You are on page 1of 65

TINJAUAN PUSTAKA A.

DEFINISI Menurut kriteria WHO stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian disebabkan oleh gangguan peredaran darah. Stroke adalah gangguan fungsional otak yang bersifat lokal atau global terjadi secara akut berlangsung selama 24 jam atau lebih yang disebabkan oleh gangguan aliran darah otak. Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa deficit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan darah otak non traumatik. B. ANATOMI Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis.

Ke-3 pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabangcabang arteri serebri lainya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: 1. Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak. 2. Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna. 3. Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah ekstrakranial).

Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak. Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung. C. FISIOLOGI Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku). Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan
3

berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg). Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun. D. KLASIFIKASI KLASIFIKASI MODIFIKASI MARSHALL I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya 1. Stroke iskemik a. Trombosis serebri b. Embolia serebri c. Hipoperfusi sistemik 2. Stroke hemoragik a. Perdarahan intraserebral b. Perdarahan subarachnoid II. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu 1. Transient Ischemic Attack (TIA) 2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) 3. Stroke in Evolution (SIE) / Progressing Stroke 4. Completed stroke III. Berdasarkan system pembuluh darah 1. Sistem karotis 2. Sistem vertebro-basilar

E. EPIDEMIOLOGI Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung dan kanker. Di negeri Paman Sam ini, setiap tahun terdapat laporan 700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak 75 persen penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan. Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15 persen saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan. F. ETIOLOGI Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke
5

non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri. 1. Emboli Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik. a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher. b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada: 1) Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel; 2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis; 3) Fibralisi atrium; 4) Infarksio kordis akut; 5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis 6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus sistemik; c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai: 1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis. 2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru. 3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit caisson). Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari rightsided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.
6

2. Trombosis Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis). 3. Aterosklerosis

Infark

iskemik

serebri,

sangat

erat

hubungannya

aterosklerosis

(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara: a. Menyempatkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah. b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau peredaran darah aterom. c. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli. d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek. G. PATOFISIOLOGI 1. Patogenesis Infark Otak Dua pertiga depan kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah dari sepasang a.carotis interna, sedangkan 1/3 bagian posterior yang meliputi cerebellum, korteks occipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah dari sepasang a.vertebralis (a.basilaris). Jumlah aliran darah otak dikenal dengan Cerebral Blood Flow (CBF) dengan satuan cc/menit/100 gram otak. Yang ditentukan oleh tekanan perfusi otak (Cerebral Perfusion Pressure) dan resistensi cerebrovascular (Cerebrovascular Resistance) CBF = CPP = MABP ICP CVR Komponen CVR ditentukan oleh : 1. Tonus pembuluh darah otak 2. Struktur dinding pembuluh darah 3. Viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50-60 cc/100 gram otak/menit. Dari percobaan pada hewan maupun manusia, ternyata derajat ambang batas aliran darah otak yang secara langsung berhubungan dengan fungsi otak, yaitu: a. Ambang fungsional
8

CVR

Batas aliran darah otak, + 50-60 cc/100 gram/menit, yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh b. Ambang aktivitas listrik otak Batas aliran darah otak, + 15 cc/100 gram/menit, yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal terhenti, berarti sebagian struktur intrasel telah berada dalam proses desintergrasi c. Ambang kematian sel Batas aliran darah otak otak, < 15 cc/100 gram/menit, yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain akan menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di daerah sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut ini: a. Pada sumbatan kecil terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat dapat dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara klinis gejala yang timbul dapat berupa hemiparesis sepintas atau amnesia umum sepintas, yaitu selama 24 jam. b. Bila sumbatan agak besar,daerah ismkemia lebih luas. Penurunan CBF regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan fungsi neurologic dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinik ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut RIND ( Reversible Ischemic Neurologic Deficit). c. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini timbul deficit neurologic yang berlanjut. Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogeny akibat perbedaan tingkat iskemia, yang terdiri dari lapisan/area yang berbeda: a. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic core) terlihat sangat pucat karena CBF paling rendah. Tampak degenerasi neuron-neuron, pelebaran pembuluh

darah tanpa adanya aliran darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi dengan PO2 yang rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis. b. Daerah di sekitar ischemic core yang CBFnya juga rendah tetapi masih lebih tinggi daripada CBF di daerah ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai mati, fungsi sel terhenti, dan terjadi functional paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi dan asam laktat meningkat. Tentu saja terdapat kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna pucat (ischemic penumbra). Daerah ini masih dapat mungkin diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat. c. Daerah di sekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema. Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO 2 dan PO2 tinggi dan kolateral maksimal. Pada daerah ini CBF sangat meninggi sehingga disebut sebagai daerah dengan perfusi berlebihan.

2. Patofisiologi Stroke Iskemik a. Trombosis serebri Trombosis ditemukan pada 40% kasus stroke yang dibuktikan oleh ahli patologi. Biasanya ada kerusakan lokal pembuluh darah akibat aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada tunika intima arteri besar. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat yang melengkung. Pembuluh darah yang mempunyai resiko adalah arteri karotis interna, arteri vertebralis bagian atas. Hilangnya tunika intima membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit akan menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan
10

dinding menjadi kasar. Trombosit akan melepaskan enzim adenosine difosfat yang mengawali proses koagulasi. Adesi trombosit (platelet) dapat dipicu oleh produk toksik yang dilepaskan makrofag dan kerusakan moderat pada permukaan intima. Trombosit juga melepaskan growth factor yang menstimulasi migrasi dan proliferasi sel otot polos dan juga berperan pada pembentukan lesi fibrointimal pada subendotelial. b. Emboli serebri Embolisme serebri biasanya terjadi pada orang yang lebih muda, kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu thrombus di jantung sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya adalah perwujudan penyakit jantung. Selain itu, emboli juga dapat berasal dari plak ateroma karotikus atau arteri karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami emboli, tempat yang paling sering adalah arteri serebri media bagian atas.

c. Hipoperfusi Sistemik Hipoperfusi sistemik adalah penurunan aliran darah ke seluruh bagian tubuh. Hal ini paling sering disebabkan kegagalan pompa jantung dari serangan
11

jantung atau aritmia, atau dari output jantung berkurang sebagai akibat dari infark miokard, emboli paru, efusi perikardial, atau perdarahan. Hipoksemia (darah kandungan oksigen rendah) dapat memicu hipoperfusi tersebut. Karena pengurangan aliran darah global, semua bagian otak mungkin akan terpengaruh, terutama "aliran sungai" daerah - daerah zona perbatasan yang diberikan oleh arteri serebral utama. Aliran darah ke daerah-daerah tidak selalu berhenti, tapi malah mungkin mengurangi ke titik di mana kerusakan otak dapat terjadi. Fenomena ini juga disebut sebagai "padang rumput terakhir" untuk menunjuk ke fakta bahwa dalam irigasi padang rumput terakhir menerima sedikitnya jumlah air.

H. FAKTOR RESIKO STROKE

12

Secara garis besar faktor resiko dibagi atas faktor resiko yang dapat dimodifikasi (modifable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi di antaranya adalah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan faktor genetik. Menurut The seventh report of the joint national commite on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure (JNC 7), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2. Diabetes melitus juga merupakan faktor yang signifikan dan terjadi pada 10% pasien stroke. Keadaan ini dihubungkan dengan terjadinya atherosklerosis intrakranial. I. TANDA DAN GEJALA Tanda dan gejala pada stroke non hemoragik didasari pada 4 hal, yaitu kejadian, tingkat kesadaran, CSF pungsi lumbal, serta faktor penyebab. Pada stroke non hemoragik baik yang diakibatkan tromboli ataupun emboli, biasanya pasien dalam keadaan sadar penuh, serta bila dilakukan pungsi lumbal tidak didapatkan darah dalam CSF. Perbedaannya, pada emboli biasanya onsetnya cepat dan tiba-tiba, selain itu pasien mempunyai riwayat sakit jantung. Sedangkan pada tromboli biasanya onsetnya lebih lama serta riwayat hipertensi pada pasien.
Perbedaan Stroke Hemoragik dan non-Hemoragik

Gejala klinis Defisit fokal Onset Nyeri kepala Muntah pada awalnya Hipertensi

PIS Berat Menit/ jam Hebat Sering

PSA Ringan 1-2 menit Sangat hebat Sering

Non hemoragik Berat ringan Pelan (jam/hari) Ringan Tidak, kecuali lesi di batang otak Sering kali
13

Hampir selalu

Biasanya tidak

Penurunan kesadaran Kaku kuduk Hemiparesis Gangguan bicara Likuor Paresis/ gangguan N III

Ada Jarang Sering dari awal Bisa ada Berdarah Tidak ada

Ada Ada Permulaan tidak ada Jarang Berdarah Bisa ada

Tidak ada Tidak ada Sering dari awal Sering Jernih Tidak ada

Kejadian

Hemoragik Tromboli Emboli Saat aktifitas, Siang hari, tidak Siang hari, tibatiba-tiba, siang tiba-tiba Compos mentis Normal dan Hipertensi, aterosklerosis tiba Compos mentis Normal Penyakit Jantung hari Koma/stupor Ada darah Hipertensi kerusakan pembuluh darah

