You are on page 1of 44

1

BAB I LAPORAN KASUS Identitas Pasien Nama Usia Jenis Kelamin Alamat Status Agama : Ny. S H : 30 tahun : Perempuan : Candimulyo, Magelang : Sudah Menikah : Islam : 14 Mei 2013 pukul 08.15 WIB

Datang ke Rumah Sakit pada tanggal

Anamnesis dilakukan secara : Autoanamnesis pada tanggal 14 Mei 2013 di IGD Rumah Sakit Tingkat II Dr.Soedjono Magelang Subjektif Keluhan Utama : Batuk keluar darah Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluhkan pagi SMRS batuk keluar darah. Setiap batuk keluar darah 5 cc ( 1 sendok makan), warna merah segar.Batuk darah 10x. Saat batuk dada terasa sakit. 1 minggu yang lalu sering demam pada pagi maupun malam hari dan badan terasa nyeri. Nafsu makan berkurang sejak 3 bulan yang lalu. Kepala terasa pusing. Sebelumnya pernah batuk tetapi tidak sering namun pasien lupa sudah berapa lama . BB saat ini 45 kg, sebelumnya pasien lupa, namun berat badan dirasakan semakin menurun. Mual dan muntah (-).Keringat dingin (-). Saat demam punggung terasa pegal. Batuk berdahak sebelumnya yang produktif (-). Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi : Diabetes Asma ::-

Thifoid RPK :

:+

Tb pada ayah pasien 5 tahun yang lalu (sudah pengobatan) Tb pada anak pasien 2 tahun yang lalu (sudah pengobatan) RPO : (-) OAT Objektif Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 14 Mei 2013 di bangsal Keadaan Umum : Sakit Sedang Kesadaran/GCS : Compos Mentis / 15 Status Gizi : Kurang Tanda Vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg Nadi Suhu Respirasi : 88x/menit : 36,90C : 20x/menit

Kepala & Leher : Konjungtiva anemis -/Sklera ikterik -/Tidak ada pembesaran KGB leher Cor Inspeksi : Dbn Palpasi Perkusi : Ictus cordis teraba di linea mid clavicularis kiri ICS V : Batas jantung kanan di linea parasternal kanan ICS IV, batas jantung kiri di linea midclavicularis kiri ICS V Auskultasi : S1>S2 Bunyi jantung I/II reguler takikardi, mur-mur (-), gallop (-) Pulmo Inspeksi : Simetris

Thorax :

Palpasi Perkusi

: vocal fremitus simetris : terdengar sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/Abdomen : Inspeksi Palpasi Perkusi Ekstremitas : Edema -/Sianosis -/Akral hangat Capillary refill dbn : datar : supel, Nyeri tekan (-). : timpani Auskultasi : BU (+) 4x/menit Hepar Lien tidak teraba

Daftar Masalah Dari anamnesis 1. Batuk keluar darah sejak pagi SMRS 2. 3. Setiap batuk keluar darah 5 cc ( 1 sendok makan) warna merah segar.

4. Batuk darah 10x. 5. dada terasa sakit. 6. Batuk berdahak sebelumnya yang produktif (-). 7. 1 minggu yang lalu sering demam pada pagi maupun malam hari 8. badan terasa nyeri. 9. Nafsu makan berkurang sejak 3 bulan yang lalu. 10. Kepala terasa pusing. 11. Sebelumnya pernah batuk tetapi tidak sering namun pasien lupa sudah berapa lama . 12. berat badan dirasakan semakin menurun. 13. Mual dan muntah (-).

14. Keringat dingin (-). 15. RPK : Tb pada ayah pasien 5 tahun yang lalu (sudah pengobatan) Tb pada anak pasien 2 tahun yang lalu (sudah pengobatan) 16. RPO : (-) OAT

Dari Pemeriksaan Fisik Status Gizi : kurang Differential Diagnosis Hemoptisis : Susp. TB Paru Bronkitis Malignancy

Planning Diagnostik 1. Darah lengkap 2. Foto Thoraks 3. BTA sputum SPS 4. SGOT SGPT 5. Ureum Kreatinin 6. Faktor pembekuan darah

Terapi : Infus RL 16 tpm Inj Cefotaxime 2 x 1 gram/IV Kalnex 3 x 1 IV Posisi tidur tanpa bantal

Hasil lab darah lengkap 14 Mei 2013 Jenis Pemeriksaan WBC RBC HB HCT PLT PCT MCV MCH MCHC RDW MPV PDW Hasil 8,3 103/mm3 3.96 106/mm3 11,1 g/dl 31,6 % 158 103/mm3 0.125 % 79 um3 20 33,1 g/dl 14,6 % 7,9 um3 12,1 %

Jenis % Lym % Mid % Gra

Hasil 10 % 2,9 % 76,5 %

Diff Count Referensi Jenis 20-40 # Lym 1-15 # Mid 50-70 # Gra Hasil 104 mg/dl 35 mg/dl 1,4 mg/dl 15 U/l 10 U/l

