harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan menilai fungsi penglihatan. Trauma tumpul, meskipun dari luar tidak tampak adanya kerusakan yang berat, tetapi transfer energi yang dihasilkan dapat memberi konsekuensi cedera yang fatal. Kerusakan yang terjadi bergantung kekuatan dan arah gaya, sehingga memberikan dampak bagi setiap jaringan sesuai sumbu arah trauma. Trauma tumpul dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: Kontusio, yaitu kerusakan disebabkan oleh kontak langsung dengan benda dari luar terhadap bola mata, tanpa menyebabkab robekan pada dinding bola mata Konkusio, yaitu bila kerusakan terjadi secara tidak langsung. Trauma terjadi pada jaringan di sekitar mata, kemudian getarannya sampai ke bola mata. Baik kontusio maupun konkusio dapat menimbulkan kerusakan jaringan berupa kerusakan molekular, reaksi vaskular, dan robekan jaringan. Menurut Duke-Elder, kontusio dan konkusio bola mata akan memberikan dampak kerusakan mata, dari palpebra sampai dengan saraf optikus. 1. TRAUMA TUMPUL BOLA MATA Hematoma Kelopak Hematoma palpebra yang merupakan pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra. Hemat oma kelopak merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Trauma dapat akibat pukula tinju, ataupun benda-benda keras lainnya. Keadaan ini memberikan bentuk yang menakutkan pada pasien, dapat tidak berbahaya ataupun sangat berbahaya karena mungkin ada kelainan lain di belakangnya.

15

Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk kaca mata hitam yang sedang dipakai, maka keadaan ini diseut sebagai hematoma kaca mata. Hematoma kaca mata merupakan keadaan sangat gawat. Hematoma kaca mata terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya a.oftalmika maka darah masuk ke dalam kedua rongga orbita melalui fisura orbita. Akibat darah tidak dapat menjalar lanjut karena dibatasi septum orbita kelopak maka akan berbentuk gambaran hitam pada kelopak seperti seseorang memakai kaca mata. Pada hematoma kelopak yang dini dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah lama, untuk memudahkan absorpsi darah dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak mata. Trauma Tumpul Konjungtiva Edema konjungtiva Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik pada setiap kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila ke lopak terpajan ke dunia luar dan konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat mengedip, maka keadaan ini telah dapat mengakibatkan edema pada konjungtiva. Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjugtiva. Pada edema konjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam selaput lendir konjungtiva. Pada kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan insisi sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melali insisi tersebut. Hematoma subkonjungtiva Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau di bawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya pembuluh darah ini dapat akibat batuk rejan, trauma tumpul basis kranii (hematoma kaca mata), atau pada keadaan pembuluh darah yang rentan dan mudah pecah. Pembuluh darah akan rentan dan mudah pecah pada usia lanjut, hipertensi, arteriosklerose, konjungtiva meradang (konjungtivitis), anemia, dan obat-obat tertentu. Bila perdarahan ini terjadi akiba trauma tumpul maka perlu dipastikan bahwa tidak terdapat robekan di bawah jaringan konjungtiva atau sklera. Kadang-kadang hematoma subkonjungtiva menutupi keadaan mata yang lebih buruk seperti perforasi bola mata. Pemeriksaan funduskopi adalah perlu pada setiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma. Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai tajam penglihatan menurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli. Pengobatan dini pada hematoma subkonjungtiva ialah dengan kompres hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati.

16

Trauma tumpul pada kornea Edema kornea Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema kornea malahan ruptur membran descemet. Edema kornea akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh, deng an uji plasido yang positif. Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan neovaskularisasi ke dalam jaringan stroma kornea. Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau larutan garam hipertonik 2-8%, glukose 40% dan larutan albumin. Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka diberikan asetazolamida. Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan dengan lensa kontak lembek dan mungkin akibat kerjanya menekan kornea terjadi pengurangan edema kornea. Penyulit trauma kornea yang berat berupa terjadinya kerusakan M.descemet yang lama sehingga mengakibatkan keratopati bulosa yang akan memberikan keluhan rasa sakit dan menurunkan tajam penglihatan akibat astigmatisme iregular.

Erosi kornea Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasya epitel kornea yang dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa cedera pada membran basal. Dalam waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi dengan cepat dan menutupi defek epitel tersebut. Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak ornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair, dengan blefarospasme, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan akan terganggu oleh media kornea yang keruh. Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau. Pada erosi kornea perlu diperhatikan adalah adanya infeksi yang timbul kemudian. Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan rasa sakit yang sangat. Hati-hati bila memakai obat anestetik topikal untuk menghilangkan rasa sakit pada pemeriksaan karena dapat menambah kerusakan epitel. Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika seperti antibiotika spektrum luas neosporin, kloramfenikol, dan sulfasetamid tetes mata. Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka diberikan sikloplegik aksi-pendek seperti tropikamida. Pasien akan merasa lebih tertutup bila dibebat tekan selama 24 jam. Erosi yang kecil biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam.

17

Erosi kornea rekuren Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal atau tukak metaherpetik. Epitel yang menutup kornea akan mudah lepas kembali di waktu bangun pagi. Terjadinya erosi kornea berulang akibat epitel tidak dapat bertahan pada defek epitel kornea. Sukarnya epitel menutupi kornea diakibatkan oleh terjadinya pelepasan membran basal epitel kornea tempat duduknya sel basal epitel kornea. Biasanya membran basal yang rusak akan kembali normal setelah 6 minggu. Pengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea sehingga regenerasi tidak cepat terlepas untuk membentuk membran basal kornea. Pengobatan biasanya dengan memberikan sikloplegik untuk menghilangkan rasa sakit ataupun untuk mengurangkan gejala radang uvea yang mungkin timbul. Antibiotik diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk mempercepat tumbuh epitel baru dan mencegah infeksi sekunder. Biasanya bila tidak terjadi infeksi sekunder erosi kornea yang mengenai seluruh permukaan kornea akan sembuh dalam 3 hari. Pada erosi kornea tidak diberi antibiotik dengan kombinasi steroid. Pemakaian lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren sangat bermanfaat, karena dapat mempertahankan epitel berada di tempat dan tidak dipengaruhi kedipan kelopak mata.

Trauma tumpul uvea Iridoplegia Trauma tumpul padda uvea dapat mengakibatkan kelumpuhan otot sfingter pupil atau iridoplegia sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis. Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat gangguan pengaturan masuknya sinar pada pupil. Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi iregular. Pupil ini tidak bereaksi terhadap sinar. Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk mencegah terjadinya kelelahan sfingter dan pemberian roboransia. Iridodialisis Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga bentuk pupil menjadi berubah. Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya.Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema. Bila keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas. Iridosiklitis Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga menimbulkan iridosiklitis atau radang uvea anterior. Pada mata akan terlihat mata merah, akibat adanya darah di dalam bilik mata depan maka akan terdapat suar dan pupil yang mengecil dengan tajam penglihatan menurun. Pada uveitis anterior diberikan tetes mata midriatik dan steroid topikal. Bila terlihat tanda radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik. Sebaiknya pada mata ini diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa fundus dengan midriatika.

18

Trauma tumpul pada lensa Dislokasi lensa Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa. Dislokasi lensa terjadi pada putusnya zonula Zinn yang akan mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.

Subluksasi lensa Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula Zinn sehingga lensa berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula Zinn yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi lenssa akan memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastis akan menjdai cembung, dan mata akan menjadi lebih miopik. Lensa yg menjadi sangat cembung mendorong iris ke depa sehingga bilik mata tertutup. Bila sudut bilik mata menjadi sempit pada mata ini mudah terjadi glaukoma sekunder. Subluksasi dapat mengakibatkan glaukoma sekunder dimana terjadi penutupan sudut bilik mata oleh lensa yang mencembung. Bila tidak terjadi penyulit subluksasi lensa seperti glaukoma atau uveitis maka tidak dilakukan pengeluaran lensa dan diberi kaca mata koreksi yang sesuai.

Luksasi lensa anterior Bila seluruh zonula Zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak di dalam bilik mata depan ini maka akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan timbul glaukoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya. Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi. Pada luksasi lensa anterior sebaiknya pasien secepatnya dikirim pada dokter mata untuk dikeluarkan lensanya dengan terlebih dahulu diberikan asetazolamida untuk menurunkan tekanan bola matanya.

19

Luksasi lensa posterior Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior akibat putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangnya akibat lensa mengganggu kampus. Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa +12.0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama berada pada polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik. Bila luksasi lensa telah menimbulkan penyulit sebaiknya secepatnya dilakukan ekstraksi lensa.