Tingkat Kesadaran CSF Faktor Penyebab

J. DIAGNOSTIK 1. Gambaran Klinis a. Anamnesis Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga
14

penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti: 1) Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke). 2) Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari pertolongan. 3) Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke. 4) Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan hiponatremia. b. Pemeriksaan Fisik Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan terhadap faktor kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan pemeriksaan fundus okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya sendiri. c. Pemeriksaan Neurologi Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejalah seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bells

15

palsy di mana pada Bells palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya. d. Sistem skor untuk membedakan jenis stroke: 1) Skor Siriraj (2,5xderajat kesadaran)+(2xnyeri kepala)+(2xvomitus)+(10%xdiastol) (3 x petanda ateroma) 12 Keterangan : SS > 1 SS < -1 -1 < SS < 1 : Stroke Hemoragik : Stroke Non Hemoragik : Perlu konfirmasi CT Scan

Penilaian derajat kesadaran : Sadar penuh (0), Somnolen (1), Koma (2) Nyeri kepala : Tidak ada (0), Ada (1) Vomitus : Tidak ada (0), Ada (1) Ateroma : Tidak terdapat penyakit jantung, DM (0), Terdapat penyakit jantung, DM (1)

2) Algoritma Gadjah Mada

16

3) Skor Stroke Djoenadi Gejala klinis 1. TIA sebelum serangan 2. permulaan serangan 3. waktu serangan 4. sakit kepala Onset Sangat mendadak(1-2 menit) Mendadak (menit- 1 jam) Pelan-pelan (beberapa jam) Bekerja (aktivitas) Istirahat/duduk/tidur Bangun tidur Sangat hebat Hebat Ringan Tidak ada Langsung sehabis serangan Mendadak (menit-jam) Pelan-pelan (1 hari / >) Tidak ada Menurun langsung waktu serangan Menurun mendadak (menit-jam) Menurun pelan-pelan (1 hari/ >) Menurun sementara lalu sadar lagi Tidak ada gangguan Waktu serangan sangat tinggi (>200/110)
17

5. muntah

6. kesadaran

7. tekanan darah sistolik

Nilai 1 6,5 6,5 1 6,5 1 1 10 7,5 1 0 10 7,5 1 0 10 10 1 1 0 7,5

Waktu MRS sangat tinggi (>200/110) Waktu serangan tinggi (>140/100) Waktu MRS tinggi (>140/100) 8.tanda rangsangan selaput otak Kaku kuduk hebat Kaku kuduk ringan Kaku kuduk tidak ada 9. pupil Isokor Anisokor Pinpoint kanan/kiri Medriasis kanan/kiri Kecil dan reaksi lambat Kecil dan reaktif 10. fundus okuli Perdarahan subhialoid Perdarahan retina(flame shaped) Normal TOTAL SKOR : > 20 Stroke Hemoragik < 20 Stroke Non hemoragik 2. Gambaran Laboratorium Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia. Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki gejalah seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. 3. Gambaran Radiologi a. CT scan kepala non kontras Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).
18

7,5 1 1 10 5 0 5 10 10 10 10 10 10 7,5 0

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter. b. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks. K. PENATALAKSANAAN Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko atau keuntungan dari pemberian terapi trombolitik. 1. Penatalaksanaan Umum a. Airway and breathing Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya herniasi otak
19

besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD. b. Circulation Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena dan pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami aritmia jantung dan peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan terjadinya stroke. c. Pengontrolan gula darah Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien dengan normoglikemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin. d. Posisi kepala pasien Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat. e. Pengontrolan tekanan darah Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologis. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan
20

sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. Berbagai Guidelines (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009) merekomendasikan penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini. 1) Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%-20% (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau tekanan darah diastolic > 120 mmHg. 2) Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberikan terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS < 185 mmHg dan TDD <110 mmHg. Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS<180 mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena.

f. Pengontrolan demam Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai neuroprotektor. g. Pengontrolan edema serebri Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat. Manitol merupakan 6-karbon alkohol, yang tergolong sebagai obat diuretikosmotik.(1) Diuretik ialah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urine dengan peningkatan pengeluaran natrium dan diiuresis. Tempat kerja utama manitol adalah: (1) tubuli proksimal, yaitu dengan menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya; (2) ansa
21

henle, yaitu dengan penghambatan reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun; (3) duktus koligentes, yaitu dengan penghambatan reabsorpi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain. Manitol dapat menurunkan tekanan maupun volume intra okuler maupun serebrospinal dengan meninggikan tekanan osmotik plasma sehingga air dari kedua macam cairan tersebut akan berdifusi kembali ke dalam plasma dan ke dalam ruang ekstra sel. Di dalam sirkulasi cairan akan dikeluarkan dari tubuh dengan mekanisme kerja manitol pada ginjal. Indikasi penggunaan manitol untuk menurunkan tekanan intracranial yang tinggi karena edema cerebri, meningkatkan dieresis pada pencegahan dan / atau pengobatan oliguria yang disebabkan oleh gagal ginjal, meniurunkan tekanan intaokular, meningkatkan ekskresi uriner senyawa toksik, sebagai larutan irigasi genitouriner pada operasi prostat atau operasi transurethral. Kontraindikasi manitol pada penderita payah jantung, karena volume darah yang beredar meningkat sehingga memperberat kerja jantung yang telah gagal. Pemberian manitol juga dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan anuria, kongesti atau udem paru yang berat, dehidrasi hebat, dan perdarahan intra kranial, kecuali bila akan dilakukan kraniotomi, serta pada pasien yang hipersensitivitas terhadap manitol. Manitol tersedia dalam berbagai kemasan dan konsentrasi, yaitu: Manitol 10% dalam kemasan plabottle 250 ml (25 gr) dan 500 ml (50 gr). Manitol 20% dalam kemasan plabottle 250 ml (50 gr) dan 500 ml (100 gr). Dosis awal manitol 20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti dengan 0,25- 0,5 g/kgBB IV bolus tiap 4-6 jam. Efek mak-simum terjadi setelah 20 menit pemberian dan durasi kerjanya 4 jam. Pernberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar osmolalitas serum. Osmolalitas darah yang terlalu tinggi akan meningkatkan risiko gagal ginjal (terutama pada pasien yang sebelumnya sudah mengalami vollyrfg depletion). Kadar osmolalitas serum tidak boleh lebih dan 320 mOsmol/L. h. Pengontrolan kejang

22

Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap direkomendasikan. 2. Penatalaksanaan Khusus a. Terapi Trombolitik Rekomendasi pengobatan stroke didasarkan pada perbedaaan antara keuntungan dan kerugian dalam tatalaksana yang diberikan. Fibrinolitik dengan rtPA secara umum memberikan keuntungan reperfusi dari lisisnya thrombus dan perbaikan sel serbral yang bermakna. Pemberian fibrinolitik merupakan rekomendasi yang kuat diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan pemberian intrarterial). 1) kriteria inklusi a) usia 18 tahun b) diagnosis klinis stroke dengan deficit neurologis yang jelas c) Awitan dapat ditentukan secara jelas (<3 jam) d) tidak ada bukti perdarahan intracranial dari CT scan e) pasien atau keluarga mengerti dan menerima keuntungan dan risiko yang mungkin timbul dan harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau keluarga untuk dilakukan terapi rtPA. 2) kriteria ekslusi a) usia > 80 tahun b) deficit neurologis yang ringan dan cepat membaik atau perburukan neurologis yang berat c) gambaran perdarahan intracranial pada CT scan d) riwayat trauma kepala atau stroke dalam 3 bulan terakhir. e) infark multilobular f) kejang pada saat onset stroke g) tekanan darah sistolik >185 mmHg, diastolic >110 mmHg h) glukosa darah <50 mg/dl atau >400 mg/dl i) gejala perdarahan subaraknoid
23

(awitan 3 jam pada pemberian intravena dan 6 jam

deficit

j) jumlah platelet <100.000/mm3 k) wanita hamil 3) Rekomendasi a) pemberian IV rtPA dosis 0,9 mg/kgBB(maksimum 90mg), 10% dari dosis total diberikan sebagai bolus inisial, dan sisanya diberikan sebagai infus selama 60 menit, terapi tersebut harus diberikan dalam rentang waktu 3 jam dari onset. b) Disamping komplikasi perdarahan, efek samping lain yang mungkin terjadi, yaitu angioedema yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas parsial, harus diperhatikan. c) pasien dengan hipertensi yang tekanan darahnya dapat diturunkan dengan obat antihipertensi secara aman, harus dijaga kestabilan tekanan darah sebelum memulai rtPA. b. Antikoagulan Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah timbulnya stroke ulang awal, menghentikan perburukan neurologi, atau memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut tidak direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke iskemik akut c. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit) Aspirin Pemberian aspirin dengan dosis awal 325mg dalam 24-48 jam setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut. Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut pada stroke, seperti pemberian rtPA intravena. Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan. Penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam setelah pemberian obat trombolitik tidak direkomendasikan. Penggunaan klopidogrel saja atau dengan kombinasi dengan aspirin, pada stroke iskemik akut, tidak dianjurkan kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik, misalnya angina pectoris tak stabil. d. Terapi Neuroprotektif Terapi obat-obatan neuroprotektan antara lain:
24

