You are on page 1of 6

UNTUK PARA GENERASI PEMUDA PEMBAHARU: Saatnya Mengusung Gerakan Kritik dan Opini Berbasis Syariah dan Fiqih

Pengantar "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". Terlepas dari kontroversi ungkapan ini antara klaim bahwa ucapan ini dikutip oleh sang retorik Bung Karno (Soekarno) dari Ungkapan Pahlawan dan Panglima Islam yang gagah dan terkenal: Shalahudin Al Ayubi, ungkapan ini memandang peran pemuda untuk mencapai pembebasan dan memerdekakan umat manusia. Tidak berbeda jauh dengan Bung Karno, Bung Hatta (Muhammad Hatta) mengatakan, pemuda bagai mendayung di antara dua karang. Mereka memiliki cita-cita dan mereka menerima sebuah tantangan. Ungkapanungkapan tersebut, menunjukkan bahwa kedua Bapak Proklamator Republik Indonesia tersebut memahami benar letak strategis peran para pemuda dalam membakar dan menggerakan api perjuangan. Di tengahtengah semangat mengapresiasi energi gerak pemuda dalam mengusung perubahan, terbetik secuplik kata intermesso yang meragukan sejumlah orang tentang substansi perjuangan elemen muda, bahwa mereka rentan dengan gerakan temporal, emosional, hanya kobaran semangat yang mudah padam, bahkan tak layak untuk memenuhi ekspektasi bersama. Namun, kritik ini nampaknya sama saja, tidak pada kawula muda, tidak pula pada elemen tua, kesalahan dan kesesatan dalam mengadopsi pemikiran, dan mengendarai gerakan telah menggelincirkan banyak manusia pada kesiasiaan dalam menghabiskan umur mereka di dunia, karena pada hakekatnya semua manusia hanya memiliki dua kecenderungan, yakni berposisi pada jalan kebaikan atau kesesatan. Untuk itulah, jalan benar dalam kehidupan itu harus dikenali oleh semua manusia, tak terkecuali para pemuda. Hanya saja, energi potensial yang dimiliki pemuda menjadi kekhususan untuk disimak tersendiri, mengingat pengalaman di berbagai tempat dan waktu, menunjukkan bahwa semangat dan tindakan pemuda telah mencukil berbagai rejim lantas terjungkalkan silih berganti dan membangkitkannya kembali dengan warna suasana yang baru. Ringkasnya energy pemuda selalu menjadi bahan bakar bagi api perjuangan, di berbagai tempat dan masa. Letak kesalahan manusia, khususnya pemuda seringkali dipengaruhi setting awal mengenai siapa gerangan manusia yang akan menjadi percontohan hidup dan gerakan. Pemudapemuda yang kritis akan mengedepankan tradisi anlisis dalam membangun pemikirannya. Pemuda seperti ini, meletakkan amalnya harus dibangun oleh pemikiran. Sekali lagi, pemikiran tersebut dikerangkakan melalui proses anlisis, bukan sekedar tradisi identifikasi. Tradisi berpikir yang sebenarnya disandarkan pada anlisis, yang dibangun melalui jawaban dari kata tanya mengapa, bukan sekedar tradisi berpikir identifikatif, yang dibangun melalui kata tanya apa. Kata tanya apa dominan berhenti pada fakta dan realitas, pada titik ini pemuda-pemuda mengidap penyakit pragmatisme, yang dipengaruhi oleh kecenderungan umum yang terjadi di masyarakat dan atau negara. Ironisnya, di saat mana suasana religiusitas, moralitas, dan humanitas telah bobrok ke titik nadir di sebuah negeri, maka pada saat itulah pemuda-pemuda kita juga akan dimungkinkan menjadi bagian dari batu bata kemaksiatan di negeri tersebut. Perubahan sosial yang seringkali disuarakan pada umumnya mengalami disorientasi sosial, tak lebih seperti gerakan hewan yang disembeli. Sementara itu, pemuda-pemuda dengan kerangka berpikir anlisis, tidak akan berhenti pada fakta yang dicerap, tetapi akan menelusuri hingga menemukan apa-apa yang menjadi penyebab dari sebuah peristiwa (fakta dan realitas), tentu saja tidak sesederhana membayangkan bahwa anlisis yang dimaksud pada tataran peristiwa-peristiwa faktual semata, misalnya hanya menyangkut persoalan input, proses, output, maupun dampak faktualiatas yang terjadi pada beragam sektoral dan sistem-sistem yang dianut negara, tetapi yang dimaksud adalah menyangkut kritik paradigmatik, yang menyentuh persoalan yang paling mendasar, tentang kepantasan dan kepatutan nilai-nilai (aksiologis) dan keyakinan (ontologis) yang dianut dalam kehidupan masyarakat. Konteks ini, dalam penggaliannya yang paling dalam, akan bermuara pada posisi paradigmatik para pemuda;

