You are on page 1of 11

Sinopsis Tutorial : 22 Akuatik dan Satwa Liar UP

Blok

:3

Nama : Eka Yanuarti

NIM : 08/KH/269153/06003

Learning objectives: I. Mengetahui tentang tingkah laku lumba-lumba.

II. Mengetahui tentang managemen lumba-lumba dalam penangkaran III. Mengetahui penyakit yang umum terjadi pada lumba-lumba.

Ringkasan belajar: I. Mengetahui tentang tingkah laku lumba-lumba A. Anatomi Fisiologis 1. Lubang hidungnya (blowhole) berubah menjadi lubang peniup pada bagian atas kepalanya berguna untuk pernapasan pada saat hewan itu berenang di permukaan air 2. Lebih ke belakang, terdapat cekungan di samping kepala yang merupakan posisi dari kuping namun tidak terdapat daun telinga 3. Memiliki leher yang pendek, tidak fleksibel dan pergerakan kepala yang terbatas 4. Rambut atau bulu pada mamalia laut berkurang atau bahkan menghilang, hal tersebut berhubungan dengan adaptasi mengurangi hambatan dalam pergerakan 5. Memiliki lapisan lemak dibawah kulitnya untuk mempertahankan kondisi tubuh tetap pada suhu 360-370 C, walaupun hidup pada lingkungan dengan suhu kurang dari 250 C dan mungkin dibawah 100. Lemak terdapat pula di bagian lain dari tubuh, pada organ seperti hati, jaringan otot dan didalam tulang dalam bentuk minyak, dengan jumlah sekitar 50 % dari berat tubuhnya B. Tingkah laku 1. Breaching: melakukan aktivitas melompat ke udara dengan kepala terlebih dahulu dan menjatuhkan diri kembali ke air sebagai suatu tanda, menghilangkan parasit yang

menempel pada tubuh mamalia tersebut, unjuk kekuatan, sekedar kesenangan dan suatu bentuk komunikasi pada kelompok 2. Salto: mampu melakukan lompatan yang sangat tinggi dan terkadang melakukan gerakan, berputar dan berbalik sebelum masuk kembali ke air dan gerakan ini disebut dengan aerials 3. Bowriding: aktivitas berenang yang dilakukan lumba-lumba mengikuti gerakan ombak yang terjadi akibat gerakan kapal dan mengikuti kapal tersebut 4. Spyhop: gerakan memunculkan kepala ke permukaan air. Gerakan ini berfungsi untuk mengamati keadaan disekitarnya karena jarak pandang di udara lebih jauh dibandingkan di dalam air 5. Lobtailing: gerakan mengangkat fluks atau ekor tersebut ke dalam air, hal ini

berkaitan dengan agresifitas lumba-lumba dan paus dengan salah satu cara berkomunikasi Lumba-lumba memiliki tingkah laku sosial yang ditandai dengan : 1. Greeting : lumba-lumba melakukan greeting pada beberapa keadaan ketika bertemu kelompoknya dengan cara berenang cepat diantara yang lainnya di permukaan air sambil ekornya digerakkan atau dengan cara mengeluarkan suara ; 2. Roughhousing : lumba-lumba dengan penuh semangat membuat keributan dan kegaduhan dengan menggunakan rostrum dan flukes untuk menyambut anaknya yang baru dilahirkan ; 3. Alloparental care : lumba-lumba muda berenang dan bermain bersama lumba-lumba dewasa lainnya (babysister) selama lebih dari 1 jam ketika ibunya mencari makan pada jarak beberapa ratus meter dari mereka.

Gambar 1. Anatomi lumba-lumba

Gambar 2. Anatomi kepala lumba-lumba.

II. Mengetahui tentang managemen lumba-lumba dalam penangkaran A. Lingkungan 1. Ada tiga sistem pemeliharaan/sistem pengairan menurut Fowler dan Miller: a. Terbuka (flow-through) Tidak membutuhkan filtrasi mekanik. b. Semi tertutup dan tertutup Membutuhkan filtrasi mekanik (dapat dengan pasir, atau campuran

antrasit/batubara keras, pasir, dan granit). Sistem tertutup membutuhkan treatment air yang lebih intensif karena airnya reused (dipakai lagi, karena hanya berputar 3