Katarak trauma Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun tumpul terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius. Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil. Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat disertai dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata depan. Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan bercampur makrofag dengan cepatnya, yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis fakoanafilaktik. Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan mengakibatkan apa yang disebut sebagai cincin Soemering atau bilaepitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat mutiara Elsching. Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat di pasang lensa intra okuler primer atau sekunder. Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi peyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma sering dijumpai pada orang usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis atau salah letak lensa.

20

Cincin Vossius Pada trauma lensa dapat terlihat apa yang disebut sebagai cincin Vossius yang merupakan cincin berpigmen yang terletak tepat di belakang pupil yang dapat terjadi segera setelah trauma, yang merupakan deposit pigmen iris pada dataran depan lensa sesudah sesuatu trauma, seperti suatu stempel jari. Cincin hanya menunjukkan tanda bahwa mata tersebut telah mengalami suatu trauma tumpul.

Trauma tumpul retina dan koroid Edema retina dan koroid Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina, penglihatan akan sangat menurun. Edema retina akan memberikan warna retina yang lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Berbeda dengan oklusi arteri retina sentral dimana terdapat edema retina kecuali daerah makula, sehingga pada keadaan ini akan terlihat cherry red spot yang berwarna merah. Edema retina akibat trauma tumpul juga mengakibatkan edema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot. Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula atau edema Berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga seluruh polus posterior fundus okuli berwarna abu-abu. Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh sel pigmen epitel. Ablasi retina Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlapasnya retina dari koroid pada penderita ablasi retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina ini seperti retina tipis akibat retinitis semata, miopia, dan proses degenerasi retina lainnya. Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang seperti tabir mengganggu lapang pandangnya. Bila terkena atau tertutup daerah makula maka tajam penglihatn akan menurun. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang berwarna abu-abu dengan pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadang-kadang terlihat pembuluh darah seperti yang terputus-putus. Pada pasien dengan ablasi retina maka secepatnya dirawat untuk dilakukan pembedahan oleh dokter mata.

Trauma Koroid Ruptur Koroid Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat merupakan akibat ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior bola mata dan melingkar konsentris di sekitar papil saraf optik. Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea maka tajam penglihatan akan turun dengan sangat. Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan subretina agak sukar dilihat akan tetapi bila darah tersebut telah

21

diabsorpsi maka akan terlihat bagian ruptur berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung tanpa tertutup koroid.

Trauma tumpul saraf optik Avulsi papil saraf optic Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata yang disebut sebagai avulsi papil saraf optik. Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya tajam penglihatan yang berat dan sering berakhir dengan kebutaan. Penderita ini perlu dirujuk untuk dinilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya. Optik neuropati traumatic Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian pula perdarahan dan edema sekitar saraf optik. Penglihatan akan berkurang setelah cedera mata. Terdapat reaksi defek aferen pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah gangguan penglihatan warna dan lapangan pandang. Papil saraf optik dapat normal beberapa minggu sebelum menjadi pucat. Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cidera mata adalah trauma retina, perdarahan badan kaca, trauma yang mengakibatkan kerusakan pada kiasam optik. Pengobatan adalah dengan merawat pasien pada waktu akut dengan membei steroid. Bila penglihatan memburuk setelah steroid maka perlu dipertimbangkan untuk pembedahan.

2. TRAUMA TEMBUS BOLA MATA Trauma tembus adalah trauma dimana sebagian atau seluruh lapisan kornea dan sklera mengalami kerusakan. Trauma ini dapat terjadi bila benda asing melukai sebagian lapisan kornea atau sklera dan benda tersebut tertinggal di dalam lapisan tersebut. Pada keadaan ini tidak terjadi luka terbuka sehingga organ di dalam bola mata tidak mengalami kontaminasi. Benda asing dengan kecepatan tinggi akan menembus seluryh lapisan sklera atau kornea atau jaringan lainnya dalam bola mata, kemudian akan bersarang di dalam bola mata atau dapat sampai menimbulkan perforasi ganda sehingga akhirnya benda asing tersrbut bersarang di rongga orbita atau bahkan dapat mengenai tulang orbita. Dalam hal ini akan ditemukan suatu luka terbuka dan biasanya disertai dengan prolaps iris, lensa, ataupun badan kaca (Vaughan D. Asbury T, 1983). Pengobatan : berikan antibiotika sistemik atau intravena dan pasien dipuasakan untuk tindakan pembedahan ,pasien juga diberi anti tetanus , analgetika sebelum dirujuk mata tidak boleh diberi salep karena salep dapat masuk kedalam mata ,pasien boleh diberi steroid local dan beban yang diberikan mata tidak boleh menekan bola mata

22

3. BENDA ASING INTRAOKULAR Riwayat terjadinya trauma pada bola mata. Benda asing 23laucoma23ar, baik 23laucoma maupun tidak, tidak akan memberikan gangguan tajam penglihatan. Pemeriksaan Penunjang Untuk melihat kedudukan benda asing di dalam bota mata maka pupil dilebarkan dengan midriatik. Dilakukan funduskopi segera karena bila lensa terkena maka akan menjadi keruh secara perlahan-lahan, sehingga sukar untuk melihat bagian posterior.Pemeriksaan foto rontgen untuk memperlihatkan bentuk dan besar benda asing 23laucoma23ar. Metal locator untuk menentukan letak benda asing dan ultrasonografi untuk menentukan letak dan gangguan terhadap jaringan sekitar lainnya. Penatalaksanaan Pada dasarnya benda asing pada bola mata perlu dikeluarkan sehingga direncanakan pembedahan agar tidak memberikan kerusakan yang lebih berat pada bola mata, misalnya melewati 23lauco agar tidak merusak jaringan lain. Benda asing yang bersifat 23laucoma dapat dikeluarkan dengan alat magnet raksasa, sedangkan yang tidak 23laucoma dikeluarkan dengan vitrektomi.

4. TRAUMA KIMIA Trauma kimia pada mata adalah trauma yang mengenai bola mata baik diakibatkan oleh zat asam(zat dengan Ph < 7) ataupun basa (zat dengan Ph > 7) yang dapat menyebabkan kerusakanstruktur bola mata tersebut. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume,konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia. Mekanisme cedera antara asamdan basa sedikit berbeda. (Lestari, 2010 ; Weaver & Rosen, 2010). Trauma Asam Bahan kimia asam yang sering menyebabkan trauma kimia asam pada mata antara lain : asam sulfat, sulfurous acid, asam hidroklorida, asam nitrat, asam asetat, asam kromat,dan asam hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimiawi pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat. Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah Ph, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa. Asam hidrofluorik adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik.

23

Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang kadang seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa. Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam. Trauma Basa Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Zat-zat basa atau alkali yang dapat menyebabkan trauma pada mata antara lain : semen, soda kuat, ammonia, NaOH, CaOH, cairan pembersih dalam rumah tangga. Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior, dan sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi. Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada Ph yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak membrane

5. TRAUMA RADIASI ELEKTROMAGNETIK Trauma radiasi yang sering ditemukan adalah: Sinar infra merah Sinar Ultraviolet Sinar X dan sinar terionisasi

Trauma sinar infra merah Akibat sinar infra merah dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari, dan pada saat bekerja di pemanggangan. Kerusakan ini dapat terjadi akibat terkonsentrasinya sinar infra merah terlihat. Kaca yang mencair seperti yang ditemukan di tempat pemanggangan kaca akan mengeluarkan sinar infra merah. Bila seseorang berada pada jarak satu kaki selama satu menit di depan kaca yang mencair dan pupilnya lebar atau midriasis, maka suhu lensa akan naik sebanyak 9 derajat celsius. Demikian pula iris yang mengabsorbsi sinar infra merah akan panas, sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa di dekatnya. Absorpsi sinar infra merah oleh lensa akan mengakibatkan katarak dan eksfoliasi kapsul lensa. Akibat sinar ini pada lensa, maka katarak muda terjadi pada pekerja industri gelas dan pemanggangan logam. Sinar infra merah akan mengakibatkan keratitis superfisial, katarak kortikal anterior-posterior dan koagulasi pada khoroid.

24

Bergantung pada beratnya lesi akan terdapat skotoma sementara atau permanen. Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang sudah terjadi, kecuali mencegah terkenanya mata oleh sinar infra merah ini. Steroid sistemik dan lokal diberikan untuk mencegah terbentuknya jaringan parut pada makula atau untuk mengurangi gejala radang yang timbul.