apa dasar ideologis yang akan diemban: apakah ideologi kapitalisme-sekulerisme yang akan diperjuangkan, ataukah ideologi sosialisme-komunisme, dan ataukah ideologi Islam? Tulisan ini tidak difokuskan pada perdebatan ideologis tersebut, tetapi telah berposisi pada meletakan Islam sebagai panglima kebenaran (berdasarkan perdebatan ideologis), tentu saja juga dalam fokus kasus pada keindonesian, dimana konstituen kepemudaan kita secara mayoritas telah mendeklarasikan diri dalam berbagai formalitas keidentitasannya, yakni sebagai muslim, misalnya pada KTP dan surat-surat administrative lainnya. Anehnya, identitas Islam dalam kepemudaan kita tersebut---dalam prakteknya---hingga kini sesungguhnya yang terlihat secara mayoritas, para pemuda kita adalah penganut ideologi kapitalisme-sekulerisme, dengan demikian, tugas besar para pembaharu hari ini adalah bagaimana mengembalikan para pemuda ke pangkuan Islam, bukan sekedar pengakuan semata, tetapi menyatukan para pemuda tersebut dengan pemikiran dan amalan-amalan Islam. Dalam situasi keterpangaruhan pada ideologi kapitalisme-sekulerisme tersebut, sangat pasti para pemuda kita tak lagi menjadikan Nabi Muhammad sebagai sosok idola dalam berbagai sisi, dan bahkan sangat asing dalam ingatan-ingatan para pemuda. Bukankah dalam diri dan prakteknya (Muhammad) sesungguhnya telah menjawab segala kegundahan dan ekspektasi para pemuda, termasuk akan ketenteraman, keteraturan, dan kejayaan sebuah umat? semestinya cukuplah beliau sebagai konsepsi proyek perubahan sosial. Lalu bagaimanakah cuplikan tindak tanduk beliau dalam perubahan sosial? Di awal dakwahnya, Nabi Saw mengajak orang-orang yang simpatik dan siap menerima dakwahnya dengan tanpa melihat usia, tempat, jenis kelamin, dan asalnya. Dalam mengajak mereka kepada Islam, beliau tidak memilih-milih, bahkan mengajak semua manusia dan menuntut kesiapan mereka untuk menerima Islam. Karena itu, banyak orang yang masuk Islam. Beliau sangat bersemangat membina semua pemeluk Islam dengan hukum-hukum agama dan menuntut mereka menghapalkan Al-Qur'an. Akhirnya, mereka membentuk sebuah kutlah (kelompok militan) yang siap mengemban dakwah (jumlah mereka sejak Rasul diutus hingga turun perintah untuk memperlihatkan dakwahnya ada 70 orang). Kutlah ini terdiri dari kaum pria dan wanita dari berbagai daerah dan usia. Kebanyakan mereka dari kalangan pemuda. Di antara mereka ada yang lemah, kuat, kaya, dan miskin. Setiap orang mengimani Rasulullah saw., menaatinya, dan menekuni dakwah bersamanya. Di antara mereka adalah 'Ali bin Abi Thalib yang berusia 8 tahun, Zubair bin al-Awwam 8 tahun, Thalhah bin 'Ubaidillah 11 tahun, Arqam bin Abi alArqam 12 tahun, 'Abdullah bin Mas'ud 14 tahun, Sa'id bin Zaid kurang dari 20 tahun, Sa'ad bin Abi Waqash 17 tahun, Mas'ud bin Rabi'ah 17 tahun, Ja'far bin Abi Thalib 12 tahun, Shuhaib al-Ruumiy (orang Romawi) di bawah 20 tahun, Zaid bin Haritsah 20 tahun, 'Utsman bin 'Affan 20 tahun, Thalib bin 'Umair 20 tahun, Khabab bin al-Arat 20 tahun, 'Amir bin Fuhirah 23 tahun, Mush'ab bin 'Umair 24 tahun, Miqdad bin al-Aswad 24 tahun, 'Abdullah bin Jahsyin 25 tahun, 'Umar bin Khaththab 26 tahun, Abu 'Ubaidah bin Jarrah 27 tahun, 'Utbah bin Ghazwan 27 tahun, Abu Hudzaifah bin 'Utbah 30 tahun, Bilal bin Rabah 30 tahun, 'Iyasy bin Rabi'ah 30 tahun, 'Amir bin Rabi'ah 30 tahun, Na'im bin 'Abdillah 30 tahun, 'Utsman, 'Abdullah, Qudamah, dan al-Saib (semuanya anak-anak Mazh'un bin Habib) yang masing-masing berusia 30, 17, 17, dan 20 tahun, Abu Salamah 'Abdullah bin 'Abd al-Asad al-Makhzumiy 30 tahun, 'Abdurrahman bin 'Auf 30 tahun, 'Ammar bin Yasir yang berusia antara 30 dan 40 tahun, Abu Bakar al-Shiddieq 37 tahun, Hamzah bin 'Abd al-Muththallib 42 tahun, dan 'Ubaidah bin al-Harits yang berusia 50 tahun. Keimanan mereka seperti keimanan kaum wanita. Profil kelompok perubahan sosial yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, Saw sebagaimana kasus di berbagai perubahan sosial lainnya, banyak diisi oleh para pemuda di berbagai level kematangan. Dalam perkembangannya, kelompok inilah sebagai sebaik-baik kelompok di seluruh jaman, untuk itulah, menjadi keharusan bagi sesiapa saja (yang mengaku muslim) untuk menyandarkan aktivitas perubahan sosialnya pada kenyataan ini. Mengenali Silsilah Ilmu