dalam filtrasi). Semi tertutup dan tertutup juga ada beberapa kesulitan dalam hal mengatur salinitas, alkalinitas dan pH. Perubahan alkalinitas atau pH dapat dipengaruhi oleh pakan, peralatan, dan urine. Hal itu dapat diatasi dengan pemberian bikarbonat dan garam karbonat. Infiltrasi mekanik digunakan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak berguna dan jugan organic carbone. 2. Kolam dibuat dengan ukuran lebarnya 2x panjang tubuh, dengan dasar tumpul, dan kedalaman + 4 meter. 3. Air dapat menggunakan air alami atau pun buatan dengan menambahkan garam. 4. Kondisi air yang dibutuhkan: salinitas 35/1000, pH 7,5-8,2, suhu 28oC. 5. Beberapa desinfektan dapat digunakan untuk mencegah berkembangnya bakteri coliform, misalnya yang berbahan dasar khlorin (pemberian di bawah 1 ppm; 50% dari total) dan ozone (500-600 millivolts). Pada dosis yang lebih tinggi justru menyebabkan kerusakan saluran respirasi, kulit, dan kornea. B. Pakan/nutrisi Seekor anak lumba-lumba akan berhenti menyusui sekitar 6 bulan, setelah itu diberi pakan sehari-hari seperti layaknya lumba-lumba dewasa. Seekor lumba-lumba dewasa memiliki kebutuhan pakan sebesar 4-5% dari berat badan keseluruhan per harinya, sedangkan lumba-lumba yang sedang bunting dan menyusui membutuhkan 8% (Anonim, 2000). Pakan lumba-lumba dapat berupa ikan-ikanan (mackarel, haring), creustacean, cumi. Selain itu, pada captive dolphin direkomendasikan untuk memberi suplemen. Kebutuhan vitaminnya: vit A 16000 IU; vit E 250 IU; vit C 250 mg; thiamin mononitrate 200 mg; riboflavin 15 mg; pyridoxine 15 mg; folic acid 500 mcg; biotin 250 mcg; pantothenic acid 15 mg. Pakan dapat diberikan berupa pakan segar, jika harus disimpan, dibekukan pada suhu -2o (Fowler dan Miller, ). C. Program test rutin kesehatan (Anonim, 2002) Hewan diberikan pelatihan fisik secara rutin, termasuk kultur blowhole dan darah, analisis urin. Dari informasi ini dapat mempermudah deteksi penyakit dini, treatment awal, dan mencegah penyakit serius. D. Catatan/recording status kesehatan (Anonim, 2002) Catatan meliputi hasil tes rutin dan pengukuran secara periodik. Informasi ini sebaiknya ada dalam dokumen khusus, atau disimpan dalam komputer secar sistematis agar mudah 4

untuk ditinjau kembali.

III. Mengetahui penyakit yang umum terjadi pada lumba-lumba. VIRAL a. Poxvirus/Tatto skin disease Etiologi Famili Poxviridae, virus DNA menyerang L.obscurus, D. Capensis, T.truncatus, dan P.spinipinnis (Bressem et.al., 2005) Patogenesis Virus ini menginduksi kekebalan humoral, dapat berkembang maupun

menghilangkan repon immun dan persisten di sel kulit, dan jarang menimbulkan kematian pada yang dewasa (neonatus dan anak tanpa immun protektif dapat matimempengaruhi jumlah populasi) (Bressem et.al., 2005) Gejala Klinis Terdapat tatto skin disease yang berupa lesi abu-abu, hitam atau kekuningan, berbentuk irreguler (yang lesinya disebut tatto) yang dapat terjadi pada berbagai bagian tubuh namun tergantung dari speciesnya (Bressem et.al., 2005). Diagnosis Dengan melihat gejala klinis berupa bentukan dan sebaran lesi, PCR. Terapi Self-limiting b. Papillomavirus Etiologi ds DNA dan termasuk famili Papillomaviridae. Genomnya sekitar 8kb (Bressem et.al., 2005) Patogenitas Dapat menular melalui kontak dengan luka, abrasi Gejala klinis Menyebabkan lesi hyperproliferative epithelial benigna pada kulit dan mukosa (kutil, papiloma, dan condyloma). Infeksi PVs yang berat dapat menginduksi invasive carcinoma. Prevalensi yang tinggi dari kutil pada daerah genital dilaporkan pada 5