Trauma sinar ultra violet ( sinar las ) Sinar ultra violet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat, mempunyai panjang gelombang antara 250-295 Nm. Sinar ultra violet banyak terdapat pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari atau pantulan sinar matahari di atas salju. Sinar ultra violet akan segera merusak epitel kornea. Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada kornea, sehinga kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera baik kembali setelah beberapa waktu, dan tidak akan memberikan gangguan ketajaman pengelihatan yang menetap. Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan keluhan 4-10 jam setelah trauma. Pasien akan mrasa mata sangat sakit, mata seperti kelilipan atau seperti kemasukan pasir, foto fobia, blefarospasme dan konjungtiva kemotik. Kornea akan menunjukan adanya infiltrat pada permukaannya, yang kadang-kadang disertai dengan kornea yang keruh dan uji floresensi positif. Keratitis teutama terdapat pada fisura palpebra. Pupil akan terlihat miosis, tajam penglihatan akan terganggu. Keratitis ini akan sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan lama kerusakan dapat permanen sehingga akan memberikan kekeruhan pada kornea. Gambaran keratitis menjadi semakin berat akibat efek kumulatif radiasi sinar UV . Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal, analgetik, dan mata ditutup selama 2-3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam.

Sinar ionisasi dan sinar-X Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk: Sinar alfa yang dapat diabaikan Sinar beta yang dapat menembus 1cm jaringan Sinar gamma dan Sinar-x Sinar ionisasi dan sinar-x dapat menyebabkan katarak dan rusaknya retina. Dosis katarak togenik bervariasi sesuai dengan energi dan tipe sinar, lensa yang lebuh mudah dan lebih peka. Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel secara tidak normal. Sedangkan sel baru yang berasal dar sel germinatif lensa tidak menjadi jarang.

Sinar-x merusak retina dengan gambaran seperti kerusakan yang diakibatkan diabetes melitus berupa dilatasi kapilar, perdarahan, mikroaneuris mata , dan eksudat. Luka bakar akibat sinar-x dapat merusak kornea, yang mengakibatkan kerusakan permanen yang sukar diamati. Biasanya akan terlihat sebagai keratitis dengan iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan parut konjungtiva atrofi sel goblet yang akan menggangu fungsi air mata. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotik topikal dengan steroid 3 kali sehari dan sikloplegik 1 kali sehari. Bila terjadi simblefaron pada konjungtifa dilakukan tindakan pembedahan

25

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN HIFEMA SEBAGAI KASUS KEGAWATDARURATAN DEFINISI Hifema adalah suatu keadaan dimana didalam bilik mata depan ditemukan darah. Darah didalam bilik mata depan yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan. Dapat mengisi seluruh bilik mata atau hanya bagian bawah bilik mata depan. Darah didalam bilik mata depan biasa terdapat pada cedera mata, trauma bedah, discrasia darah (hemofilia) dan tumor intra kranial. EPIDEMIOLOGI Angka kejadian dari hifema traumatic diperkirakan 12 kejadian per 100.000 populasi, dengan pria terkena tiga sampai lima kali lebih sering daripada wanita. Lebih dari 70 persen dari hifema traumatic terdapat pada anakanak dengan angka kejadian tertinggi antara umur 10 sampai 20 tahun. Anatomi dan fisiologi Camera Oculi Anterior

Anatomi mata manusia Kamera okuli anterior terletak pada persambungan kornea perifer dan akar iris. Ciri-ciri anatomi utama sudut ini adalah garis Schwalbe, jalinan trabekula ( yang terletak diatas kanalis Schlemm), dan taji-taji sclera.

Anatomi mata manusia

26

Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Jalinan trabekula berbentuk segitiga pada potongan melintang, yang dasarnya mengarah ke korpus siliare. Garis ini tersusun dari lembar-lembar berlobang jaringan kolagen dan elastic, yang membentuk suatu filter dengan memperkecil ukuran pori ketika mendekati kanalis Schlemm. Bagian dalam jalinan ini, yang menghadap ke kamera anterior, dikenal sebagai jalinan uvea: bagian luar, yang berada dekat kanalis Schlemm, disebut jalinan korenoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut. Taji sclera merupakan penonjolan sclera kea rah dalam diantara korpus siliare dan kanalis Schlemm, tempat iris dan korpus siliare menempel. Saluran-saluran eferen dari kanalis Schlemm ( sekitar 300 saluran pengumpul dan 12 vena aquaeus) berhubungan dengan system vena episklera. PATOFISIOLOGI Hifema dapat terjadi sesudah suatu trauma tembus ataupun tumpul pada mata, akan tetapi dapat juga terjadi secara spontan. Secara umum dianggap bahwa hifema berasal dari pembuluh darah iris dan badan siliar. Mungkin juga berasal dari pembuluh darah di kornea atau limbus karena terbentuknya neovaskularisasi pada bekas luka operasi atau pada rubeosis iridis. Trauma terhadap iris dapat menyebabkan 27laucom pembuluh darah, sehingga darah akan keluar dan mengisi rongga COA. Sedangkan pada neovaskularisasi pada bekas luka operasi atau pada robeosis iridis, 27laucom 27lau terjadi secara spontan karena rapuhnya dinding pembuluh darah.

Perdarahan yang terdapat pada hifema Darah pada hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel darah merah melalui kanalis Schlemm dan permukaan depan iris. Penyerapan melaui permukaan depan iris ini dipercepat dengan adanya kegiatan enzim fibrinolitik yang berlebihan didaerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukkan hemosiderin pada COA, hemosiderin dapat masuk kedalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi berwarna kuning, dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea. Imbibisi kornea dapat dipercepat terjadinya, disebabkan oleh hifema yang penuh disertai 27laucoma. Adanya darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena 27lauco-unsur darah menutupi COA dan trabekula, sehingga terjadi 27laucoma.

Hifema pada kamera okuli anterior

27

Darah pada hifema 28lau berasal dari badan siliar, yang mungkin dapat masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum). Sehingga pada punduskopi gambaran pundus tidak tampak, dan ketajaman penglihatan menurunnya lebih banyak. Bila hifema sedikit, ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan tekanan 28laucoma28ar masih normal. Sedangkan perdarahan yang mengisi setengah COA dapar menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraocular, sehingga mata terasa sakit oleh karena 28laucoma. Hifema dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar ( corpus ciliaris ). Pasien akan mengeluh sakit, disertai epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. Merupakan keadaan yang gawat. Sebaiknya dirawat, karena takut timbul perdarahan sekunder yang lebih hebat dari perdarahan primer, yang biasanya timbul pada hari kelima setelah trauma. Perdarahan sekunder ini terjadi karena bekuan darah terlalu cepat diserap, sehingga pembuluh darah tidak mendapat waktu cukup untuk regenerasi kembali, dan menimbulkan perdarahan lagi. Adanya darah di dalam COA dapat menghambat aliran aquos humor ke dalam trabekula , sehingga dapat menimbulkan glaucoma sekunder.Hifema dapat pula menyebabkan uveitis. Darah dapat terurai dalam bentuk hemosiderin, yang dapat meresap masuk kedalam kornea, menyebabkan kornea berwarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea. Jadi penyulit yang harus diperhatikan adalah : glaucoma sekunder, uveitis, dan imbibisio kornea. Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan TIO normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA, dapat menyebabkan gangguan visus dan TIO, sehingga mata terasa sakit oleh glaucomanya. Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah dan visus lebih menurun lagi, karena TIO bertambah pula. Zat besi didalam bola mata dapat menimbulkan sederosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.