Hasil 2,2 103/mm3 0,2 103/mm3 7. 103/mm3

Referensi 1,2-3,2 0,1-0,8 2,0-7,8

Jenis Pemeriksaan Gula darah puasa Urea Creatinin SGOT SGPT

Referensi 70-115 0-50 0-1,3 3-35 8-41

Pemeriksaan Foto Thoraks

Kesan :

Peningkatan corakan bronkovaskular Perselubungan opak inhomogen pada apek pulmo dekstra Gambaran TB dd pneumonia

Pemeriksaan BTA sputum direncanakan sampai dahak keluar. Diagnosis kerja Hemoptisis e.c TB Paru Planning terapi Kausatif : - Rifampisin 450 mg - Pirazinamide 1000 mg - Isoniazide 300 mg - Etambutol 750 mg Simtom : - OBH 3 x 1 Suportif : - RL 20tpm

Planning monitoring

1. Keluhan Utama, Keadaan Umum 2. Vital Sign 3. Efek Samping obat Planning Edukasi : 1. Tidur tanpa bantal 2. Bedrest Follow Up Pasien Tanggal 15/05 2013 S / (-) Batuk
(-) batuk darah Dahak keluar (-) demam sulit

O KU : tampak sakit sedang Kesadaran : CM TD : 120/80 mmHg Nadi : 100 x/mnt RR : 20 x/mnt Suhu : 36,50C

A Hemoptisis ec TB paru

P Terapi lanjut Rifampisin 450 mg 1 x 1 Isoniazid 300 mg 1 x 1

Hasil foto Ro : Perselubungan opak inhomogen

Etambutol 750 mg 1 x 1 Pirazinamid 1000 mg 1x1 RL 20 tpm

K/L : CA -/-, SI -/-, KGB pada apek OBH 3 x 1 (-), JVP dbn pulmo dekstra Thorax : Cor : BJ I/II reguler,

murmur (-), gallop (-) Pulmo : Vesikuler +/+, Ronki +/+, Wheezing -/Abdomen : Timpani, Bising usus (+) normal

Nyeri tekan (-) Ekstremitas : Edema -/-

16/05 2013

/ (+) Batuk Dahak keluar (-) demam

KU : tampak sakit sedang sulit Kesadaran : CM TD : 90/70 mmHg Nadi : 88x/mnt RR : 20 x/mnt Suhu : 36,50C K/L : CA -/-, SI -/-, KGB (-), JVP dbn Thorax : Cor : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo : Vesikuler +/+, Ronki +/+, Wheezing -/Abdomen : Timpani, normal Nyeri tekan (-) Ekstremitas : Edema -/Bising usus (+)

Hemoptisis ec TB Cek BTA sputum paru Hasil foto Ro : Perselubungan pada apek pulmo dekstra Rifampisin 450 mg 1 x 1 Isoniazid 300 mg 1 x 1

opak inhomogen Etambutol 750 mg 1 x 1 Pirazinamid 1000 mg 1x1 RL 20 tpm OBH 3 x 1

17/05 2013

/ (+) Batuk

KU : tampak sakit sedang

Hemoptisis ec TB Cek BTA sputum paru Hasil foto Ro : Perselubungan Rifampisin 450 mg 1 x 1 Isoniazid 300 mg 1 x 1

Dahak sudah Kesadaran : CM bisa keluar TD : 90/60 mmHg

Nadi : 80x/mnt RR : 20 x/mnt Suhu : 36,50C K/L : CA -/-, SI -/-, KGB (-), JVP dbn Thorax : Cor : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo : Vesikuler +/+, Ronki +/+, Wheezing -/Abdomen : Timpani, normal Nyeri tekan (-) Ekstremitas : Edema -/18/05 2013 / (+) Batuk Dahak sudah KU : tampak sakit sedang Kesadaran : CM TD : 90/60 mmHg Nadi : 80x/mnt RR : 20 x/mnt Suhu : 36,50C K/L : CA -/-, SI -/-, KGB (-), JVP dbn Thorax : Cor : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

opak inhomogen Etambutol 750 mg 1 x 1 pada apek pulmo dekstra Pirazinamid 1000 mg 1x1 RL 20 tpm OBH 3 x 1

Bising usus

(+)

Hemoptisis ec TB paru Hasil foto Ro : Perselubungan opak dekstra inhomogen pada apek pulmo

Cek BTA sputum Rifampisin 450 mg 1 x 1 Isoniazid 300 mg 1 x 1 Etambutol 750 mg 1 x 1 Pirazinamid 1000 mg 1x1 RL 20 tpm OBH 3 x 1

bisa keluar

10

Pulmo : Vesikuler +/+, Ronki -/- , Wheezing -/Abdomen : Timpani, Bising usus (+) normal Nyeri tekan (-) Ekstremitas : Edema -/-

Pemeriksaan BTA sputum sudah dilakukan sebanyak 3 kali, namun hasilnya belum keluar, tetapi pasien sudah dibolehkan pulang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN

11

PEMBAHASAN A. Hemoptisis Definisi Mendahakan darah yang berasal dari bronkus atau paru. Hemoptisis bisa banyak, atau bisa pula sedikit sehingga hanya berupa garis merah cerah di dahak. Hemoptisis dinyatakan sebagai jelas atau nyata (gross/frank) bila lebih dari sekedar garis di sputum namun kurang dari kriteria masif. Mungkin ini merupakan manifestasi yang paling dini darituberkulosis aktif. Hemoptisis harus dibedakan dengan hematemesis. Hematemesis disebabkan oleh lesi pada saluran cerna, sedangkan hemoptisis disebabkan oleh lesi pada paru atau bronkus/bronkiolus. Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan : 1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam yang sering terjadi darah bercampur dengan sputum, umumnya terjadi pada bronkitis. 2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam. Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar. Biasanya terjadi pada kanker paru, pneumonia, tuberkulosis, atau emboli paru. 3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam. Biasanya terjadi pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis. 4. Pseudohemoptisis merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring) atau darisaluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan ( factitious). Hemoptisis palsu ini dapat berasal dari rongga mulut, hidung, faring, lidah atau bahkan hematemesis yang masuk ke tenggorokan dan memancing refleks batuk. Hemoptisis palsu juga bisa berasal dari kelebihan dosis rifampisin dan juga keadaan malingering atau pasien yang melukai diri sendiri sehingga tampak seperti batuk darah. Pada kasus, pasien mendahakan darah dari mulai pagi SMRS hingga anamnesa dilakukan sebanyak 10 x. Setiap mendahakan darah kurang lebih 5 cc (1 sendok makan). Sehingga batuk darah pada kasus ini kurang lebih sekitar 50 cc.

12

Patogenesis Arteri-arteri bronkialis adalah sumber darah utama bagi saluran nafas (dari bronkus utama hingga bronkiolus terminalis), pleura, jaringan limfoid intrapulmonar, serta persarafan di daerah hilus. Arteri pulmonalis pada dasarnya adalah membawa darah dari vena sistemik, memperdarahi jaringan parenkim paru termasuk bronkiolus respiratorius. Anastomosis arteri dan vena bronkopulmonar, yang merupakan hubungan antara kedua sumber perdarahan diatas, terjadi didekat persambungan antara bronkiolus respiratorius dan terminalis. Anastomosis ini memungkinkan kedua sumber darah untuk saling mengimbangi. Apabila aliran dari satu darah meningkat maka pada sistem yang lain akan terjadi penurunan. Studi arteriografi menunjukan bahwa 92% hemoptisis berasal dari arteri-arteri bronkialis. Patogenesis hemoptisis bergantung dari tipe dan lokasi dari kelainan. Secara umum bila perdarahan berasal dari lesi endobronkial, maka perdarahan adalah dari sirkulasi bronkialis, sedangkan bila lesi di parenkim maka perdarahan adalah dari sirkulasi pulmoner . Pada keadaan kronik dimana terjadi perdarahan berulang, maka perdarahan seringkali berhubungan dengan peningkatan vaskularitas di lokasi yang terlibat. Pada karsinoma bronkogenik, perdarahan berasal dari nekrosis tumor serta terjadinya hipervaskularisasi pada tumor, atau juga bisa berhubungan dengan invasi tumor ke pembuluh darah besar. Pada adenoma bronkial, perdarahan sering terjadi dari ruptur pembuluhpembuluh darah permukaan yang menonjol. Pada bronkiektasis perdarahan sering terjadi akibat iritasi oleh infeksi dari jaringan granulasi yang menggantikan dinding bronkus yang normal. Mekanisme hemoptisis pada stenosis mitral dan gagal jantung diduga berasal dari pecahnya varises dari vena bronkialis di submukosa bronkus besar akibat dari hipertensi vena pulmonalis. Hal ini tampak dari pelebaran pembuluhpembuluh darah yang beranastomosisantara arteri bronkialis dan pulmonalis. Pada emboli paru, hemoptisis timbul akibat infark jaringan paru. Bisa juga perdarahan akibat aliran darah berlebihan pada anastomosis bronkopulmonar pada sebelah distal dari tempat sumbatan.

13

Pada tuberkulosis paru, penyebab bisa sangat beragam. Pada lesi parenkim akut, perdarahan bisa akibat nekrosis percabangan arteri / vena. Pada lesi kronik, lesi fibroulseratif parenkim paru dengan kavitas bisa memiliki tonjolan aneurisma arteri ke rongga cavitas yang mudah berdarah. Pada tuberkulosis endobronkial, perdarahan bisa terjadi akibat ulserasi granulasi dari mukosa bronkus. Pada trakeostomi perdarahan bisa akibat fistula trakeoarteri terutama arteri inominata. Perdarahan difus intra pulmonar yang berasal dari pecahnya kapilerbisa terjadi pada berbagai penyakit autoimun.

Pada kasus, tidak dirasakan muntah maupun mual, pasien juga mengeluh nyeri dada dan darah yang keluar adalah merah segar. Hal ini mengarah ke dalam keadaan hemoptisis.

