You are on page 1of 12

TUGAS PAPER Struktur dan Fungsi Subseluler

Tanggal : 30 April 2012 Dosen : Ramdan Hidayat, S.Si. M.Si

KARAKTERISASI PROTEIN DENGAN METODE SPEKTOSKOPI


Kelompok : 1 C

Abdul Kodir (G84100089)

DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2012

Pendahuluan Kata protein berasal dari bahasa yunani yaitu protos atau proteos yang berarti pertama atau utama (Poedjiadi 1994). Protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup. Selain itu protein juga merupakan makromolekul yang terbentuk dari asam amino yang tersusun dari atom nitrogen, karbon, hydrogen dan oksigen, beberapa jenis asam amino yang mengandung sulfur (metionin, sistin, dan sistein)yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Dalam makhluk hidup, protein berperan sebagai pembentuk struktur sel dan beberapa jenis protein memiliki peran fisiologis. Begitu banyak fungsi dari protein, fungsi yang paling utama dari protein ialah sebagai unsur pembentuk struktur sel, misalnya dalam rambut, wol, kolagen, jaringan penghubung, membran sel, dan lain-lain. Selain itu ada jenis protein yang aktif seperti misalnya enzim yang berperan sebagai katalis segala proses biokimia dalam sel. Protein aktif selain enzim, yaitu hormon, hemoglobin (pembawa O2), protein yang terikat pada gen, toksin, antibody atau antigen, dan lain-lain (Wirahadikusuma 1989). Isi Tidak dipungkiri lagi dalam kehidupan protein memegang peranan yang sangat penting. Proses kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalis. Hemoglobin dalam butir-butir darah merah atau eritrosit yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh merupakan salah satu dari protein. Manusia dan hewan memperoleh protein dari makanan yang dimakan, protein yang diperoleh manusia dari makanan yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Protein yang berasal dari hewan disebut protein hewani sedangkan protein yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati, contoh beberapa makanan sebagai sumber protein adalah daging, telur, susu, ikan, beras, kacang, kedelai, gandum, jagung, dan buah-buahan (Poedjiadi 1994). Tumbuhan membentuk protein dari CO2, H2O dan senyawa nitrogen. Hewan yang memakan tumbuhan mengubah protein nabati menjadi protein hewani.

Disampng digunakan untuk pembentukan sel-sel tubuh, protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi apabila tubuh kekurangan karbohidrat dan lemak. Komposisi kimia yang terdapat dalam protein adalah karbon 50%, hidrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, belerang 0-3%, dan fosfor 0-3% (Poedjiadi 1994). Ciri-ciri molekul protein adalah berat molekulnya besar bisa mencapai ribuan bahkan jutaan oleh sebab itu protein sering disebut makromolekul, umumnya terdiri atas 20 macam asam amino, asam amino tersebut berikatan secara kovalen satu dengan yang lain dalam variasi urutan yang bermacam-macam, membentuk suatu rantai polipeptida, terdapat ikatan kimia lain,ikatan kimia lain tersebut menyebabkan terbentuknya lengkungan-lengkungan rantai polipeptida menjadi struktur tiga dimensi protein. Sebagai contoh misalnya ikatan hydrogen, ikatan hidrofob (ikatan apolar), ikatan ion atau elektrostatik dan ikatan van der Waals. Selanjutnya strukturnya tidak stabil terhadap beberapa faktor seperti pH, radiasi, temperatur, medium pelarut organik dan deterjen. Umumnya protein reaktif dan sangat spesifik, hal tersebut di sebabkan terdapatnya gugus samping yang reaktif dan susunan yang khas struktur makromolekulnya (Wirahadikusuma 1989). Protein merupakan polimer panjang yang tersusun atas asam amino, yang sering kali disebut sebagai residu (terutama selama degradasi protein untuk memastikan sekuens-sekuens asam aminonya). Secara alamiah terdapat dua puluh jenis asam amino yang berbeda pada protein. Semua asam amino yang terisolasi secara biologis dengan sempurna. Karbon- adalah atom sentral tempat sebuah gugus amino (NH3+) ddan sebuah gugus karboksil (COO-) melekat. Seiring meningkatnya pH melebihi kenetralan (pH 7), lingkungan yang semakin basa cenderung menetralisasi gugus-gugus karboksil yang asam dari protein. Seiring menurunnya pH di bawah kenetralan, lingkungan yang semakin asam cenderung menetralisasi gugusgugus amino yang basa. Molekul-molekul polar adalah molekul-molekul yang memiliki muatan-muatan positif dan negatif yang terpisah di ujung-ujungnya, seperti misalnya asam amino pada pH 7. Air juga merupakan molekul polar, sebab kedua atomhidrogen yang positif terletak dekat dengan salah satu ujung molekul, sedangkan

atom oksigen yang negative terletak pada ujung yang satu lagi (Susan & William 2007)