Hematokornea; infiltrasi darah diikuti oleh perdarahan yang menetap. (perdarahan pada hifema) ETIOLOGI Penyebab hifema adalah : Gaya-gaya akibat kontusif sering merobek pembuluh-pembuluh iris dan merusak sudut kamera okuli anterior biasanya pada trauma tumpul atau trauma tembus. Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeosis iridis, tumor pada iris, retino blastoma, dan kelainan darah. Perdarahan pasca bedah, 28lau juga terjadi pada pasca bedah katarak kadang-kadang pembuluh darah baru yang terbentuk pada kornea dan limbus pada luka bekas operasi bedah katarak dapat pecah sehingga timbul hifema KLASIFIKASI Berdasarkan waktu terjadinya hifema, maka dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 1. Primer Perdarahan yang terjadi segera sesudah trauma

28

2. Sekunder Biasanya timbul setelah 5-7 hari sesudah trauma. Perdarahan lebih hebat dari yang primer. Oleh karena itu seorang dengan hifema harus dirawa sedikitnya 5 hari. Perdarahan ulang terjadi pada 16 sampai 20% kasus dalam 2 sampai 3 hari. Perdarahan sekunder ini terjadi oleh karena resorbsi dari bekuan darah yang terjadi terlalu cepat, sehingga pembuluh darah tidak dapat waktu cukup untuk regenerasi kembali. DIAGNOSIS Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun, bila ditemukan kasus hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata luar. Hal ini penting mungkin saja pada riwayat trauma tunpul akan ditemukan kelainan berupa trauma tembus seperti : Ekimosis laserasi kelopak proptosis enoftalmus fraktur yang disertai gangguan gerakan mata kadang-kadang kita menemukan kelainan berupa defek epitel, edem kornea dan imbibisi kornea bila hifema sudah terjadi lebih dari 5 hari. Ditemukan darah di dalam bilik mata bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata depan, perdarahan yang mengisi setengah bilik mata depan dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraokuler, sehingga mata terasa sakit oleh karena 29laucoma. Jika hifema mengisi seluruh bilik mata depan, rasa sakit bertambah dan penglihatan lenih menurun lagi. Pada iris, dapat ditemukan robekan atau iridodialysis dan iridoplegia. Pada hifema karena trauma, jika ditemukan penurunan tajam penglihatan segera maka harus dipikirkan kerusakan seperti luksasi lensa, ablasi retina, udem macula. Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang berupa : 1. Tonometri Untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan tekanan intraokuler. 2. Fundus Kopi Untuk mengetahui akibat trauma pada segmen belakang bola mata, kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada media refraksi disegmen belakang bola mata, yaitu pada badan kaca. KOMPLIKASI Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada kasus hifema adalah 1. Imbibisi kornea Darah yang terdapat pada hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel darah merah melalui bilik mata (kanal schlem) dan permukaan depan iris. Penyerapan melalui permukaan depan iris ini dipercepat dengan adanya kegiatan enzim fibrinolitik yang berlebihan didaerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat hemosiderin yang berlebihan dalam bilik mata depan maka dapat terjadi penimbunan pigmen ini didalam lapisan-lapisan kornea yang berwarna kecoklat-coklatan yang disebut imbibisi kornea. Jika sudah terjadi seperti ini hanya dapat diperbaiki dengan keratoplasty. 2. Glaukoma Glaukoma akut terjadi apabila jaringan trabekular tersumbat oleh fibrin dan sel atau apabila pembentukan bekuan darah menyebabkan penyumbatan pupil. Hal ini terjadi akibat darah dalam bilik mata, karena 29lauco-unsur darah menutupi sudut bilik mata trabekula, sehingga hal ini akan menyebabkan tekanan intraocular. 3. Uveitis 4. Kebutaan Zat besi didalam mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan dapat menimbulkan fitsis bulbi dan kebutaan.

29

PENATALAKSANAAN Prinsip pengobatan : 1. Menghentikan pendarahan atau mencegah pendarahan berulang 2. Mengeluarkan darah dari bilik mata depan 3. Mengendalikan tekanan bola mata 4. Mencegah imbibisi kornea 5. Mengatasi uveitis 6. Mendeteksi dini penyulit yang mungkin terjadi setelah hifema Pada perawatan dengan pasien hifema diharuskan bertirah baring, mata agar mata beristirahat, dan tidur dengan kepala diangkat dengan membentuk sudut 30 derajat lalu diberikan koagulansi dab tetes steroid dan sikloplegenik pada mata yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya pendarahan sekunder, 30laucoma atau bercak darah di kornea akibat pigmen besi. Pendarahan ulang terjadi pada 16-20% kasus 2-3 hari. Jika timbul 30laucoma, maka penatalaksanan mencakup pemberian timolol 0,25% atau 0,5% dua kali sehari; asetazolamid, 250 mg empat kali sehari, dan obat hiperosmotik (manitol, gliserol, dan sorbitol). Bila tekanan intraokuler tetap tinggi dapat dilakukan parasintesis yaitu mengeluarkan darah melalui sayatan di kornea. Hifema harus dievakuasi secara bedah apabila tekanan intraocular tetap tinggi (>35 mmHg selama 7 hari atau 50 mmHg selama 5 hari) untuk menghindari kerusakan saraf optikus dan pewarnaan kornea, pasien mengidap hemoglobinopati, besar kemungkinan cepat terjadi atrofi optikus glaucoma dan pengeluaran bekuan darah secara bedah harus dipertimbangkan lebih awal. Instrument-instrumen vitrektomi digunakan untuk mengeluarkan bekuan di sentral dan lavase kamera anterior. Dimasukkan tonggak irigasi dan probe mekanis disebelah anterior limbus melalui bagian kornea yang jernih untuk menghindari kerusakan iris dan lensa. Tidak dilakukan usaha untuk mengeluarkan bekuan dari sudut kamera okuli anterior atau dari jaringan iris kemudian dilakukan dilakukan iridektomi perifer. Cara lain untuk membersihkan kamera interior adalah dengan evakuasi kolestik. Dibuat sebuah insisi kecil di limbus untuk menyuntikkan bahan viskolastik, dan sebuah insisi yang lebih besar 180 derajat berlawanan agar hifema dapat didorong keluar. PROGNOSIS Prognosis pada kasus hifema pada jumlah darah dalam bilik mata depan : 1. Bila darah sedikit maka darah ini akan hilang dan akan jernih sempurna 2. Bila darah lebih dari setengah tinggi bilik mata depan maka prognosisnya akan buruk dan disertai dengan penyulit. 3. Dan bila hifema yang penuh didalam bilik mata depan akan memberikan prognosis yang lebih buruk Hifema sekunder yang terjadi 5-7 hari sesudah trauma biasanya dapat memberikan rasa yang sakit. Pada hifema sekunder terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis buruk. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PATOGENESIS, DIAGNOSIS, PENATALAKSANAAN SERTA PENCEGAHAN KEBUTAAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KASUS KEGAWATDARURATAN Oklusi Arteri Sentralis Retina Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) merupakan suatu penyumbatan pada pembuluh arteri retina sentral yang umumnya disebabkan oleh emboli. Keadaan ini berlangsung secara akut dan merupakan emergensi oftamologi yang dapat menyebabkan kebutaan. Oklusi kapiler retina dapat terjadi pada pembuluh sentral ataupun pembuluh cabang yang secara umumnya disebabkan oleh emboli. Keadaan ini merupakan keadaan emergensi opthamologi yang dapat menyebabkan kebutaan. Namun penyakit ini bukansuatu penyakit yang berdiri sendiri.

30

Pada tahun 1859, Van Graefe menggambarkan Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) sebagai proses penyumbatan arteri sentral retina yang disebabkan oleh embolipada pasien yang menderita endokarditis. Pada tahun 1868, Mauthner beranggapan bahwasuatu proses vasokonstriksi dapat menyebabkan oklusi dari arteri retina.Penyebab dari CRAO dianggap sebagai proses multifaktorial, yang disebabkan oleh kelainan-kelainan sistemik yang lain. PATOFISIOLOGI Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) akan mengakibatkan kebutaan yangdisebabkan kurangnya asupan darah pada lapisan retina bagian dalam. Secara akut,obstruksi, yang diakibatkan emboli misalnya, akan membuat terjadinya edema lapisandalam retina dan pyknosis sel ganglion nukleus. Iskemik yang diikuti nekrosis akan terjadi,sehingga retina memberikan gambaran opak dan warna putih kekuningan. Opasitas akanbertambah pada bagian posterior dikarenakan bertambahnya ketebalan lapisannya, dansebaliknya pada fovea yang memberikan gambaran cherry-red spot. DIAGNOSIS Umumnya pasien akan mengeluhkan penurunan penglihatan yang terjadi secaratiba-tiba, tanpa disertai rasa nyeri dan menetap pada salah satu mata. Pada 90% penderita, kemampuan visus menurun hingga menghitung jari, persepsi cahaya, bahkan kebutaan. Keluhan nyeri pada pesien lebih mengarahkan pada proses iskemik okular yangsedang berlangsung. Hal ini umumnya disebabkan oleh gangguan sirkuasi pada arteri karotis dan bukan disebabkan suatu oklusi arteri retina. Pada beberapa pasien dapat dijumpai amaurosis fugax, merupakan proses penurunan penglihatan secara transien yang dapat terjadi selama beberapa detik hingga beberapa menit, namun dapat pula bertahan hingga 2 jam. Umumnya penglihatan dapat kembali seperti sebelumnya setelah serangan amaurosis fugax berakhir. Monokular amaurosis fugax dapat pula terjadi akibat hipotensi ortostatik, spasmepembuluh darah, aritmia, migren retina, anemia, arteritis dan koagulopati. Hilangnyapenglihatan jarang mencapai total dan dapat merupakan gejala awal dari obstruksi dini arterisentral. Amaurosis fugax merupakan tanda yang paling sering dijumpai pada insufisiensi arteri karotis atau terdapatnya emboli pada arteri oftalmika retina. Pada ameurosis fugax umumnya tidak dijumpai kelainan fundus karena pendeknya serangan. Kadangkadang terlihat adanya plaque putih atau cerah atau suatu embolus didalam arteriol. Penting untuk menanyakan riwayat penyakit penderita yang dapat menjadi predisposisi pembentukan trombus, seperti atrial fibrilasi, endokarditis, penyakit-penyakit atherosklerosis, keadaan koagulopati ataupun hiperkogulasi. Begitu pula dengan riwayat pengobatan. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada penderita yang diduga mengami CRAO meliputi: Penilaian visus, umumnya menurun hingga menghintung jari, lambaian tangan ataupun tanpa persepsi cahaya. Pemeriksaan reaksi pupil, menjadi lambat atau menghilang dan dapat anisokor. Permeriksaan defek pada pembuluh retina dengan funduskopi, dapat memberikan gambaran: - Seluruh retina menjadi pucat akibat edema dan gangguan nutrisi. - Gambaran cherry-red spot pada makula lutea. Hal ini muncul setelah terjadiinfark pada lapisan retina yang menyebabkan terjadi edema. Akibatnya lapisan retina akan tampak pucat kecuali pada daerah makula yang tetap berwarna merah karena lapisannya yang tipis.