Adam adalah bapak semua manusia dan makhluk pertama yang Allah ciptakan dari kalangan manusia. Dia adalah Nabi Allah yang pertama. Hikmah Allah telah menginginkan untuk menjadikan seorang khalifah di muka bumi ini dan senantiasa menyediakan semua sumber daya dan potensinya untuk khalifah di muka bumi ini. Makhluk tersebut adalah Adam yang Allah ciptakan dari tanah dan ditiupkan padanya sebagian ruh-Nya. Allah ajarkan padanya semua nama-nama. Lalu, Allah perintahkan para malaikat untuk bersujud kepadanya. Allah kemudian mengusir Iblis tatkala dia menolak untuk bersujud kepada Adam. Allah berfirman,

Dan ingatlah tatkala Tuhanmu berkata kepada para Malaikat:Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi . Mereka bekata:Mengapa Engkau hendak menjadikan (Khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman:Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui (QS.Al-Baqarah: 30). Ketika Adam dan Hawa ditempatkan di dunia setelah pelanggaran mereka di surga dengan memakan buah khuldi yang dilarang oleh Allah, Swt, dimana kejadian tersebut akibat bujukan Iblis yang berhasil memperdaya Adam dan Hawa, maka Adam memenuhi berbagai kebutuhannya di dunia dari ilmu Allah melalui Malakikat Jibril, seperti aktivitas bercocok tanam, menggembalakan binatang, dan lainnya. Dari ikhwal tersebut, kita dapat menelusuri bahwa sumber ilmu sesungguhnya dari Allah Swt, mengenai ilmu kesesatan sesungguhnya berasal dari iblis. Menyoal tentang silsilah ilmu tersebut dari masa ke masa, maka keabsahannya dapat dengan memeriksa sejarah ilmu tersebut. Kata sejarah sendiri berasal dari Bahasa Arab syajarah yang artinya adalah pohon. Sebagaimana pohon---kondisi terkini ditunjukkan dengan munculnya kuncup, buah, daun muda, dan tangkai-tangkai muda, maka konteks sejarah ilmu tersebut dibaca pada masa kini, tingginya pohon berhubungan dengan masa yang telah dilewatinya. Mengamati pohon ini, tentu tak sekonyong-konyong kita menemukan ada buah, ada kuncup, dan organ baru lainnya, tetapi keberadaannya berhubungan erat dengan bagaimana akar telah bekerja dengan seluruh sistem ekologisnya menarik hara dari sari pati tanah lalu menghantarkannya hingga ke bagian ujung pohon. Kualitas batang, ranting, kuncup, dan buahnya dipengaruhi oleh kualitas sumber sari pati, hormon-hormon yang bekerja termasuk fungsi-fungsi metabolism lainnya dalam pohon tersebut ---maka ilmu memiliki sistem ekologisnya sendiri yang dapat memastikan asal usulnya. Mekanisme sejarah ilmu yang absah telah ditunjukkan (dengan unggulnya) pada bagaimana silsilah informasi dikonstruksi dalam dunia periwayatan