L.obscurus, D. Capensis, T.truncatus, dan P.spinipinnis. Diagnosa Isolasi dan identifikasi, Uji serologis dengan PCR, histopatologi Terapi Terdapat self-limiting yang dipengaruhi oleh temperatur air c. Morbilivirus Etiologi Disebabkan oleh morbillivirus, famili paramixoviridae ss RNA negatif (Bressem et.al., 2005) Patogenesis Penularan dengan kontak langsung atau secara aerosol (respiratory)(Fowler dan Miller ) Gejala klinis Kurus, gangguan respirasi, encephalitis, biasanya diikuti infeksi sekunder, baik bakterial, mikal ataupun parasiter (Fowler dan Miller) Diagnosa Netralisasi virus, immunocytochemistry, PCR, histopatologi Terapi Supportive, tidak ada treatment yang efektif. Hewan sakit harus segera dikarantina untuk mencegah penularan, dan lakukan vaksinasi bagi yang masih sehat. BAKTERIAL A. Erysipelas Etiologi Disebabkan oleh Erysipelothrix rhusiopathiae yang merupakan Gram +, berbentuk batang pendek, non motil, non spora, berkapsul, fakultatif anaerob, katalase +, oksidase -, H2S +. Resisten terhadap kadar garam tinggi, tumbuh pada suhu 5-42oC, Ph 6,7-9,2, optimal suhu 30-37oC. Patogenesis Penularan terjadi secara horisontal dengan mengingesti feses, dari hewan sakit ke hewan yang peka. Faktor virulensi: kapsul dapat melindungi bakteri dari fagositosismampu menempel 6

pada sel endotel dan memproduksi protein neuraminidasemembantu penetrasi sel dapat terjadi septisemia: sel endotel membengkak monosit ke dinding pembuluh darah membentuk microthrombus hialin yang meluas. Gejala klinis Lesi pada kulit menciri dengan dermal infarction yang menghasikan atau menyebabkan epidermis mengelupas bentukan infarc menyebabkan pembentukan area/daerah jajaran genjang dari nekrosis kulit. Diamond skin disease berwarna abu-abu, memuncak, ireguler, membentuk ulcer. Bentuk jajar genjang merupakan hasil dari thrombotic vaskuliti pada arteriola akhir. Diagnosa Isolasi dan identifikasi bakteri, dengan cara: 1. PAD melohat morfologi koloni smooth (convex, tepi halus, permukaan halus) atau rough (lebih besar tapi ireguler, permukaan kasar), colourless (water blue sucrose agar) 2. Mouse protection test : dalam 1 kelompok E.rusiopathiae disuntikkan secara SC pada tikus tikus disuntikkan broth culture + equine hippler immune E.rusiopathiae, sedang yang lain hanya disuntikkan broth culture selama 24 jam tikus yang tidak diberi antiserum mati pada 5-6 hari + E. Rusiopathiae Terapi (Fowler dan Miller, )

1. Pennicilin 10.000-20.00 IU/im, 2x sehari 2. Clindamicyn 2,7 9,6 mg/kg, PO 2x sehari 3. Cephalexin monohydrate 22mg/kg PO, 2x sehari B. Staphylococcus sp (Higgins, 2000) Etiologi Disebabkan oleh Staphylococcus delphini ,merupakan spesies baru dari

staphylococcus yang koagulasi pasitif Berbeda dari S. aureus, S. delphini tidak menghasilkan heat stable DNAse dan tidak memproduksi asam dari trehalose Gejala klinis Lesi supuratifa multipel pada kulit, namun jika segera diberi antibiotik akan segera sembuh

Diagnosa Isolasi diambil dari material purulen material kulit Terapi Antibiotik: Pennicilin 10.000-20.000 IU IM, Teracycline 16-22mgkg PO Antiradang: Dexamtehasone, 0,11-0,2mg/kg PO/IM C. Pseudomonas Etiologi Pseudomonas aeruginosa, Gram negatif, berbentuk batang , aerob, katalase positif, oksidase positif, non spora, non kapsula, flagella monotrika, tumbuh baik pada air yang memiliki unsur N dan C, suhu optimum 42 oC, menghasilkan pigmen pyocianin (blue-green), pyoverdin (yellow-green), pyorubin (red-brown),

pyomelanin (hitam) Patogenesis 1. Psedomonas aeruginosa menghasilkan alignatexopolisakarida, gel kental disekeliling bakteriuntuk membentuk biofilm(kumpulan koloni sel-sel mikroba yang menempel pada suatu jaringan,mis: pulmo) dapat melindungi bakteri dari fagosit dan anti bodi. 2. Untuk mengatasi pertahanan tubuh: bakteri ini menggunakan filli (untuk menempel dan merusak membran basal sel), polisakarida (untuk meningkatkan perleketan haemolisin), kalogenosa, elastosa dan flagel (untuk pergerakan) 3. Untuk patogenitas: endotoksin (LPS); eksotoksinA (menghentikan sintesis protein dan menyebabkan nekrosis hepar), S (menurunkan sintesis protein) 4. Proses patogenesis: perlekatan bekateriinvasi lokalmenyebabkan penyakit sistemik Gejala klinis Bronchopneumonia, dermatitis ekstensif, mati dalam waktu 70 hari setelah muncul gejala dyspnea dan anoreksia. Lesi kulit berbentuk nodul, keras, bundar, menonjol dengan area nekrosis di tengah di seluruh permukaan tubuh. Diagnosa Isolasi dan identifikasi bakteri, melihat betuk lei yang muncul.