31

Tanda Boxcar dapat terlihat pada arteri maupun vena, dimana hal inimenunjukkan adanya obstruksi yang berat. Emboli dapat terlihat pada 20% kasus

Lakukan pemeriksaan kardiovaskular untuk mendengar adanya murmur jantung ataupun bruit karotis. Pemeriksaan menyeluruh untuk menilai kelemahan otot, demam, nyeri tekan pada temporal ataupun adanya arteri yang teraba,jaw claudication, untuk menyingkirkanadanya arteritis temporal. Dari uraian diatas, pada pasien CRAO umumnya pasien datang dengan keluhan utama penurunan penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba, tanpa disertai nyeri, dan umumnya unilateral. Pada pemeriksaan, dijumpai penurunan visus hingga menghitung jari ataupun persepsi cahaya maupun kebutaan. Pada funduskopi dapat ditemui: gambaran fundus menjadi pucat akibat edema retina, fovea tidak terlihat edema, dapat terlihat gamabaran cherry-red spot , arteriol menjadi dangkal dan irreguler, serta tanda boxcar pada bagian vena. Pemeriksaan EKG dapat dilakukan untuk menilai adanya kemungkan atrial fibrilasi.Pasien yang dicurigai aritmia yang tak didapati pada EKG serial dapat dilakukan EKG-holter (monitor 24 jam). Proses pencitraan sangat membantu dalam menentukan proses primer yangmenyebabkan CRAO. Ultrasoud pada karotis dapat mendeteksi penyakit atherosklerosisyang lebih sensitif dari pemeriksaan Dopler yang hanya menilai aliran. Pemeriksaan MRAdapat memberikan gambaran yang lebih jelas pada obstruksi yang terjadi.

PENATALAKSANAAN Sebagai suatu keadaan emergensi, penanganan yang segera untuk mengembalikanaliran darah pada retina kemungkinan akan sangat bermanfaat bila dilakukan sedinimungkin. Penanganan awal sebagai tindakan emergensi yang dapat dilakukan adalah: 1. Menurunkan tekanan intraokular. Dapat diberikan obat topikal (tetes mata) golongan -blocker ataupun pemberian acetazolamide secara intavena dapat mennyebabkan penurunan TIO yang segera ataupun persepsi cahaya maupun kebutaan. 2. Ocular massage. Dilakukan dengan gerakan berputar selama 10 detik pada bola mata dan dilepas kemudian dilakukan berulang-ulang. Cara tradisional tersebut bertujuan meningkatkan tekanan introkular di dalam mata akibat tekanan yang terputus dan merangsang mekanisme autoregulator. Saat pemijatan dengan jari, tenaga yang diberikan akan membuat retina menganggap adanya hipoxia sehingga terjadi dilatasi vaskular retina sehingga aliran darah meningkat. Ketika pemijatan dihentikan, cairan akan mengalir dan terjadi penurunan resistensi dari aliran darah. Harapannya adalah terjadi perpindahan emboli menjadi lebih dalam dan menyelamatkan sebagian daerah retina Konsultasi urgensi pada opthamologist dengan persiapan untuk dilakukannya tindakanpenangan yang lebih agresif jika diindikasikan, seperti parasintesis camera okuli anterior (COA).

32

Parasintesis dilakukan dengan anastesi lokal dan menggunakan jarum suntik 30G padaspuit 1cc. Insersi dilakukan pada daerah limbus dengan hati-hati dan menjaga agar jarum tidak merusak lensa. Cairan diambil sebanyak 0.1-0.2 cc. Kemudian jarum ditarik keluar dan diberikan obat tetes mata berupa antibiotik topikal. Dengan tindakan inidiharapkan terjadi penurunan TIO yang akan memicu peningkatan perfusi yang akanmendorong emboli bergerak lebih dalam. Tujuan dari pengobatan yang diberikan pada kasus CRAO adalah untuk: Menurunkan TIO, hal ini dapat dicapai dengan pemberian obat-obatan golongankarbonik anhidrase inhibitor, diuretik hiperosmolar, simpatomimetik dan timoptik,seperti yang diberikan pada penderita glaukoma. Penurunan TIO dapat pula dicapaidengan parasintesis camera okuli anterior, seperti yang dijelaskan di atas. Menambah perfusi pada retina, diperoleh melalui pemberian obat vasodilator,peningkatan Pco 2, atau dengan pemberian agen trombolitik perifer untukmemindahkan trombus. Pendapat lain mengatakan pemberian aspirin pada faseakut dapat bermanfaat. Meningkatkan oxygen delivery pada daerah yang hipoxia, dicapai denganmemberikan oxygen konsentrasi tinggi maupun dengan Terapi Oxygen Hiperbarik.Hal ini hanya dapat bermanfaat bila diberikan dalam 2-12 jam setelah onset.Pemberian oxygen dan peningkatan Pco 2 umumnya dilakukan dengan pemberianbantuan nafas dengan campuran 5% CO2 dan 95% O2 selama 10 menit yangdilakukan setiap 2 jam selama 2 hari.

GLAUKOMA AKUT Glaukoma akut merupakan salah satu glaukoma sudut tertutup primer. Glaukoma sudut tertutup terjadi bila terdapat kenaikan mendadak dari tekanan intraokular, yang disebabkan penutupan sudut bilik mata depan yang mendadak olehakar iris, sehingga menghalangi sama sekali keluarnya humor akueus melalui trabekula, menyebabkan meningginya tekanan intraokular, maka gejala yang ditimbulkan sangat berat seperti: nyeri pada mata, sakit kepala, pandangan kabur, mual dan muntah serta disertai tanda kongesti, maka disebut pula glaukomaakut kongestif atau glaukoma akut. Glaukoma akut hanya timbul pada orang-orang yang mempunyai sudut bilik mata yang sempit. Jadi hanya pada orang-orang dengan predisposisi anatomis Glaukoma akut merupakan suatu kedaruratan mata yang memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan nervus optikus yang dapatmenyebabkan kebutaan. Pengobatan medika mentosa harus dimulai secepat mungkinuntuk menurunkan tekanan intra okuler sebelum terapi definitive iridektomi laser atau bedah dilakukan. Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan hasil pemeriksaangonioskopi yang dapat memberikan bukti bahwa sudut bilik mata tertutup. PATOGENESIS Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal iris.Pada keadaan fisiologis bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata.Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schlemm, baji sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris. Pada sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan membran desemet, kanal schlemm yangmenampung cairan mata kesalurannya.Sudut filtrasi berbatas dengan akar iris berhubungan dengan sklera kornea dan disini ditemukan sklera spur yang