14

Pada kasus, pasien mengalami penurunan berat badan. Sehingga diagnosis yang mungkin pada kasus ini adalah tuberkulosis dan keganasan. Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas : 1. Infeksi :terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, bronkiektasis, jamur dan sebagainya. 2. Kardiovaskuler :ruptur arteri pulmonalis, ruptur arteri bronkial, fistula arteriovena pulmonalis, gagal jantung kongestif, perdarahan intrapulmonar difus 3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus. 4. Kelainan hematologi : leukemia 5. Benda asing di saluran pernapasan. 6. Lain-lain : idiopatik dan iatrogenik (biopsi jarum paru, bronkoskopi, kateterisasi jantung, malposisi WSD) Penyebab terpenting dari hemoptisis masif adalah : 1. Tumor :karsinoma, adenoma, metastasis endobronkial dari massa tumor ekstratorakal.

15

2. Infeksi: aspergilloma, bronkhiektasis (terutama pada lobus atas), tuberkulosis paru. 3. Infark Paru 4. Udem paru, terutama disebabkan oleh mitral stenosis 5. Sistemic Lupus Eritematosus, Goodpastures syndrome, Idiopthic pulmonary haemosiderosis, Bechets syndrome 6. Cedera pada dada/trauma: kontusio pulmonal, Transbronkial biopsi, Transtorakal biopsi memakai jarum. 7. Kelainan pembuluh darah :malformasi arteriovena, hereditary haemorrhagic teleangiectasis 8. Bleeding diathesis. Mekanisme terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut : Radang mukosa : pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadirapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk darah. Infark paru, biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada pembuluhdarah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler, distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis Kelainan membran alveolokapiler Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti padaGoodpastures syndrome Perdarahan kavitas tuberkulosa : pecahnya pembuluh darah dinding cavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma Rasmussen : pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah bronkial. Invasi tumor ganas Cedera dada akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi kedalamalveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah. Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi atas :

16

1. Hemoptisis masif Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam. 2. Kriteria masif yang digunakan di rumah sakit Persahabatan Jakarta : Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24 jam, akantetapi Hb kurang dari 10 g%. Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari 10 g%, tetapidalam pengamatan 48 jam ternyata darah tidak berhenti. Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptoe selain terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah,sehingga kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran besarnya perdarahan yang terjadi. Dalam kasus ini, kadar Hb pasien masih dalam batas normal. Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga kelemahan oleh karena : Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadangkadang dengan cairan lambung, sehinga sukar untuk menentukan jumlah darah yang hilang sesungguhnya. Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengantinja, sehingga tidak ikut terhitung Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi. Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh : Apakah terjadi tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan hipovolemik (hypovolemik shock). Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai denganadanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan mekanik pada jantung, maupun aliran darah serebral. Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauanterhadap gas darah, disamping menentukan fungsi-fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa asfiksia dan mempunyai

17

renjatan hipovolemik.Bila terjadi hemoptisis, maka harus dilakukan penilaian terhadap: Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis. Lamanya perdarahan. Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi. Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat kesadaran. Klasifikasi menurut Pussel :

Positif satu dan dua dikatakan masih ringan Positif tiga hemoptisis sedang Positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif. Diagnosis Diagnosis utama yang penting adalah memastikan apakah darah memang bukan dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung. Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan : Anamnesis :jumlah dan warna darah, lamanya perdarahan, batuknya produktif atau tidak, batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan, sakit dada, substernal atau pleuritik, hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan batuk, wheezing, riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu, riwayat penggunaan antikoagulan. Pada kasus ini warna darah merah segar, jumlah darah sekitar 50 cc, batuknya tidak produktif, batuk terjadi sesudah perdarahan, sakit dada.

18

Pemeriksaan fisik: dicari gejala/tanda lain diluar paru yang dapat mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis, teleangiektasi. Pada kasus tidak ditemukan pembesaran kelenjar limfe dan kelainan yang lain. Pada kasus ini pasien mengalami granulositosis, limfopenia, Ht menurun, Gambaran anemia mikrositik hipokrom. perdarahan dan infeksi yang bersifat akut Dengan sedikit peningkatan kreatinin. Hal ini menunjukan telah terjadi

Pemeriksaan penunjang foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat perdarahannya. Pada kasus terdapat gambaran opasitas pada apek pulmo dekstra.

Pemeriksaan bronkoskopi : indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah : bila radiologik tidak didapatkan kelainan, batuk darah yang berulang-ulang, batuk darah masif

Tata laksana Kecepatan perdarahan dan efek terhadap pertukaran gas menentukan penatalaksanaan hemoptisis. Bila perdarahan hanya sedikit atau hanya berupa bercak didahak dan umumnya pertukaran gas tidak terganggu maka penegakan diagnosis merupakan prioritas pada pasien

19

Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan biasanya berhenti sendiri. Pada hemoptisis yang masif perlu mendapatkan perhatian dalam upaya mempertahankan jalan nafas dan pertukaran gas agar tidak terjadi asfiksisa. Tujuan pokok terapi ialah : Mencegah tersumbatnya saluran napas. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi Menghentikan perdarahan

Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah : a. Terapi konservatif Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat. Pada kasus pasien disarankan tidur tanpa bantal dan posisi miring ke arah yang sakit yaitu miring ke kanan. Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan. Lavase bronkus dengan larutan salin normal dingin dapat dipertimbangkan pada kasus tidak masif Pemberian obat obat penghenti perdarahan (obat obat hemostasis) , misalnya vit.K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom. Pada kasus ini diberikan Kalnex yang berisi asam traksenamat untuk mengatasi perdarahan. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder. Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan. Pemberian oksigen bila ada tanda gangguan pertukaran gas Tindakan selanjutnya bila mungkin Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan bronkoskopidan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan. Terapi lain Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan. Terapi foto laser sulit digunakan bila hemoptisis sangat masif

20

Terapi emboli Di Indonesia karena terapi emboli dan terapi laser tidak tersedia, maka jika perdarahan 250 ml/hari perlu dipertimbangkan terapi bedah. Namun pada sentra dengan kemampuan terapi laser dan emboli, tindakan bedah hanya dibatasi pada perdarahan 1 liter/hari atau lebih B. Tuberkulosis Paru Definisi Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi bakteri menahun yang disebab kan olehbakteri Micobakterium tuberculosis. Bakteri tersebut biasanya masuk kedalam tubuh manusia melalui udara pernapasan kedalam paru. Kemudian bakteri tersebut menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui salurannapas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagianbagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru. Epidemiologi Indonesia merupakan negara dengan prevalensi TB tertinggi ke-3 didunia setelah Cina dan India. TB menempati peringkat ke-3 penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Etiologi Etiologi tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang lurus, tidak berspora, dan tidak berkapsul, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan (Basil Tahan Asam). Sebagian besar dinding bakteri terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan, dan arabinomannan. Lipid inilah yang menyebabkan kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol).Bakteri berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,6/um. Mycobakterium memiliki sifan aerob, sehingga menunjukan bahwa kuman ini menyenangi jaringan dengan tinggi kandungan oksigennya. Bakteri TB cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, bakteriini dapat menjadi dorman selama beberapa tahun. Didalam jaringan kuman, kuman hidup

21

sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenangi karena banyak mengadung lipid.Bakteri dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada orangyang berada disekitarnya, terutama yang kontak erat.

Gambar paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior

Klasifikasi a. Tuberkulosis Primer b. Tuberkulosis Pasca Primer Patofisiologi M. tuberculosis dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan, saluran pencernaandan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet nuclei yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel, kuman ini tidak menghasilkan toksin yang di kenal. Dalam droplet yang terhirup dan mencapai alveoli.Resistensi dan hipersensitivitas host sangat mempengaruhi perkembangan penyakit.Penyakit ini dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel, sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit biasanya sel T adalah sel imunoresponsinya. Tipe imunitasseperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang di aktifkan ditempat infeksi oleh limfositdan limfokinnya.Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas serta atau penyembuhannya reaksi atau lambat.Pembentukan dan perkembangan lesi progresifnya terutama ditentukan oleh : Jumlah kuman yang masuk Virulensi kuman. Hipersensivitas dari host. Daya tahan host

22

Saat masuk ke tubuh manusia kuman Mycobacterium tuberculosis akan membentuk duatipe lesi utama: Tipe eksudatif : terdiri dari reaksi peradangan akut, lekosit polimorfonuklir dan kemudian, monosit sekitar basil tuberkel. Tipe ini terlihat pada jaringan paru-paru,dimana lesi ini mirip dengan pnemonia bakterie, tipe ini dapat sembuh dengan resolusisehingga seluruh eksudat di absorpsi sehingga mengakibatkan nekrosis massif dari jaringan atau dapat berkembang menjadi tipe produktif, selama fase ini tes tuberculin positif. Tipe produktif : terjadi bila berkembang maksimal lesi ini akan menjadi suatu granulomamenahun yang terdiri dari 3 daerah: - Daerah sentral yang luas, yang mempunyai sel sel inti banyak yang mengandung basil tuberkel. - Daerah tengah terdiri dari sel-sel epiteloid pucat. - Daerah perifer yang terdiri dari fibroblas, limfosit dan monosit kemudian terbentuk jaringan fibrosa perifer dan daerah sentral mengalami nekrosis dan membentuk kaverna Lesi ini selanjutnya sembuh dengan fibrosis atau kalsifikasi.Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, basildapat menyebar lebih lanjut dan mencapai aliran darah yang selanjutnya menyebar ke seluruhorgan, tetapi kuman ini mutlak hidup ditempat yang memiliki kandungan oksigen yang tinggioleh karena itu lokasi utama penyakit ini adalah di paru.Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan bersatu sehinggamembentuk sel tuberkel epiteloid yang di kelilingi oleh limfosit, reaksi ini membutuhkan waktu10 sampai 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat danseperti keju, lesi seperti ini disebut dengannekrosis kaseosa. Lesi primer paruparu dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi disetiap bagian jaringan paru.