1) Citicoline Mekanisme kerja dengan meningkatkan pembentukan choline dan menghambat phospholidase, pada metabolism neuron meningkatkan ambilan glukosa, menurunkan pembentukan asam laktat, mempercepat pembentukan asetilkolin dan menghambat radikalisasi asam lemak dalam keadaan iskemia, dan merangsang pembentukan glutation merupakan antioksidan endogen otak terhadap radikal bebas hydrogen peroksida dan lipid peroksida. Pada level vascular, citicolin meningkatkan aliran darah otak, meningkatkan konsumsi oksigen dan menurunkan resistensi vaskuler. Pada stroke iskemik diberikan dosis 250-1000 mg/hari IV terbagi dalam 2-3 kali/hari. Untuk stroke hemoragik 150-200 mg/hari IV terbagi dalam 2-3 kali/hari. Pemberian citicolin selama 2-14 hari. 2) Piracetam Mekanisme kerja piracetam pada level neuronal yaitu memperbaiki fluiditas membrane sel serta memperbaiki neurotransmisi. Pada level vascular meningkatkan deformabilitas eritrosit, maka aliran darah otak meningkat, mengurangi hiperagregasi platelet, dan memperbaiki mikrosirkulasi. Dosis dan cara pemberian piracetam dengan pemberian pertama 12 gram perinfus habis dalam 20 menit, dilanjutkan dengan 3 gram bolus IV per 6 jam atau 12 gram/21 jam dengan drip kontinu sampai dengan hari ke 4. Hari ke 5 sampai dengan akhir minggu ke 4 diberikan 4,8 gram 3x/hari per oral. Minggu ke 5-12 diberikan 2,4 gram 2x/hari peroral. L. KOMPLIKASI Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang. 1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi meskipun agak jarang (10-20%). Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah substansia

25

grisea) maupun ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. 2. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders. Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury. M. TERAPI REHABILITASI MEDIK PASCA STROKE Rehabilitasi membantu pasien stroke dalam keterampilan yang hilang ketika bagian dari otak sudah rusak. Misalnya, keterampilan ini dapat termasuk koordinasi gerakan kaki untuk berjalan kaki atau melakukan langkah-langkah yang terlibat dalam kegiatan kompleks. Rehabilitasi pada pasien ini juga mengajarkan cara-cara baru dalam melakukan kegiatan untuk menghindari terjadinya sisa cacat. Pasien mungkin perlu mempelajari cara mandi dan berpakaian hanya menggunakan satu tangan, atau cara berkomunikasi secara efektif ketika kemampuan mereka untuk menggunakan bahasa yang telah dikompromi. Terdapat rehabilitasi yang lebih baik sesuai konsensus di antara para ahli bahwa unsur paling penting dalam setiap program rehabilitasi diarahkan secara seksama, terfokus baik, dilakukan berulang dengan jenis latihan yang sama oleh semua orang ketika mereka belajar keterampilan baru, seperti bermain piano sebagai contohnya. Tahap rehabilitasi / terapi dimulai secepatnya sejaak perawatan di rumah sakit setelah kondisi kesehatan pasien telah stabil, sering dilakukan dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah stroke. Langkah pertama; mengajarkan & melibatkan gerakan mandiri / independen karena banyak pasien yang lumpuh atau melemah secara serius. Pasien akan diminta untuk sering mengubah posisi saat berbaring di tempat tidur dan untuk terlibat aktif atau pasif dalam range of motion, untuk memperkuat gerakan yang baik. Gerakan latihan range-of-motion pasif adalah mereka (pelatih / therapist) yang aktif membantu pasien memindahkan dahan berulang kali, sedangkan latihan "aktif" adalah latihan yang dilakukan oleh pasien tanpa bantuan fisik dari perawat / therapist.) Dapat dimulai dari Pasien berpindah
26

dari atas dan duduk, pindah antara tempat tidur dan kursi untuk berdiri, dan berjalan, dengan atau tanpa bantuan. Pelaksana rehabilitasi / perawat membantu apabila pasien melakukan latihan yang lebih progresif / lebih rumit dan membutuhkan perawat untuk membantu; misalkan mandi, saus, dan menggunakan toilet, dan mendorong pasien mulai menggunakan alat bantu dalam latihan stroke. Mulai dari latihan kemampuan untuk melaksanakan kebutuhan dasar aktivitas hidup sehari-hari merupakan tahap pertama kembali kemampuan fungsional (stroke survivor's). Untuk beberapa pasien stroke, rehabilitasi akan menjadi proses untuk memelihara dan memperbaiki kemampuan seseorang dalam tahap pemulihan setelah stroke. Hal yang dapat mengakibatkan cacat dari stroke: Jenis dan tingkat kecacatan yang mengikuti stroke tergantung daerah mana otak yang sudah rusak. Secara umum, stroke dapat menyebabkan lima jenis cacat yaitu: kelumpuhan atau masalah pengendalian gerakan; indrawi gangguan termasuk rasa sakit, atau masalah dengan pengertian bahasa; masalah dengan pikiran dan memori, dan gangguan emosi. 1. Kelumpuhan atau masalah pengendalian gerakan (motor control) Kelumpuhan adalah salah satu yang paling umum cacat akibat stroke. Kelumpuhan yang biasanya terjadi pada tubuh dengan arah berlawanan dengan bagian otak yang rusak oleh stroke secara menyamping, dan dapat mempengaruhi wajah, satu tangan, satu kaki, atau seluruh samping tubuh. Satu sisi kelumpuhan ini disebut hemiplegia (satu sisi kelemahan disebut hemiparesis). Pasien stroke dengan hemiparesis atau hemiplegia mungkin kesulitan dengan kegiatan seharihari seperti berjalan kaki atau menuju objek. Beberapa pasien stroke ada masalah dengan menelan (swallowing), disebut dysphagia, karena kerusakan pada bagian otak yang mengendalikan otot untuk swallowing. Kerusakan yang lebih rendah bagian dari otak, dapat mempengaruhi kemampuan tubuh untuk
27

mengkoordinasikan gerakan, yang disebut cacat ataxia, yang mengarah ke masalah dengan sikap tubuh, berjalan kaki, dan keseimbangan. 2. Gangguan Sensory & Nyeri Pasien stroke kehilangan kemampuan untuk merasakan sentuhan, rasa sakit, suhu, atau posisi. Defisit sensory juga dapat mengganggu kemampuan untuk mengenali obyek yang akan dipegang pasien dan bahkan bisa cukup parah akan menyebabkan hilangnya pengakuan dari salah satu anggota tubuh sendiri. Beberapa pasien stroke mengalami sakit, atau rasa yang aneh sensations geli atau dalam lumpuh atau melemah, suatu kondisi yang dikenal sebagai paresthesia. Pasien stroke sering ada berbagai syndromes sakit kronis akibat inducedstroke kerusakan pada sistem saraf (neuropathic). Pasien yang memiliki kelemahan / kelumpuhan lengan umumnya sedang mengalami sakit parah ke radiates yang terbentang dari bahu. Paling sering sakit terjadi adalah immobilisasi karena kurangnya gerakan dan tendons dan ligaments sekitar. Hal ini biasa disebut "beku" bersama; "pasif" gerakan bersama di dalam lumpuh sayap sangat penting untuk mencegah sakit "beku" dan memungkinkan gerakan mudah jika dan ketika kembali kekuatan motorik. Pada beberapa pasien stroke, jalur untuk sensasi di otak yang rusak, menyebabkan transmisi sinyal palsu yang menyebabkan rasa sakit di dahan atau samping tubuh yang memiliki defisit indrawi. Hilangnya keinginan berkemih setelah stroke, penurunan sensori dan deficit motorik. Pasien stroke kehilangan kemampuan untuk kebutuhan kencing atau kemampuan untuk kontrol otot pada kandung kemih. Beberapa kejadian kurangnya mobilitas untuk mencapai toilet dalam waktu tertentu. Bahkan hilangnya kontrol pada kandung kencing pada pasien stroke. 3. Masalah dengan dengan bahasa (aphasia) Setidaknya satu dari empat pasien stroke mengalami gangguan bahasa, melibatkan kemampuan untuk berbicara, menulis, dan mengerti bahasa yang diucapkan dan ditulis. Hal ini diakibatkan adanya cedera atas otak bahasa-pusat kontrol yang dapat mengganggu komunikasi lisan. Kerusakan pada pusat bahasa terletak di bagian samping dominan otak, yang dikenal sebagai area Broca,
28

menyebabkan aphasia ekspresif. Orang dengan jenis aphasia ada kesulitan menyampaikan pemikiran mereka melalui kata atau menulis. Mereka kehilangan kemampuan untuk berbicara dengan kata-kata mereka dan berpikir untuk menempatkan kata bersama dalam koheren, kalimat grammatically yang benar. Sebaliknya, kerusakan bahasa yang terletak di pusat bagian belakang otak, yang disebut area Wernicke, dalam menerima hasil aphasia. Orang dengan kondisi ini mengalami kesulitan memahami bahasa yang diucapkan atau ditulis dan sering bicara kacau. Meskipun mereka dapat menyusun gramatically bentuk kalimat, mereka sering mengucapkan tanpa makna. Yang paling parah bentuk aphasia, aphasia global, disebabkan oleh kerusakan meluas ke beberapa daerah yang terlibat dalam fungsi bahasa. Orang dengan global aphasia kehilangan hampir semua kemampuan bahasa mereka, mereka tidak dapat mengerti bahasa dan menggunakannya untuk menyampaikan sesuai pikiran. Bentuk aphasia yang tidak terlalu parah, disebut anomic atau amnesic aphasia, terjadi ketika hanya ada minimal jumlah kerusakan otak; dampaknya seringkali agak halus. Orang tersebut sering terjadi anomic aphasia dengan ciri lupa kata-kata, seperti nama-nama dari orang-orang tertentu atau jenis benda.

