You are on page 1of 18

1

BAB I: PENDAHULUAN
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bersosialisasi (sozialed), memerlukan tiga proses. Dimana masing-masing proses tersebut terpisah dan sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Sikap anak-anak terhadap orang lain dalam bergaul sebagian besar akan sangat tergantung pada pengalaman belajarnya selama tahun-tahun awal kehidupan, yang merupakan masa pembentukan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Maka ada empat faktor yang mempengaruhinya : Pertama, kesempatan yang penuh untuk bersosialisasi adalah penting bagi anak-anak. Kedua, dalam keadaan bersama, anak tidak hanya harus mampu berkomunikasi dalam kata-kata yang dapat dimengerti orang lain, tetapi juga harus mampu berbicara tentang topik yang dapat dipahami dan dapat menceritakannya secara menarik kepada orang lain. Ketiga, anak akan belajar bersosialisasi jika mereka mempunyai

motivasi untuk melakukannya. Keempat, metode belajar yang efektif dengan bimbingan yang tepat adalah penting. Istilah school adjustment memang mempunyai banyak definisi, satu diantaranya adalah hasil dari usaha anak untuk beradaptasi dengan tuntutan dari lingkungan sekolah. Usaha untuk beradapatasi ini memerlukan sejumlah

keterampilan sosial sehingga anak mampu menyelesaikan masalah di sekolah, yang diantaranya adalah tuntutan dari guru, dari teman, dan dari lingkungan sekolah. Masalah penyesuaian diri di sekolah menimbulkan efek yang menetap dan bertumpuk-tumpuk; masalah yang muncul pada awal karir sekolah anak sering menjadi masalah yang menetap karena factor sosial-psikologis (misalnya

penyimpangan reputasional dan self fulfillment prophecies: tanpa menyadari melakukan sesuatu, orang lalu bertingkah laku seperti yang diharapkan orang lain kepada dirinya untuk bertingkah laku sedemikian) atau memperburuk keadaan saat kesulitan mulai muncul dan menghambat perkembangan selanjutnya. Dari dukungan-dukungan yang diterima anak, yang paling potensial dan penting adalah dukungan dari teman kelas. Penelitian menunjukkan bahwa masalah utama anak saat mereka masuk dan berkembang ke jenjang berikutnya adalah hubungan pertemanan. (Levine, 1966; rekeiten, 1961). Kualitas pertemanan anak pada masa ini menentukan kegagalan/keberhasilan pada masa remaja. Karena pertemanan menjadi sumber pendukung maupun sumber stress bagi anak.

BAB II
2. 1 OBSERVASI PERILAKU: Perkembangan Sosial Pada Masa Anak-Anak Akhir
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bersosialisasi (sozialed), memerlukan tiga proses. Dimana masing-masing proses tersebut terpisah dan sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Menurut Hurlock (1996) tiga proses dalam perkembabangan sosial adalah sbb: 1. Berprilaku dapat diterima secara sosial Untuk dapat bersosialisasi, seseorang tidak hanya harus mengetahui prilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan prilakunya sehingga ia bisa diterima sebagain dari lingkungan sosial tersebut. 2. Memainkan peran di lingkungan sosialnya. Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat memenuhi tuntutan yang diberikan kelompoknya. 3. Memiliki Sikap yang positif terhadap kelompok Sosialnya Jika seseorang disenangi berarti, ia berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri.

2.2 TUJUAN UMUM: Mengetahui Perilaku Sosial pada Masa Taman Kanak-Kanak
Pola Perilaku sosial anak TK adalah kerja sama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empati, keter-gantungan, sikap ramah, tidak mementingkan diri sendiri, meniru, dan perilaku kelekatan. Materi pembelajaran pengembangan sosial di TK, meliputi cinta dan kasih sayang, empati, afiliasi, identifikasi, disiplin, tolong-menolong dan tanggung jawab.

2.3 TUJUAN KHUSUS: Mengetahui Perilaku Pertemanan dan Penyesuaian Diri pada Masa kanak-Kanak
Selama masa pertengahan dan akhir, biasanya anak lebih banyak meluangkan aktunya dalam berinterkasi dengan teman sebaya. Dalam suatu investivigasi, diketahui bahwa waktu yang digunakan untuk anak-anak berinteraksi dengan teman sebayanya sebanyak 40 persen pertahun (Baker & Wright, 1951). Episode bersama teman sebaya berjumlah 299 hari sekolah. Pada masa akhir anak-anak mereka telah menjalin persahabatan dengan teman sebaya dan mulai memasuki usia gang, yaitu usaha yang pada saat itu kesadaran sosial berkembang pesat dan telah menjadi pribadi sosial yang merupakan salah salah satu tugas perkembangan yang utama dalam periode ini.