dalam Islam. Bahwa sebuah informasi melibatkan latar sosialnya (asbaabun nuzul/asbaabul wurud), siapa sumber penuturnya (Nabi Muhammad), siapa yang menceritakannya (rawi) pada tiga level (masa shahabat, tabiin, dan tabiut tabiin), lalu siapa yang mengumpulkannya (Imam hadits: Imam Bukhari, Muslim, dlsb). Namun konstruksinya tak sesederhana itu, para muhaditsun (pengumpul hadits) mewajibkan memvalidasi keshahihan informasi melalui verifikasi matan (substansi hadits) dan verifikasi sanad (kemantapan personalitas para rawi/kajian biografisnya). Substansi dari penelaahan terhadap silsilah ilmu tersebut adalah wajibnya kita, termasuk para pemuda untuk tidak latah terhadap berbagai ilmu dan informasi yang berseliweran di kampus-kampus akademik maupun masyarakat, kita membutuhkan verifikasi terhadap ilmu tersebut, bagaimana letak kepantasannya, agar gaung perubahan yang ditabuh benar-benar berada pada haluan kebenaran hakiki, bukan perubahan-perubahan pada jalan setan yang didandani dengan baju-baju almamater dan symbol-simbol akademik belaka. Maka ideology kapitalisme-sekulerisme pun juga sosialisme-komunisme adalah jalan-jalan setan yang harus dijauhi, tidak hanya pemuda tapi juga kakek-nenek jompo maupun anak-anak ingusan. Sesungguhnya kebenaran itu semata-mata dari Allah, Swt.

Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orangorang yang ragu. (QS. Al-Baqaroh [2] : 147) Transformasi Kritik dan Wacana Ideologis Ada beberapa faktor yang mendukung bagaimana peran pemuda menjadi strategis dalam mendorong agenda transformasi, Fathi Yakan mengatakan bahwa pada hakikatnya usia muda seorang pemuda ialah usia yang penuh dengan cita-cita yang tinggi dan darah yang gemuruh serta idealisme yang luas. Yaitu usia yang memberi pengorbanan dan menebus semua. Usia yang menabur jasa, memberi kesan dan emosional. Dari sini usia muda pemuda dalam perkiraan Islam mempunyai tanggungjawab dan nilai yang khusus dan karena itu Rasulullah saw menekankan supaya pemuda-pemuda merasai demikian melalui sabdanya Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

: :
Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: [1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, [2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, [4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, [5] Hidupmu sebelum datang kematianmu. (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami Ash Shogir) Umat manusia, dalam tabiat kejadian dan pembentukannya mempunyai masa tenggat dalam usia yang mampu memberi sesuatu. Kemudian ia mula surut ke belakang (susut). Firman Allah swt:


Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu kami pergilirkan diantara manusia. (3:140). Dan benarlah sabda Rasulullah: Bahwa setiap amalan itu ada puncak kesungguhannya, setiap puncak kesungguhan itu ada surutnya. Maka sesiapa yang surutnya adalah pada sunnahku, maka di telah mendapat petunjuk, dan sesiapa yang surut kepada yang lain, berarti telah binasalah dia. Sejauh ini suasana kritik yang terbangun diwarnai dengan tema-tema yang sangat dangkal, ini bisa ditunjukan dengan tekstur opini yang dikembangkan oleh banyak kalangan, termasuk pemuda, khususnya pemuda muslim, masih jauh dari identitas pemikiran Islam. Ada jarak antara idea yang diadopsi dengan esensi ajaran Islam, belum ada kristalisasi antara posisinya sebagai insan yang mengaku muslim dengan pemikiran Islam. Sebagian lagi mengkonstruksi pemikirannya dari percampuran antara berbagai cuplikan pemikiran ideologis, sebagian lagi tak membangun pemikirannya dari dasar-dasar argumentasi dalildalil Islam. demikianlah jarak pemuda muslim dengan ajaran Islamnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menasehati seorang sahabat yang tatkala itu berusia muda (berumur sekitar 12 tahun) yaitu Ibnu Umar radhiyallahu anhuma. (Syarh Al Arbain An Nawawiyah Syaikh Sholeh Alu Syaikh, 294). Beliau shallallahu alaihi wa sallam memegang pundaknya lalu bersabda,

:
Hiduplah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara. (HR. Bukhari no. 5937). Nasehat tersebut menunjukkan bahwa tak boleh ada kesia-siaan dalam melewati waktu, tiada untuk orang tua, maupun remaja, mahasiswa, maupun pemuda. sepenuhnya waktu hendaklah menjadi kesempatan terbaik untuk selalu mengikatkan diri pada perintah-perintah Allah Swt dan Rasulullah Saw. Gerakan kritik dan control sosial dalam Islam diwajibkan kepada masyarakat dan jamaah, dan individu-individu yang melakukannya mendapatkan sejumlah predikat terbaik dari Allah, Swt, sebagaimana dapat kita temukan pada beberapa dalil di bawah ini:

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar [217]; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Imran: 104) Dari Abu Said Al Khudri, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

: : :
Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim. (HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah no. 4011. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Daripada Abu Said al Khudri r.a. katanya : Aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda :


"Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman." (HR Muslim, no.70)" Kritik dan kontrol sosial tersebut dalam rangka mendapatkan ridho Allah Swt melalui upaya melangsungkan kembali kehidupan Islam, yang hanya dengan itu kemuliaan Islam akan menaungi seluruh kaum muslimin dan seluruh umat manusia. Allah Swt, berfirman:


Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya (Al-Faatir: 10). Transformasi Metode Berpikir Filsafat ke Metode Berpikir Fiqih Tidak bertumbuhnya suasana Islam di tengah-tengah kehidupan manusia-manusia yang memeluk Islam, dilatari oleh tiadanya suasana kritis yang didasari oleh ajaran Islam. Memori otak anak-anak muda kaum muslimin telah dicekoki oleh material pemikiran selain Islam, dan pada saat yang sama indera mereka sepenuhnya menyaksikan segala fakta dan realitas yang tidak Islami sehingga sulit bagi mereka untuk membayangkan bagaimana keindahan kehidupan dunia bila diatur dengan Islam. Warna keperibadian para pemuda dan orang tuanya---yang selayaknya tempat mendapatkan ibroh---menampakkan corak yang jauh dari suasana keislaman, tidak cukup sampai di situ, harapan terakhir untuk mendapatkan penjagaan keyakinan mereka adalah Negara lagi-lagi jebol dipenetrasi oleh berbagai Xenoisme yang diimpor dari Barat, baik melalui regulasi internasional, trend internasional, hingga modernitas teknologi. Satu lagi pihak yang selayaknya menjadi tempat proteksi yang sangat strategis untuk memelihara anak-anak kaum muslimin, termasuk pemuda, yakni sekolah, kampus, dan sejenisnya, lagi-lagi tak kuasa mendapat tikaman intelektual dan akademik, seakan-akan apapun dari Barat adalah intelektualitas dan akademika yang unggul, maka masuklah paham-paham kapitalisme-sekulerisme maupun sosialisme-komunisme tanpa perlawanan intelektual dan akademik yang berarti. Filsafat sebagai induk dari lahirnya ideologi kapitalisme-sekulerisme maupun sosialismekomunisme, setidaknya telah berkontribusi bagi munculnya berbagai prahara sosial. Tata kehidupan yang diatur oleh kedua ideology tersebut telah menurunkan bahkan menghilangkan kualitas keimanan manusia hingga setaraf dengan kehidupan hewani, di mana nilai-nilai religiutas, humanitas, dan moralitas diganti semata-mata menempatkan nilainilai materialitas sebagai pusaran penghambaan hidup manusia. Untuk itulah, para pemuda sebagai cahaya masa depan, tak boleh sekedar menuntun jalannya dengan pelita-pelita dalam gulita, yakni berpuas diri hanya pada apa yang terjadi, tetapi hendaknya mereka meyakinkan diri dan mengenakan jubah kepantasan sebagai penerang-penerang semesta di masa yang akan datang, memulainya sekarang dari pembenahan pemikiran, karena pemikiran itulah letak cahaya dan gulitanya kehidupan. Metodologi berpikir yang selama ini dibangun melalui jalan-jalan filsafat saatnya ditanggalkan dan meng-konversi-nya dengan metode berpikir fikih.