29

4. Masalah dengan pikiran dan memori Stroke dapat menyebabkan kerusakan pada bagian otak yang bertanggung jawab untuk memori, pembelajaran, dan kesadaran. Pasien stroke mungkin secara tiba tiba mengalami penurunan perhatian atau mungkin mengalami deficit memory dalam jangka pendek memori. Individu juga kehilangan kemampuan untuk membuat rencana, memahami makna, mempelajari tugas baru, atau terlibat dalam kegiatan mental yang kompleks. Terdapat dua kejadian dalam dengan defisit akibat stroke yang anosognosia, ketidakmampuan untuk mengakui kenyataan yang impairments fisik akibat stroke, dan terabaikan, hilangnya kemampuan untuk menanggapi obyek atau stimuli indrawi terletak di satu sisi tubuh. Stroke yang dapat diselamatkan dapat mencegah terjadinya apraxia / kehilangan kemampuan mereka untuk merencanakan langkah-langkah yang terlibat dalam tugas yang rumit dan untuk melaksanakan langkah-langkah dalam urutan yang benar. Pasien dengan stroke apraxia mungkin juga ada masalah, lain dan Apraxia nampaknya disebabkan oleh gangguan yang halus yang ada kaitannya antara pemikiran dan tindakan. 5. Gangguan emosi Banyak orang yang hidup dengan stroke yang merasa takut, gelisah, kekecewaan, amarah, kesedihan, dan rasa duka mereka terhadap fisik dan mental. Perasaan ini terjadi karenapermasalahn terhadap trauma psikologis stroke. Beberapa gangguan emosi dan kepribadian adalah perubahan fisik yang disebabkan oleh efek dari kerusakan otak. Depresi klinis, yang merupakan rasa keputusasaan yang mengganggu kemampuan individu untuk berfungsi, nampaknya emosional disorder paling sering dialami oleh pasien stroke. Tandatanda klinis depresi meliputi gangguan tidur, perubahan radikal dalam pola makan yang dapat mengakibatkan berat badan atau tiba-tiba mendapat, kelesuan, penarikan sosial, lekas marah, kelelahan, kebencian. Depresi Pasca stroke dapat diobati dengan obat antidepressant psikologis dan konseling. Terapy Fisik
30

Mereka dilatih dalam semua aspek anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan fungsi normal, dengan penekanan pada gerakan. Mereka menilai kekuatan stroke, daya tahan, berbagai gerakan, kiprah abnormalities, dan defisit indrawi individual untuk merancang program-program rehabilitasi yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi kontrol atas motor. Terapi fisik membantu korban kembali kondisi yang lebih baik, mengajar sbg strategi untuk mengurangi efek dari sisa defisit, dan terus-menerus membuat program latihan untuk membantu mereka tetap belajar keterampilan baru. Strategi yang digunakan oleh therapists fisik untuk mendorong penggunaan limbah diburukkan termasuk selektif indrawi stimulasi seperti penyadapan atau stroking, aktif dan pasif latihan,rentang gerak dan pengendalian yang sehat pada latihan mobilitas sambil mempraktekkan tugas. Beberapa terapi fisik mungkin menggunakan teknologi baru, transcutaneous (stimulasi listrik saraf), yang mendorong reorganisasi otak dan pemulihan fungsi. Melibatkan menggunakan puluhan satelit kecil yang menghasilkan listrik yang saat ini untuk merangsang syaraf dalam kegiatan-stroke. Secara umum, terapi fisik menekankan practicing gerakan terkecil, berulang kali berubah dari satu jenis ke gerakan lain, dan gerakan rehearsing kompleks yang memerlukan banyak koordinasi dan keseimbangan, seperti berjalan kaki ke atas atau bawah tangga atau memindahkan aman antara hambatan. Orang yang terlalu lemah untuk melakukan latihan sendiri dilakukan dengan praktek repetitif pergerakan selama hidroterapi (dalam air yang memberikan stimulasi indrawi serta dukungan berat). Sebuah kecenderungan dalam terapi fisik menekankan efektivitas terlibat dalam tujuan diarahkan pada kegiatan seperti permainan, untuk meningkatkan koordinasi. Terapi fisik sering melakukan latihan stimulasi indrawi yang selektif untuk mendorong penggunaan yang lebih buruk, untuk membantu korban dengan meningkatkan kembali kesadaran pada stimuli yang ada pada tubuh. Home-based rehabilitation programs

31

Rehabilitasi rumah memungkinkan fleksibilitas untuk pasien sehingga mereka dapat menyesuaikan program rehabilitasi dan mengikuti jadwal individu. Pasien stroke dapat berpartisipasi dalam tingkat terapi yang intensif beberapa jam per minggu atau kurang mengikuti kebutuhan hidup. Manajemen ini sering cocok untuk orang-orang yang kekurangan transportasi, atau memerlukan perawatan hanya oleh satu jenis rehabilitasi therapist. Pasien bergantung pada cakupan Medicare untuk rehabilitasi mereka yang harus memenuhi Medicare's "homebound" persyaratan untuk memenuhi syarat layanan seperti itu, saat ini kekurangan transportasi tidak menjadi alasan untuk terapi rumah. Kekurangan yang besar dari rumah berbasis program rehabilitasi adalah kurangnya peralatan khusus. Namun, menjalani perawatan di rumah orang yang memberikan keuntungan dari melatih keterampilan dan pengembangan sbg strategi dalam konteks lingkungan hidup mereka sendiri. Tahap-tahap Rehabilitasi : a) Tahap akut Rehabilitasi harus segera dimulai begitu penderita masuk rumah sakit. Pada saat penderita jatuh koma/ ada renjatan, tatalaksana yang menonjol adalah upaya yang bersifat live-saving. Bagaimanapun hal-hal sebagai berikut harus tetap diperhatikan : upaya pencegahan terjadinya kontraktur dan dekubitus, serta tetap melakukan pemeriksaan fisik untuk dapat mengikuti perkembangan penderita secara menyeluruh. Hal yang dapat dilakukan adalah bed-positioning atau ubah baring, bertujuan sebagai pencegahan terjadiya kontraktur dan dekubitus. b) Tahap subakut Apabila penderita sudah sadar kembali dan atau sudah melewati tahap akut, maka tingkat ketidakmampuan dan kemampuan yang tersisa harus segera dievaluasi. 1) Latihan aktif dan pasif Pada awalnya rehabilitasi aktif dimulai dengan program mobilisasi yang terdiri dari menggerakkan semua sendi pada anggota tubuh yang lumpuh, apabila dipandang mempunyai cukup kekuatan untuk menggerakkan sendi sampai terjadi range of motion secara penuh. Bila terjadi paralisis maka
32

diperlukan latihan gerak sendi secara pasif sampai penderita mampu menggerakkan sendinya.

2) Aktivitas elevasi Untuk penderita yang terbaring lebih dari satu minggu maka ambulasi terhadapnya harus dilakukan secara bertahap. Latihan dimulai dengan meninggikan letak kepala secara bertahap untuk kemudian dicapai posisi setengah duduk hingga duduk. Latihan duduk secara aktif seringkali memerlukan alat bantu. Apabila penderita sudah mampu duduk sendiri maka upaya berikutnya adalah latihan duduk dengan tungkai menjuntai di sisi tempat tidur, sisi mana yang sesuai dengan anggota gerak yang tidak lumpuh. 3) Latihan berdiri Apabila penderita sudah dapat duduk sendiri secara aktif segera dimulai latihan berdiri; tekanan darah terlebih dahulu diukur secara seksama dalam posisi berbaring dan duduk tegak untuk memastikan apakah terdapat hipotensi postural. 4) Latihan berjalan Segera setelah penderita mampu berdiri maka penderita dilatih untuk berjalan, dengan melatih distribusi berat badan pada kedua tungkai sekaligus melatih keseimbangan dalam berbagai posisi. Latihan ini dibantu oleh fisioterapis ataupun oleh keluarga penderita. 5) Fisioterapi Pada awalnya dilakukan latihan penguat otot anggota yang sehat, yang terdiri dari progresive resistance exercises terutama untuk otot-otot yang diperlukan untuk berdiri dan berjalan. Otot-otot antara lain depresor bahu, ekstensor siku, fleksor dan ekstensor pergelangan tangan, ekstensor dan abduktor sendi paha, dan ekstensor lutut. Pada anggota yang lumpuh juga dikerjakan latihan penguatan otot untuk keperluan fungsional. 6) Terapi okupasional

33

Mengadakan evaluasi perawatan diri, dari hal yang sederhana, misalnya kemampuan bergerak ditempat tidur sampai kepada aktivitas yang komplek misalnya berjalan, mengendarai mobil.