BAB III LAPORAN OBSERVASI


Nama Tanggal Observasi : Stella Aurella : 1. 8 April 2009 2. 20 April 2009 Tanggal Lahir Tanggal Pembuatan Laporan : Jumat, 24 april 2009 OBSERVER : 1. Esa Mariya Puspitasari 2. M. Musadat Jam 08.00 s/d 10.00WIB Jam 08.00 s/d 09.45WIB

3.1 DESKRIPSI KLIEN

1. FISIK : a. Bentuk badan Lala tergolong sedang untuk anak seusianya. Dia tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk. Tinggi badannya kurang lebih 100 meter termasuk standar bila dibandingakan dengan teman-temannya yang bertubuh kurus dan gemuk.

b. Dalam berpakaian, Lala (nama panggilan Stella Aurella), termasuk dalam kategori rapi. Tidak terdapat lipatan baju yang menandakan kalau pakaian yang ia kenakan tidak disetrika. Dan dilihat dari segi kebersihan, Lala juga termasuk daqlam kategori anak yang berpakaian bersih. Walaupun terdapat beberapa bekas cat di bajunya, hal tersebut tidak memberikan nilai minus. c. Lala termasuk anak perempuan dengan kulit sawo matang seperti kebanyakan anak Indonesia lainnya. d. Bentuk mata Lala bulat besar bewarna coklat kehitaman. e. Gigi depan atas menghitam dan hampir habis. f. Hidung tidak terlalu mancung dan tidak terlalu pesek.

2. PERILAKU : a. Lebih banyak diam jika tidak diajak mengobrol terlebih dahulu. b. Lebih suka untuk tidak mengawali pembicaraan. c. Dapat berkomunikasi secara baik dengan tman-temannya. d. Gaya berkomunikasinya tidak hanya dalam bentuk verbal tapi juga nonverbal melalui senyuman. e. Tidak terpengaruh dengan tingakah laku teman dalam kelompoknya yang menunjukkan perilaku interaksi sosial yang negatif. f. Menjadi pendengar yang baik ketika temannya bercerita.

3.2 SETTING TEMPAT OBSERVASI : 1. Ruangan kelas TK B3 Asyiyah Bustanul Athfali I Candi, Sidoarjo. a. Terdapat tirai besar warna hitam di jendela untuk menutupi sinar matahari yang menyilaukan dari luar gedung sekolah.

b. Ruang kelas ditata dengan permainan warna yang ceria. c. Terdapat delapan bangku terpisah yang kemudian bisa dijadikan satu dengan membaginya menjadi dua kelompok.

d. Terdapat beberapa hasil kerajinan tangan yang di tempel di dinding. e. Peraturan tata tertib dan segala kewajiban yang harus dikerjakan subyek juga tertempel dengan rapi di dinding. f. Di samping bangku, terdapat bagian ruangan untuk mengawali pelajaran. Dengan sebuah karpet permadani dan white board di depannya. Di tempat inilah siswa bernyanyi sebelum memulai pelajaran.

g. Terdapat loker-loker yang berguna untuk meletakkan tas dan peralatan lain. 2. Aula TK B3 Asyiyah Bustanul Athfali I Candi, Sidoarjo. a. Ruangan ini membagi antara TK A dan TK B. b. Di lantainya terhampar luas karpet permadani bewarna hijau, biru, dan merah. c. Di bagian depan terdapat seperangkat sound sistem beserta media player untuk memandu siswa bernyanyi dan berolahraga sebelum memasuki ruang kelas.

3.3 METODE OBSERVASI

Non Partisipan : Metode non partisipan adalah metode pengumpulan data dengan observer bertindak sebagai pengamat dan tidak ikut bergabung menjadi satu dengan subyek yang diobservasi. Di sisni observer hanya melihat apa yang dilakukan oleh subyek tanpa memberikan tanggapan atau respon seperti mengajaknya berkenalan, bercanda dll. Observer bertindak sebagai observer pasif; yaitu pengamat hanya ambil bagian sebqgai pengamat

dalam setting tenpat subyek berada dan tidak berinteraksi secara langsung dengan subyek.