Gambar struktur asam amino yang terionisasi secara sempurna R melambangkan rantai samping (Susan & William 2007). Berdasarkan bentuk molekulnya, protein digolongkan menjadi protein globular (albumin, globulin, dan hemoglobin) dan protein serabut (keratin pada rambut dan fibroin pada sutra). Berdasarkan tingkat kelarutannya dalam air, protein globular sangat mudah larut dalam air, sedangkan protein keratin tidak larut dalam air. Berdasarkan strukturnya, protein di bentuk oleh : struktur primer, dibentuk oleh ikatan peptide antara asam amino; struktur sekunder, dibentuk oleh ikatan hydrogen intramolekuler yang terjadi di antara oksigen karbonil dan nitrogen amida pada perangkat peptide; struktur tersier, merupakan rangkaian molekuler yang

menggambarkan bentuk keseluruhan dari protein. Jenis ikatan yang membentuk struktur tersier terdiri dari ikatan hidrogen, ikatan ionic, ikatan disulfida, dan ikatan hidrofobik; struktur kuarterner dibentuk oleh beberapa polipepetida yang berikatan satu sama lain tidak secara kovalen (Bintang 2010). Kandungan protein dalam setiap bahan makanan berbeda-beda. Hal ini bergantung pada jenis tumbuhan yang dimakan oleh hewan dan senyawa-senyawa yang digunakan tumbuhan untuk membentuk protein nabati. Untuk mengetahui kadar protein ataupun asam amino dalam suatu bahan dapat digunakan beberapa metode, salah satunya adalah metode spektroskopi. Prinsip dasar metode spektroskopi berdasarkan pada penyerapan radiasi. Metode ini menggunakan alat yang dinamakan spektrofotometer. Spektrofotometer selaiin merupakan alat pengukuran kualitatif juga merupakan alat pengukuran kuantitatif. Hal ini dikarenakan oleh jumlah sinar yang

diserap oleh partkel di dalam larutan juga tergantung padaa jenis dan jumlah pertikel (Bintang 2010). Uji kualitatif dapat dilakukan untuk mengetahui keberadaan atau jenis protein dalam suatu bahan, sedangkan uji kuantitatif dapat dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan proteindalam suatu bahan (Bintang 2010) beberapa jenis uji yang dilakukan pada protein : 1. Uji Ninhidrin, semua asaam amino bereaksi dengan triketohidrindena hidrat (ninhidrin) untuk membentuk aldehida yang lebih kecil, dengan

membebaskan karbon dioksida, ammonia, dan menghasilkan warna biru violet (untuk prolin dan hidroksiprolin dihasilkan warna kuning). Senyawa-senyawa amonium kuat, senyawa amin, sebagian besar peptide, dan protein bereaksi dengan jalur yang sama, walaupun tidak menghasilkan karbon dioksida dan ammonia. 2. Uji Biuret, uji ini baik di gunakan untuk uj umuum terhadap protein, karena uji ini dapat mendeteksi kehadiran ikatan peptida. Uji Biuret didasarkan pada reaksi antara ion Cu2+ dan ikatan peptida dalam suasana basa. Warna kompleks ungu menunjukkan adanya protein. Intensitas warna ynag dihasilkan merupakan ukuran jumlah ikatan peptida yang ada dalam protein. Ion Cu2+ dari pereaksi Biuret dalam suasana basa akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan-ikatan peptide yang menyusun protein, dan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu atau violet. Reaksi ini positif terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau ikatan peptida. Protein melarutkan hidroksida tembaga untuk membentuk kompleks warna. Reaksi pembentukan warna ini dapat terjadi pada senyawa yang mengandung dua gugus karbonil yang berikatan dengan nitrogen atau atom karbon. 3. Uji Xentroprotein, reaksi ini menyebabkan nitrasi dari inti benzena dalam molekul protein. Tirosin, fenilalanin, dan triftopan, memberi hasil positif