7) Petugas Sosial Mengadakan sebagainya. 8) Orthotis-Prostetis Mengadakan evaluasi pengadaan alat-alat ortotik (alat bantu) dan prostetik (alat palsu) bersama dokter sesuai dengan keadaan cacatnya. 9) Terapi Wicara Melakukan pemeriksaan atau tes-tes pembicaraan dan pendengaran 10) Psikolog Melakukan evaluasi psikologis, misalnya reaksi terhadap keadaan cacatnya, kapasitas intelek, penyesuaian dengan lingkungan sekitarnya. 11) Perawat Rehabilitasi Mengadakan evaluasi tentang perawatan yang diperlukan bagi penderita. c) Tahap Lanjut (Kronik) Dimana terapi ini biasanya dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga penderita lebih banyak dilibatkan, PSM (Pekerja Social Medik) dan psikolog harus lebih aktif. Apabila penderita sudah dapat berjalan, maka kepada penderita segera diperkenalkan program ADL (Activity of Daily Living), yaitu melakukan kegiatan sehari-hari tanpa bantuan orang lain, misalnya berpakaian, makan dan hygiene. Program Rehabilitasi Perlu dipisahkan dengan baik perbedaan antara program rehabilitasi dan program mobilisasi . Program mobilisasi merupakan salah satu bagian program rehabilitasi . Program rehabilitsi medik dimulai sejak penderita dikonsultasikan, evaluasi sosial, keadaan rumahnya, pekerjaannya, pendidikannya, keadaan ekonomi, penyesuaian diri dengan masyarakat dan

34

meskipun misalnya masih dalam keadaan tidak sadar. Tetapi mobilisasi harus menunggu, yang secara garis besar dapat mengikuti pola sebagai berikut : Pada penderita stroke oleh karena trombose dan emboli, jika tidak ada komplikasi lain, mobilisasi dapat dimulai 2-3 hari setelah serangan. Dengan perdarahan subarachnoid, dimulai setelah 2 minggu. Stroke oleh karena trombosis atau emboli pada penderita dengan infark miokardium tanpa komplikasi , program dimulai setelah minggu ke-3. Tetapi jika penderita segera menjadi stabil, tidak didapatkan aritmia, mobilisasi yang berhati-hati dapat dimulai pada hari ke-10. Pada progressing stroke lebih aman menunggu sampai tercapai Complete stroke baru program latihan, meskipun pasif, diberikan. Jika proses dicurigai berasal dari sistem a. Carotis, tunggu 18-24 jam, jika dari sistem vertebrobasilar, tunggu sampai 72jam sebelum memastikan tidak ada Progression lagi. Program Latihan 1. Program latihan di tempat tidur. Penderita post stroke, umumnya memberikan gejala hemiplegia, sedangkan tetraplegi (double hemiplegia) ataupun monoplegia amat jarang. Latihan di tempat tidur dimulai dengan pengaturan posisi baring (positioning) : penderita diletakan dalam posisi yang melawan pola spastisitas yang nantinya timbul. 2. Latihan duduk. Harus melalui latihan rolling dulu, yaitu terlentang-tengkurap- terlentang. 3. Latihan berdiri dan jalan.Melalui jalur : Lying (baring)-roling-sitting-standing (berdiri). Terkadanerli dilewati jalur lain yang lebih panjang : Lying- propping (tengkurap) dengan badan disangga, mula-mula oleh kedua siku, kemudian oleh ke empat ekstrimitas/ quadripedal berdiri. Terapi Rehabilitasi Medik Untuk Gangguan Fungsi Luhur Pada Stroke : 1. Kemampuan berbahasa Sejak awal Speech Terapist atau terapi wicara sudah diikutsertakan untuk melatih otot-otot menelan yang biasanya mengganggu pada stadium akut apalagi kalau ada kesulitan bicara. Penderita diminta untuk menyebut nama benda
35

didalam ruangan misalnya dasi, meja, baju, lampu ; atau bagian dari tubuh misalnya hidung, dagu, bahu ; mengikuti perintah/aba-aba misalnya menunjuk pintu, meja atau mengulang ungkapan.

36

2. Daya ingatan/memori Dua unsur yang harus diteliti yaitu ingatan jangka panjang dan jangka pendek. Untuk ingatan jangka pendek, penderita diminta untuk mengulangi angka-angka atau kata-kata yang diucapkan oleh si pemeriksa, sedangkan untuk ingatan jangka panjang dengan bertanya pada pasien misalnya tahun lulus SD, SMP, SMA atau Universitas ; hari ulang tahun sendiri, anak, istri/suami, orang tua. 3. Emosi/kepribadian Status emosi dapat dilihat dari reaksi penderita terhadap pertanyaan dokter, tindak-tanduknya terhadap orang disekelilingnya atau terhadap perasaan dan keadaan dirinya sendiri. Emosi akan lebih nyata. Karena lesi organik yang difus menganggu otak maka keuletan dalam fungsi mental berkurang atau tidak ada lagi sehingga pertimbangan untuk melakukan sesuatu dengan baik tidak ada lagi akibatnya kontrol emosi menurun seperti mudah tersinggung, mudah marah, ketakutan, cemas, tegang, depresi, sikap bermusuhan atau dikenal sebagai labilitas emosional. 4. Kemampuan kognisi Kemampuan kognisi ini juga perlu bantuan psikolog. Dengan melakukan Mini Mental State Examination (MMSE) yang meliputi 30 pertanyaan sederhana untuk memperkirakan kognisi utama pada orang-orang tua, dilakukan dalam waktu 10-15 menit, dapat dikerjakan oleh dokter, perawat, atau pekerja social tanpa memerlukan latiahan khusus. Skor MMSE berkisar antara 0-30. Orang lanjut usia, normal menunjukkan skor 24-30. Depresi dengan gangguan kognisi mempunyai skor 9-27. Penderita dengan skor 24 atau kurang, benar-benar menunjukkan gangguan kognisi. N. PROGNOSIS Prognosis pada stroke perdarahan pada umumnya lebih baik dari pada stroke non perdarahan. Tetapi juga tergantung dari seberapa besar perdarahan yang terjadi. Dan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor : 1. Tingkat kesadaran : sadar 16% meninggal, somnolen 39% meninggal, stupor meninggal 71%, dan koma meninggal 100%.
37

2. Usia : Pada usia 70 tahun atau lebih, angka kematian meningkat tajam. 3. Jenis kelamin : laki-laki lebih banyak 61% yang meninggal daripada perempuan 41%. 4. Tekanan darah tinggi prognosis jelek 5. Lain-lain : cepat dan tepatnya pertolongan. Sedangkan prognosis stroke perdarahan subaraknoidal bergantung pada : 1. Etiologi : lebih buruk pada aneurisma 2. Lesi tunggal/multiple : aneurisma multiple lebih buruk 3. Lokasi aneurisma/lesi : pada a. komunikans anterior dan a. serebri anterior lebih buruk karena sering perdarahan masuk ke intraserebral atau ke ventrikel (perdarahan ventrikel). 4. Umur : prognosis jelek pada usia lanjut. 5. Kesadaran : bila koma lebih dari 24 jam, buruk hasil akhirnya. 6. Gejala : bila kejang, memperburuk keadaan atau prognosis.

38

STATUS PASIEN A. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Agama Pendidikan Pekerjaan Status Bangsa/suku Alamat Masuk RS Konsul RM Tanggal BLPL No. RM B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama : Tangan kiri dan kaki kiri terasa lemas sulit digerakkan 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan terasa lemas dan sulit digerakkan pada bagian tangan kiri dan kaki kiri, kesemutan (-), terasa pusing, mual (-), muntah (-), berbicara pelo (-). Keluhan dirasakan sejak pagi hari SMRS. Awalnya saat pagi hari SMRS, ketika pasien bangun tidur, pasien merasakan tiba-tiba tangan kiri dan kaki kirinya agak lemas. Kemudian pasien juga mengalami kesulitan berjalan setelah bangun tidur. Padahal sebelumnya pasien masih kuat untuk berjalan dan tidak pernah mengalami kelemahan gerak bagian tangan maupun kaki. Keluhan tersebut dirasakan makin lama makin memberat dan akhirnya sore hari dibawa ke IGD. Beberapa hari sebelum keluhan muncul, pasien tidak mempunyai riwayat jatuh. Pemeriksaan terakhir (15 Januari 2013), pasien tetap merasakan tangan kiri dan kaki kirinya terasa lemes, susah untuk bergerak sama seperti awal masuk
39

: Ny. S : 68 tahun : Islam : Sarjana muda : Pensiunan dari RSP Ngawen : Sudah menikah : Indonesia/jawa : Jl. Brigjen Sugiyanto 99/2 No. 8 Kalicacing : 10 Januari 2013 pukul 15.35 WIB : 15 Januari 2013 : 20 Januari 2013 : 08-09-127331