23

Skema perkembangan sarang tuberkulosis post primer dan perjalanan penyembuhannya

Penularan kuman Mycobacterium tuberculosis Kuman dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita TB menjadi droplet nuclei(partikel kecil yang merupakan gabungan antara sel tubuh dan sel yang sudah terinfeksi).Setiap kali penderita TB batuk akan dikeluarkan 3000 droplet yang infektif (memilikikemampuan menginfeksi), partikel infeksi ini dapat hidup pada udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalamsuasana lembab kuman dapat hidup berhari-hari. Kuman yang terhirup dapat menghindari pertahanan

mekanik saluran napas bagianatas dan akan menuju alveoli dimana infeksi awal terjadi, kuman ini akan membentuk sarang primer dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening yang disebut komplek primer. Komplek primer selanjutnya mengalami Kompleks primer dapat sembuh perkembangan tanpa cacat, sembuh penyakit dengan tergantung virulensi, jumlah kuman, dan ketahanan tubuh penderita. meninggalkan sedikit jaringan paru atau berkomplikasi dan menyebar baik secarahematogen atau limfatogen Semua orang yang menghirup kuman TBC tidak akan tertular penyakit tersebut. Pada orang yang sehat, biasanya kuman tersebut menjadi tidak aktif dan

24

orang itu tetap sehat. Kuman-kuman akan mulai aktif dan berkembangbiak sehingga menimbulkan penyakit TBC, bila : Kekurangan gizi Kondisi fisik yang lemah Terkena penyakit tertentu sepeti HIVdan Diabetes melitus Narkotika Menggunakan hormon steroid Perokok berat

Manifestasi Klinis Penderita TB paru akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeridada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita bahkan kematian.Gejala klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan: Gejala Respiratorik Batuk lebih dari 3 minggu Dahak (sputum) Batuk darah Sesak nafas Nyeri dada

25

Wheezing Gejala Sistemik Demam dan menggigil Penurunan berat badan Rasa lelah dan lemah (malaise) Berkeringat banyak terutama di malam hari Nafsu makan menurun Klasifikasi Tuberkulosis Paru Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis meliputi empat hal, yaitu 1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru 2. Bakteriologi : hasil pemeriksaan mikroskopis : BTA positif dan BTA negatif 3. Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat 4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati Beberapa istilah dalam definisi kasus: Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif biakan,

untuk Mycobacterium Tuberculosisatau tidak ada fasilitas a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimendahak SPS hasilnya BTA positif. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan(parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

26

b.Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan BTA sputum, menurut WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberkulosis paru : Tuberkulosis paru BTA ( + ) adalah : Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif Hasil pemeriksaan satu specimen kelainan radiologi dahak menunjukkan hasil BTA positif dan tuberculosis aktif Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif Tuberkulosis paru BTA (-) adalah : Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaranklinis dan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakanMyccobacterium tuberculosispositif Pada kasus ini sudah dilakukan BTA sputum SPS. Namun hasilnya belum ada. c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu : Kasus baru : pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Kasus kambuh ( relaps) : pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatantuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau menunjukkan ganbaran

27

pengobatan lengkap didiagnosiskembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). Kasus setelah putus berobat (default) : pasien yang telah menjalani pengobatan minimal 1 bulan dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA (+) atau BTA (-) Kasus setelah gagal (failure) : pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembalimenjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. Kasus Pindahan (transfer In) : pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. Kasus lain: semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. Pasien merupakan kasus baru dimana sebelumnya belum pernah diobati. Sedangkan WHO 1991 membagi penderita TB atas 4 kategori, yaitu : Kategori I Kasus baru dengan dahak (+) dan penderita dengan keadaan berat seperti, meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis, spondilitis dengan gangguan neurologik dan lain-lain. Kategori II Kasus kambuh atau gagal dengan dahak yang tetap (+). Kategori III Kasus dengan dahak (-), tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus TBdiluar paru selain kategori I. Kategori IV Tuberkulosis kronik. Diagnosis Diagnosis penyakit tuberculosis didasarkan pada: 1.Anamnesis dan pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda: Infiltrat (redup, bronchial, ronkhi basah).

28

Penarikan paru, diafragma, dan mediastinum. Secret di saluran nafas dan ronkhi. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronchus. 2.Laboratorium Pemeriksaan sputum : satu hari sebelum pemeriksaan sputum dianjurkan minum air putih yang banyak 2 liter dan diajarkan refleks batuk. Dapat juga diberikan tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Pada kasus, pasien diberikan OBH sebagai mukolitik ekspektoran agar dahak dapat dikeluarkan.Pengambilan sampel dilakukan 3 kali yaitu, sewaktu kunjungan pertama, pagi, sewaktu mengantarkan dahak pagi atau bisa dilakukan setiap pagi 3 hari berturut-turut. Kriteria BTA positif apabila ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum. Mantoux Test/Tuberkulin Test : dipakai untuk membantu menegakan diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Uji tuberkulin menggunakan 0,1 cc tuberkulin P.P.D intrakutan berkekuatan 5 T.U. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG, dan mycobakterium patogen lainnya. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin. Biakan positif Mycobakterium Tubercolosae (Gold Standar menurut American Thoracic Society dan WHO) 3.Radiologis Foto Thoraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TByaitu: Bayangan lesi terletak lobus bawah. di lapangan atas paru atau segmen apical

29

Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular). Adanya kavitas, tunggal, atau ganda. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru. Adanya kalsifikasi. Bayangan milier.