terhadap reaksi ini, karena memiliki cincin aromatik yang bereaksi dengan asam nitrat pekat bial dipanaskan membentuk warna kuning sampai jingga. 4. Uji Hopkins-Cole, reaksi ini tergantung dari adanya triptofan dalm molekul protein. Triptofan akan berkondensasi dengan macam-macam aldehida dengan adanya asam kuat, sehingga terbentuk kompleks warna. 5. Uji Heller, uji ini dapat digunakan untuk menetukan adanya protein secara kualitatif dan cepat. Protein akan terkoagulasi dengan adanya asam kuat atau akibat panas. 6. Uji Koagulasi Panas prinsipnya sama dengan uji Heller. 7. Uji Asam Sulfosalisilat prinsipnya sama dengan uji Heller. 8. Uji Orto-Tolidin prinsipnya, uji ini digunakan untuk menetukan keberadaan sedikit darah dalam dalam urin. 9. Uji Benzidin prinsipnya sama dengan uji Orto-Tolidin. 10. Uji Guaiac prinsipnya sama dengan uji Orto-Tolidin. 11. Uji Bradford, uji Bradford sangat cepat dan menggunakan jumlah yang sama dengan uji protein pada uji Lowry. Uji ini cukup akurat dan sampel yang berada di luar jangkauan dalam diuji ulang dalam beberapa menit, sehingga direkomendasikan untuk penggunaan umum terutama untuk penetuan kadar protein dari fraksi sel dan menentukan konsentrasi protein untuk elektroforesis gel. Uji Bradford berdasarkan pada pengamatan absorban maksimum untuk larutan Coomassie Brilliant Blue G-250 yang berkisar dari 465 nm ke 594 nm, ketika terjadi pengikatan protein. Kedua interaksi bersifat Hidrofobik dan menstabilkan ion bentuk anionic pewarna yang menyebabkan perubahan warna terlihat. Uji ini konstan pada rentang konsentrasi 10 kali lipat. Metode yang akan di jelaskan pada di bawah ini adalah untuk volume 100 L sampel menggunakan 5 mL pereaksi warna. Uji Bradford sensitive terhadap sekitar 5200 g protein, tergantung pada kualitas pewarna. Dalam uji yang menggunakan 5 mL reagen warna, kisaran sensitive mendekati konsentrasi 5-

100 L protein. Untuk menentukan absorban pada proses microassay, digunakan kuvet bervolume 1 mL. 12. Uji Lowry, uji merupakan salah satu metode pilihan untuk menentukan kadar protein dalam suatu bahan. Dalam keadaan basa, ion tembaga divalent (Cu 2+) membentuk suatu kompleks denagan ikatan pepetida yang mereduksi Cu2+ menjadi tembaga monovalen (Cu+). Ion Cu+ dan gugus radikal dari protein, triptofan, dan sistein bereaksi dengan pereaksi Folin untuk menghasilkan suatu produk yang tidak stabil yang mereduksi molybdenum atau tungsten blue. Protein akan bereaksi dengan pereaksi Folin- Ciocalteau membentuk senyawa kompleks yang berwarna. Pembentukan warna tersebut disebabkan adanya reaksi antara basa tembaga dengan sampel protein yang diuji. Intensitas warna yang terbentuk tergantung pada jumlah asam aromatic yang berbeda untuk setiap jenis protein. 13. Uji Nessler, uji ini di gunakan untuk menetukan jumlah ammonia nitrogen yang terlarut dalam air, dengan terbentuknya warna kuning sampai kuning kemerahan (jingga) bila bereaksi dengan pereaksi Nessler. Larutan Nessler adalh larutan alkali yang terdiri atas kompleks kalium iodida-merkuri iodida. Pereaksi Nessler dapat bereaksi dengan ion amonium membentuk larutan koloid dimerkuri. Ketajaman warna yang terbentuk sebanding dengan kadar NH4+ di dalam air dengan reaksi sebagai berikut :

