You are on page 1of 3

ABSTRACT

Artikel ini berisi tentang pemikiran dan

Pada awal tulisan, penulis ingin merangkum pengelolaan sampah yang ada di Jepang terutama di daerah Osaki. Di Jepang, hal yang pertama kali dilakukan dalam reformasi pengelolaan sampah adalah dengan menginisiasi perilaku 3R, yakni reduce, reuse, dan recycle. Tentu hal ini juga sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia yang mempunyai tingkat pendidikan yang mapan. Bahkan di sekolah-sekolah di Indonesia pun sudah diajarkan sejak dini mengenai 3R. Konsepnya mereka namakan a Sound Material-Cycle Society, dimana diartikan sebagai suatu komunitas yang mengkonsumsi sumber daya alam mempunyai keinginan untuk mengkonservasi dan mengurangi beban lingkungan yang muncul akibat adanya timbulan sampah yang mereka hasilkan, dengan jalan mengurangi (reduce) sebisa mungkin, dan juga mempromosikan penggunaan daur ulang yang tepat serta pembuangan suatu produk. Dalam implementasinya, konsep Sound Material-Cycle Society harus mempunyai dasar hukum yang baik dimana terdapat regulasi yang mengatur manajemen persampahan beserta utilisasi yang efektif. Peraturan dan pertanggungjawaban juga tidak serta merta dilimpahkan kepada pemerintah sepenuhnya tetapi didukung pula oleh kalangan bisnis dan masyarakat. Jepang juga telah berhasil mengurangi timbulan sampahnya dalam kurun waktu 2000-2009 disertai juga dengan tren kenaikan laju recycle dari limbah perkotaan. Otomatis dalam final disposal-nya, atau di Indonesia popular dengan nama TPA (Tempat Pemrosesan Akhir), Jumlah sampah perkotaannya semakin menurun sehingga beban lingkungan menjadi berkurang. Dalam mekanisme di sumber, sampah dikumpulkan dengan memisahkan sampah hingga beberapa puluh fraksi. Bahkan sampah botol masih bisa dipilah berdasarkan warnanya. Ada 4 jenis besar sampah yang mempunyai mekanisme yang berbeda dalam aliran pengelolaannya. Untuk Recyclable waste, sampah dipilah di sumber menjadi beberapa bagian, lalu dikumpulkan ke stasiun sampah. Di stasiun sampah, pengumpulannya kembali dipilah untuk kemusian diangkut ke Intermediate Treatment Plant. Sampah dipadatkan dan dipaketkan dalam suatu kemasan, lalu dikirim ke Recycler. Untuk kitchen waste, mekanisme nya hamper sama tetapi sampai di stasiun sampah, kitchen waste lalu dikirim ke Composting Plant untuk kemudian di jual dan didistribusikan untuk keperluan lahan pertanian. Yang ketiga adalah Bulky Waste, dimana dari masin-masing rumah, sampah langsung dikirim ke Intermediate Treatment Plant untuk kemudian di jual kempbali ke pasar loak, recycler, ataupun ke landfill. Terakhir, untuk

general waste, sampah dari stasiun langsung dikirim ke landfill, karena sudah tidak mempunyai nilai guna. Tanggapan Menurut saya paradigma dari konsep a Sound Material-Cycle Society sudah bisa Perlu adanya perubahan paradigma dalam menyikapi hal ini.Paradigma lama yang memposiskan TPA menjadi tujuan akhir dari sampah terbukti gagal.Banyak permasalahan yang timbul dimulai dari beban TPA, penyediaan lahan, dampak pencemaran yang timbul dari TPA hingga keberlanjutan lahan TPA yang sudah ditutup. Dengan luasan DKI Jakarta yang terbatas disertai dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi, TPA eksisting yang saat ini beroperasi yaitu TPA Bantar Gebang tidak akan mampu lagi menampung sampah warga Jakarta dalam beberapa waktu ke depan. Berdasarkan hal tersebut, penulis menawarkan solusi dalam suatu metode pengelolaan sampah dengan menghilangkan ketergantungan terhadap TPA. Metode ini berusaha menghidupkan reverse chain (rantai kebalikan) dari suatu proses daur hidup suatu material dengan menyambungkan kembali rantai pemakaian ke pemasok (retailer) menuju ke pengepul dan kembali menuju industri. Metode tersebut dinamakan Metode Divided TransitMaterial Processes.
Solusi yang ditawarkan pada Metode Divided Transit-Material Processes pada pengelolaan limbah padat domestik adalah dengan melakukan pengurangan sampah yang diangkut menuju TPA dengan sistem desentralisasi. Metode ini mengubah pemikiran sampah mulai dari penamaan sampah itu sendiri, tujuan akhir sampah yang bukan lagi menuju TPA, serta pemanfaatan sampah itu sendiri sehingga terbentuk rantai pengelolaan sampah yang tidak terputus sampai ke pembuangan, tetapi berlanjut sampai ke proses produksi kembali. Metode ini juga tidak butuh dukungan dana maupun menunggu Undang-Undang pemerintah, maupun political will dari pemimpin setempat karena yang dibutuhkan hanya kesadaran melalui sosialisasi dan juga manajemen pengelolaan yang baik

You might also like