RS, berbicara pelo (-), makan dan minum (+) tidak tersedak, mual (-), muntah (-), BAB (-), BAK (+). 3. Riwayat Penyakit Dahulu Mengalami penyakit yang sama sebelumnya disangkal, Hipertensi (-), Diabetes Melitus tidak tahu, penyakit jantung disangkal, trauma kepala disangkal. 4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (+) kakak pasien, hipertensi disangkal, penyakit jantung disangkal, diabetes mellitus seluruh saudara kandung pasien mempunya riwayat DM 5. Riwayat Personal Sosial Pasien adalah seorang pensiunan yang tinggal bersama suaminya yang juga seorang pensiunan. Pasien memiliki 4 orang anak dan sudah menikah semua. Keempat anaknya tinggal dirumah masing-masing. Pasien menggunakan jaminan kesehatan sosial untuk berobat ke rumah sakit. 6. Anamnesis Sistem Neurologi : Panas (-), pusing (-), kesadaran menurun (-),

kelemahan anggota gerak kiri (+), kejang (-) Respirasi : Batuk (-), pilek (-), sesak napas (-)

Kardiovaskular : Pucat (-), debar-debar (-), Gastrointestinal : Muntah (-), nyeri perut (-), BAB (-) sejak masuk rumah sakit, perut kembung(-), sakit pada anus (-) Urogenital : BAK (+), nyeri BAK (-)

Muskuloskeletal: lemah anggota gerak kiri (+) Integumentum : sianosis (-) C. DATA OBYEKTIF (15 Januari 2013) Vital Sign
40

Denyut nadi Tekanan darah Pernapasan Kepala Leher Thorak Paru

: 70 x/menit : 180/90 mmHg : 22 x/menit : Mesochepal, simetris, CA (-/-), SI (-/-) : Tidak ada pembesaran kelenjar limpa, kaku kuduk (-). :

Inspeksi : simetris Palpasi: vokal fremitus kanan=kiri Perkusi : sonor seluruh lapang paru Auskultasi : vesikuler seluruh lapang paru Jantung Inspeksi : iktus kordis tidak tampak Palpasi: iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicularis kiri Perkusi : redup Batas Jantung : Kiri Atas : SIC II linea parasternalis kiri Kana Atas : SIC II linea parasternalis kanan Kiri bawah : SIC V 2cm caudolateral dari linea midclavicula Kanan Bawah : SIC IV linea parasternalis kanan Auskultasi : murmur (-), gallop (-) Abdomen: Inspeksi : Permukaan datar Palpasi : Nyeri tekan (-), supel, hepar dan lien tidak teraba Auskultasi: Bising usus (+) normal Perkusi : Timpani Ekstremitas Atas Bawah Status Neurologis Keadaan Umum :Baik
41

: tangan kiri lemah (+), edema (-), akral hangat : kaki kiri lemah (+), edema (-), akral hangat

Status psikis : dalam batas normal

Kesadaran :Composmentis; GCS : E 4V5M6 Orientasi :Orang(baik),Waktu(baik),Tempat(baik),Situasi(baik). Daya Ingat :Baru (baik), Lama (kurang baik) Pemeriksaan Anggota Gerak Pemeriksaan Gerakan Sensibilitas Kekuatan Tonus Klonus Trofi Ekstremitas Superior (D/S) Bebas/ Terbatas + N / +N 5-/3 N/ -/Eutrofi Ekstremitas Inferior (D/S) Bebas/ Terbatas +N / +N 5-/3 N/ -/Eutrofi

Reflek fisiologis Refleks Biseps Triseps Brachioradialis Patella Achiles Dextra/Sinistra +N/N +N/N +N/N +N/N +N/N

Reflek Patologis Refleks Babinski Chaddock Openheim Gordon Schaeffer Gonda Ekstremitas Dextra Ekstremitas Sinistra -

Pemeriksaan Syaraf Kranialis N I. OLFAKTORIUS Daya pembau : kanan simetris dengan kiri N II. OPTIKUS Daya penglihatan : Normal, kanan dan kiri simetris
42

Pengenalan warna Medan penglihatan Arteri/ vena Perdarahan N III. OKULOMOTORIUS Ptosis Gerak mata Medial Atas Bawah Ukuran pupil Bentuk pupil

: Normal, kanan dan kiri simetris : Normal : Normal : Tidak ditemukan

: Tidak ditemukan

: Positif : Positif : Positif : 3 mm : Bulat : Positif, simetris kanan dan kiri

Refleks cahaya langsung

Refleks cahaya tak langsung : Positif, simetris kanan dan kiri Strabismus difergen Diplopia N IV. TROKLEARIS Gerak mata ke lateral bawah : Positif Strabismus konvergen Diplopia N V. TRIGEMINUS
43

: Negatif : Negatif

: Negatif : Negatif

Menggigit Membuka mulut Sensibilitas Atas Tengah Bawah Refleks kornea Refleks bersin Refleks maseter Refleks zigomatikus N VI. ABDUSEN Gerakan mata ke lateral Strabismus konvergen Diplopia N VII. FASIALIS Kerutan kulit dahi Kedipan mata Lipatan naso labial Sudut mulut Mengerutkan dahi Mengerutkan alis

: Positif : Positif

: Positif : Positif : Positif : Positif : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

: Positif : Negatif : Negatif

: Positif, simetris antara kanan dan kiri : Positif, simetris antara kanan dan kiri : Simetris : Simetris : Positif, simetris antara kanan dan kiri : Positif, simetris antara kanan dan kiri
44

Menutup mata Meringis

: Positif, simetris antara kanan dan kiri : Simetris

Mengembangkan pipi : Simetris Tiks fasial Lakrimasi : Negatif : Negatif

Daya kecap lidah 2/3 depan : Tidak dilakukan Refleks glabella Tanda myerson Tanda chyostek Bersiul N VIII. AKUSTIKUS Mendengar suara bebisik : Positif, simetris antara kanan dan kiri Mendengar detik arloji : Positif, simetris antara kanan dan kiri. Tes rinne Tes weber Tes schwabach N IX. GLOSOFARINGEUS Arkus faring : Asimetris : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

Daya kecap lidah 1/3 belakang: Tidak dilakukan Refleks muntah Tersedak : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan
45

N X. VAGUS Denyut nadi Arkus faring Bersuara Menelan N XI. AKSESORIUS Memalingkan kepala Sikap bahu Mengangkat bahu Trofi otot bahu N XII. HIPOGLOSUS Sikap lidah Artikulasi Tremor lidah Menjulurkan lidah Kekuatan lidah Trofi otot bahu : Lidah mencong ke kiri : Tidak Jelas : Tidak ditemukan : Mencong ke kiri : Kurang : Normal : Positif : Positif : Bahu kiri tidak kuat angkat : Normal : 70 x/menit, teratur : Arkus faring : + kurang jelas : Positif

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG (LABORATORIUM) Tanggal 15 Januari 2013 (Pemeriksaan Kimia Klinik) Hasil Px GDS Ureum 171 mg/dL 57 mg/dL 10-50 Nilai Normal <110

46

Creatinin SGOT SGPT Natrium Kalium Chlorida Calsium

0,9 mg/dL 18 u/e 12 u/e

P <1,1 <37 <42

141 mmol/C135-155 3,8 mmol/C3,6-5,5 105 mmol/C95-108 8,1 mg/dl 8,1-10,4 109 mg/dL

Tanggal 16 Januari 2013 Gula Darah Puasa

Gula darah 2 jam PP 131 mg/dL AL : 6,2 x 103/L (4,5 11 x 103/L) AE : 5,98 x 103/L (4,5 5,5 x 103/L) Hb : 12,5 g/dL (14 18 g/dl) HT : 35,3 % (40 54%) MCV : 88,7 FL (85 100 FL) MCH : 31,4 Pg (28 31 Pg) MCHC : 35,4 g/dl (30 35 g/dl) AT : 221 x 103/L (150 450 x 103/L) Tampak lesi hipodens di daerah Capsula Interna Crus Anterior dextra dengan HU 21,2 Tak tampak kalsifikasi di daerah Ganglion Basalis Sulcus dan Gyrus DBN Falk Cerebri dan Fissura Sylvii Dextra/ Sinistra DBN Tak tampak midline shifting Pons dan Cerebelum DBN

Pemeriksaan Darah Rutin (15 Januari 2013)

Pemeriksaan CT Scan :

Kesan: Gambaran SNH di daerah Capsula Interna Crus Anterior Dextra E. DIAGNOSA
47

Diagnosa klinis : - Hemiparesis sinistra et causa SNH Hipertensi grade II Uremia Anemia Parese N. XI dan XII kiri

Diagnosa topik : tromboli pada hemisferium dextra Diagnosa etiologi : Stroke non hemoragik F. HASIL FOLLOW UP 16 Januari 2013 S: pasien masih merasakan lemes, tapi tangan dan kaki merasa lebih enak daripada kemarin, pusing (+) O : Compos mentis TD : 160/90 mmHg E4V5M6 pupil isokor 3/3 mm + + + + Refleks fisiologis