NH4OH + 2(KI)2Hgl2 +

Hg2NH2I + 2H2O

Reaksi warna di atas hanya berlaku pada larutan garam amonium yang telah diencerkan, karena laruatan garam ammonium yang pekat dapat membentuk presipitasi berwarna cokelat yang menyebar. Intensitas warna yang dihasilkan menurun dengan adanya ion Cl- dan sedikit meningkatkan dengan adanya ion sulfat dan ion fosfat. 14. Metode Mikro-Kjeldahl, prinsip metode Kjeldahl adalh mula-mula bahan atau butiran Zn. Amonia yang terjadidi tamping dan dititrasi dengan bantuan

indicator. Metode Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimikro. Cara makro-Kjeldahl digunakan untuk sampel yang sukar dihomogenisasi dan besarnya 1-3 g, sedangkan semimikroKjeldahl dirancang untuk sampel yang berukuran kecil, yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Kekurangannya adalah bahwa purin, pirimidin, vitamin-vitamin, asam amino besar, keratin, dan kreatinin ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini masih digunakan hingga kini dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan. Analisis protein dengan metode mikro-kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi. Dari empat belas uji yang digunakan untuk menentuakan keberadaan atau jenis protein ada beberapa yang menggunakan metode spektroskopi yaitu uji yang menggunakan alat spektrofotometer. Spektrofotometer merupakan alat untuk mempelajari interaksi sinar elektromagnetik dengan materi. Gelombang

elektromagnetik yang digunakan berkisar 180-800 nm. Energy elektromagnetik akan diubah menjadi besaran yang dapat diamati. Radiasi elektromagnetik adalah energi yang digunakan untuk penyerapan dan emisi radiasi magnetic yang diteruskan melalui ruang dengan kecepatan luar biasa. Berbagai bentuk radiasi elektromagnetik dan yang paling mudah dilihat adalah cahaya sinar tampak. Contoh lain dari radiasi elektromagnetik adalah radiasi sinar gamma,sinar X, ultraviolet, inframerah, gelombang mikro, dan gelombang radio. Energy, panjang gelombang, frekuansi tipe radiasi, tipe spektroskopi, dan sifat berbagai radiasi elektromagnetik (Bintang 2010). Menurut Bintang (2010) prinsip penggunakan spektrofotometer berdasarkan hukum Lambert-Beer. Hokum Lambert menyatakan bahwa setiap lapisan dengan ketebalan yang sama dari sebuah medium penyerap, akan menyerap sejumlah peraksi yang sama dari energy radiasi yang melewatinya. Spekttrofotometer yang sering digunakan dalam laboratorium pendidikan adalah jenis spektroskopi UV-VIS. Metode spektroskopi VIS didasarkan atas absorban sianr tampak oleh suatu larutan

berwarna. Oleh karena itu, metode ini dikenal juga sebagai metode kolorimetri hanya larutan berwarna saja yang dapat ditentukan dengan metode ini. Senyawa yang tidak berwarna dapat dibuat berwarna dengan mereaksikannya dengan pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarna. Contohnya uji protein dengan menggunakan metode biuret. Uji Biuret, uji ini baik di gunakan untuk uji umuum terhadap protein, karena uji ini dapat mendeteksi kehadiran ikatan peptida. Uji Biuret didasarkan pada reaksi antara ion Cu2+ dan ikatan peptida dalam suasana basa. Warna kompleks ungu menunjukkan adanya protein. Intensitas warna ynag dihasilkan merupakan ukuran jumlah ikatan peptida yang ada dalam protein. Ion Cu2+ dari pereaksi Biuret dalam suasana basa akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan-ikatan peptide yang menyusun protein, dan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu atau violet. Reaksi ini positif terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau ikatan peptida. Protein melarutkan hidroksida tembaga untuk membentuk kompleks warna. Reaksi pembentukan warna ini dapat terjadi pada senyawa yang mengandung dua gugus karbonil yang berikatan dengan nitrogen atau atom karbon. Reagen Biuret berperan sebagai indicator pengujian protein yang memberikan hasil positif pada senyawa-senyawa yang memiliki dua buah ikatan peptide (Sutresna 2007. Metode Biuret sering digunakan karena bahan yang digunakan relative murah. Akan tetapi, metode ini juga memmiliki kelemahan, yaitu sensitivitas yang rendah terhadap bahan yang diidentifikasi. Aktifitas spesifik enzim pada fraksi yang diisolasi menggambarkan keefektifan prosedur yang telah dilakukan (Redin dan Campbell 1985). Reagen Biuret mengandung tembaga (II) sulfat (CuSO4). Biuret dibentuk dengan pemanasan urea dan mempunyai struktur mirip dengan struktur pepetida dari protein (Routh 1969). Prinsip reaksi Biuret adalah reaksi antara tembaga sulfat dalam alkali dengan senyawayang berisi dua atau lebih ikatan pepetida seperti protein yang memberikan warna ungu biru yang khas. Fungsi reagen biuret adalah untuk memebentuk kompleks sehingga yang dikandung dapat diidentifikasi. Reaksi biuret