Metode berpikir fikih merupakan salah satu aspek tasyrii, yang dimaknai sebagai salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya, di mana tasyri sendiri dimaknai sebagai apa yang diturunkan Allah Subhannahu wa Taala untuk hambaNya berupa manhaj (jalan) yang harus mereka lalui dalam bidang aqidah, muamalat dan sebagainya. Metode berpikir fikih akan menumbuhkan karakter ideologis Islam, di mana Islam sebagai standard pemikiran, perbuatan dan lisan. Metode berpikir fikih menjadi tools bagaimana menemukan kesimpulan yang indikasinya kuat untuk diamalkan melalui sejumlah dalil-dalil Al-Quran dan Al-Hadits yang selanjutnya dapat menjadi pustaka hukum (fiqih) dalam khazanah ilmu kaum muslimin. Metode berpikir fiqih tidak berarti hanya menjadi hak milik para fuqoha saja, namun setiap kaum muslimin yang telah memenuhi syarat sebagai orang yang telah terbebani kewajiban syariat (mukallaf) hendaknya memahami metode berpikir ini baik untuk posisi sebagai mujtahid (orang yang memenuhi syarat menggali hukum syara), maupun untuk posisi sebagai orang (muslim) yang mengikuti pendapat seorang mujtahid (muttabi), dengan demikian akan terbangun kerangka berpikir yang Islami dan dalam tahap berikutnya akan terbangun kerangka amal yang Islami. Memahami tidak berarti menguasai, namun dapat hanya dengan memahami kerangka metodologisnya ataupun kedudukan serta fungsinya sebagai landasan syariah. Produk berpikir fiqih tidak otomatis manjadi sesuatu yang langsung diamalkan. Dalam tradisi kehidupan kaum muslimin, di saat mereka masih terlindungi dalam kekuasaan Islam pada masa lampau (masa kekhilafahan), Khalifah-lah yang berkewajiban untuk mengadopsi salah satu pendapat para fuqoha, setelah memastikan kualitas kesimpulan fiqihnya terlebih dahulu, khususnya pada perkara-perkara muamalah dan uqubat. Penutup Sumber intelektualitas Islam sesungguhnya terdapat pada paradigma berpikir tasyri, salah satunya adalah metode berpikir fiqih, dengan metode ini, kaum muslimin dan seluruh umat manusia akan menemukan betapa Islam dapat menuntaskan perkara manusia hingga hari kiamat. Kaum muda sebagai elemen kritis tentu akan sangat strategis bila memerankan keutamaankeutamaan ini, walaupun status peran ini adalah fardhu kifayah, di mana tidak semua kaum muslimin berkewajiban untuk dapat melakukannya, namun kaum muslimin akan menanggung dosa bila tak ada satupun yang dapat melakukannya. Jika kritik dan control sosial terbangun dari metode berpikir fiqih, setidaknya akan meningkatkan frekuensi praktek umat Islam dengan pedoman bakunya: Al-Quran dan Al-Hadits, jika itu tercapai, maka keniscayaan akan jaminan kelayakan hidup dari Sang Pemilik Kehidupan (Allah Swt) akan diturunkan kepada kaum muslimin bahkan umat manusia, firman Allah Swt:

:
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS. Al Araf 96). Wallahu alam bishowab.

You might also like