3.4 ALAT OBSERVASI

Anecdotal: observer atau pengamat hanya mencatat hal-hal yang ia anggap penting dan termasuk dalam perilaku yang akan dia amati. Hal-hal tersebut harus mewakili apa yang di anggap observer atau pengamat se bagai tingkah laku yang istimewa dan dilakukan dengan sesegera mungkin. Dalam anecdotal, observer mencatat secara teliti apa dan bagaimana kejadiannya bukan bagaimana menurut pendapatnya.

Mechanical Devices: Kamera handphone dan Video

3.5 HAL-HAL YANG DITEMUKAN DALAM OBSERVASI

3.5.1 Observasi di TK ABA tanggal 8 April 2009 Pukul 08.00 s/d 10.00WIB
a. 08.00-08.20 Subyek bertemu dengan temannya dan memanggil nama temannya dengan nama panggilan. Dalam berkomunikasi dia cenderung bisa diterima dalam kelompok di mana dia berada. Dia juga mudah untuk menangkap pesan yang disampaikan oleh teman-temannya yang lain. b. 08.30-08.40 Subyek mengikuti gerakan senam yang diperagakan oleh guru di depan dengan riang bersama teman-temannya. Subyek tertawa lepas bersama teman-temannya jika terdapat gerakan guru yang salah.

10

c. 08.45-09.05 Stimulus yang diberikan guru dengan mudah ditangkapnya. Ia bernyanyi dengan lancar walau agak takut untuk mengeluarkan suaranya. Guru pengajar memberikan cara pengajaran yang menyenangkan .Subyek cenderung tidak mudah untuk menngawali suatu pembicaraan. Pada saat tertentu saja dia mau untuk mengawali komunikasi. Teman-temannya yang lain juga dapat berkomunikasi dengan mudah dengan subyek. d. 09.10-09.30 Dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, subyek mendengarkan dengan seksama tanpa banyak bicara. Lalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan diam di tempat.

Dia hanya berjalan ketika mengambil lem untuk menempelkan lembaran mata uang di kertas. Dan melihat hasil pekerjaan temannya yang lain. Dan ketika dia merasa ada kejanggalan dengan hasil pekerjaan temannya, dia memberitahukan mana yang salah. e. 09.40-10.00 Waktu salah seorang teman subyek mencoba melempar barang ke arahnya tanpa sengaja, pertama dia membalas tapi setelah temannya melempar kembali dia hanya menggeleng dan mendecak seperti mengatakan kalau perbuatan temannya itu tidak baik.

11

3.5.1 Observasi di TK ABA Tanggal 20 April 2009 Jam 08.00 s/d 09.45 WIB a. 08.00-08.30
Pelajaran bernayanyi dan mengucap syukur kepada Alloh, subyek bergaul dengan teman-temannya yang berjenis kelamin sama dengannya daripada dengan anak yang berlawanan jenis.

Dan ketika mereka mengobrol secara bersamaan, bahan obrolan tersebut adalah sesuatu yang menarik bagi kelompoknya. Hal itu dapat dilihat waktu temantemannya menyimak dia bercerita dengan serius. b. 08.35-09.00 Subyek yang ditanyai oleh guru pengajar menjawab dengan sopan dan dengan suara yang sedang. Waktu ingin bertanya, subyek tidak mau menyerobot teman-temannya yang juga ingin bertanya kepada guru. Dia dengan sabar menunggu guru untuk menunjuknya.

12

c. 09.05-09.45 Waktu beristirahat dia gunakan untuk memakan bekalnya dengan mengobrol dengan teman wanitanya baik di luar maupun dalam kelas. Waktu guru menyapa subyek dan mengajaknya berbincang-bincang subyek dapat mengikuti. Seperti pada waktu guru melucu, subyek ikut tertawa. Dan subyek dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru dengan ekspresi wajah yang menandakan kalau dia nyaman berada dalam kelompok sosialnya bersama dengan guru pembimbing.