ini bersifat spesifik, artinya hanya senyawa-senyawa yang mengandung ikatan pepetida saja yang akan bereaksi dengan pereaksi Biuret (Albert et al 1994). Pada metode Biuret ini di gunakan beberapa larutan tambahan seperti akuades yang berfungsi sebagai pengencer sedangkan larutan SDS (sodium dodecyl Sulphate) berfungsi untuk memecah ikatan-ikatan hidrofobik pada protein (yang menggulung) sehingga reagen Biuret dapat bereaksi secara sempurna dengaan protein atau mendenaturasi protein yang terdapat pada larutan fraksi subseluler, larutan sukrosa berfungsi sebagai blanko karena larutan sukrosa memberikan hasil yang lebih valid dan lebih sulit terkontaminasi dari pada akuades dan larutan ini merupakan buffer yang cocok untuk BSA (Bovin serum Albummin). Setelah blanko disiapkan, fraksi subseluler dengan berbagai konsentrasi yang akan diukur dicampur dengan reagen biuret dan larutan SDS 5%. Penambahan larutan SDS sehingga sisi hidrofobik protein terbuka. Struktur protein yang lurus akan membuat protein mudah direaksikan dengan pereaksi Biuret. Penetuan kadar protein dilakukan berdasarkan kurva standar dari larutan BSA (Bovine serum Albumin). BSA adalah protein yang yang relatif kecil yang ditemukan pada plasma darah mamalia dan serum. Senyawa ini merupakan pembawa protein yang membantu distribusi kation dan materi tak-larut seperti hormone steroid dan asam lemak darah (Anonim 2010). Selain metode biuret metode yang menggunakan spktroskopi juga adalah metode Bradford, Metode Bradford merupakan salah satu metode dalam mengukur konsentrasi protein yang juga mengacu pada hukum Lambert Beer. Prinsip dalam metode Bradford secara umum adalah mengukur konsentrasi dari suatu sampel yang mengandung protein dengan melihat nilai absorbansi dari alat spektrofotometer. Metode Bradford berpatokan kepada identifikasi beberapa residu protein spesifik, antara lain arginin, lysine, dan histidin (Lu 2010). Reagen yang digunakan dalam metode Bradford adalah Coomassie Brilliant Blue G-250. Reagen ini melekat pada protein dan dapat dideteksi kepekatannya antara 365 nm hingga 595 nm dengan alat spektrofotometer. Reagen ini menampilkan warna biru yang merupakan bagian dari anionik reagen. Metode Bradford dapat digunakan untuk menganalisis sampel

dalam jumlah banyak. Akan tetapi yang perlu diperhatikan dalam percobaan metode Bradford adalah materi detergen yang harus disingkirkan agar tidak mengganggu hasil dari metode Bradford (Bradford 1976). Metode Bradford memiliki beberapa keuntungan, antara lain keakuratan dalam menentukan konsentrasi protein yang cukup akurat, mudah diaplikasikan, sederhana, dan dapat digunakan untuk jumlah sampel yang banyak. Meskipun akurat, metode Bradford juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain senyawa deterjen ataupun noda yang dapat membuat hasil pengamatan kurang akurat. Selain deterjen terdapat juga beberapa senyawa kimia yang dapat merusak hasil pengamatan dengan metode Bradford. Untuk mencegah hal-hal tersebut, peralatan yang digunakan mesti dibilas beberapa kali hingga dapat dipastikan bahwa tidak ada bekas yang tersisa.

Daftar pustaka Anonim.2010.Sumber gizi protein [terhubung berkala] http://www.hsph.hardvard.edu/nutristionsource/what-should-youeat/protein/[21 April 2012]. Bintang Maria.2010.Biokimia teknik Penelitian. Jakarta : Erlangga. Bradford, M.M.1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding.Analytical Biochemistry 72, 248-254. Susan Elrod & Stanstfield William.2007.Genetika; Edisi keempat. Sutresna N.2007.Cerdas belajar kimia. Jakarta: Grafindo Media Pratama Thenawijaya Maggy.1982.Dasar-dasar Biokimia;jilid 1 .Jakarta : Erlangga. Poedjiadi Anna.1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI press Wirahadikusuma Muhamad.Biokimia; protein, enzim dan asam nukleat. Bandung : ITB Press

You might also like