33

membuat cincin melingkar 360 derajat danmerupakan batas belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman trabekula mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai duakomponen yaitu badan siliar dan uvea.Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan terbentuknya cairan mata(akueus humor) bola mata oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada jaringantrabekular meshwork. Akueus humor yang dihasilkan badan siliar masuk ke bilik mata belakang, kemudian melalui pupil menuju ke bilik mata depan dan terus kesudut bilik mata depan, tepatnya ke jaringan trabekulum, mencapai kanal Schlemmdan melalui saluran ini keluar dari bola mata.Pada glaukoma sudut terbuka, kelainan terjadi pada jalinan trabekular,sedangkan sudut bilik mata terbuka lebar. Jadi tekanan intraokuler meningkat Karena adanya hambatan outflow humor akuos akibat kelainan mikroskopis pada jalinantrabekular.Pada glaukoma sudut tertutup, jalinan trabekular normal, sedangkan tekananintraokuler meningkat karena obstruksi mekanik akibat penyempitan sudut bilik mata,sehingga outflow humor akuos terhambat saat menjangkau jalinan trabekular.Keadaan seperti ini sering terjadi pada sudut bilik mata yang sempit (kadang-kadangdisebut dengan dangerous angle). Penting untuk diketahui, jika sudut bilik mata tidak sempit atau sudut terbukaluas, perifer iris tidak kontak dengan perifer kornea, sehingga sudut bilik mata depantidak tertutup dan glaukoma sudut tertutup tidak akan terjadi. Ini merupakan perbedaan dasar antara glaukoma sudut terbuka dengan glaukoma sudut tertutup.Ketika dislokasi lensa sebagai penyebab tertutupnya sudut bilik mata makakeadaan ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup sekunder .Jika glaukoma sudut tertutup tidak diketahui penyebabnya, kondisi ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup primer. Apabila sudut bilik mata depan tertutup secara cepat dan berat, ini dikenaldengan glaukoma akut yang disertai dengan banyak gejala dan tanda. Apabila penutupan sudut bilik mata depan tidak sempurna dan kadangkadang saja terjadi, ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup intermitten atau glaukoma sudut tertutup kronik , dan disertai dengan sedikit gejala. Apabila glaukoma sudut tertutupintermitten yang tidak mempunyai gejala, ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup kreeping . Satu hal penting untuk diketahui bahwa tidak semua sudut bilik mata sempitakan berkembang menjadi glaukoma akut, dapat terjadi hanya sebagian kecil saja,terutama pada mata yang pupilnya berdilatasi sedang (3,0 4,5mm) yang dapat memungkinkan terjadinya blok pupil sehingga dapat berlanjut menjadi sudut tertutup.Akibat terjadinya blok pupil, maka tekanan intraocular lebih tinggi di bilik mata belakang daripada bilik mata depan. Jika blok pupil semakin berat tekanan intraokuler di bilik mata belakang semakin bertambah, sehingga konveksivitas iris semakin bertambah juga, ini dikenal dg iris bombe, yang membuat perifer iris kontak dengan jalinan trabekuler, dan menyebabkan sudut bilik mata depan tertutup. Jika tekanan intraokuler meningkat secara drastic akibat sudut tertutup komplit maka akan terjadi glaukoma akut. Mekanisme lain yang dapat menyebabkan glaukoma akut adalah: plateau iris dan letak lensa lebih ke anterior . Pada keadaan seperti ini juga sering terjadi blok pupil.

34

Gambaran Klinis Sebelum penderita mendapat serangan akut, ia mengalami serangan prodormal, meskipun tidak selalu demikian. a) Fase Prodormal ( Fase Nonkongestif).Pada stadium ini terdapat penglihatan kabur, melihat halo (gambar pelangi)sekitar lampu atau lilin, disertai sakit kepala, sakit pada mata dan kelemahanakomodasi. Keadaan ini berlangsung 0,5-2 jam. Bila serangannya reda, mata menjadi normal kembali. b) Fase Glaukoma Akut ( Fase Kongestif).Pada stadium ini penderita tampak sangat payah, memegangi kepalanya karenasakit hebat. Jalannya dipapah, karena tajam penglihatannya sangat turun, muntah-muntah, mata hiperemis dan fotofobia. Karenanya sering disangka bukanmenderita sakit mata, melainkan suatu penyakit sistemik. Glaukoma akut menyebabkan visus cepat menurun, disertai sakit hebat di dalam matayang menjalar sepanjang Nervus cranial V, sakit kepala, mual muntah, tampak warna pelangi di sekitar lampu.

DIAGNOSIS : a) Slit-lamp Biomikroskopi Konjungtiva bulbi: hiperemia kongestif, kemotis dengan injeksi silier,injeksi konjungtiva, injeksi epislera. Kornea: edema dengan vesikel epithelial dan penebalan struma, keruh,insensitif karena tekanan pada saraf kornea. Bilik mata depan: dangkal dengan kontak iridokorneal perifer. Flaredan sel akuos dapat dilihat setelah edem kornea dapat dikurangi. Iris: gambaran corak bergaris tak nyata karena edema, berwarnakelabu, dilatasi pembuluh darah iris. Pupil: oval vertikal, tetap pada posisi semi-dilatasi, kadang-kadang didapat midriasis yang total, warna kehijauan, tidak ada reaksi terhadap cahaya dan akomodasi. b) Tonometri Schiotz: ( Normal TIO : 10-21 mmHg) pada glaukoma akut dapatmencapai 50-100 mmHg. c) Funduskopi: papil saraf optik menunjukan penggaungan dan atrofi, seperti padaglaukoma simpleks. Sehingga cup disk ratio membesar (N = <0,4) (gambar 3 dan4).Sering juga ditemukan optic-disk edema dan hiperemis d) Gonioskopi Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik mata dengan goniolens. Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung keadaan patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing. Dengan gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita apakah glaukoma terbuka atau glaukoma sudut tertutup dan mungkin dapat menerangkan penyebab suatu glaukoma sekunder, Pemeriksaan gonioskopi ditunda sampai edem kornea berkurang, salah satunyadengan obat yang dapat menurunkan tekanan intraocular, misalnya dengan gliserin topical atau saline hipertonik salap mata.

35

e) Tes provokasi, Dilakukan pada keadaan yang meragukan.Tes yang dilakukan : tes kamar gelap, tes midriasis, tes membaca, tes bersujud(prone test). Untuk glaucoma sudut tertutup, yang umum dilakukan adalah teskamar gelap (karena pupil akan midriasis dan pada sudut bilik mata yang sempit,ini akan menyebabkan tertutupnya sudut bilik mata). Caranya adalah ukur TIOawal, kemudian pasien masuk kamar gelap selama 60-90 menit. Ukur segera TIOnya. Kenaikan 8 mmHg, tes provokasi (+).

PENCEGAHAN 1. Deteksi dini Salah satu satu cara pencegahan glaukoma adalah dengan deteksi sedini mungkin. Tidak ada tindakan yang dapat mencegah terjadinya glaukoma sudut terbuka. Jika penyakit ini ditemukan secara dini, maka hilangnya fungsi penglihatan dan kebutaan bisa dicegah dengan pengobatan. Orang-orang yangmemiliki resiko menderita glaukoma sudut tertutup sebaiknya menjalani pemeriksaan mata yang rutin dan jika resikonya tinggi sebaiknya menjalaniiridotomi untuk mencegah serangan akut. Mengingat hilangnya penglihatan secara permanen yang disebabkan olehglaukoma, sebaiknya setiap orang memperhatikan kesehatan matanya dengancara melakukan pengukuran tekanan bola mata secara rutin setiap 3 tahun,terutama bagi orang yang usianya di atas 40 tahun. Faktor risiko lain yang perlu diwaspadai adalah mereka yang memiliki riwayatkeluarga penderita glaukoma, mata minus tinggi atau plus tinggi (miopia),serta penderita penyakit sistemik seperti diabetes atau kelainan vaskular (jantung).- Pemeriksaan mata rutin yang disarankan adalah setiap enam bulan sekali,khususnya bagi orang dengan risiko tinggi. Untuk mengukur tekanan bolamata kerusakan mata yang diderita dilakukan tes lapang pandang mata. Sebaiknya diperiksakan tekanan bola mata bila mata kemerahan dan sakitkepala berat. 2. Nutrisi yang adekuat (banyak mengandung vitamin A dan Beta Karoten) Faktor risiko pada seseorang yang bisa menderita glaukoma adalah seperti diabetesmellitus dan hipertensi, untuk itu bagi yang menderita diabetes mellitus dianjurkan untuk mengurangi mengkonsumsi gula agar tidak terjadi komplikasiglaukoma, sedangkan untuk penderita hipertensi dianjurkan untuk diet rendah garam karena jika tekanan darah naik cepat akan menaikkan tekanan bola mata. 3. Gaya Hidup (Life style) yang sehat seperti menghindari merokok dan olahragateratur. Olahraga dapat merendahkan tekanan bola mata sedikit. 4. Pencegahan lanjutan bagi yang sudah menderita glaukoma agar tidak bertambah parah/untuk mencegah tingginya tekanan intraokuler yaitu : Mengurangi stress Hindari membaca dekat karena pupil akan menjadi kecil sehingga glaucomaakan memblok pupil Hindari pemakaian obat simpatomimetik karena pupil akan melebar (dilatasi) Diet rendah natrium Pembatasan kafein Mencegah konstipasi Mencegah manuver valsava seperti batuk, bersin, dan mengejan karena akanmeningkatkan TIO