Gambar uji mantoux test

Hasil test Mantoux berdasarkan diameter indurasi dibagi menjadi : Indurasi 0-5 mm : mantoux negatif (golongan no sensitivity), disini peran antibodi humoral paling berperan Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan (golongan low grade sensitivity), disini peran antibodi humoral masih menonjol Indurasi 10-15 mm : mantoux positif (golongan normal sensitivity), disini peran kedua antibodi seimbang Indurasi > 15 mm : mantoux positif kuat (golongan hypersensitivity), disini peran antibodi selular paling menonjol. Hal yang menyebabkan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni : Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis Anergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, SLE) Penyakit eksantematous dengan panas yang akut : morbili, cacar air, poliomielitis Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgin) Pemberian kortikosteroid lama, pemberian obat imunosupresi lainnya Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan

30

Untuk pasien HIV positif, test mantoux 5 mm dinilai positif

Diagnosis tuberkulosis paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis, dan status kemoterapi. Pada pasien dengan gejala klinis minimal berupa demam (dianggap sebagai fever of uknown origin) dan hasil laboratorium/sputum menunjukan negatif, diberikan percobaan terapi dengan OAT seperti INH dan Etambutol selama 2 minggu. Bila keluhan membaik terapi dengan obat anti tuberkulosis dilanjutkan sebagaimana mestinya. Bila tidak ada perbaikan maka pemberian obat anti tuberkulosis dihentikan.

Gambar : Alur diagnosis

Tata Laksana a. Tujuan Pengobatan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegahkekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadapOAT.

31

Prinsip pengobatan Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlahcukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Untuk menjamin kepatuhan dengan pasien menelan obat, metode Shortcourse DOTS dilakukan =Directly oleh seorang pengawasan langsung Observed Treatment Pengawas Menelan Obat(PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Tahap awal (intensif) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secaralangsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangkawaktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman sehingga mencegahterjadinya kekambuhan Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis diIndonesia: persister

32

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Kategori 3 : 2HRZ/2HR Kategori 4 : tidak dapat diaplikasikan (mempertimbangkan penggunaan obat-obatan barisan kedua), tipe MDR diberikan H saja seumur hidup atau sesuai rekomendasi WHO.

Jenis dan dosis OAT

Paket Kombipak Paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan programuntuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampaiselesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB: Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obatdan mengurangi efek samping. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensiobat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obatmenjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien Panduan OAT a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: Pasien baru TB paru BTA positif. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

33

Pasien TB ekstra paru

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobatisebelumnya: Pasien kambuh Pasien gagal Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

34

c. OAT Sisipan (HRZE) Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yangdiberikan selama sebulan (28 hari).

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dangolongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien, baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itudapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua. Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan.Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak duakali

35

(sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebutnegatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

36

Evaluasi Pengobatan a. Klinis Biasanya dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2 minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan. b. Bakteriologis Biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi negatif. Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan. WHO menganjurkan pemeriksaan dilakukan pada bulan ke-2, 4, dan 6. c. Radiologis Dilakukan untuk melihat kemajuan terapi, evaluasi foto thoraks dilakukan tiap 3 bulan sekali. Kriteria Pasien Setelah pengobatan Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif Sembuh Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaa n ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya

37

Pengobatan Lengkap Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal. Meninggal Pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun. Pindah Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lai n dan hasil pengobatannya tidak diketahui. Default (Putus berobat) Pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut turut atau lebih sebelum masa pengobatann ya selesai. Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulankelima atau lebih selama pengobatan. Pengobatan TB Pada Keadaan Khusus a. Kehamilan Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecualistrept omisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifatpermanen t ototoxicdan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinyagangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. b. Ibu menyusui dan bayinya Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yangmenderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayitidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.

38

c. Pasien TB pengguna kontrasepsi Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB),sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Pasien TB sebaiknyamengggunakan kontrasepsi non-

hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mg). d. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TByang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pada denganHIV adalah denganmendahulukan ARV(antiretroviral ) e. Pasien TB dengan hepatitis akut Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik,ditundasampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan d imana pengobatan TB sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampaihepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan. f. Pasien TB dengan kelainan hati kronik Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan TB. Jika SGOT dan SGPT mengalami peningkatan lebih dari 3 kali, OAT tidak diberikan dan bila telahdalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirazinamid tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE. Pada kasus ini tidak terdapat peningkatan SGPT maupun SGOT sehingga Pirazinamid dapat digunakan. g. Pasien TB dengan gagal ginjal Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan dapatdicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasienpasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etembutol diseksresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaanya pada pasien gagal ginjal . Terapi pengobatan dimulai TB. pasien TB Pengobatan berdasarkan

stadiumklinis HIV sesuai dengan standar WHO.