Refleks patologis

5 5 Ass: SNH 18 Januari 2013

3+ 3+

Kekuatan Otot

S: tangan kanan dan kiri terasa lebih ringan, tapi pasien merasa belum kuat, badan terasa pegel-pegel, pusing (+)
48

O : Compos Mentis TD Nadi : 150/80 mmHg : 84x/ menit

pupil isokor Suhu : 36,5 Nafas : 32x/ menit + + + + Refleks fisiologis

+ +

+ +

Refleks patologis

5 5 Ass : Susp. SNH 19 Januari 2013

3+ 3+

Kekuatan Otot

S: pusing (+) kadang, tangan dan kaki mulai ada kekuatan, untuk duduk lebih kuat daripada sebelumnya. O: Compos mentis TD : 150/90 mmHg + + + + Refleks fisiologis E4V5M6

+ +

+ +

Refleks patologis

5 5

4449

Kekuatan otot

Ass : Susp. SNH 20 Januari 2013 S: pusing (-) kadang, tangan dan kaki lebih kuat dari kemarin. O: Compos mentis TD : 150/90 mmHg + + + + Refleks fisiologis E4V5M6

+ +

+ +

Refleks patologis

5 5 Kekuatan otot

4 4

Ass : Susp. SNH G. PENATALAKSANAAN Terapi Umum Monitor keadaan umum dengan 5 B o Breath : oksigenasi, pemberian oksigen dari luar

50

o Blood

: usahakan aliran darah ke otak semaksimal mungkin dan

pengontrolan tekanan darah pasien o Brain : menurunkan tekanan intrakranial dan menurunkan edema serebri

o Bladder : dengan pemasangan kateter kontrol keseimbangan cairan. o Bowel : kontrol defekasi, beri asupan nutrisi yang memadai. Terapi Khusus Farmakologi Infus RL 20 tpm 6 x 50 cc 2 x 3 gr 3x1 2x1 2x1 Infus Manitol Inj. Piracetam Inj. Sohobion Inj. Ranitidine MAD Non Farmakologi Pasien diberikan edukasi seputar penyakitnya, diantaranya: o Motivasi penderita untuk tetap rajin kontrol post stroke dan latihan rutin agar dapat beraktivitas sehari-hari seperti biasanya. o Menjelaskan tentang faktor resiko stroke dan bagaimana pecegahannya o Motivasi menjaga asupan makanan rendah garam agar hipertensi terkontrol. o Menjelaskan pentingnya program rehabilitasi medik untuk

mengoptimalkan fungsi ekstremitas dan mencapai kesembuhan yang optimal o Motivasi keluarga pasien agar selalu memberi dukungan dan semangat psikologis pada pasien untuk membantu proses penyembuhan.

51

Program Rehabilitasi Medik : - Kelemahan anggota gerak kiri - Kelemahan pada N XII - Kesulitan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) / ADL - Status gizi kurang. - Pasien merasa cemas dengan penyakitnya dan biaya yang ditangung untuk mengobati penyakitnya - Kurangnya perhatian dari anak-anaknya a. Fisioterapi : Problem : kelemahan sistem muskuloskeletal pada ekstremitas atas dan bawah tubuh bagian kiri. Program : o Memelihara atau menambah kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah tubuh bagian kiri dengan exercise. o Memelihara ROM sendi lengan dan tungkai o Mengurangi spastisitas dan mencegah kontraktur o Infra Red b. Speech terapist Problem : adanya kelemahan pada N.XII seperti lidah mengarah ke arah yang sakit Program : o Latihan senam lidah kearah kanan dan kiri
52

o Latihan a, i, u, e, o supaya artikulatio bertambah jelas. c. Terapi Okupasi Problem : tidak dapat melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan sendiri. Program : o Melatih pasien untuk latihan bekerja, seperti apa yang biasanya dilakukan sendiri, melatih kekuatan duduk, berdiri dan berjalan. o Melakukan kegiatan sehari-hari sendiri tanpa bantuan orang lain, misalnya berpakaian, makan, dan kebersihan pribadi. o AKS/ADL secara luas berkaitan dengan aspek psikologis, komunikasi, dan sosial. d. Social Worker Problem : pasien merupakan seorang pensiunan yang tinggal bersama suaminya, semua anaknya tidak tinggal bersama, status gizi pasien cukup Program : o Motivasi penderita untuk tetap rajin latihan rutin agar dapat beraktivitas sehari-hari seperti biasanya. o Motivasi menjaga asupan makanan untuk membantu proses penyembuhan. o Motivasi keluarga pasien agar selalu memberi dukungan dan semangat kepada pasien serta membantu program latihan pasien bila sudah dirumah nanti. e. Psikologi Problem : Pasien merasa cemas dengan penyakitnya dan biaya yang harus ditanggung untuk mengobati penyakitnya.

53

Assessment : pasien merasa cemas dengan penyakitnya. Program : o kontrol psikoterapi. o motivasi untuk rajin latihan. o penjelasan pada penderita dan keluarga tentang penyakitnya dan hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan. o Memotivasi keluarga untuk mendukung kesembuhan pasien. H. PROGNOSIS Sanam Vitam Fungsionam : Dubia ad malam : Dubia ad malam : Dubia ad malam

54

PEMBAHASAN Pada saat pagi hari bangun dari tidur sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan terasa lemas dan sulit digerakkan pada bagian tangan kiri dan kaki kiri. Selain itu pasien juga mengalami kesulitan berjalan setelah bangun tidur. Padahal sebelumnya pasien masih kuat untuk berjalan dan tidak pernah mengalami kelemahan gerak bagian tangan maupun kaki. Pasien mengalami pusing, mual (-), muntah (-). Beberapa hari sebelum keluhan muncul, pasien tidak mempunyai riwayat jatuh. Pasien mempunyai riwayat hipertensi namun pasien tidak rutin memeriksakan tekanan darahnya dan jarang mengonsumsi obat antihipertensi. Vital Sign : Denyut nadi Pernafasan Suhu Pemeriksaan 70x/menit (datang) 22x/menit (datang) afebris (datang) Ekstremitas 88x/menit 150/90mmHg 20x/menit afebris Ekstremitas Tekanan Darah 180/90mmHg (datang)

Superior (D/S) Inferior (D/S) Gerakan Bebas/ Terbatas Bebas/ Terbatas Sensibilitas + N / +N +N / +N Kekuatan 5-/3 5-/3 Tonus N/ N/ Klonus -/-/Trofi Eutrofi Eutrofi Reflek Fisiologis +/+ +/+ Reflek Patologis -/-/Pemeriksaan N XI : bahu kiri tidak dapat diangkat N XII : untuk menjulurkan lidah mencong ke kiri Skor siriraj pada pasien : = (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x vomitus) + (10% x diastole) (3 x petanda ateroma) 12 = (2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 0) + (10% x 90) (3 x 0) 12 = 0 + 2 + 0 + 9 0 - 12 = -1 (perlu dilakukan CT Scan)
55

Algoritma gadjah mada : 1. Penurunan kesadaran (-) 2. Nyeri kepala (+) 3. Refleks Babinsky (-) Skor Junaedi : 10,5 SNH Pemeriksaan Penunjang : GDS 171 mg/dL Ureum 57 mg/dL Creatinin 0,9 mg/dL SGOT 18 u/e SGPT 12 u/e Natrium 141 mmol/C Kalium 3,8 mmol/C Chlorida 105 mmol/C Calsium 8,1 mg/dl Gula Darah Puasa 109 mg/dL Gula darah 2 jam PP 131 mg/dL CT Scan : SNH di daerah Capsula Interna Crus Anterior Dextra Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka dapat ditegakkan diagnosis : o Hemiparese Sinistra et causa SNH o Hipertensi grade II o Anemia o Uremia o Parese N XI dan XII kiri Faktor resiko yang dapat dimodifikasi pada pasien diantaranya adalah adanya riwayat penyakit hipertensi, adanya penyakit jantung, dan kurangnya aktivitas fisik. Sedangkan pada faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia serta adanya faktor genetika. Pengobatan yang diberikan pada pasien ini antara lain: Terapi Umum
56

PIS

Monitor keadaan umum dengan 5 B o Breath : oksigenasi, pemberian oksigen dari luar o Blood : usahakan aliran darah ke otak semaksimal mungkin dan

pengontrolan tekanan darah pasien o Brain : menurunkan tekanan intrakranial dan menurunkan edema serebri

o Bladder : dengan pemasangan kateter kontrol keseimbangan cairan. o Bowel : kontrol defekasi, beri asupan nutrisi yang memadai. Terapi Khusus Farmakologi o Infus RL 20 tpm : Untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh, dan

sebagai jalur masuk obat o Infus Manitol 6 x 50 cc : berguna untuk menyerap cairan untuk dibawa keluar ( zat hiperosmolar ) dan menurunkan tekanan intrakranial o Inj. Piracetam 2 x 3 gr : untuk melindungi jaringan otak dan melancarkan peredaran darah mikrosirkuler otak. Indikasi : pengobatan infark serebral :

Kontraindikasi -

Penderita dengan insufisiensi ginjal yang berat (bersihan kreatinin < 20mL/min)

Penderita yang hipersensitif terhadap piracetam atau derivate pirolidon lainnya, termasuk komponen obat.