36

PENATALAKSANAAN 1.Terapi medikamentosa Penatalaksanaan Glaukoma sudut tertutup terdiri dari mengurangi tekananintra okular, menekan inflamasi, dan pemulihan sudut tertutup. 1.1.Agen osmotic Agen ini lebih efektif untuk menurunkan tekan intra okuler dan efeknyamenjernihkan kornea, pemberiannya dianjurkan kepada pasien yang tidak mengalamiemesis. Agen-agen hiperosmotik berguna untuk mengurangi volume vitreus, yang,kebalikannya, menurunkan tekanan intraokular. Penurunan tekanan intra okular memulihkan iskemia iris dan memperbaiki kepekaan terhadap pilokarpin dan obat-obat lainnya. Agenagen osmotic menyebabkan diuresis osmotic dan mengurangicairan tubuh total. Agen-agen tersebut tidak boleh digunakan pada pasien penyakit jantung dan penyakit ginjal. Gliserin Dosis efektif 1-1,5 gr/kgBB dalam 50% cairan. Selama penggunaanya gliserindapat menyebabkan hiperglikemia dan dehidrasi. Hati-hati terhadap pasiendiabetes dan lansia dengan gagal ginjal serta penyakit kardiovaskular karena agenini sendiri dapat menyebabkan mual muntah. Menurunkan tekanan intraokular dalam waktu 30-90 menit setelah pemberian. Manitol Dosis 1-2 gram/kgBB dalam 50% cairan. Aman digunakan pada pasien diabeteskarena tidak dimetabolisme. Puncak efek hipotensif okular terlihat dalam 1-3 jam.Bila tidak dapat diberikan oral (mis : mual muntah) dapat diberikan secaraintravena dalam 20% cairan dengan dosis 2 gr/kgBB selama 30 menit. Maksimal penurunan tekanan dijumpai dalam 1 jam setelah pemberian iv. Pada penderita payah jantung pemberian manitol berbahaya, karena volume darah yang beredar meningkat sehingga memperberat kerja jantung yang telah gagal. Pemberianmanitol juga dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan anuria, kongestiatau udem paru yang berat, dehidrasi hebat, dan perdarahan intra kranial, kecuali bila akan dilakukan kraniotomi, serta pada pasien yang hipersensitivitas terhadap manitol. Ureum intravena Dosis 1-1,5 g/kg i.v. Tidak seefektif manitol karena berat molekulnya lebihrendah sehingga lebih cepat dipenetrasi pada mata. Penggunaannya harus dengan pengawasan ketat untuk menghindari komplikasi kardiovaskuler.

1.2.Karbonik Anhidrase Inhibitor Mengurangi produksi akuos humor dengan menghambat karbonik anhidrasedi badan siliar sehingga mengurangi TIO secara cepat Asetazolamide Merupakan pilihan yang sanagat tepat untuk pengobatan darurat pada glaukomaakut. Acetazolamide sebaiknya diberikan dengan dosis awal 500 mg IV yangdiikuti dengan 500 mg per oral. Sekarang diketahui bahwa karbonik anhidraseinhibitor oral sedikit atau tidak ada sama sekali efek samping sistemik.

37

Methazolamide Dosis 50-100 mg p.o. 2 atau 3 kali sehari ( total tidak lebih dari 600mg/hari) Dorzolamide Berbeda dengan obat-obat yang lebih tua, Dorzolamide sanggup menerobos kedalam mata dengan aplikasi topical. Dichlorphenamide Dosis awal 100-200mg per oral, diikuti 100 mg setiap 12 jam sampai tercapairespons yang diinginkan. Dosis pemeliharaan (maintenance) yang biasa untuk glaukoma adalah 25-50 mg 3 atau 4 x/hari. Dosis harian total tidak melebihi 300mg. Brinzolamide Brinzolamide adalah penghambat karbonik anhidrasi yang digunakan pada matadengan kadar 1 %. Brinzolamide digunakan untuk mengobati tekanan yangmeningkat pada mata karena glaukoma sudut terbuka. Brinzolamide jugadigunakan untuk mengatasi kondisi yang disebut hipertensi pada mata. 1.3.Miotik kuat (Parasimpatomimetik) Pilokarpin 2% atau 4% setiap 15 menit sampai 4 kali pemberian sebagaiinisial terapi. Tidak efektif pada serangan yang sudah lebih dari 1-2 jam. Hal inikarena muskulus sphingter pupil sudah iskemik sehingga tidak dapat merespon pilokarpin. 1.4.Beta blocker Bekerja dengan cara mengurangi produksi akuos humor. Levobunolol 0,25%, 0,5% Betaxolol HCl

Betaxolol HCl adalah penghambat reseptor beta1 selektif yang digunakan untuk pengobatan glaukoma dalam bentuk sediaan gel untuk mata dengan kadar 0,1%dan tetes mata dengan kadar 0,5%. Timolol maleat

Merupakan beta bloker tetes mata nonselektif. Sebagai inisial terapi dapatdiberikan 2 kali dengan interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8 dan12 jam kemudian. Tersedia dalam bentuk tetes mata dengan kadar 0,25%, 0,5%dan 0,68%. 1.5 Alpha adrenergic agonist Dapat ditambahkan untuk lebih mengurangi produksi akuos humor danmengurangi hambatan outflow akuos. Brimonidine Apraclonidine 0,5%, 1%

38

1.6.Analog Prostaglandin Latanoprost 0,005% merupakan senyawa analog prostaglandin yang dapatmenurunkan tekanan intraokuler dengan cara meningkatkan outflow akuos humor.Dosis 1 tetes/ hari. Tersedia dalam bentuk tetes mata dengan kadar 0,005%, dan jugadikombinasi dengan Timolol maleate. 1.7.Kortikosteroid Topikal Inflamasi merupakan bagian penting dari patofisiologi dan timbulnya gejala.Steroid topical mengurangi reaksi inflamasi dan kerusakan nervus optikus. Prednisolon asetat 1% digunakan selama 1 minggu pasca operasi iridektomi.Diberikan sebagai pengganti obat-obat antiglaukoma yang digunakan saat seranganakut sebelumnya.

Observasi respon Terapi Merupakan periode penting untuk melihat respon terapi yang dapatmenyelamatkan visus penderita, sehingga keputusan harus segera dibuat (palingkurang dalam 2 jam setelah mendapat terapi medikamentosa intensif), untuk tindakanselanjutnya, observasinya meliputi: 1. 2. 3. Monitor ketajaman visus, edem kornea dan ukuran pupil Ukur tekanan intraokuler setiap 15 menit (terbaik dengan tonometer aplanasi) Periksa sudut dengan gonioskopi, terutama apabila tekanan intraokulernyasudah turun dan kornea sudah mulai jernih.Pada masa observasi ini yang dilihat adalah respon terapi. Respon terapi bisa baik, jelek, ataupun sedang. Bila respon terapi baik maka akan terjadi perbaikanvisus, kornea menjadi jernih, pupil kontriksi, tekanan intraokuler menurun, dansudutnya terbuka kembali. Pada keadaan ini dapat dilakukan penatalaksaan lebih lanjut.

Parasintesis Jika pemakaian terapi medikamentosa secara intensif masih dianggap lambatdalam menurunkan tekanan intraokuler ke tingat yang aman dan kadang-kadang justru setelah pemberian 2 atau 4 jam masih tetap tinggi. Sekarang ini mulaidiperkenalkan can menurunkan tekanan intraokuler yang cepat dengan tekhnik parasintesis. Pada prosedur ini, mata dilakukan anestesi lokal sebelumnya, lalu jarumdimasukkan ke dalam bilik mata depan untuk mengeluarkan cairan akuos. Cairan disedot sebanyak 0,05 ml, sehingga secara cepat dapat mengurangi tekanan di mata.Cara ini jg dapat menghilangkan rasa nyeri dengan segera pada pasienBedah Laser.

Bedah Laser 1. Laser Iridektomi Terapi ini digunakan untuk mengurangi tekanan dangan mengeluarkan bagianiris untuk membangun kembali outflow aqueus humor.IndikasiIridektomi diindikasikan untuk glaukoma sudut tertutup dengan blok pupil, iridektomi juga diindikasikan untuk mencegah terjadinya blok pupil pada mata yang beresiko yang ditetapkan melalui evaluasi gonioskopi.