39

yang paling tepat pada pasien gagal ginjal adalah 2RHZ/4HR. Pada kasus ini faal ginjal masih dalam keadaan baik,dilihat dari kadar ureum dan kreatinin. Sehingga Etambutol masih dapat digunakan. h. Pasien TB dengan Diabetes Melitus Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral antidiabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapatdigunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengananti diabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut. i. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid Kortikosteroid Meningitis TB TB milier dengan atau tanpa meningitis TB dengan Pleuritis eksudatif TB dengan Perikarditis konstriktiva Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkansecara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan. j. Indikasi operasi Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah : a. Untuk TB paru: Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif. Pasien dengan fistula bronkopleuradan empiemayang tidak dapat diatasi secara konservatif. Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir. hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa pasien seperti :

40

b. Untuk TB ekstra paru: Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang yang disertai kelainanneurologik. Efek Samping OAT Dan Penatalaksanaannya Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping gatal dan kemerahan kulit: Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk Pada UPK Rujukan penanganan kasus-kasus efek samping obat dapat dilakukan dengancara sebagai berikut: Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui, maka pemberian kembali OAT harus dengan cara drug challenging dengan menggunakan obat lepas. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan obat mana yang merupakan penyebab dari efek samping tersebut. Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau karenakelebihan dosis. Untuk membedakannya, semua OAT dihentikan dulu hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek

41

kemudian diberikembali sesuai dengan prinsip dechallenge-rechalenge. Bila dalam proses rechallenge yang dimulai dengan dosis rendah sudah timbul reaksi, berarti hepatotoksisitas karena reakasi hipersensitivitas. Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui, mis alnya pirasinamid atau etambutol atau streptomisin, maka pengobatan TB dapat diberikan lagidengan tanpa obat tersebut. Bila mungkin, ganti obat tersebut dengan obat lain .Lamanya pengobatan mungkin perlu diperpanjang, tapi hal ini akan menurunkan risikoterjadinya kambuh. Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan) te rhadap Isoniasid atau Rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling ampuhsehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam pengobatan jangka pendek.Bila pasien dengan reaksi hipersensitifitas terhadap Isoniasid atau Rifampisin tersebut HIV negatifmungkin dapat dilakukan desensitisasi. Namun, jangan lakukandesensitisas ipada pasien TB dengan HIV positif sebab mempunyai risiko besar terjadikeracunan yang berat. Multi Drug Resistance (MDR) Definisi Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi menjadi : Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan TB Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiennya sudah pernah ada riwayatpengobatan sebelumnya atau tidak Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah punya riwayat pengobatan sebelumnya. Penyebab terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu : Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis

42

Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu karena jenis obatnya yang kurang atau karena dilingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikanrifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi

Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu stop, setelahdua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu stoplagi, demikian seterusnya

Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik, sehinggamengganggu bioavailabiliti obat Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu daerah kadang terhentipengirimannya sampai berbulan-bulan Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga kadang menimbulkan kebosanan Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB

Pengobatan Tuberkulosis Resisten Ganda (MDR) Klasifikasi OAT untuk MDR Kriteria utama berdasarkan data biologikal dibagi menjadi 3 kelompok OAT: Obat dengan aktivitas bakterisid: aminoglikosid, tionamid dan pirazinamid yang bekerja pada pH asam Obat dengan aktivitas bakterisid rendah: fluorokuinolon Obat dengan akivitas bakteriostatik, etambutol, cycloserin dan PAS Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2 3 OAT lini 1 ditambahdengan obat lini 2, yaitu Ciprofloksasin dengan dosis 1000 1500 mg atau ofloksasin 600 800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari). Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 12 bulan, bahkan bisa sampai 24 bulan Prognosis

43

Tingkat sembuh total (95%) dan dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 % yang mungkin relaps. Komplikasi Menurut Depkes RI (2002), komplikasi yang dapat terjadi pada penderitatubercul osis paru : Stadium dini : Pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus Pancets arthrophaty

Stadium lanjut yaitu : Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolapsdari lobus akibat retraksi bronchial. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif ) pada paru Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal. dan (pembentukan dapat karena

44

DAFTAR PUSTAKA
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html diakses tanggal 20 Desember 2012 http://jurnalrespirologi.org/editorial-hemoptisis/ diakses tanggal 20 Desember 2012 Djuanda, Hamzah, Aisah editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. 2007. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta Sudoyo, Aru W. Dan Bambang Setiyohadi. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI Hood Alsagaf, Abdul Mukty. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. 2010. Surabaya; Airlangga University Press Wilson, Price. Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses Proses Penyakit. edisi 4. 2004. EGC; Jakarta E, Jewetz. Mikrobiology Untuk Profesi Kesehatan edisi 16. EGC. 2004: Jakarta.Pedoman NasionalPenanggulangan Tuberkulosis, 2007: Jakarta. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. 2008. Jakarta; Balai Penerbit FK UI Sherwood L. Sistem Pernapasan. Dalam: Pendit BU, Santoso BI (editor). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem . Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.

You might also like