13

BAB IV DASAR TEORI


4.1 REINFORCEMENT-AFFECT THEORY Barangkali penjelasan paling dasar terjadinya daya tarik interpersonal sehingga terbentuknya suatu hubungan adalah berasal dari konsep reinforcement, yaitu kita cenderung menyukai orang yang memberikan pengukuhan positif pada kita dan tidak menyukai orang yang memberikan pengukuhan negatif. Byrne dan Clore (1974), daya tarik interpersonal dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu proses belajar. Model ini mengasumsikan stimuli sapat diklasifikasikan sebagai imbalan dan hukuman. Dimana stimuli imbalan menimbulkan efek positif dan yang hukuman memberikan efek negatif. Evaluasi individi tentang orang lain didasarkan pada derajat afek positif atau negatif yang dialami dan stimuli netral diasosiasikan dengan afek tersebut sehingga menghasilkan afek netral. Jadi kita suka dengan orang lain dihubungkan dengan pengalaman yang baik dan tidak suka pada orang lain dihubungkan dengan pengalaman yang buruk

4.2 TEORI PERTUKARAN SOSIAL Teori pertukaran sosial pun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya terdiri atas orang-orang lain, maka kita dan orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melalui adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan, persahabatan - hanya akan langgeng manakala kalau semua pihak yang terlibat merasa teruntungkan. Jadi perilaku seseorang dimunculkan

14

karena berdasarkan perhitungannya, akan menguntungkan bagi dirinya, demikian pula sebaliknya jika merugikan maka perilaku tersebut tidak ditampilkan. Empat Konsep pokok Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini.

Ganjaran ialah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan sosial atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Nilai suatu ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain, dan berlainan antara waktu yang satu dengan waktu yang lain. Buat orang kaya mungkin penerimaan sosial lebih berharga daripada uang. Buat si miskin, hubungan interpersonal yang dapat mengatasi kesulitan ekonominya lebih memberikan ganjaran daripada hubungan yang menambah pengetahuan.

Biaya adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan individu atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak

menyenangkan. Seperti ganjaran, biaya pun berubah-ubah sesuai dengan waktu dan orang yang terlibat di dalamnya.

Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Bila seorang individu merasa, dalam suatu hubungan interpersonal, bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba. Misalnya, Anda mempunyai kawan yang pelit dan bodoh. Anda banyak membantunya, tetapi hanya sekedar supaya persahabatan dengan dia tidak putus. Bantuan Anda (biaya) ternyata lebih besar daripada nilai persahabatan (ganjaran) yang Anda terima. Anda rugi. Menurut teori pertukaran sosial, hubungan anda dengan sahabat pelit itu mudah sekali retak dan digantikan dengan hubungan baru dengan orang lain.

Tingkat perbandingan menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran baku ini dapat berupa pengalaman individu pada masa lalu atau

15

alternatif hubungan lain yang terbuka baginya. Bila pada masa lalu, seorang individu mengalami hubungan interpersonal yang memuaskan, tingkat perbandingannya turun. Bila seorang gadis pernah berhubungan dengan kawan pria dalam hubungan yang bahagia, ia akan mengukur hubungan interpersonalnya dengan kawan pria lain berdasarkan pengalamannya dengan kawan pria terdahulu. Makin bahagia ia pada hubungan interpersonal sebelumnya, makin tinggi tingkat perbandingannya, berarti makin sukar

4.3 TEORI KEADILAN Teori turunan dari teorI pertukaran sosial karena berpendapat bahwa 1. Pola hubungan manusia melibatkan proses tukar menukar supaya pertukaran tersebut menumbuhkan keharmonisan dan perasaaan senang atau kepuasan maka harus dilandasi prinsip keadilan. 2. Pertukaran yang dilakukan menuruti strategi minimal, yaitu usaha meminimalkan pengeluaran dan memaksimalkan ganjaran. Orang cenderung tetap meneruskan hubungan yang dipersepsikan memberi ganjaran dan menjauhi hubungan yang dipersepsikan terlalu besar pengeluarannya. 3. Tiap orang menggunakan tolak ukur yang berbeda dan mengembangkan harapan yang berbeda mengenai hasil yang diterima. Dan tergantung pada pengalaman masa lalu dan keputusan mengenai hasil yang diterima. Dan tingkat harga diri seseorang berhubungan erat dengan tingkat perbandingan. 4. Semakin besar situasi tidak adil, maka semakin besar motivasi memulihkan ke situasi adil. 5. Orang yang berbuat tidak adil akan mendapat hukuman.