39

Kontraindikasi Iridektomi laser tidak dapat dilakukan pada mata dengan rubeosis iridis karena dapat terjadi perdarahan. Resiko perdarahan juga meningkat pada pasien yang menggunakan anti-koagulan sistemik, seperti aspirin. Walaupun laser iridektomi tidak membantu dalam kasus glaukoma sudut tertutup yang disebabkan oleh mekanisme blok pupil, tetapi kadang-kadang laser iridektomi perlu dilakukan unutk mencegahterjadinya blok pupil pada pasien dengan sudut bilik mata tertutup. Laser iridoplasti Merupakan tindakan alternatif jika tekanan intraokular gagal diturunkansecara intensif dengan terapi medika mentosa bila tekanan intraokularnya tetap sekitar 40 mmHg, visus jelek, kornea edema, dan pupil tetap dilatasi. Pada laser iridoplastiini pengaturannya berbeda dengan pengaturan pada laser iridektomi. Di sini pengaturannya dibuat sesuai untuk membakar iris agar otot sfingter iris berkonraksisehingga iris bergeser kemudian sudut pun terbuka. Agar laser iridoplasti berhasilmaka titik tembakan harus besar, powernya rendah, dan waktunya lama.

Bedah insisi Iridektomi insisi dilakukan pada pasien yang tidak berhasil dengan tindakanlaser iridektomi seperti: Pada situasi iris tidak tidak dapat dilihat dengan jelas karena edema kornea, hal inisering terjadi pada pasien glaukoma akut berat yang berlangsung 4-8 minggu. Sudut bilik mata depan dangkal, dengan kontak irido-korneal yang luas Pasien yang tidak kooperatif Tidak tersedianya peralatan besar.

1. Iridektomi Bedah Insisi Dikerjakan pada kasus glaukoma sudut tertutup sebagai tindakan pencegahan. Dilakukan untuk mengangkat sebagian iris untuk memungkinkan aliran humor aqueus dari kamera posterior ke kamera anterior. Diindikasikan pada penangananglaukoma dengan penyumbatan pupil bila pembedahan laser tidak berhasil atau tidak tersedia. Pupil dibuat semiosis mungkin dengan menggunakan miotik tetes atauasetilkolin intra kamera. Kemudian dilakukan insisi 3mm pada korneosklera 1 mmdibelakang limbus. Insisi dilakukan agar iris prolaps. Bibir insisi bagian posterior ditekan sehingga iris perifer hampir selalu prolaps lewat insisi dan kemudiandilakukan iridektomi. Bibir insisi posterior ditekan lagi diikuti dengan reposisi pinggir iridektomi. Luka insisi kornea ditutup dengan satu jahitan atau lebih, dan bilik mata depan dibentuk kembali. Setelah operasi selesai, fluoresen seringdigunakan untuk menentukan ada tidaknya kebocoran pada bekas insisi. Oleh karenakebocoran dapat meningkatkan komplikasi seperti bilik mata depan dangkal. 2. Trabekulektomi Dilakukan untuk menciptakan saluran pengaliran baru melalui sklera.Dilakukan dengan melakukan diseksi flap ketebalan setengah (half-tickness) skleradengan engsel di limbus. Satu segmen jaringan trabekula diangkat, flap sklera ditutupkembali dan konjungtiva dijahit rapat untuk mencegah kebocoran cairan aqueus.Trabekulektomi meningkatkan aliran keluar humor aqueus dengan memintas struktur pengaliran yang alamiah. Ketika cairan mengalir melalui saluran baru ini, akanterbentuk bleb (gelembung). Dapat diobservasi pada pemeriksaan konjungtiva.Persiapan sebelum operasi yaitu pembahasan ditujukan untuk memperbaiki penglihatan dan biasanya

40

dikerjakan secara berencana, kecuali pada kasus-kasus yangtidak biasa, misalnya lensa hipermature yang sejak awal telah memberikan ancamanterjadinya rupture.IndikasiTindakan trabekulektomi dilakukan pada keadaan glaukoma akut yang berat atausetelah kegagalan tindakan iridektomi perifer.KomplikasiSetelah prosedur filtrasi meliputi hipotoni (TIO rendah yang tidak normal), hifema(darah di kamera anterior mata), infeksi dan kegagalan filtrasi.

Ekstraksi lensa Apabila blok pupil jelas terlihat berhubungan dengan katarak, ekstraksi lensadapat dipertimbangkan sebagai prosedur utama. Walaupun iridektomi laser dapatmenghentikan serangan akut akibat blok pupil, namun operasi katarak baik dilakukanagar lebih aman untuk waktu yang akan dating.

Tindakan profilaksis Tindakan profilaksis terhadap mata normal kontralateral dilakukan laser iridektomi profilaksis, ini lebih disukai daripada perifer iridektomi bedah, yangdilakukan pada mata kontralateral yang tidak mempunyai symptom.

ABLASIO RETINA Merupakan penyakit mata gawat darurat, penderita mengeluh ada kabut dilapangan pandangnya secara mendadak seperti selubung hitam. Kalau mengenai makula lutea maka visusnya mundur sekali, bila ditanya mungkin ditemukan gejala ada bintik hitam sebelumnya dan penderita miopia tinggi. Ablasia retina adalah suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan atau lubang didalam retina ,lepasnya lapisan saraf retina dari epitelium. Penyakit ini harus dioperasi, penderita tidak boleh terlalu banyak bergerak dan goyang supaya bagian retina yang sudah lepas, tidak bertambah lepas lagi. Patogenesis Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel optik embrionik. Kedua jaringan ini melekat longgar pada mata yang matur dapat berpisah. 1) Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreous yang mengalami likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio retina regmatogenosa) 2) Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina (misal seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional)). 3) Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruang subretina akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif). Robekan pada retina paling sering berkaitan dengan onset ablasio vitreus posterior. Ketika gel vitreus terpisah dari retina, traksi yang dihasilkan ( traksi vitreus ) menjadi lebih terlokalisasi dan lebih besar. Kadang cukup untuk untuk menyebabkan robekan retina. Kelemahan retina perifer dasar seperti generasi latis, meningkatkan kemungkinan terjadinya robekan ketika vitreus menarik retina.

41

Diagnosis Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan mata meliputi : 1) Anammesis Dari anamnesis pada pasien ablasio retina akan didapatkan : Adanya riwayat trauma Penglihatan kabur Rasa nyeri Rasa mata berpasir Rasa mengganjal Lakrimasi 2) Inspeksi

Pemeriksaan visus dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat. Pemeriksaan lapangan pandang akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasi retina, pada lapangan pandang akan terlihat adanya pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia. Pemeriksaan funduskopi yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasi retina dengan menggunakan binocular inderek oftalmoskop. Pada pemeriksaan ini ablasi retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina ( ablasi retina bulosa ), didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya.Mungkin didapatan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari darah ( perdarahan vitreus ) dan pigmen, atau ruang retina dapat ditemukan mengambang bebas.

3) Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes melitus, kelainan darah. Pemeriksaan ultrasonografi yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti proliferative vitreotinopati, benda asing intraocular. Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasi retina eksudatif misalnya tumor, posterior skleritis. Pemeriksaan angiografi fluoresin akan terlihat : Kebocoran didaerah parapapilar dan daerah yang berdekatan dengan tempatnya ruptur, juga dapat terlihat Gangguan permeabiltas koriokapiler akibat rangsangan langsung badan kaca pada koroid, Dapat dibedakan antara ablasi primer dan sekunder y Adanya tumor atau peradangan yang menyebabkan ablasi.

42

Penatalaksanaan Pengobatan pada ablasi retina adalah pembedahan dan non pembedahan. Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara : 1) Retinopeksi pneumatik Retinopeksi pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasi regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas kedalam vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi sebelum balon disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi head precise selama 7-10 hari untuk menyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina. 2) Scleral buckle Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah robekan retina. Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Pertama-tama dilakukan kryoprobe atau laser untuk memperkuat perlekatan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelililngi sclera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari. 3) Vitrektomi Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasi akibat diabetes, ablasio rhegmatogenous yang disertai traksi vitreus atau hemoragik vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian memasukkan instrument hingga ke cavum melalui pars plana. Setelah itu pemotongan vitreus dengan pemotong vitreus. Kemudian teknik dan instrument yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio.

Pada non pembedahan terdiri atas : Konservatif yaitu penderita istirahat terutama tidak membaca, kedua mata diberi lubang pengintip.

43

You might also like