Terapi Antibiotik: Pennicilin 10.000-20.000 IU IM, Enrofloxacin 5mgkg PO Antiradang: Dexamtehasone, 0,11-0,2mg/kg PO/IM D. Mycobacteriosis Etiologi Mamalia air dapat terinfeksi oleh spesies dari mycobacterial. Tuberculosis dapat ditemukan pada pinnipeds yang ditangkarkan atau liar, disebabkan oleh golongan yang unik dari M.tuberculosis complex, yaitu M.pinnipedii. Gejala klinis Gejala yang nampak pada mamalia air yang terinfeksi M. Pinnipedii adalah depresi, lethargy, dypsnea, dan penurunanan berat badan.Infeksi yang tidak disertai gejala dan kematian mendadak dapat terjadi pada kasus akut Diagnosa Diagnosis TB pada pinnipeds meliputi CBC, chemistry panel, ELISA menggunakan mycobacterial antigen, thoracic radiograph, acid-fast stain, mycobacterial culture, PCR dary eksudat atau jaringan respirasi dan intradermal tuberculin test PARASIT Nematoda : Anisakis sp. menyebabkan perforasi lambung di wilayah fundus dan telah dikaitkan dengan borok perforantes di usus halus proksimal tanpa kausa yang jelas. Beberapa cacing, Anisakis khususnya larva, dapat bersembunyi dalam

dinding perut, kadang-kadang menyebabkan perforasi lambung di wilayah fundus dan telah dikaitkan dengan borok perforantes di usus halus proksimal tanpa kausa yang jelas. Umumnya, nematoda lambung akan masuk dalam dinding perut daerah fundic dalam kelompok besar, yang menyebabkan ulkus fokal dan proliferasi reaktif dari mukosa lambung yang berdekatan. Lesi yang dihasilkan disebut ulcer volcanic. Masing-masing lesi mungkin berisi puluhan hingga ratusan cacing FUNGAL a. Candidiasis Etiologi

Disebabkan oleh C. Albicans, yang termasuk dalam ordo Saccharomycetales, candidiasis dapat ditemukan pada individu yang mengalami immunosupresif. Patogenesis Candidiasis mengineksi cetaean yang berada di penangkaran, yang merupakan infeksi sekunder dari kejadian stress, ketidakseimbangan disinfektan khlorin dalam air, atau pengobatan dengan antibiotik yang asal-asalan. Gejala klinis Lesi yang timbul berada disekitar lubang tubuh. Akan tetapi, C. Albicans dapat menyebabkan lesi ekstensif, granulasi, dan terkadang ulcer apda klit dan oesofagogastric. Ada penelitian yang menemukan bahwa C. Albicans dapat menimbulkan kematian pada T. Truncantus, P. Phoceana dan Globichephala melas (long-fined pilot whale) Diagnosa Dari gejala klinis, dilihat dari bentuk dan persebaran lesi Isolasi dan identifikasi bakteri, uji serologi, preparat histopatologi Therapy (Fowler dan Miller, ) Antifungal, misal itraconazole 2,5 mg/kg PO, ketoconazole 5 mg/kg PO. b. Fusariosis Etiologi Fusarium spp., Fusarium adalah fungi saprofit di tanah dan pathogen di tanaman, namun ada beberap kasus yang melaporkan bahwa fungi ini dapat menyerang manusia dan hewan, salah satunya mamalia air (dolphin dan pinnipeds). F. oxysporum, F. solani dan F. Verticillioides resisten terhadap anti fungal. Fungi ini menyerang individu yang immunosupresif.

Daftar pustaka Bressem M.F.V. 1997. Skin disorders in bottlenose dolphins (Tursiops runcatus), resident in the Sado estuary, Portugal, Aquatic Mammals, 23.1, 5968: Blue Dolphin Research and Consulting, P.O. Box 9243, Jupiter, FL 33458, USA.

10

Fowler, M.E, Miller, R.E. 2008. Zoo and Wild Animal Madicinecurrent terapy. Saunders

11

You might also like