Penderita dengan cerebral haemorrhage.

o Inj. Sohobion 3x1 : sebagai neurotropik, vitamin.


57

Komposisi : vitamin B1, Vitamin B6 100mg dan Vitamin B12 5000 g Kemasan : Ampul 3 mL Indikasi :

Pengobatan dan pencegahan kekurangan vitamin B1, Vitamin B6 dan Vitamin B12.

Neuritis (radang saraf) dan polyneuritis (degenerasi saraf-saraf tepi secara serentak dan simetris)

Vitamin B1 berperan sebagai koenzim pada dekarboksilasi asam feto-keto dan berperan dalam metabolism karbohidrat. Vitamin B6 di dalam tubuh berubah menjadi piridoksal fosfat dan piridoksamin fosfat yang dapat membantu dalam metabolisme protein dan asam amino. Vitamin B12 berperan dalam sintesa asam nukleat. Dosis : 1 ampul sehari secara intramuscular (IM)

o Inj. Ranitidine 2x1 : merupakan obat untuk mengurangi nyeri pada perut Indikasi : Pengobatan jangka pendek tukak usus 12 jari aktif, tukak lambung aktif, mengurangi gejala refluks esofagitis. Terapi pemeliharaan setelah penyembuhan tukak usus 12 jari, tukak lambung. Pengobatan keadaan hipersekresi patologis

Kontraindikasi : hipersensitif terhadap ranitidine Cara kerja : histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.
58

Dosis : Injeksi i.m.: 50 mg (tanpa pengenceran) tiap 6 8 jam. Injeksi i.v. : intermittent 2ml 3-4x/hari o MAD 2x1 : Komposisi : Asam Mefenamat 300mg, Diazepam 0,1mg Indikasi : analgesik Kontraindikasi : hipersensitif o Amlodipin 1x1: Komposisi : tablet 5 mg Indikasi : sebagai antihipertensi Kontraindikasi : pada pasien yang hipersensitif terhadap amlodipine dan golongan dihidropiridin lainnya. Cara Kerja : antagonis kalsium golongan dihidropiridin (antagonis ion kalsium) yang menghambat influks (masuknya) ion kalsium melalui membran ke dalam otot polos vaskular dan otot jantung sehingga mempengaruhi kontraksi otot polos vaskular dan otot jantung. Amlodipine menghambat influks ion kalsium secara selektif, di mana sebagian besar mempunyai efek pada sel otot polos vaskular dibandingkan sel otot jantung. Penatalaksanaan farmakologis yang diberikan pada pasien ini telah sesuai, akan tetapi terdapat beberapa farmakologi yang perlu ditambahkan diantaranya : o Aspilet 1x1 : digunakan sebagai trombolitik dimana pada pasien ini dicurigai adanya rupturnya trombus pada usia tua. Komposisi : Asam Asetilsalisilat 80 mg

59

Cara kerja obat

Aspilet mengandung asam asetilsalisilat dengan buffer, bekerja dengan mempengaruhi pusat pengatur suhu di hypothalamus sehingga dapat menurunkan demam, dan menghambat pembentukan prostaglandin sehingga dapat meringankan rasa sakit. Indikasi : untuk menurunkan demam, meringankan sakit kepala, sakit gigi dan nyeri otot Kontraindikasi :

Penderita yang hipersensitif (termasuk asma) Penderita tukak lambung (maag) Penderita yang pernah atau sering mengalami pendarahan di bawah kulit (hematoma)

Penderita hemophilia dan trombositopenia. Karena dapat meningkatkan resiko terjadinya pendarahan.

Penderita yang sedang diterapi dengan antikoagulan. : mual dan muntah. Pemakaian jangka panjang dapat terjadi

Efek samping

perdarahan lambung, tukak lambung. o Citicoline 2x 250mg : digunakan sebagai neuroprotektan, dimana pemberian citicoline dapat meningkatkan aliran darah otak, menghambat radikal bebas sehingga aliran darah ke daerah infark lebih tercukupi dengan penggunaan citicoline. Citicolin adalah psychostimulant, merupakan zat kimia di otak yang terjadi secara alamiah dalam tubuh. Indikasi :

60

untuk meningkatkan zat kimia otak (phosphatidylcholine), penting untuk fungsi otak, mengurangi kerusakan jaringan otak ketika otak terluka.

Dosis

: 250 500 mg/ hari melalui (intramuscular) atau melalui pembuluh darah (intravenous), hingga 1 gr/ hari

Efek samping

: stimulasi parasimpatetik, hipotensi

o Viliron 1x1 : sebagai memperbaiki pembentukan sel darah untuk anemianya. Komposisi : Vitamin B1 3 mg, Vitamin B2 2 mg, Vitamin B6 HCl 1mg, Vitamin B12 2 mg, Vitamin C 25mg, Folic Acid 200mg, Ca Pantothenate 3mg, Niacinamide 20mg, Dessicated liver extr 15mg, Fe 15mg, Copper 300 mcg, Dioctyl Na Sulfosuccinate 20mg. Indikasi : Hematinik. Non Farmakologi Pasien diberikan edukasi seputar penyakitnya, diantaranya: o Motivasi penderita untuk tetap rajin kontrol post stroke dan latihan rutin agar dapat beraktivitas sehari-hari seperti biasanya. o Menjelaskan tentang faktor resiko stroke dan bagaimana pecegahannya o Motivasi menjaga asupan makanan rendah garam agar hipertensi terkontrol. o Menjelaskan pentingnya program rehabilitasi medik untuk

mengoptimalkan fungsi ekstremitas dan mencapai kesembuhan yang optimal o Motivasi keluarga pasien agar selalu memberi dukungan dan semangat psikologis pada pasien untuk membantu proses penyembuhan. Program Rehabilitasi Medik :
61

Problem : - Kelemahan anggota gerak kiri - Kelemahan pada N XII - Kesulitan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) / ADL - Status gizi kurang. - Pasien merasa cemas dengan penyakitnya dan biaya yang ditangung untuk mengobati penyakitnya - Kurangnya perhatian dari anak-anaknya a. Fisioterapi : Problem : kelemahan sistem muskuloskeletal pada ekstremitas atas dan bawah tubuh bagian kiri. Program : o Memelihara atau menambah kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah tubuh bagian kiri dengan exercise. o Memelihara ROM sendi lengan dan tungkai o Mengurangi spastisitas dan mencegah kontraktur o Infra Red b. Speech terapist Problem : adanya kelemahan pada N.XII seperti lidah mengarah ke arah yang sakit Program : o Latihan senam lidah kearah kanan dan kiri
62

o Latihan a, i, u, e, o supaya artikulatio bertambah jelas. c. Terapi Okupasi Problem : tidak dapat melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan sendiri. Program : o Melatih pasien untuk latihan bekerja, seperti apa yang biasanya dilakukan sendiri, melatih kekuatan duduk, berdiri dan berjalan. o Melakukan kegiatan sehari-hari sendiri tanpa bantuan orang lain, misalnya berpakaian, makan, dan kebersihan pribadi. o AKS/ADL secara luas berkaitan dengan aspek psikologis, komunikasi, dan sosial. d. Social Worker Problem : pasien merupakan seorang pensiunan yang tinggal bersama suaminya, semua anaknya tidak tinggal bersama, status gizi pasien cukup Program : o Motivasi penderita untuk tetap rajin latihan rutin agar dapat beraktivitas sehari-hari seperti biasanya. o Motivasi menjaga asupan makanan untuk membantu proses penyembuhan. o Motivasi keluarga pasien agar selalu memberi dukungan dan semangat kepada pasien serta membantu program latihan pasien bila sudah dirumah nanti. e. Psikologi Problem : Pasien merasa cemas dengan penyakitnya dan biaya yang harus ditanggung untuk mengobati penyakitnya serta kurangnya perhaian dari anakanaknya.
63

Assessment : pasien merasa cemas dengan penyakitnya dan kurangnya perhatian. Program : o kontrol psikoterapi. o motivasi untuk rajin latihan. o penjelasan pada penderita dan keluarga tentang penyakitnya dan hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan. o Memotivasi keluarga untuk mendukung kesembuhan pasien dan memberi nasehat supaya anak-anaknya lebih perhatian kepada kedua orangtuanya. PROGNOSIS Sanam Vitam Fungsionam : Dubia ad malam : Dubia ad malam : Dubia ad malam

64

DAFTAR PUSTAKA Misbach, Jusuf. 1999. STROKE Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Price, Sylvia Anderson. 2005. Penyakit Serebrovaskular dan Nyeri Kepala dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC. Lumbantobing, SM. 1981. Edema Otak dalam Kedaruratan dan Kegawatan Medik. Jakarta: FKUI. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2007. Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan keenam editor Harsono. Yogyakarta: Gadjah Mada university press. Feigin, Valery. 2006. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. Mardjono, Mahar. 2006. Mekanisme gangguan vaskuler susunan saraf dalam Neurologi klinis dasar edisi Kesebelas. Jakarta: Dian Rakyat. Sunaryo R. Obat yang Mempengaruhi Air dan Elektrolit. Dalam: Ganiswara SG, Setiabudy Rp, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, 1996. Ed. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-4. Jakarta: Gaya Baru.

65

You might also like