16

BAB V KESIMPULAN
Berdasarkan hasil observasi yang didapat dan dihubungkan dengan dasar teori bahwa subyek mampu untuk berinteraksi dengan orang lain sehingga subyek dapat beradaptasi denga baik di lingkungan sekolah. Subyek mempunyai beberapa atribut hubungan sosial yang mendasari subyek dapat berinteraksi dengan orang lain dan dapat beradaptasi seperti: 1. Initiative: subyek bertemu dengan temannya dan memanggil nama temannya dengan nama panggilan. 2. Disclosure: ketika mereka mengobrol secara bersamaan, bahan obrolan tersebut adalah sesuatu yang menarik bagi kelompoknya. Hal itu dapat dilihat waktu teman-temannya menyimak dia bercerita dengan serius. 3. Emotional support: Dia hanya berjalan ketika mengambil lem untuk menempelkan lembaran mata uang di kertas. Dan melihat hasil pekerjaan temannya yang lain. Dan ketika dia merasa ada kejanggalan dengan hasil pekerjaan temannya, dia memberitahukan mana yang salah. 4. Conflict managment: Waktu salah seorang teman subyek mencoba melempar barang ke arahnya tanpa sengaja, pertama dia membalas tapi setelah temannya melempar kembali dia hanya menggeleng dan mendecak seperti mengatakan kalau perbuatan temannya itu tidak baik. Berdasarkan teori pengukuhan subyek berusaha untuk ditema oleh

kelompoknya dengan memberikan beberapa humor dan cerita yang membuat temantemannya tertarik sehingga membuat teman-temannya tersebut menyimak dengan serius. Selain itu, subyek melakukan hak tersebut untuk mendapatkan perhatian dari teman-temannya. Dalam teori pengkuhan diartikan bahwa perhatian dari temannya adalah pengukuhan positif. Sama seperti pada teori pertukaran sosial dan teori keadilan yang mengharapkan suatu timbal balik yang memuaskan keinginannya. Subyek menggunakan tolak ukur yang berbeda dan mengembangkan harapan yang berbeda

17

mengenai hasil yang diterima. Dan tergantung pada pengalaman masa lalu dan keputusan mengenai hasil yang diterima. Dan tingkat harga diri seseorang berhubungan erat dengan tingkat perbandingan.itu dicontohkan pada waktu seorang teman yang mencoba untuk mengganggunya dengan melempari subyek, subyek membalas pertama kali tapi selanjutnya hanya berdecak dan menggelengkan kepala. Itu menunjukkan bahwa subyek menilai kalau dia meneruskan perbuatannya dia akan bertengakar dengan temannya tersebut yang tidak akan memberikan keuntungan apa-apa selain hanya kerugian. Jumlah teman yang dimiliki dan bagaimana dia berinteraksi dengan temantemannya membuat subyek nyaman berada di sekolah dan dapat beradaptasi dengan baik. Pertemanan yang stabil menjadi sumber dukungan emosional bagi anak dalam menghadapi tuntutan sekolah yang semakin meningkat. Dalam kelompok sosialnya, subyek dapat menjalin hubungan yang baik tanpa memulainya dengan suatu yang menimbulkan permusuhan. Dan tidak ada pembedaan dalam kelompok yang dia masuki. Hal ini mempengaruhi proses adaptasi subyek. Subyek mempunyai tata krama yang dibuktikan dengan menjawab pertanyaan guru dengan sopan dan tidak menyerobot temannya yang lain untuk bertanya. Hal itu berhubungan dengan teori keadilan dengan menggunakan tingkat perbandingan. Dapat ditari kesimpulan bahwa kemampuan anak menyesuaikan

diridipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya adalah: Peran guru dalam membantu proses penyesuaian di sekolah berjalan baik dengan mecipatakan iklim kelas yang kooperatif dan nyaman. Keterampilan sosial yang subyek miliki. Keterampilan memiliki rasa humor Keterampilan menjalin persahabatan; Berperan serta dalam kelompok; Memiliki tata krama.

18

DAFTAR PUSTAKA
Hudaniah, Tri Dayakisni. Psikologi Sosial, Edisi Revisi. UMM Press, Malang, 2006. Hurlock, Elizabeth, B., Perkembangan Anak, Erlangga, Jakarta, 1993. Hurlock, Elizabeth, B., Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta, 2006. Monks, F.J Konoeks, AMP., Haditono, SR., Psikologi Perkembangan Dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2000. Mustafa, Hasan. .Perspektif dalam Psikologi Sosial. Santrock, Life Span Development, Boston: McGraww Hill College, 2003. www.ut.ac.id/perkembangaan sosial emosi pada taman kanak-kanak/diakses pada tanggal 11 maret 2008.

You might also like